BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintahan Daerah Pembentukan pemerintah daerah sesuai dengan amanat pasal 18 UUD Negara RI Tahun 1945, telah melahirkan berbagai produk undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainya yang mengatur tentang pemerintahan daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, dan terakhir Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.4 Secara substansial undang-undang tersebut mengatur tentang bentuk susunan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara normatif undang-undang tersebut telah mampu mengikuti perkembangan perubahan pemerintahan daerah sesuai zamannya. secara empiris undang-undang tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sebelum diberlakukanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan undang-undang sebelumnya memberikan implikasi terhadap kedudukan dan peran formal kekuasaan eksekutif lebih domain dari kekuasaan legislatif daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan undang-undang sebelumnya, kedudukan kepala daerah sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif, memiliki kewenangan yang lebih besar dari pada kekuasaan DPRD sebagai pelaksana kekuasaan legislatif. Secara ekstrem dapat dikatakan bahwa kepala daerah tidak dapat diberhentikan langsung oleh DPRD. Kepala daerah tidak bertanggung jawab 4
Siswanto Sunarno. Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2009 hlm.54.
8
sepenuhnya kepada DPRD, dan dalam pelaksanaan tugasnya hanya memeberikan keterangan pertanggungjawaban.5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, lahir dalam kencah retaknya reformasi di indonesia. Kelahiran undang-udang tersebut untuk menjawab kebutuhan tuntutan reformasi yang memberikan implikasi dan simplikasi terhadap kedudukan DPRD berbalik menjadi lebih kuat dibading dengan kekuasaan eksekutif.6 Dalam pasal 18A UUD Negara RI Tahun 1945, diamanatkan tentang hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan Kota atau antar provinsi, kabupaten serta kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Disamping itu hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumberdaya alam serta sumber daya lain antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.7 Pengertian pemerintah daerah diatur dalam Bab I pasal 1 (2) UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang pmerintah daerah yang Berbunyi: “pemerintah daerah
adalah penyelenggara urusan pemerintahan
oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi dengan seluas-luasnya Dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai mana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
5
Ibid., hlm 54. Ibid, hlm. 54. 7 Ibid., hlm. 2. 6
9
2.1.1 Tugas dan kewajiban kepala daerah Penyelenggaraan pemerintah adalah presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden, dan penyelenggaraan pemerintah daerah adalah pemerintah daerah dan DPRD. Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala daerah, untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang yang yang disebut wakil kepala daerah.8 Tugas dan wewenang kepala daerah adalah : a. memimping penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang di tetapkan bersama DPRD; b. mengajukan rancangan perda; c. menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; d. menyusun dan mengajukan rancangan perdatentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama; e. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah; f. mewakili daerahnya didalam dan diluar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan; g. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.9
8 9
Ibid., hlm. 55 Ibid. hlm. 55
10
Tugas wakil kepala daerah: a. membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintah daerah; b. membantu kepala daerah dalam mengoordinasikan vertikal
di daerah, menindak lanjuti
laporan
kegiatan instansi
dan/atau temuan hasil
pengawasan aparat, melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan
dan pelestarian sosial budaya dan
lingkungan hidup; c. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah kabupaten dan kota bagi wakil kepala daeraah provinsi; d. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah di wilayah kecamatan , kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten kota; e. Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di daerah; f. Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainya yang diberikan oleh kepala daerah; g.
Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.10
Wakil kepala daerah dalam melaksanakan tugas bertanggung jawab kepada kepala daerah, dan dapat menggantikan kepala daerah sampai habis masa jabatannya apabila kepala daerah meninngal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan keewajibannya selama enam bulan secara terus-menerus 10
Ibid., hlm. 55- 56
11
dalam masa jabatannya. Dalam melaksanakan tugasnya
kepala daerah
mempunyai kewajiban sebagai berikut: a. Memegang teguh Undang Dasar
dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UndangNegara RI Tahun 1945 serta mempertahankan dan
memelihara keutuhan NKRI; b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat; c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; d. Melaksanakan kehidupan demokrasi; e.
Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan;
f. Menjaga etika dan norma dalam menyelenggarakan pemerintah daerah; g. Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah; h. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; i. Melaksanakan dan mempertanggung jawabkan keuangan daerah; j. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah; k. Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah dihadapan rapat paripura DPRD.11 2.1.2 Pertanggung jawaban kepala daerah Selain mempunyai kewajiban kepala daerah mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintahan dan memberikan laporan keterangan pertanggung jawaban kepada DPRD, serta menginformasikan 11
laporan
penyelenggaraan
Ibid., hlm. 56.
12
pemerintah
daerah
kepada
masyarakat.laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada pemerintah, disampaikan kepada presiden melalui mentri dalam negeri untuk gubernur, dan kepada mentri dalam negeri melalui gubernur untuk bupati/walikota satu kali dalam satu tahun.12 2.1.3 Pembagian Urusan Pemerintahan Pembagian urusan pemerintahan di indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam tiga kategori, yakni urusan penerintahan yang dikelola oleh pemerintah pusat (pemerintah); urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi;
urusan
pemerintahan
yang
dilasanakan
oleh
pemerintah
kabupaten/kota.13 Urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah, meliputi: a. Politik luar negeri; b. Pertahanan; c. Keamanan; d. Yustisi; e. Moneter dan fiskal nasoinal; f. Agama.14 Dalam
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan,
pemerintah
menyelenggarakan sendiri, atau dapat melimpahkan sebagai urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintah Desa. Disamping itu, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah 12
Ibid, hlm. 57. Ibid, hlm. 34. 14 Ibid, hlm. 34. 13
13
seperti diatas, pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri sebagai urusan pemerintahan, atau melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada gubernur selaku wakil pemerintah, atau dapat menugaskan sebagai urusan kepala pemerintah daerah dan/atau pemerintah Desa berdasarkan
asas
tugass
pembantuan.15 Penyelenggaraan urusan pemerintahan
dibagi dalam kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antara susunan pemerintahan, sebagai suatu sistem pemerintah,
kewenangan
pemerintah
daerah
antara hubungan kewenangan provinsi,
dan
pemerintah
kabupaten/kota, atau pemerintah daerah yang saling terkait, tergantung, dan sinergis. Urusan pemerintahan menjadi kewenangan pemerintah daerah, terdiri atau urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib, artinya penyelenggaraan pemerintahan yang berpedoman pada standar pelayanan minimal, dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah. Adapun urusan-urusan pemerintah yang bersifat pilihan, baik pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk menigkatkan kesejahteraanmayarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.16 Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi dan dalam skala kabupaten/kota, meliputi: 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan; 2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 15 16
Ibid, hlm. 35 Ibid. hlm. 35
14
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. Penanganan bidang kesehatan; 6. Penyelenggaraan pendidikan; 7. Penyelenggaraan bidang ketenagakerjaan; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan; 9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah; 10. Pengendalian lingkungan hidup; 11. Pelayanan pertanahan; 12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil; 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. Pelayanan administrasi penanaman modal; 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainya; 16. Urusan wajib lainya yang diamanatkan oleh peraturan perundangundangan.17 Dalam Bab III pasal 7 (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Republik indonesia No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, menyatakan tentang urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar. Urusan wajib sebagaimana dimaksud meliputi:
17
Ibid., hlm. 35-36
15
a. pendidikan; b. kesehatan; c. lingkungan hidup; d. pekerjaan umum; e. penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g. perumahan; h. kepemudaan dan olahraga; i. penanaman modal; j. koperasi dan usaha kecil dan menengah; k. kependudukan dan catatan sipil; l. ketenagakerjaan; m. ketahanan pangan; n. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; o. keluarga berencana dan keluarga sejahtera; p. perhubungan; q. komunikasi dan informatika; r. pertanahan; s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
16
v. sosial; w. kebudayaan; x. statistik; y. kearsipan; dan z. perpustakaan. Suatu perencanaan pembangunan yang baik harus didukung oleh pembagian dan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota. 2.1.4
Otonomi daerah Otonomi daearah adalah usaha memberikan kesempatan kepada daerah
untuk
memberdayakan
potensi
ekonomi,
sosial,
budaya,
dan
politik
diwlayahnya.tujuannya adalah demi terwujudnya kehidupan masyarakat yang tertib, maju, dan sejahtera, damai nyaman, wajar karena memperoleh kemudahan dalam segala hal dibidang pelayanan masyarakat, yang hasil akhirnya dapat beguna untuk percepatan pembangunan yang ada didaerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.18 Otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab, menurut pandangan masyarakat dan pejabat pemerintahan di tingkat daerah merupakan arus balik kekuasaan dan kewenangan yang selama ini bersifat sentralistik yang hanya mementingkan pemerintah pusat saja, sementara daerah merasa kurang
18
Fadel Muhammad,Dkk, Menggapai Masa Depan Gorontalo, HPMIG Press, Yogyakarta, 2005, hlm. 81.
17
diperhatikan. Otonomi daerah pada dasarnya merupakan gambaran dari power sharing yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada daerah.19 2.2 Pengertian perencanaan Orang sering mendengar kata “perencanaan” baik dalam pembicaraan sehari-hari maupun dalam pertemuan ilmiah. Dengan mudah orang mengatakan istilah itu. Tetapi kata perencanaan mengandung pemahaman tertentu
yang
mungkin tidak di duga sebelumnya. Bahkan, memberi kesan tidak mudah memahami pengertian perencanaan dalam konteks pembangunan kota/daerah.20 Kata perencanaan dapat dilihat dari berbagai sudut disiplin ilmu, maka pengertian perancangan kota juga bemacam-macam sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu seseorang. Bagi ahli ekonomi Perencanaan dapat diberi pengertian sebagai upaya untuk mengatur dan meningkatkan sumber-sumber ekonomi untuk memperoleh keuntungan finansial. Bagi seorang arsitek, perancangan kota berhubungan dengan pengembangan lingkungan fisik kota untuk fungsi tertentu. Tapi bagi seorang ahli perencana kota (planologi) perencanaan kota meliputi pengaturan, penyesuaian, dan mungkin juga mengubah hubungan manusia dengan lingkungan.21 Conyers dan Hill (1984:3), ahli perencana kota, menyebutkan bahwa perencanaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan yang menghasilkan keputusan-keputusan, atau pilihan-pilihan, tentang tentang alternatif cara
19
Ibid, hlm. 81-82. Paulus Hariyanto. Perancangan Pembangunan Kota Dan Perubahan Paradigma, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 3. 21 Ibit., hlm. 5 20
18
penggunaan sumber daya yang memungkinkan, dengan tujuan untuk mencapai suatu bagian dari tujuan dalam jangka waktu tertentu dimasa yang kan datang.22 Elemen-elemen dasar perencanaan kota menurut Conyers dan Hill adalah: 1. Merencanakan berarti membuat suatu pilihan 2. Perencanaan berarti mengalokasikan sumber daya yang ada 3. Perencanaan berarti mencapai tujuan 4. Perencanaan untuk masa yang kana datang23 Perancangan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Perancangan diberi pengertian sebagai upaya mengenali kemampuan mengenali diri dan mengenali pihak lain untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai di masa depan, menentukan pilihan tolak ukur cita-cita, menentukan pilihan sumberdaya yang akan digunakan, dan melakukan pengawasan akan implementasi kegitan pelaksanaan.24 Dalam
penyusunan
perencanaan
pembangunan
diperlukan
sistem
perencanaan yang baik, terarah dan struktural agar dapat memperoleh suatu tujuan dan harapan yang maksimal. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan suatu cara pendekatan yang mengedepankan kepentingan para pihak secara adil dan menyeluruh. Dalam hal ini M. Masoed mengemukakan bahwa: Teori pembangunan dalam pelaksanaan
Bappeda
pada
masa
22
Ibit., hlm. 5 Ibit. hlm . 6- 8 24 Ibit., hlm. 9. 23
19
reformasi
dalam perencanaan
pembangunan daerah dilakukan dengan pendekatan secara Top-Down dalam hal ini yaitu perencanaan memperhatikan kebijakan pemerintahan pusat yang dapat dipedomani dalam perencanaan sedangkan Bottom-Up dalam hal ini yaitu perencanaan memperhatikan aspirasi dari masyarakat dalam perencanaan pembangunan daerah dan bertanggung-jawab demi kepentingan pembangunan masyarakat secara menyeluruh.25 Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh M. Masoed di atas, Mudrajat Kuncoro juga Berpendapat Bahwa: Perencanaan pembangunan daerah dari atas ke bawah (top down planning) diartikan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat atau sasaran-sasarannya ditetapkan dari tingkat daerah. Sedangkan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) dibuat oleh pemerintah tingkat
mikro/proyek.
Berdasarkan
apa
yang
dikemukakan
Kunarto
daerah/departemen dalam, dapat disimpulkan bahwa top down planning bersifat makro dan bottom up planning bersifat mikro.26 Menurut Ginanjar Kartasasmita bahwa: “Perencanaan dari atas ke bawah (top down palnning) dan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) termasuk kelompok perencanaan menurut proses/hirarki penyusunan. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari bawah ke atas ini dimulai prosesnya dengan pelaksanaan.” 27 Mengacu pada pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dikatakan perencanaan dari atas ke bawah (top down planning) itu 25
Masoed M, Negara, Bisnis dan KKN, Aditya Media, Yogyakrta, 1994 Kuncoro Mudrajat, Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan Strategi dan Peluang, PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta, 2004 27 Kartasasmita Ginanjar,Perdagangan Masyarakat Konsep Pembangunan Yang Berakar Pada Masyarakat, Cides, Jakarta, 1997. 26
20
adalah perencanaan pembangunan yang dibuat oleh lembaga atau institusi pemerintah di pusat atau tingkat atas yang sifatnya makro atau menyeluruh, sedangkan perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning) adalah perencanaan yang dibuat oleh lembaga atau institusi pemerintah di tingkat bawah yang sifatnya mikro. Hal ini sering terjadi salah pengertian dan penafsiran dibanyak kalangan terhadap isitilah top down planning dan bottom up planning. Khususnya mengenai bottom up planning sering dimaksudkan perencanaan yang dibuat oleh masyarakat secara langsung. Midjojo mengemukakan bahwa salah satu kegiatan penting dalam suatu usaha pembangaunan berencana adalah perencanaan pembangunan. Dalam penetapan tujuan dan terutama dalam cara pencapaian tujuan itu tiga unsur penting dari pada perancangan yang meminta perhatian adalah: (1) Perlunya Koordinasi, (2) Konsisten antara berbagai variabel sosial ekonomi suatu masyarakat, (3) Penetapan skala prioritas.28 2.3 Pengertian pembangunan Pembangunan adalah suatu proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang lebik baik bagi masyarakat, dan dilakukan dengan norma-norma atau nilai-nilai tertentu. Sedangkan kota adalah suatu pembangunan fisik, sosial, dan ekonomi yang digunakan untuk aktifitas dan kebutuhan suatu masyarakat yang hidup secara nanograris dilokasi tertentu yang relatif pada penduduknya.29 28
Bintoro Tjokromidjojo. Perancangan Pembangunan, CV Haji Masagung(eks PT Gunung Agung, PT Inti Idayus Press, dan Yayasan Masagung) Jakarta, 1990, hlm. 15. 29 Paulus Hariyanto. Perancangan Pembangunan Kota Dan Perubahan Paradigma, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 25.
21
Secara alami pembangunan itu dapat berlangsung pada suatu negara, kerajaan, kota maupun daerah-daerah lain. Sepanjang terdapat kelompok manusia, maka disitu sebenarnya terdapat upaya pembangunan. Masalahnya perkembangan itu mencapai kemajuan, statis, ataukah kemunduran; direncanakan ataukah tidak. Dalam masyarakat primitif, misalnya, pembangunan itu ada, tetapi tidak direncanakan secara khusun, sehingga hasilnya barang kali mengalami stagnasi. Tetapi dapat juga mengalami kemajuan, ketika mereka meperluas kawasan permukiman karena pertambahan penduduk, atau karena ditemukannya sumber air baru.30 Tujuan pembangunan Secara garis besar ada tiga tujuan pembangunan, yaitu: 1) Memiliki arah pertumbuhan ekonomi tinggi 2) Pemerataan hasil pembangunan 3) Campurang antara pertumbuhan ekonomi tinggi dan pemerataan.31 2.4 Pengertian BAPPEDA Pembentukan
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah yang mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Pembetukan BAPPEDA Republik Indonesia ditetapkan dengan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 27 tahun 1980 tentang pembentukan BAPPEDA R.I yang mana Bappeda mempunyai dua tingkat kedudukan. Yang pertama 30 31
Ibid, hlm. 18. Ibid, hlm. 23
22
Bappeda tingkat I (sekarang pemerintahan Provinsi) dan Bappeda tingkat II (sekarang pemerintahan Kabupaten/kota). BAPPEDA merupakan singkatan dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, yang mana badan ini menurut KEPRES No. 27 Tahun 1980 dalam Bab I bahwa badan ini adalah badan staf yang langsung dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala daerah. Dimana Bappeda berperan sebagai pembantu kepala daerah dalam menetukan kebijakan dibidang perencanaan pembangunan daerah. Untuk menyempurnakan peraturan daerah khusunya dalam implementasi pembangunan daerah yang merata berdasarkan berdasarkan prinsip otonomi yang seluas-luasnya maka pemerintah pun mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tetang sistem perencanaan pembagunan nasional, yang mana dalam pasal 23 ditegaskan sebagai berikut : “kepala satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab terhadap tugas dan fungsi perencanaan pembangunan di daerah provinsi, kabupaten ataupun kota adalah kepala Badan perencanaan pembangunan daerah selanjutnya disebut kepala Bappeda, dengan demikian
Bappeda adalah badan penyusun
rencana kerja pembangunan daerah (RKPD) di daerah baik dalam jangka panjang, jangka menengah maupun rencana tahunan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Tugas dan Fungsi Badan Perencanan Pembangunan Daerah menyatakan bahwa: Tugas dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah pada dasarnya merupakan bentuk penyelenggaraan pemerintahan yang baik khususnya pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah yang terdiri dari unsur staf yang
23
membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam sekretariat, unsur pengawas yang diwadahi dalam bentuk inspektorat, unsur perencana yang diwadahi dalam bentuk badan, unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah. Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Gorontalo yang dulunya masih Kotamadya daerah Tingkat II sesuai dengan Keppres No. 15 tahun 1947 dan kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 15 tahun 1980, Keputusan Mentri Dalam Negeri No. 185 Tahun 1980 Perda Kotamadya Dati II Gorontalo No. 21 tahun 1992. Pada tanggal 17 Maret Tahun 2000 BAPPEDA Tingkat II diubah namanya menjadi BAPPEDA Kota Gorontalo, hal itu bertepatan dengan dibentuknya Provinsi Gorontalo. Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2008 Kota Gorontalo
Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Lembaga Tekhnis Daerah Kota Gorontalo, yang mengatur tentang tugas dan fungsi Bappeda Kota Gorontalo, Perda tersebut diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota Gorontalo Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Gorontalo Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA). Tugas Bappeda kota Gorontalo Terdiri dari: Perumusan kebijakan teknis perencanaan, Pengoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan, Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang
24
perencanaan pembangunan daerah, dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2.5 Teori Peranan Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.32 Levinson dalam Soekanto mengatakan peranan mencakup tiga hal, antara lain33: 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. 2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah
32
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers Jakarta. 2009, hlm. 212-213 33 Ibid, hlm. 213.
25
kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus. 34 Dalam
peranan
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan,
seseorang
diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapanharapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain. 35 Selanjutnya di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajibankewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajibankewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.36
34
http://fadly.blogspot.com/2010/01/21/teori-peran-lain. Ibid. 36 Ibid. 35
26