BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Dzikir 2.1.1. Pengertian Dzikir Dzikir merupakan suatu perbuatan mengingat, menyebut, mengerti, menjaga dalam bentuk ucapan-ucapan lisan, gerakan hati atau gerakan anggota badan yang mengandung arti pujian, rasa syukur dan do’a dengan cara-cara yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, untuk memperoleh ketentraman batin, atau mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, dan agar memperoleh keselamatan serta terhindar dari siksa Allah (Suhaimie, 2005). Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, ”Rasulullah Shallallahu Alaihi
wa
Sallam
bersabda,
”Mengucapkan
”Subhanallah”,
”Alhamdulillah”, ”Laa ilaha Illallah”, dan ”Allahu Akbar” lebih aku sukai dari semua yang terkena sinar matahari”(Bayumi, 2005).
2.1.2. Kalimat Adz-Dzikr dalam Al-Qur’an Dalam Al Qur’an lafazh Adz-Dzikr memiliki sepuluh penggambaran (Bayumi, 2005): 2.1.2.1.Dzikir merupakan suatu kewajiban yang diperintahkan. 2.1.2.2.Larangan untuk melakukan apa yang menjadi lawan dari dzikir yaitu kelalaian dan lupa diri.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.3.Syarat kemenangan adalah konsekuensi dari dzikir dan banyak mengulang-ulangnya. 2.1.2.4.Pujian kepada ahli dzikir, dan kabar gembira tentang apa yang telah dipersiapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi mereka, yakni surga dan ampunan-Nya. 2.1.2.5.Berita tentang kerugian bagi orang yang lalai untuk berdzikir karena urusan lain. 2.1.2.6.Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan dzikir sebagai sebab kebanggaan-Nya kepada seorang hamba yang senantiasa menyebutNya. 2.1.2.7.Dzikir lebih besar dari segala sesuatu. 2.1.2.8.Allah telah menjadikan dzikir kepada-Nya sebagai penutup amal shalih dan juga kuncinya. 2.1.2.9.Ahli dzikir adalah golongan yang dapat mengambil manfaat dari ayat-ayat Allah. Merekalah yang dimaksud dengan ulul albab. 2.1.2.10. Allah telah menjadikan dzikir sebagai pendamping semua amal shalih dan ruhnya; apabila suatu amal shalih tidak disertai dzikir kepada Allah, maka ia bagaikan jasad yang tidak memiliki ruh.
2.1.3. Jumlah dalam ber-Dzikir Pada hakikatnya Allah menyuruh hambanya banyak berzikir dan jangan sampai lalai kepadaNya dalam sedetikpun. ﻳَﺎ ﺃَﻳﱡ َﻬﺎ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﺁ َﻣﻨُﻮﺍ ْﺍﺫ ُﻛ ُﺮﻭﺍ ﱠ ًﷲَ ِﺫ ْﻛﺮﺍً َﻛﺜِﻴﺮﺍ
Universitas Sumatera Utara
"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya" (QS. AL Ahzab : 41) (Mushaf Al Qur’an, 2008). ﺻﻴﻞ َ َﻭ ِ َﺳﺒﱢ ُﺤﻮﻩُ ﺑُ ْﻜ َﺮﺓً َﻭﺃ "Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang " (QS. AL Ahzab : 42) (Mushaf Al Qur’an, 2008).
2.1.4. Situasi dalam ber-Dzikir ْ َﺼﻼَﺓَ ﻓ ّ ﺎﺫ ُﻛ ُﺮﻭ ْﺍ ًﷲَ ﻗِﻴَﺎﻣﺎ ً َﻭﻗُ ُﻌﻮﺩﺍ ﻀ ْﻴﺘُ ُﻢ ﺍﻟ ﱠ ﺼﻼَﺓَ َﻛﺎﻧَﺖْ َﻭ َﻋﻠَ ﻰ ُﺟﻨُﻮﺑِ ُﻜ ْﻢ ﻓَﺈِ َﺫ ﺍ ﺍ ْﻁ َﻤﺄْﻧَﻨﺘُ ْﻢ ﻓَﺄَﻗِﻴ ُﻤﻮ ْﺍ ﺍﻟ ﱠ ﺍﻟ ﱠ َ َﺼﻼَﺓَ ﺇِﻥﱠ ﻓَﺈِ َﺫﺍ ﻗ ً َﻋﻠَ ﻰ ﺍ ْﻟ ُﻤﺆْ ِﻣﻨِﻴﻦَ ِﻛﺘَﺎﺑﺎ ً ﱠﻣ ْﻮﻗُﻮﺗﺎ "Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS.AnNisa:103) (Mushaf Al Qur’an, 2008).
2.1.5. Manfaat ber-Dzikir Firman Allah menyatakan bahwa (Bayumi, 2005): 1. Surat Al Jumu’ah ayat 10 : “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan INGATLAH Allah banyak-banyak supaya kamu BERUNTUNG” (Mushaf Al Qur’an, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2. Surat An Anfal ayat 45 : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguhlah hati kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung (BERANI DAN YAKIN)” (Mushaf Al Qur’an, 2008). 3. Surat Ar Ra’ad ayat 28 : “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (Mushaf Al Qur’an, 2008). 4. Surat Al Ankabut ayat 45 :”Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Qur’an dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat
Allah
(sholat)
adalah
lebih
besar
keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Mushaf Al Qur’an, 2008). 5. Surat Ali Imran ayat 135 : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” (Mushaf Al Qur’an, 2008). 6. Surat Ali Imran ayat 190 : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Mushaf Al Qur’an, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.2. Tinjauan Kecemasan 2.2.1. Pengertian Kecemasan Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan merupakan pengalaman subjektif dari individu dan tidak dapat diobservasi secara langsung serta merupakan suatu keadaan emosi tanpa objek yang spesifik. Kecemasan pada individu dapat memberikan motivasi untuk mencapai sesuatu dan merupakan sumber penting dalam usaha memelihara keseimbangan hidup (Suliswati, 2005). Kecemasan adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005).
2.2.2. Faktor Predisposisi Suliswati (2005) mengemukakan bahwa penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori yaitu: teori psikoanalitik, teori interpersonal, teori perilaku, teori keluarga, dan teori biologi. 1.Teori psikoanalitik Menurut Freud dalam Suliswati (2005) kecemasan timbul akibat reaksi psikologis individu terhadap ketidakmampuan mencapai orgasme dalam hubungan seksual. Energi seksual yang tidak
Universitas Sumatera Utara
terekspresikan akan mengakibatkan rasa cemas. Kecemasan dapat timbul secara otomatis akibat dari stimulus internal dan eksternal yang berlebihan. Akibat stimulus (internal dan eksternal) yang berlebihan
sehingga
melampaui
kemampuan
individu
untuk
menanganinya. Ada dua tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan subsekuen. a.
Kecemasan primer Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulusi tiba-tiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor eksternal.
b. Kecemasan subsekuen Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, Freud melihat ada jenis kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Freud menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai pengembang id dan superego berada pada kondisi bahaya. 2.Teori interpersonal Sullivan dalam Suliswati (2005) mengemukakan bahwa kecemasan timbul akibat ketidakmampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempuyai kepekaan lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada awal
Universitas Sumatera Utara
kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit. Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul akibat tindakannya sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan perilaku itu. Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang tua berarti atau kehilangan dapat menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa berikutnya muncul pada saat individu mempresepsikan bahwa ia akan kehilangan orang yang dicintainya. Harga diri seseorang merupakan faktor penting yang berhubungan
dengan
kecemasan.
Orang
yang
mempuntyai
predisposisi mengalami kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya. 3.Teori perilaku Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat berbagai hal yang mempengaruhi induvidu dalam mencapai tujuan yang diinginkan mis: memperoleh pekerjaan, bekeluarga, kesuksesan dalam sekolah. Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami. Kecemasan dapat juga muncul melalui konflik antara dua pilihan yang saling berlawanan dan induvidu harus memilih salah satu. Konflik menimbulkan kecemasan dan kecemasan akan meningkatkan persepsi terhadap konflik dengan timbulnya perasaan ketidak berdayaan.
Universitas Sumatera Utara
Konflik muncul dari dua kecenderungan yaitu: ”approach” dan ”avoidance”. Approach merupakan kecenderungan untuk melakukan
atau menggerakkan sesuatu. Avoidance adalah
kebalikkannya yaitu tidak melakukannya atau menggerakkan sesuatu melalui sesuatu. 4.Teori keluarga Study pada keluarga dan epidemiologi memperklihatkan bahwa kecemasan selalu ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya heterogen. 5.Teori biologi Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin , reseptor tersebut berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA)yang mengontrol aktivitas neuron di bagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan. Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluran/ pintu reseptor sehingga terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan memperlambat aktivitas sel. Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami kecemasan mempunyai masalah dengan proses neurotransmiter ini. Mekanisme koping juga dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplay darah, perubahan hormon dan sebab fisik
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Kelelahan dapat meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.
2.2.3. Faktor Presipitasi Terkait dengan faktor ini ada dua kelompok faktor dalam presipitasi kecemasan, yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap harga diri (Suliswati, 2005). 1. Ancaman terhadap integritas fisik Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi: a. Sumber internal Meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal seperti hamil. b. Sumber eksternal Meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal. 2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal. a. Sumber internal: Kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. b. Sumber
eksternal:
Kehilangan
orang
yang
dicintai,
perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Tingkat Kecemasan Menurut Peplau dalam Suliswati (2005) menidentifikasi ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat, dan panik. a. Tingkat kecemasan ringan Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu
masih
waspada
serta
lapang
persepsinya
meluas,
menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan
dan
kreativitas.
Pada
tingkat
ini,
biasanya
menimbulkan beberapa respon seperti: 1.Respon fisiologi: sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar. 2.Respon kognitif: lapang persepsi melebar, mampu menerima rangsangan
yang
kompleks,
konsentrasi
pada
masalah,
menjelaskan masalah secara efektif. 3.Respon prilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi. b. Tingkat kecemasan sedang Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. Pada tingkat ini, biasanya menimbulkan beberapa respon seperti:
Universitas Sumatera Utara
1.Respon fisiologi: sering nafas pendek, nadi (ekstra systole) dan tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi, gelisah. 2.Respon kognitif: lapang persepsi menyempit, rangsan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian. 3.Respon prilaku dan emosi: gerakan tersentak-sentak (meremas tangan),
bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak
aman. c. Tingkat kecemasan berat Pada kecemasan tingkat berat lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh prilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/ arahan untuk terfokus pada area lain. Pada tingkat ini, menunjukkan respon seperti: 1.Respon fisiologi: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan. 2.Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. 3.Respon perilaku dan emosi: perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, blocking. d. Panik Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
Universitas Sumatera Utara
meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya
kemampuan
berhubungan
dengan
orang
lain,
penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian. Pada tahap ini, akan menunjukkan beberapa respon seperti: 1.Respon fisiologi: nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada,
pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah.
2.Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis. 3.Respon perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,
berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali atau
kontrol diri, persepsi kacau. Skema 1. Rentang Respon Kecemasan (Suliswati,2005) Respon
Respon
Adaptif
Maladaptif
Antisipasi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Universitas Sumatera Utara
2.2.5. Respon Kecemasan Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon kecemasan menurut Suliswati (2005) antara lain: a. Respon fisiologis terhadap kecemasan Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh. Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke dalam sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolik. Bila korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meningkat. b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun
personal.
Kecemasan
tinggi
akan
mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain. c. Respon kognitif Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapang persepsi, dan bingung. d. Respon afektif Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
2.2.7. Hamilton Anxiety Rating Scale Hamilton Anxiety Rating Scale ( HARS) terdiri dari 14 item masing-masing ditegaskan dengan serangkaian tanda dan gejala. Mempunyai 5 skala yaitu 0 (tidak ada) – 4 (berat). HARS adalah satu dari skala penelitian utama yang dikembangkan untuk mengukur tingkat keseriusan atau keparahan gejala kecemasan. Sejak pertama kali dikenalkan Max Hamilton pada tahun 1959, dan sudah digunakan secara meluas dan diterima untuk evaluasi kecemasan pada uji coba klinik yang termasuk dalam National insitute of menthal health’s early clinical drug evaluayions program assesement manual yang dibentuk
Universitas Sumatera Utara
untuk menyediakan sederetan penilaian standart yang digunakan dalam evaluasi obat psikotropika (Nursalam, 2003). Adapun gejala-gejala adalah sebagai berikut : a. Perasaan cemas: 1) Firasat buruk 2) Takut akan pikiran sendiri 3) Mudah tersinggung b. Ketegangan: 1) Merasa tegang 2) Lesu 3) Mudah terkejut 4) Tidak dapat istirahat dengan nyenyak 5) Mudah menangis 6) Gemetar 7) Gelisah c. Ketakutan: 1) Takut akan gelap 2) Ditinggal sendiri 3) Pada orang asing 4) Pada binatang besar 5) Pada keramaian lalu lintas 6) Pada kerumunan banyak orang
Universitas Sumatera Utara
d. Gangguan tidur: 1) Sukar memulai tidur 2) Terbangun pada malam hari 3) Tidak pulas 4) Mimpi buruk 5) Mimpi yang menakutkan 6) Bangun tidur yang pulas e. Gangguan kecerdasan: 1) Daya ingat buruk 2) Sulit berkonsentrasi 3) Sering bingung f. Perasaan depresi: 1) Kehilangan minat 2) Sedih 3) Bangun dini hari 4) Berkurangnya kesukaan pada hobi 5) Perasaan berubah-ubah pada hobi g. Gejala somatik: 1) Nyeri otot 2) Kaku 3) Kedutan otot 4) Gigi gemeretak 5) Suara tidak stabil
Universitas Sumatera Utara
h. Gejala sensorik: 1) Telinga berdengung 2) Penglihatan kabur 3) Muka merah dan pucat 4) Merasa lemah 5) Perasaan ditusuk-tusuk i. Gejala kardiovaskuler: 1) Denyut nadi cepat 2) Berdebar-debar 3) Nyeri dada 4) Denyut nadi mengeras 5) Rasa lemah seperti mau pingsan j. Gejala pernafasan: 1) Rasa tertekan didada 2) Perasaan tercekik 3) Merasa napas pendek/sesak 4) Sering menarik napas panjang k. Gejala gastrointestinal: 1) Sulit menelan 2) Mual/muntah 3) Berat badan menurun 4) Sulit buang air besar 5) Perut melilit 6) Gangguan pencernaan misalnya diare
Universitas Sumatera Utara
7) Nyeri lambung sesudah dan sebelum makan 8) Rasa panas diperut 9) Perut terasa penuh l. Gejala urogenital: 1) Sering kencing 2) Tidak dapat menahan kencing 3) Menstruasi tidak teratur 4) Firginitas menjadi dingin m. Gejala vegetatif: 1) Mulut kering 2) Muka kering 3) Mudah berkeringat 4) Pusing/sakit kepala 5) Bulu roma berdiri n. Tingkah laku saat wawancara: 1) Gelisah 2) Tidak tenang 3) Mengerutkan dahi, muka tegang 4) Tonus/ketegangan otot meningkat 5) Nafas pendek dan cepat 6) Muka merah
Universitas Sumatera Utara
2.3. Tinjauan Operasi 2.3.1. Pengertian Operasi Operasi adalah suatu tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan pembuatan sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidayat, 1998).
2.3.2. Klasifikasi operasi Brunner & Suddarth (2002) bedah mengkatagorikan operasi berdasar urgensinya menjadi lima yaitu : a. Kedaruratan, yaitu pasien membutuhkan perhatian segera karena gangguan mengancam jiwa. Sebagai contoh perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih, fraktur tulang tengkorak, luka tembak, luka tusuk. b. Urgen yaitu pasien membutuhkan perhatian segera dengan jeda waktu 24-30 jam. Contoh pada kasus infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada urethra. c. Diperlukan, yaitu pasien harus menjalani pembedahan dalam tempo bias beberapa minggu atau bulan ke depan, contoh adalah katarak, hiperplasia prostat, gangguan tiroid. d. Elektif, pasien harus dioperasi bila diperlukan apabila tidak dilakukan pembedahan tidak berbahaya, contoh vaginoplasti, herniotomy.
Universitas Sumatera Utara
e. Pilihan yaitu keputusan terletak pada keinginan pasien, contohnya operasi plastik.
2.3.3. Alasan operasi Menurut Brunner&Suddarth (2002) tindakan operasi diputuskan dengan berbagai pertimbangan, diantaranya adalah : a. Diagnostik yaitu operasi yang dilakukan untuk menegakkan suatu diagnosa, contohnya tindakan biopsi. b. Kuratif yaitu untuk tujuan pengobatan atau mengambil jaringan yang sakit, contoh appendiktomi, hernioraphy, eksisi tumor. c. Reparatif yaitu operasi untuk perbaikan jaringan, contohnya debridement luka robek. d. Kosmetik (rekonstruktif) yaitu operasi yang dilakukan untuk perbaikan bentuk sesuai lazimnya dengan pertimbangan aestetis, contoh mammoplasti, face off. e. Paliatif yaitu operasi untuk menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah.
2.4. Tinjauan Kanker serviks 2.4.1. Pengertian Kanker serviks Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal/ terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis
Universitas Sumatera Utara
(Depkes RI, 2009). Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi berasal dari sel leher rahim (Depkes RI, 2009).
2.4.2. Penyebab Kanker Serviks Hampir sekuruh kanker leher rahim disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) / virus papilloma pada manusia. Virus ini relatif kecil dan hanya dapat dilihat dengan alt mikroskop elektron. Ada beberapa tipe HPV yang dapat menyebabkan kanker yaitu tipe 16 dan 18 (yang sering dijumpai di Indonesia) serta tipe lain 31, 35, 45, dan lain-lain (Depkes RI, 2009).
2.4.3. Faktor Risiko Kanker Serviks Menurut Depkes (2009) faktor resiko terjadinya kanker serviks yaitu perempuan yang melakukan aktivitas seksual sebelum usia 18 tahun, mereka yang berganti-ganti pasangan seksual, mereka yang menderita infeksi kelamin yang ditularkan melalui hubungan seksual (IMS), behubungan seksual dengan pria yang sering berganti-ganti pasangan, ibu atau saudara kandung yang menderita kanker leher rahim, hasil pemeriksaan pap smear sebelum dikatakan abnormal, merokok aktif/ pasif, penurunan kekebalan tubuh (imunosupresi) seperti yang terjadi pada penderita HIV/AIDS ataupun pada penggunaan kortikosteroid untuk jangka waktu yang lama.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Patogenesis Kanker Serviks Infeksi Human Papilloma Virus persisten dapat berkembang menjadi neoplasma intraepitel serviks (NIS). Seorang wanita dengan seksual aktif dapat terinfeksi oleh HPV resiko tinggi dan 80% akan menjadi transien dan tidak akan berkembang menjadi NIS dan HPV akan hilang dalam waktu 6-8 bulan. Dalam hal ini respon antibodi terhadapHPV resiko tinggi yang berperan. Dua puluh persen sisanya berkembang menjadi NIS dan sebagian besar yaitu 80% virus menghilang, kemudian lesi juga menghilang. Maka yang berperan adalah cytotoxic T cell. Sebanyak 20% dari yang terinfeksi virus tidak menghilang dan terjadi infeksi yang persisten. NIS akan bertahan atau NIS 1 akan berkembang menjadi NIS 3, dan pada akhirnya sebagiannya lagi menjadi kanker invasif. HPV resiko rendah tidak berkembang menjadi NIS 3 atau kanker invasif tetapi paling menjadi NIS 1 dan beberapa menjadi NIS 2 (Rasjidi, 2007). Infeksi HPV resiko rendah sendirian tidak pernah ditemukan pada NIS 3 atau karsinoma invasif. Berdasarkan hasil program skrining berbasis populasi di Belanda, maka interval antara NIS 1 dan kanker invasif diperkirakan 12,7 tahun dan dihitung dari infeksi HPV resiko tinggi sampai terjadinya kanker adalah 15 tahun. Waktu yang panjang ini disamping terkait dengan infeksi HPV resiko tinggi persisten dan faktor imunologi (respon HPV resiko tinggi persisten dan faktor imunologi (respon HPV specific T-cell, presentasi antigen), juga diperlukan untuk terjadinya perubahan genom dari sel yang terinfeksi (Rasjidi, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Walaupun telah terjadi invasi sel tumor kedalam jaringan di bawahnya, kanker ini masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda dini kanker mulut rahim tidak spesifik seperti adanya keputihan yang agak banyak dan kadang-kadang bercak perdarahan yang umumnya diabaikan oleh penderita. Tanda yang lebih klasik adalah adanya perdarahan yang berulang atau terjadinya perdarahan setelah bersetubuh dengan pasangannya atau saat membersihkan vaginanya. Dengan bertambahnya pertumbuhan penyakit ini, perdarahan akan semakin lama dan akan semakin banyak. Namun, kadang-kadang diartikan bahwa perdarahan yang terjadi adalah haid yang berlangsung lama dan banyak. Juga biasanya dijumpai keputihan yang banyak dan berbau busuk yang berasal dari tumor tersebut (Rasjidi, 2007). Pada stadium yang lebih lanjut ketika tumor telah menyebar ke rongga panggul dapat dijumpai tanda-tanda lain berupa nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Beberapa penderita mengeluh nyeri saat berkemih, kencing berdarah, perdarahn saat buang air besar. Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah dapat menimbulkan bengkak pada tungkai bawah (Rasjidi, 2007).
2.4.5. Stadium Kanker Serviks Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
histopatologi
jaringan
biopsy,
dilanjutkan
dengan
penemuan stadium (Edianto, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Stadium kanker serviks ditentukan melalui pemeriksaan klinik dan sebaiknya pemeriksaan dilakukan di bawah pengaruh anastesia umum. Stadium tidak dipengaruhi adanya penyebaran penyakit yang ditemui setelah tindakan bedah atau setelah diberikan tindakan terapi. Penemuan stadium ini harus mempunyai hubungan dengan kondisi klinis, didukung oleh bukti-bukti klinis, dan sederhana (Edianto, 2006). Penentuan
stadium
kanker
serviks
menurut
FIGO
masih
berdasarkan pada pemeriksaan klinis praoperatif ditambah dengan foto thoraksserta sistoskopidan rektoskopi. Penggunaan alat bantu diagnostik seperti CT-scan, MRI ataupun PET tidak dijadikan standar karena sebagian kasus berada di Negara berkembang dengan fasilitas peralatan kesehatan yang masih minim. Sekali stadium ditetapkan tidak boleh berubah lagi walau apa pun hasil akhir terapi yang diberikan (Edianto, 2006). Temuan dengan pemeriksaan CT scan , MRI,atau PET tidak mengubah stadium, tetapi dapat digunakan sebagai informasi untuk rencana terapi yang akan dilakukan. Kecurigaan adanya anak sebar ke kelenjar getah bening pelvis atau para aorta (adenopati) jangan dilanjutkan dengan biopsi kelenjar karena terlalu berbahaya (Edianto, 2006). Stadium Ia yang hanya dapat diketahui dari pemeriksaan mikroskopik, ke dalam invasi sel tumor ke stroma diukur dari membrane basalis atau permukaan kelenjar dari mana tumor ini berasal. Adanya
Universitas Sumatera Utara
invasi sel tumor ke dalam pembuluh darah atau limfe tidak mempengaruhi stadium (Edianto, 2006). Tabel 1. Staging karsinoma seviks menurut pada sistem klasifikasi dari FIGO (Federation of Gyenaecologic and Obstetrics) tahun 2000 dalam Edianto (2006). Stadium 0
Kriteria Karsinoma in situ, karsinoma intra epithelial
I
Karsinoma masih terbtas di serviks (penyebaran ke korpus uteri diabaikan)
Ia
Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat secara langsung walau
dengan
invasi
yang
sangat
superfisial
dikelompokkan sebagai stadium Ib. Kedalaman invasi ke stroma tidak lebih dari 5 mm dan lebarnya lesi tidak lebih dari 7 mm. Ia1
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm.
Ia2
Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm.
Ib
Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis lebih dari Ia.
Ib1
Besar lesi secara linis tidak lebih dari 4 cm.
Ib2
Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm.
Universitas Sumatera Utara
II
Telah melibatkan vagina, tetapi belum sampai 1/3 bawah atau infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul.
IIa
Telah melibatkan vagina tapi belum melibatkan parametrium.
IIb
Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum mencapai dinding panggul
III
Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau adanya perluasan sampai dinding panggul. Kasus dengan hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini, kecuali
kelainan ginjal
dapat
dibuktikan oleh sebab lain. IIIa
Keterlibatan
1/3
bawah
vagina
dan
infiltrasi
parametrium belum mencapai dinding panggul IIIb
Perluasan sampai dinding panggul atau adanya hidroneprosis atau gangguan fungsi ginjal.
IV
Perluasan ke luar organ reproduktif.
Iva
Keterlibatan mukosa kandung kemih atau mukosa rektum.
IVb
Metastase jauh atau telah keluar dari rongga panggul.
2.4.6. Gambaran Klinis Kanker Serviks Dari anamnesis disapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau purulen yang berbau dan tidak berbau dan tidak gatal,
Universitas Sumatera Utara
perdarahan pasca koitus, perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan gejala karena metastasis seperti obstruksi total vesika urinaria. Pada yang lanjut ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan, dan anemia. Pada pemeriksaan serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologik dan jaringan yang diperoleh dari biopsi (Mansjoer, 2000).
2.4.7. Diagnosa Kanker Serviks Diagnosis
kanker
serviks
diperoleh
melalui
pemeriksaan
histopatologi jaringan biopsy. Pada dasarnya bila dijumpai lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsy walau hasil pemeriksaan pap smear masih dalm batas normal. Sementara itu, biopsi lesi yang tidak lasat mata dilakukan dengan bantuan kolposkopi (Edianto, 2006). Kecurigaan adanya lesi yang tidak kasat mata didasarkan dari hasil pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker serviks hanya berdasarkan pada hasil pemeriksaan histopatologi jaringan biopsy. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis (Edianto, 2006). Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anastesia dan dapat dilakukan secara rawat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi dengan penekanan atau peninggalan tampon vagina. Lokasi
Universitas Sumatera Utara
biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar (Edianto, 2006). Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi. Konisasi dapat dilakukan dengan pisau (cold knife) atau dengan elektokauter (Edianto, 2006).
2.4.8. Terapi Kanker Serviks Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang dapat diberikan bergantung pada usia dan keadaan umum penderita, luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan fisik yang seksama. Dalam hal ini dikenal terapi (Edianto, 2006): 1. Terapi bedah Pada karsinoma in situ dan mikroinvasif, tumor dibuang dengan cara konisasi, koagulasi, dan histerektomi. Ahli ginekologi lebih banyak memilih histerektomi total disertai pembuatan manset vaginal
kecil.
Khusus
karsinoma
mikroinvasif
banyak
ahli
ginekologi memilih tindakan yang lebih agresif yaitu histerektomi radikal. Pada wanita yang masih menginginkan anak atau penderita yang menolak histerektomi dapat dipertimbangkan konisasi atau kriokoagulasi atau elektrokoagulasi. Pada karsinoma invasif stadium Ib dan IIa, lebih banyak dipilih tindakan histerektomi radikal dengan tehnik Wartin-Meigh atau
Universitas Sumatera Utara
Schauta atau tehnik EVRUEL (Abdomino-Vaginal Radical UteroExtirpasi Lymphadenectomi). 2. Radioterapi Pada karsinoma invasif stadium lanjut ( IIb, III, IV) terapi biasanya bersifat paliatif, dititikberatkan pada radiasi eksternal dan internal. Kemajuan teknologi radioterapi pada saat ini dimana radiasi dapat di arahkan pada massa tumor secara akurat, sehingga pemberian dosis tinggi tidak menimbulkan penyuli yang berarti. Pada stadium IV lebih banyak memilih mutilasi eksentrasi total yaitu mengangkat kantong kemih, rectum dan dibuat uretra dan anus tiruan (praeternaturalis). 3. Khemoterapi Pada umumnya sitostatika hanya merupakan terapi ajuvan. Khemoterapi yang sering dipergunakan pada karsinoma serviks uteri adalah
Methotrexate,
Cyclophosphamide,
Adriamycin
dan
Mitomycin-C. Sitostatika biasanya diberi kombinasi.
2.4.9. Dzikir dan Kecemasan Penelitian penelitian yang terdahulu terkait dengan konsep dzikir dan kecemasan telah pernah dilakukan, meskipun tidak sama dengan rencana penilitian yang akan peneliti lakukan. Yang berkaitan dengan konsep dzikir, misalnya pernah dilakukan oleh Sutrisno (2006) dengan judul Pengaruh Bimbingan Doa dan Dzikir Terhadap Kecemasan Pasien Pre Operasi. Penelitian resebut dilakukan di RSUD Swadana Pare
Universitas Sumatera Utara
Kediri. Subyek penelitian adalah pasien pre operasi di RSUD Swadana Pare Kediri, yang masing-masing diambil sebanyak 20 orang untuk kelompok eksperimen dan 20 orang untuk kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut membuktikan ada perbedaan yang signifikan pada kecemasan pasien pre operasi antara pasien yang diberi bimbingan doa dan dzikir dengan yang tidak (t=-3,344 dan p=0,002). Penelitian berkaitan dengan dzikir juga telah di lakukan oleh Sitepu, Nunung 2009, dimana hasilnya menunjukkan nilai yang signifikan pada pasien dengan operasi bedah pada bagian perut. Penelitian tersebut menggunakan kalimat Subhannallah, Alhamdullillah dan La illahaillah sebanyak 33 x sealam 10 menit yang dilakukan pada hari pertama dan kedua pasca operasi. Penelitian yang dilakukan oleh Mardiyono dkk pada tahun 2007 yang meneliti tentang efek dzikir terhadap kecemasan pasien yang akan dioperasi juga menunjukkan nilai yang signifikan (p=< 0.05). Penelitian tersebut (n=70) menggunakan kata Subhannallah selama 25 menit sebelum dilakukan operasi dimana seluruh pasien menunjukkan hasil tidak cemas. Hal senada juga di jumpai pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanto dan Zulekha (2007) yang menemukan bahwa terapi relaksasi religius dapat menurunkan insomnia.
Universitas Sumatera Utara