BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar Kepuasan 2.1.1. Defenisi Kepuasan Meskipun secara kepentingan tidak lagi di perdebatkan, namun secara definisi masih menjadi bahan perbincangan. Kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin, satis yang berarti cukup dan facere yang berarti melakukan. Bila di artikan secara bahasa, maka produk yang memuaskan adalah produk (barang/jasa) yang mampu melakukan atau memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen hingga pada tingkatan cukup (Irawan, 20011). Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2010) adalah puas, merasa senang, perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan seseorang di karenakan mengkonsumsi suatu produk atau jasa untuk mendapatkan pelayanan suatu jasa. Kepuasan adalah bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan pengalaman terhadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan (Gerson, 2004). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapan yang di miliki, apabila kinerja yang dihasilkan suatu produk atau jasa berada di bawah harapan maka konsumen merasa kecewa dan tidak puas. Sebaliknya bila kinerja yang di hasilkan suatu produk atau jasa dapat memenuhi
22 Universitas Sumatera Utara
atau melampaui harapan maka konsumen akan merasa puas. Begitu juga perasaan pasien terhadapa kinerja yang dihasilkan oleh perawat (Kotler, 1997). Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi sepenuhnya. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapan dapat di penuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Kepuasan konsumen bersifat subjektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan konsumen dapat berhubungan dengan berbagai aspek di antaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap yang di berikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Anwar, 1998 dalam Awinda, 2004). Berdasarkan berbagi pandangan dan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa kepuasan adalah perasaan emosional yang di rasakan seseorang setelah melakukan perbandingan yang mencakup perbedaan antara harapan dan hasil yang di rasakan sesuai dengan harapan, maka seseorang merasa puas dan sebaliknya. 2.1.2. Kepuasan Pasien Kepuasan pasien berkaitan dengan kesembuhan pasien dari sakit atau luka. Hal ini lebih berkaitan dengan konsekuensi sifat pelayanan kesehatan maupun pelayanan keperawatan itu sendiri, berkaitan pula dengan sasaran dan hasil pelayanan. Kepuasan pasien dalam menilai mutu pelayanan yang baik, dan merupakan pengukuran penting yang mendasar bagi mutu pelayanan. Hal ini karena memberikan informasi terhadap suskesnya pemberian pelayanan bermutu
23 Universitas Sumatera Utara
dengan nilai dan harapan pasien yang mempunyai wewenang sendiri untuk menetapkan standar mutu pelayanan yang di kehendaki (Hafizurrachman, 2004). Kepuasan pasien dapat diartikan sebagai suatu sikap konsumen yakni beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang pernah dirasakan, oleh karena itu perilaku konsumen dapat juga diartikan sebagai model perilaku pembeli (Ilyas, 1997). Kotler (1997), mendefenisikan bahwa kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seseorang setelah menbandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Menurut Gerson (2004), kepuasan pasien adalah persepsi bahwa harapan telah terpenuhi atau terlampaui. Sedangkan menurut Nurachmah (2005), kepuasan pasien didefinisikan sebagai evaluasi paska konsumsi bahwa suatu produk yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan. Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added value bagi dokter, perawat, termasuk peimpinan institusi penyedia jasa pelayanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan yang diberikan kepada pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau sesuatu yang bersifat emosional. Kepuasan pasien adalah tanggapan pasien terhadap kesesuaian tingkat kepentingan atau harapan (ekspektasi) pasien sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengana sesudah pelayanan yang mereka terima (Muninjaya, 2009). Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan dari persepsi pasien dan keluaraga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu indikator
24 Universitas Sumatera Utara
kinerja rumah sakit. Bila pasien menunjukan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan
kesehatan
terutama
pelayanan
keperawatan
dan
pasien
mengindikasikan dengan perilaku positifnya maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Purnomo,2002). Menurut Sabarguna (2004), kepuasan pasien adalah merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Tapi walaupun subyektif tetap ada dasar subyektifnya, artinya walaupun penilaian itu dilandasi oleh pengalaman masa lalu, pendidikan, situasi psikis waktu itu dan pengaruh lingkungan waktu itu, tetapi tetap akan didasari oleh kebenaran dan kenyataan obyektif yang ada. Kepuasan pasien adalah tingkat kepauasan pelayanan pasien dari persepsi pasien atau keluarga terdekat. Kepuasan pasien akan tercapai, apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien atau keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memperioritaskan kebutuhan pasien, sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknya antara tingkat rasa puas atau hasil dan deritaderita serta jerih payah yang telah dialami guna memeroleh hasil tersebut (Soejadi, 1996). Kepuasan pasien berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pasien, manajemen rumah sakit dapat melakukan peningkatan mutu pelayanan. persentase pasien yang menyatakan puas
25 Universitas Sumatera Utara
terhadap pelayanan berdasarkan hasil survei dengan instrument yang baku (indikator kinerja rumah sakit, Depkes RI Tahun 2005, dalam Nursalam, 2011). Pasien baru akan merasa puas apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya sama atau melebihi harapannya atau sebaliknya. Ketidakpuasan atau kekecewaan pasien akan muncul apabila kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya itu tidak sesuai dengan harapannya. Berdasarkan apa yang disebut diatas, pengertian kepuasan pasien dapat dijabarkan sebagai berikut. Kepuasan pasien adalah salah satu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007). Berdasarkan pada beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan yang diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan dengan harapannya. Pasien akan merasa puas jika pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan pasien atau bahkan lebih dari apa yang diharapkan pasien. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien Kepuasan tidak hanya di pengaruhi oleh faktor dari pihak pemberi pelayanan saja, tetapi juga dipengaruhi faktor dari luar maupun dari dalam diri pasien. Faktor dari dalam mencakup sumber daya manusia, pendidikan, pengetahuan, dan sikap. Faktor dari luar mencakup budaya, sosial ekonomi, keluarga dan situasi yang dihadapi (Gerson, 2004).
26 Universitas Sumatera Utara
Menurut Budiastuti (2002 dalam Purwanto, 2007) pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang di terima mengacu pada beberapa faktor, antara lain : a. Kualitas produk dan jasa Pasien akan puas bila kualitas produk atau jasa yang di tawarkan relative fabaik dan yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya. Dalam hal pelayanan di rumah sakit aspek klinis, yaitu komponen yang menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk atau jasa yang di jual (Lusa, 2007, Dalam Purwanto, 2007). Kualitas produk ini merupakan dimensi global dan paling tidak memiliki 6 elemen, yaitu penampilan produk (performance), daya tahan (durability), keistimewaan
(feature),
keandalan/dapat
dipercaya
(reliability),
konsistensi (consistency), dan model (design). Pelanggan akan merasa puas saat membeli produk yang kualitasnya bagus, tahan lama, modelnya cantik, dan memiliki banyak keunggulan (fasilitas). Produk yang berbentuk pelayanan jasa, kualitas yang baik dapat diartikan sebagai pelayanan yang tepat waktu, aman, paripurna, dan di berikan oleh ahli, dan mudah di jangkau (secara jarak maupun biaya) (Irawan, 2009).
27 Universitas Sumatera Utara
b. Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relative spesifik., seperti pelayanan rumah sakit, petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung (Woodside, 19989). Proritas peningkatan kepuasan pasien adalah memparbaiki kualitas pelayanan dengan mendistribusikan pelayanan adil, pelayanan yang ramah dan sopan, kebersihan, kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan medis dan non medis (Marajabessy, 2008). c. Faktor emosional Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain itu, pengalaman juga berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu pelayanan keesehatan (Robert dan Richard, 1991). Perasaan itu meliputi senang karena pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapatkan palayanan yang sebaik itu, rasa tidak menyanangkan dan kekecewaan terhadap suatu pelayanan tertentu sangat mempengaruhi pemilihan terhadap rumah sakit.
28 Universitas Sumatera Utara
d. Harga Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien. e. Biaya Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Menurut, Lusa (2007), biaya dapat di jabarkan dalam pertanyaan kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan, perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat miskin, dan sebagainya. Selain itu, efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya perawatan. Notoatmodjo (2003), berpendapat bahwa faktor-faktor dasar yang mempengaruhi kepuasan yaitu :
29 Universitas Sumatera Utara
a. Pengetahuan Tingkat pengetahuan seseorang dapat mempengaruhi perilaku individu, yang mana makin tinggi tingkat pengetahuan seseorang tentang kesehatan, maka makin tinggi untuk berperan serta. b. Kesadaran Bila pengetahuan tidak dapat dipahami, maka dengan sendirinya timbul suatu kesadaran untuk berperilaku berpartisipasi. c. Sikap positif Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan salah satu kompensasi dari sikap yang positif adalah menerima (receiving), diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang di berikan. d. Sosial ekonomi Pelayanan yang diberikan oleh perawat sessuai dengan biaya yang telah di keluarkan oleh pasien. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan oleh pasien maka semakin baik pelayanan yang diberikan. e. Sistem nilai Sistem nilai seseorang pasien sangat mempengaruhi seseorang pasien untuk mempersepsikan palayanan kesehatan yang diberikan.
30 Universitas Sumatera Utara
f. Pemahaman pasien tentang jenis pelayanan yang akan di terimanya. Tingkat pemahaman pasien terhadap tindakan yang diberikan akan mempengaruhi tingkat kepuasan seseorang terhadap tindakan. g. Empati yang di tunjukan oleh pemberi pelayanan kesehatan. Sikap ini akan menyentuh emosi pasien, faktor ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan pasien (compliance). 2.1.4. Mengukur tingkat kepuasan Untuk mengetahui tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan atau penerima pelayanan maka perlu dilakukan pengukuran. Menurut Pupranto (2001), pengukuran tingkat kepuasan dimulai dari penentuan pelanggan, kemudian dimonitori dari tingkat kualitas yang di inginkan dan akhirinya merumuskan strategi. Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa harapan pelanggan dapat terbentuk dari pengalaman masa lalu, komentar dari kerabat serta janji dan informasi dari penyedia jasa dan pesaing. Kepuasan pelanggan dapat digambarkan dengan suatu sikap pelanggan, berupa derajat kesukaan (kepuasan) dan ketidaksukaan (ketidakpuasan) pelanggan terhadap pelayanan yang pernah di rasakan sebelumnya. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam penyediaan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan efisien. Tingkat kepuasan
31 Universitas Sumatera Utara
pelanggan terhadap pelanyanan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan
suatu sistem penyedia pelayanan yang tanggap terhadap
kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi dan sasaran (Hadisugito, 2005). Bila pelanggan tidak puas atau kecewa, harus segera di ketahui faktor penyebabnya dan segara dilakukan koreksi atau perbaikan. Tanpa adanya tindakan untuk melakukan koreksi atau perbaikan hasil pengukuran tingkat kepuasan pelanggan menjadi tidak bermanfaat. Padahal tujuan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan adalah untuk dapat segera mengetahui faktor-faktor yang membuat para pelanggan tidak puas, dapat segera diperbaiki, sehingga pelanggan tidak kecewa. Menurut kotler (2007), ada beberapa metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan : a. Sistem keluhan dan saran Organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) memberikan
keseempatan
yang
luas
kepada
pelanggan
untuk
menyampaikan keluhan dan saran. Misalnya dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, dan hubungan telepon langsung dengan pelanggan. b.
Ghost shopping Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka. 32 Universitas Sumatera Utara
c. Lost customer analysis Perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi. d. Survei kepuasan pelanggan Penelitian survey dapat melalui pos, telepon dan wawancara langsung. Responden juga dapat diminta untuk mengurutkan berbagai elemen penawaran berdasarkan derajat pentingannya setiap elemen dan seberapa baik perusahaan dalam masing-masing elemen. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. 2.1.5. Manfaat Pengukuran Kepuasan Menurut Gerson (2004), manfaat utama pengukuran dari program pengukuran adalah tersedianya umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa melihat bagimana mereka malakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan berdasrkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan anatra lain sebagi berikut : a. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang kemudian di terjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.
33 Universitas Sumatera Utara
b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat. c. Pengukuran memberikan uman balik seegera kepada palaksana, terutama bila pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi pelayanan. d. Pengukuran memberitahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa datang dari pelanggan. e. Pengukuran motivasi orang untuk melakukan dan mancapai tingkat produktivitasnya yang lebih tinggi. Menurut azwar (1996), didalam situasi rumah sakit yang mengutamakan pihak yang dilayani, karena pasien adalah klien yang terbanyak, maka manfaat yang dapat diperoleh bila mengutamakan kepuasan pasien antara lain sebagai berikut : a. Rekomendasi medis untuk kesembuhan pasien akan dengan senang hati di ikuti oleh pasien yang merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit. b. Terciptanya citra positif dan nama baik rumah sakit kerana pasien yang pusa tersebut akan memberitahukan kepuasannya kepada orang lain. Hal ini secara akumulatif akan menguntungkan rumah sakit karena merupakan pemasaran rumah sakit secara tidak langsung. c. Citra rumah sakit akan menguntungkan secara sosial dan ekonomi. Bertambahnya jumlah orang yang berobat, karena ingin mendapatkan
34 Universitas Sumatera Utara
pelayanan yang memuaskan seperti yang selama ini mereka dengar akan menguntungkan rumah sakit secara sosial dan ekonomi (meningkatnya pendapatan rumah sakit). d. Berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) rumah sakit, seperti perusahaan asuransi akan lebih menaruh kepercayaan pada rumah sakit yang mempunyai citra positif. e. Di dalam rumah sakit yang berusaha mewujudkan kepuasan pasien akan lebih diwarnai dengan situasi pelayanan yang menunjang hak-hak pasien. Rumah sakit pun akan berusaha sedemikian rupa sehingga mal prakatek tidak terjadi. 2.1.6. Kategori kepuasan Menurut Nursalam (2003), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan atau pasien dapat di kategori dalam beberapa kategori, sebagai berikut : sangat tidak memuasakan (1), tidak memuaskan (2), cukup memuaskan (3), memuaskan (4), sangat memuaskan (5). Pasien akan merasa sangat tidak puas apabila hasil pelayanan yang di berikan perawat atau didapatkan pasien jauh dibawah harapannya, jika hasil layanan yang diberikan oleh perawat belum memenuhi harapan pasien maka pasien akan merasa tidak puas terhadap pelayanan yang diterima pasien. Pelayanan akan cukup memuaskan jika pelayanan yang diberikan oleh perawat sudah memenuhi sebagian harapan pasien. Pelayanan akan memuaskan apabila pelayanan yang diberikan oleh perawat sudah memenuhi harapan rata-rata pasien, sedangkan pasien akan merasa sangat puas apabila pelayanan yang diberikan oleh perawat melebihi apa yang diharapakan pasien.
35 Universitas Sumatera Utara
Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan dalam hal ini pasien dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut : a. Sangat memuaskan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi. b. Memuasakan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan dan keperawatan tidak sepenuhnya atau sebagiannya sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang. c. Tidak memuaskan Diartikan sebagian ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah, yang
menggambarkan pelayanan kesehatan atau pelayanan
keperawatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu
36 Universitas Sumatera Utara
bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administrasi), atau tidak ramah. d. Sangat tidak memuasakan Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang rendah, menggambarkan pelayanan kesehatan atau keperawatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah. 2.2. Kepuasan Terhadap Mutu Pelayanan Keperawatan Salah satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan adalah apakah pelayanan keperawatan yang diberikan itu memuaskan pasien atau tidak. Kepuasan merupakan perbandiangan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan keinginan, kebutuhan, dan harapan. Pasien seb agai pengguna jasa pelayanan keperawatan menuntut pelayanan yang sesuai dengan haknya, yakni pelayanan keperawatan yang bermutu dan paripurna. Pasien akan mengeluh bila prilaku carring yang dirasakan tidak memberikan nilai kepuasan bagi dirinya (Nursalam, 2011). Layanan keperawatan yang berkualitas adalah layanan keperawatan yang selalu berupaya memenuhi harapan pasien sehingga pasien akan selalu puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh seorang perawat. Layanan keperawatan yang berkualitas hanya mungkin dihasilkan oleh pekerjaan yang benar. Pasien akan selalu berada dalam lingkungan oerganisasi layanan keperawatan yang 37 Universitas Sumatera Utara
terbaik mutunya karena segala kebutuhan kesehatan dan penyakit pasien sangat diperhatikan dan kemudian dilayani (Nursalam, 2011). Kepuasan pemakai jasa kesehatan khususnya keperawatan terbatas hanya pada kesesuain dengan standar dan kode etik profesi saja. Untuk suatu pelayanan keperawatan disebut sebagai pelayanan keperawatan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Menurut azwar (1996) secara umum kepuasan terhadap mutu pelayanan keperawatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tingkat : 1. Kepuasan yang mengacu pada kode etik dan standar pelayanan. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakaian jasa pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan terbatas hanya pada kesesuain dengan standar dan kode etik profesi saja. Suatu pelayanan kesehatan atau keperawatan disebut pelayanan yang bermutu apabila penerapan standar dan kode etik profesi dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini maka ukuran-ukuran pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan yang bermutu hanya mengacu pada penerapan standar standard serta kode etik profesi saja. Ukuran-ukuran yang dimaksud pada dasarnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai : a. Hubungan perawat dengan pasien (Nurse-patien relationship), yaitu tebinanya hubungan perawat dengan pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban etik. Untuk dapat menyelengarakan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan yang bermutu hubungan perawat dengan pasien yang baik ini harus dapat dipertahankan. Setiap
38 Universitas Sumatera Utara
perawat diharapkan dapat memberikan perhatian yang cukup kepada pasien secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang jelas tentang segala hal yang ingin diketahui pasien. b. Kenyamanan
pelayanan
(Amenities),
yaitu
mengupayakan
terselengaranya pelayanan yang nyaman. Kenyamanann yang di maksud di sini adalah yang menyangkut fasilitas yang di sediakan, tetapi yang terpenting adalah yang menyangkut sikap serta taindakan para pelaksana ketika memberikan pelayanan. c. Kebebasan melakukan pilihan (Choice), yaitu memberikan kebebasan pada pasien untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan dan keperawatan, dan apabila kebebasan memilih ini diberikan, maka harus dapat dilaksanakan oleh setiap penyelengara pelayanan kesehatan dan keperawatan. d. Pengetahuan dan kompetensi teknis (Scientifik knowledge and technical skill), yaitu menyelengarakan pelayanan kesehatan harus didukung oleh pengetahuan dan kompetensi teknis bukan saja merupakan bagian dari kewajiban etik, tetapi juga merupakan prinsip pokok penerapan standar pelayanan profesi. Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis tersebut, maka maikin tinggi pula mutu pelayanan kesehatan atau keperawatan. e. Efektifitas pelayanan (Effectiveness), yaitu efektifitas pelayanan juga merupakan bagian dari kewajiban etik serta prinsip pokok penerapan
39 Universitas Sumatera Utara
standar pelayanan profesi. Secara umum disebutkan makin tinggi pelayanan kesehatan tersebut, makin pula mutu pelayanan kesehatan atau keperawatan. f. Keamanan tindakan (safety), yaitu untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan yang bermutu, aspek keamanann tindakan ini harus diperhatikan. Pelayanan kesehatan atau keperawatan yang membahayakan pasien bukanlah pelayanan yang baik dan tidak boleh dilakukan. 2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan. Dalam hal ini ukuran kepuasan pemakai jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Suatu pelayanan kesehatan maupun keperawatan yang bermutu apabila penerapan semua persyaratan pelayanan dapat memuaskan pasien. Dengan pendapat ini mudah dipahami bahwa ukuran-ukuran pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan yang bermutu lebih bersifat luas, karena didalamnya tercakup penilaian kepuasan pasien mengenai : a. Ketersediaan pelayanan kesehatan dan keperawatan (Available), yaitu pelayanan kesehatan dan keperawatan harus tersedia untuk melayani seluruh masyarakat dan dilaksanankan secara komperehensif mulai dari upaya pelayanan yang bersifat preventif, promotif, curative, dan rehabilitative. b. Kewajaran pelayanan kesehatan dan keperawatan (appropriateness), yaitu pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat disuatu
40 Universitas Sumatera Utara
wilayah. Kebutuhan masyaarakat diukur dari pola penyakit yang berkembang diwilayah itu. c. Kesinambungan pelayanan kesehatan dan keperawatan (Continue), yaitu karena kepuasan mampunyai hubungan yang erat dengan mutu pelayanan. Maka aspek kesinambungan ini juga turut diperhitungkan sebagai salah satu syarat pelayanan kesehatan maupun pelayanan keperawatan
yang
bermutu.
Pelayanan
yang
bersifat
berkesinambungan dalam arti tersedia setiap saat menurut waktu dan ataupun
kebutuhan
pelayanan
kesehatan
maupun
pelayanan
keperawatan. d. Penerimaan pelayanan kesehatan dan keperawatan (Acceptability), yaitu pelayanan kesehatan maupun keperawatan harus diterima oleh masyarakat dan memperhatikan aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat. e. Ketercapaian pelayanan kesehatan dan keperawatan (accessible), yaitu pelayanan kesehatan dan keperawatan yang lokasinya terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai. Apabila keadaan ini sampai terjadi tentu tidak akan memuaskan pasien. f. Keterjakauan pelayanan kesehatan dan keperewatan (affordable), yaitu pelayanan kesehatan dan keperawatan yang terlalu mahal tidak akan dapat dijangkau oleh semua pamakai jasa pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan karena tidak akan memuaskan pasien. Sebagai jalan keluarnya, disarankan perlu mengupayakan pelayanan kesehatan
41 Universitas Sumatera Utara
maupun keperawatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan itu. g. Efesiensi pelayanan kesehatan dan keperawatan (Efficient), yaitu efisiensi pelayanan telah diketahui mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan pemakai jasa pelayanan. Dengan demikian untuk dapat menimbulkan kepuasan tersebut perlu diupayakan peningkatan efisiensi pelayanan. h. Mutu pelayanan kesehatan dan keperawatan (Quality), yaitu : mutu pelayanan kesehatan maupun keperawatan yang dimaksud disini adalah menunjuk pada kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang apabila berhasil di wuju dkan pasti akan memuaskan pasien. 2.3.
Mutu atau Kualitas Pelayanan Keperawatan
2.3.1. Defenisi Kualitas Pelayanan Keperawatan. Kualitas pelayanan merupakan suatu aspek yang penting dari suatu rumah sakit. Kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat dalam suatu rumah sakit berhubungan erat dengan kepuasan yang dirasakan oleh pasien selaku konsumen rumah sakit. Perawat dituntut untuk memberikan pelayanan dengan sebaikbaiknya kepada pasien sehingga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat rumah sakit tersebut (Wiyono, 2002). Kemenkes RI, 1998 (dalam Muninjaya, 2011) mutu pelayanan adalah yang menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang disatu pihak menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain, tata penyelenggaraan sesuai dengan kode etik dan
42 Universitas Sumatera Utara
standar pelayanan professional yang telah ditetapkan. Pengertian ini yang dijadikan pendoman untuk pelayanan bagi Departemen Kesehatan RI dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kualitas pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor penentu cintra institusi pelayanan kesehatan di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, palin gdepan, dan dekat dengan penderitaan, kesakitan, serta kesengsaraan yang dialami pasien dan keluarganya.(Nursalam, 2011) Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan termasuk juga pelayanan keperawatan adalah yang menunjukan tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan khususnya keperawatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien, makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula kualitas pelayanan kesehatan dan keperawatan, sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan pasien dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapai tujuan yang diharapakan. Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan di Rumah Sakit di mana mutu pelayanan keperawatan harus dikelola dengan sebaikbaiknya karena pelayanan keperawatan utamanya di Instalasi Rawat Inap dapat menjadi indikator mutu pelayanan Rumah Sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitorus (2000) menunjukkan bahwa gambaran mutu pelayanan keperawatan di berbagai Rumah Sakit Pemerintah di Indonesia belum memuaskan, dan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya mutu
43 Universitas Sumatera Utara
asuhan keperawatan, jika ditinjau dari aspek struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan. Sistem pemberian asuhan keperawatan (care delivery system) merupakan metode yang digunakan dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya interaksi antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan pasien. Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk rumah sakit. Kozier et al (1997) menyatakan bahwa hubungan perawat dan pasien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Konsep yang mendasari hubungan perawat –pasien adalah hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi, dan mutualisme. Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu atau kualitas pelayanan keperawatan adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, effisien, inovatif, dan menghasilkan custumer responsiveness. Berdasarkan
penjelasan
mengenai
mutu
atau
kualitas
pelayanan
keperawatan diatas, maka mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat professional kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat ) baik sakit maupun sehat, dimana perawatan yang diberikan
44 Universitas Sumatera Utara
sesuia dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan.Namun pada dasarnya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat. Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut antaranya : a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, dan Masyarakat) Meishenheirmer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tanaga kesehatan yang memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti empati, respek dan tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang menurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanankan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga, masyarakat) sebagai pelaksana pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.
45 Universitas Sumatera Utara
b. Sudut Pandang Perawat Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan dengan memberikan pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya (Meishenheirmer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara professional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tanaga professional yang memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefnisikan mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan melakukan asuhan keperawatan yang professional terhadap pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) dan sesuai dengan standar keperawatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan Mutu pelayanan difokuskan pada pngaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik dengan menjalankan supervise, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta alokasi sumber daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan
dengan
melaksanakan
fungsi-fungsi
manajemen dengan baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf
46 Universitas Sumatera Utara
keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada menajemen keuangan dan logistik. d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan Meishenheimer
(1989)
mengemukankan
bahwa
mutu
pelayanan
diasumsikan sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban institusi terhadap perawatan pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional institusi. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti memiliki tenaga professional yang bermutu dan cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, maka definisi mutu pelayanan keperawatan dari pandangan institusi pelayanan yaitu terlaksananya efektifitas dan efisiensi pelayanan termasuk dalam hal ketenagaan, peralatan, biaya operasional, dan waktu pelayanan. efektifitas dan efesiensi pelayanan tersebut didukung dengan peningkatan mutu stafnya, selain itu rumah sakit pun dituntut untuk mempunyai tanggung jawab terhadap pelayanan keperawatan yang menimbulkan dampak negative pada pasien. e. Sudut Pandang Organisasi Profesi Badan legislative dan regulator sebagai pembuat kebijakan baik lokal maupun nasional lebih menekankan pada mendukung konsep mutu
47 Universitas Sumatera Utara
pelayanan sambil menyimpan uang pada program yang spsifik. Dan selain itu juga menekankan pada institusi-institusi pelayanan keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamankan
kualitas
dengan
mempunyai
seluruh
persyaratan
administrasi dan dokumentasi klinik yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuia dengan standar pada level yang berlaku. Sertifikat mengidentifikasi bahwa institusi pelayanan keperawatan tersebut telah sesuai standar minimum untuk menjamin keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya terbatas pada standar pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-undang yang berlaku (Meishenheimer, 1989). Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi profesi
tersebut
membuat
dan
memfasilitasi
kebijakan
regulasi
keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan. Strategi peningkatan mutu pelayanan keperawatan antara lain pendidikan berlanjut, sumber daya dimenfaatkan secara effisien dan efektif aman bagi pasien dan provider, memuaskan bagi pasien dan provider, serta menghormati aspek
48 Universitas Sumatera Utara
sosial, ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyrakat. Prasyarat peningkatan mutu pelayanan keperawatan antara lain pimpinan yang peduli dan mendukung, sadar mutu bagi seluruh staf, program diklat untuk peningkatan sumber daya manusia, sarana dan lingkungan yang mendukung dan adanya standar Depkes RI (1998). Untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang bermutu memerlukan sumber daya perawat yang didukung oleh komitmen, motivasi dan faktor eksternal lain seperti kebijakan organisasi, kepemimpinan, struktur organisasi, sistem penugasan dan pembinaan. Sistem atau metode yang dirancang harus merefleksikan falsafah organisasi, struktur, pola ketenagaan dan populasi klien. Strategi yang dapat diterapkan dalam mencapai kualitas pelayanan keperawatan antara lain : Total Quality Management sebagai filosofi dan proses, adanya dukungan kualitas manajemen dan informasi, dan bencmarking (Nursalam, 2002). Melihat banyaknya sudut pandang yang mendefinisikan mutu pelayanan keperawatan, maka perlu diperhatikan bahwa subjek dari pemberian pelayanan keperawatan adalah pasien sehingga outcome pelayanan keperawatan lebih difokuskan pada pasien. Dan oleh karena mutu merupakan fenomena yang komprehensif, maka perlu dibahas mengenai dimensi mutu sebagai karakteristik yang patut diperhitungkan, untuk membantu pola fikir dalam menetapkan masalah dan menganalisa masalah apakah mutu pelayanan keperawatan telah sesuai standar atau belum. Pengetian kualitas pelayanan kesehatan bersifat multi dimensional yaitu mutu menurut pemakai pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan
49 Universitas Sumatera Utara
dan menurut penyelenggara pelayanan kesehatan yang didalamnya pelayanan keperawatan (Azwar, 1996) dan dapat diuraikan sebagai berikut : a. Dari
pihak
pemakai
jasa
pelayanan,
pengertian
mutu
terutama
berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemapuan petugas rumah sakit baik itu dokter maupun keperawatan dan petugas yang lainnya dalam memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi petugas dengan pasien, termasuk didalamnya keramahan dan kesengguhan. b. Dari pihak rumah sakit sendiri, termasuk didalamnya dokter, perawat, derajat mutu terkait pada pemakaian yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. 2.3.2. Aspek-aspek pelayanan keperawatan Menurut Jacobalis (1989) mutu pelayanan suatu sarana kesehatan adalah produk akhir dari interaksi dan keuntungan yang saling terkait antara berbagai komponen atau aspek pelayanan kesehatan itu sebagai suatu sistem. Komponenkomponen tersebut menurut Donabedian, 1988 (dalam Jacobalis, 1989), adalah sebagai berikut : a. Struktur, adalah sarana fisik, perlengkapan dan peralatan organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia serta sumber daya lainnya. b. Proses adalah semua kegiatan medis atau dokter, perawat dan professional lainnya dalam interaksi professional dengan pasien. c. Out put adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan professional terhadap pasien dalam meningkatkan derajat kesehaan dan kepuasan pasien.
50 Universitas Sumatera Utara
Onny (1980) mengemukakan lima aspek dari kualitas pelayanan perawat yaitu : a. Aspek penerimaan, meliputi sikap perawat yang harus selalu ramah, periang, selalu tersenyum dan menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, budaya, pangkat, latar belakang sosial ekonomi, serta budaya sebagai pribadi yang utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai dengan aspek penerimaan, perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas. b. Aspek perhatian, meliputi perawat perlu bersikap sabar dan murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan kepekaan terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien. c. Aspek komunikasi, meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. d. Aspek kerjasama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. e. Aspek tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.
51 Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Dimensi kualitas pelayanan keperawatan Penilaian
kualitas
keperawatan
dirumah
sakit
banyak
dilakukan
pendekatan dengan membuat mendisain standar-standar kualitas, yang bisa berjumlah ribuan yang pada akhirnya menjadi suatu standar mutu pasien, dimana kualitas perawattan harus diukur dengan konsisten dan kemampuan untuk diperbandingkan (Brown T.S, 19980). Menurut Aditama (2003), penilaian kualiatas pelayanan keperawatan juga dapat dilihat dengan cara kepuasan pasien rawat inap dan tanggapan pasien tentang mutu (kualitas) pelayanan keperawatan. Penilaian mutu atau kualiatas dilakukan dengan menggunakan pendekatanpendekatan yang dikelompokan dalam tiga komponen, yaitu : a. Struktur (input) Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan
masukan
(input)
yang
meliputi
sarana
fisik
perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. selain itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari profesi kesehatan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan
52 Universitas Sumatera Utara
yang diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui : 1) fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan, 2) peralatan, yaitu suplai yang ade kuat , seni menepatkan peralatan, 3) staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-perawat, dan 4) keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan. Berdasarkan kedua pendapat diatas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan bersih, nyaman dan aman, serta penataan ruang perawatan yang indah, 2) peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik, 3) staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas mauapun kuantitas, 4) dan keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktorfaktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik. b. Proses (process) Donabedian (1987, dalam Wijono, 2002) menjelaskan bahwa pendekatan ini merupakan proses yang metranformasi struktur (input) kedalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanankan secara professional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien. Dengan kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan
53 Universitas Sumatera Utara
terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relavan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses situ sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak lebih). Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pelayanan keperawatan. Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatana ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar oprasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya. c. Hasil (outcome) Pendekatan ini adalah hasil akhir dari kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2002). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yang diberikan oleh petugas
54 Universitas Sumatera Utara
kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian pasien. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasil adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan. Pendekatan-pendekatan diatas dapat digunakan sebagai indikator dalam melakukan penilaian mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negative dari mutu pelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi mana yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan. Prinsip dalam pengukuran kualitas pelayanan keperawatan pada pasien yang dilihat dari standar perawatan pasien dengan tujuan untuk membantu perawat dalam melanjutkan peningkatan perawatan yang konsisten, kontiniu dan bermutu (Tucker, T.S, 1998). Menurut Parasuraman (dalam Muninjaya, 2011) dalam penilaian kualiatas pelayanan dapat dilihat dari lima dimensi kualitas pelayanan kesehatan atau mutu pelayanan yang di kenal dengan nama ServQual yang menjadi dasar untuk mengukur kepasuan pasien pada kualitas pelayanan terdiri dari :
55 Universitas Sumatera Utara
a. Wujud nyata (tangible) adalah mutu pelayanan kesehatan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dangan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai. Para penyedia layanan kesehatan akan mampu bekerja secara optimal sesuai dengan kemampuan masing-masing. Untuk mengukur dimensi mutu ini perlu menggunakan indra penglihatan. Sehingga dalam pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui : kebersihan, kerapian, dan kenyamanan ruang perawatan; penataan ruang perawatan, kelengkapan, kesiapan dan kebersihan peralatan perawatan yang digunakan dan kerapian serta kebersihan penampilan perawat. b. Kehandalan (reliability) adalah kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tepat dan terpecaya. Pelayaan yang terpecaya artinya adalah konsisten. Aspek – aspek kehandalan sistem pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelakasanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, kehandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai janji yang diberikan, keakuratan penanganan. c. Ketanggapan dan cepat (responsiveness) adalah dimensi ini di masukkan kedalam kemampuan petugas kesehatan (perawat) menolong pelanggan (pasien) dan kesiapannya melayani sesuai dengan prosedur dan bisa memenuhi harapan pasien. Kesediaan atau kemauan untuk menbantu pasien dan memberikan pelayanan yang cepat. Dimensi ini merupakan penilaian mutu pelayanan yang paling dinamis. Hal ini meliputi kejelasan
56 Universitas Sumatera Utara
informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat. Harapan pasien terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh pasien. Pelayanan kesehatan yang responsive terhadap kebutuhan pasien kebanyakan ditentukan oleh sikap para frontline-staff. d. Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, pengetahuan, kesopanan, sifat petugas, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dukungan pimpinan terhadap staf. Pemenuhan terhadap kriteria ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas dari resiko. Berdasarkan riset, dimensi ini meliputi faktor keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan. e. Empati (empathy) adalah berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan konsumen, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Menurut Fitzmmons (dalam Nasution, 2003) bahwa instrument survey yang mengukur kualitas pelayanan servqual dimana mengambil dasar penerapan konsep kesenjangan mutu pelayanan. Kepuasan pelanggan terhadap mutu
57 Universitas Sumatera Utara
pelayanan dapat ditentukan dengan membandingkan dari pelayanan yang diterima dengan pelayanan yang di berikan yaitu : a. Jika harapan itu terlampaui dari pelayanan tersebut dianggap dapat dirasakan sebagai mutu yang luar biasa dan juga menjadi kejutan yang menyenangkan. b. Jika harapan tidak terpenuhi, mutu pelayanan tersebut dianggap dapat diterima atau mengecewakan konsumen dan jika harapan sama yang dirasakan, mutu memuaskan. Uraian mengenai dimensi mutu diatas akan membantu kita untuk menentukan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan jika dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan outcome, maka mutu pelayanan keperawatan merupakan interaksi dan ketergantungan antara berbagai aspek, komponen atau unsur pelayanan keperawatan. Dan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan perlu dilakukan penilaian sebagai evaluasi dari mutu pelayanan tersebut. 2.3.4. Standar Praktek Keperawatan Penerapan standar keperawatan dapat meningkatkan fungsi kesehatan. Perawat dapat menggunakan standar untuk mengkomunikasikan inti asuhan keperawatan kepada profesi lain dan pasien sehingga membantu mereka untuk mengerti tentang asuhan keperawatan yang bermutu dan klasifikasi peran perawat dalam tim kesehatan, dengan demikian akan terbina kolaborasi dengan baik.
58 Universitas Sumatera Utara
Standar menurut Wijono D, 1999 (dalam Sumijatun, 2010) adalah suatu Spesifikasi teknis atau suatu yang dilakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat : kesehatan, keteladanan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Menurut American Nurse Association (ANA), 1991 (dalam Sumijatun, 2010) Standar Praktek keperawatan menggambarkan taggung jawab perawat dalam melaksanakan pekerjaan, standar merupakan : (1) Refleksi nilai dan prioritas pekerjaan bagi perawat, (2) Memberikan bimbingan langsung dalam praktek keperawatan, (3) menyediakan kerangka kerja untuk evaluasi dalam praktek klinik dan (4) menegaskan/memberikan gambaran tentang hasil pekerjaan dan tanggung jawab profesi keperawatan kepada masyarakat dan klien. Tanggung standar jawab yang melekat pada profesi dalam menegakkan dan menerapkan standar praktek keperawatan menurut Phaneuf & Lang (1995) meliputi (1) menegakkan, menjaga dan memperbaiki, (2) semua anggota profesi memegang teguh standar yang telah ditentukan, (3) mendidik masyarakat untuk menghargai standar, (4) melindungi masyarakat dari praktek individual yang tidak memenuhi standar serta (5) melindungi anggota profesi dalam pelaksanaan tugasnya (Sumijatun, 2010). Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES RI dalam surat keputusan Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaruhi dan disahkan
59 Universitas Sumatera Utara
berdasarkan SK DIRJEN YANMED RI No : OO.03.2.6.7637, Tangal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996, PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No : 03/DPP/SK/I/1996 yang terdiri dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan (Sumijatun, 2010). Tujuan Standar keperawatan menurut Gillies,1989, (dalam Nursalam 2011) adalah : a. Meningkatkan asuhan keperawatan b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan c. Melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Standar pelayanan keperawatan menurut Depkes RI 1996,(dalam Sumijatun 2010) adalah meliputi : a. Standar 1 : falsafah Keperawatan b. Standar 2 : tujuan asuhan keperawatan c. Standar 3 : pengkajian keperawatan d. Standar 4 : diagnose keperawatan e. Standar 5 : perencanaan keperawatan f. Standar 6 : intervensi keperawatan g. Standar 7 : evaluasi keperawatan h. Standar 8 : catatan asuhan keperawatan.
60 Universitas Sumatera Utara
Nursalam (2011), berdasarkan surat keputusan DPP PPNI Nomor : 03/DPP/SK/I/1996, makan standar keperawatan di Indonesia dikategorikan menjadi 4 jenis standar, yaitu 1. Standar pelayanan keperawatan 2. Standar praktik keperawatan 3. Standar pendidikan keperawatan 4. Standar pendidikan berkelanjutan Disini penulis hanya melampirkan standar pelayanan keperawatan dan standar praktik keperawatan (Nursalam, 2011), sebagai berikut : Standar Pelayanan Keperawatan : Standar 1. Divisi keperawatan mempunyai falsafah dan struktur yang menjamin pemberian asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan merupakan sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan praktik keperawatan di seluruh instansi asuhan/pelayanan keperawatan. Standar 2. Divisi perawat di pimpin oleh seorang perawat eksekutif yang memenuhi persyaratan dan anggota redaksi.
61 Universitas Sumatera Utara
Standar 3. Kebijakan dan praktik divisi keperawatan menjamin pelayanan keperawatan merata dan berkesinambungan yang mengakui perbedaan agama, sosial budaya, dan ekonomi di antara klien/pasien di instansi pelayanan kesehatan. Standar 4. Divisi keperawatan menjamin bahwa proses keperawatan digunakan untuk merancang dan memberikan asuhan untuk memenuhi kebutuhan individu klien/pasien dalam konteks keluarga. Standar 5. Divisi keperawatan menciptakan lingkungan yang menjamin efektivitas praktik keperawatan. Standar 6. Divisi keperawatan menjamin pengembangan berbagai program pendiidkan untuk menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan. Standar 7. Divisi keperawatan memprakasai, memanfaatkan, dan berperan serta dalam berbagai proyek penelitian untuk peningkatan asuhan klien/pasien.
62 Universitas Sumatera Utara
Standar Praktik Keperawatan Standar 1. Pengumpulan data tentang status kesehatan klien/pasien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dikomunikasikan dan dicatat. Standar 2. Diagnosis keperawatan di rumuskan berdasarkan data status kesehatan. Standar 3. Rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan. Standar 4. Rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan pendekatan tindakan keperawatan yang di tetapkan untuk mencapai tujuan yang di susun berdasrkan diagnosis keperawatan. Standar 5. Tindakan
keperawatan
memberikan
kesempatan
klien/pasien
untuk
berpartisipasi dalam peningkatan, pemeliharaan, dan pemulihan kesehatan.
63 Universitas Sumatera Utara
Standar 6. Tindakan keperawatan membantu klien/pasien untuk mengoptimalkan kemampuannya untuk hidup sehat. Standar 7. Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan oleh klien/pasien dan perawat. Standar 8. Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan memberikan arah untuk melakukan pengkajian ulang, pengaturan kembali prioritas, penetapan tujuan. 2.1. Pelayanan Rawat Inap Menurut Crosby (dalam Nasution, 2005) rawat inap adalah kegiatan penderita yang berkelanjutan ke rumah sakit untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Secara khusus pelayanan rawat inap ditunjukan untuk penderita atau pasien yang memerlukan asuhan keperawatan secara terus menerus (Continous Nursing Care) hingga terjadi penyembuhan. Khususnya pelayanan rawat inap ini adalah adanya tempat tidur (hospital bed). Tempat tidur ini dikelompokkan menjadi ruang perawatan (Nursing Units) yang merupakan inti dari sebuah rumah sakit. Pengelolaan ruangan perawatan ini secara umum diserahkan kepeda seorang perawat (Nurse) yang juga bertanggung
64 Universitas Sumatera Utara
jawab terhadap pelaksanaan pelayanan medik, serta instruksi dari dokter yang ditunjukkan pada penderita misalnya penggunaan alat bantu pernafasan, alat pacu jantung, dan sebagainya. Pelayanan Keperawatan rawat inap merupakan kegiatan dilakukan diruang rawat inap dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama sesuai dengan wewenang, tanggung jawab, dan kode etik profesi keperawatan (Nursalam, 2001). Menurut Nash Etal dalam Ali (2002), melaporkan penelitian yang dilakukan oleh ANS (American Nurse’s Association) bahawa 60% sampai 80% pelayanan preventif yang semula dilakukan oleh dokter, sebenarnya dapat diberikan oleh perawat dengan kemampuan professional dan menghasilkan kualitas pelayanan yang sama. Sistem pelayanan perawatan rawat inap terdiri dari (kelompok Keperawatan CHS, 1989) : 1. Masukan yaitu : perawat, pasien dan fasilitas perawatan 2. Proses yaitu : intervensi keperawatan, interaksi tenaga perawat-pasien meliputi : keramahan, kepedulian, penampilan, dan sebagainya. Kemudian fasilitas keperawatan meliputi efisiensi, kenyamanan dan keamanan.
65 Universitas Sumatera Utara
3. Keluaran yaitu : berupa kualitas pelayanan keperawatan meliputi kebutuhan terpenuhi, aman, nyaman, pasien puas, sesuai kaidah biopsiko-sosio-spritual. 4. Sistem informasi manajemen dan pengendalian. Kualitas pelayanan rawat inap yang memuaskan, akan mendorong pasien untuk tetap memilih rumah sakit tersebut apabila membutuhkan lagi. Fasilitas pelayanan kesehatan . pelayanan rawat inap merupakan pusat kegiatan yang paling banyak terjadi interaksi antara perawat dengan pasien, karena unit ini paling banyak memberikan pelayanan di bandingkan dengan unit yang lainnya.
66 Universitas Sumatera Utara