BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, dan Variabel Penelitian 2.1.1 Definisi Pajak Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai pajak itu sediri. Perbedaan tersebut didasari oleh perbedaan sudut pandang dari masing-masing individu. Menurut Rochmat Soemitro (dalam Sari, 2013:34), menjelaskan bahwa: “Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.”
Kemudian definisi pajak menurut P.J.A Adriani (dalam Sari,2013:34), menjelaskan bahwa: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Sedangkan pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 adalah: “Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
12
13
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pajak merupakan iuran yang dipaksakan oleh penguasa (pemerintah) kepada Wajib Pajak (yang telah ditentukan undang-undang), yang digunakan untuk membiayai keperluan perbelanjaan pemerintah.
2.1.2 Subjek Pajak Dalam pelaksanaan fungsinya pajak juga memiliki standarisasi persyaratan dalam menentukan subjek pajaknya. Subjek pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu, subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pengertian dan penjabaran subjek pajak dalam negeri dan luar negeri yang dijabarkan berdasarkan Pasal 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor Nomor 36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan. Yang menjadi subjek pajak adalah : a. 1. Orang pribadi 2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak b. Badan c. Bentuk usaha tetap Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah: a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
14
waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan 2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 4. dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak. Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah: a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
15
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: a. Tempat kedudukan manajemen b. Cabang perusahaan c. Kantor perwakilan d. Gedung kantor e. Pabrik f. Bengkel g. Gudang h. Ruang untuk promosi dan penjualan i. Pertambangan dan penggalian sumber alam j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
16
bulan n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
2.1.3 Fungsi Pajak Dalam bukunya yang berjudul Konsep Dasar Perpajakan, Diana Sari memberikan penjelasan bahwa fungsi pajak mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi penerimaan (budgeter) dan fungsi mengatur (reguler). a. Fungsi penerimaan (budgeter) memberikan pengertian bahwa pajak sebagai alat (sumber) untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya dalam kas negara dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran negara yaitu pengeluaran rutin dan pembangunan. b. Fungsi mengatur (reguler) yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu di bidang keuangan misalnya mengadakan perubahan tarif, memberikan pengecualian-pengecuaian, keringanan-keringanan yang khusus ditujukan kepada masalah tertentu.
17
Selain dua fungsi utama tersebut, terdapat fungsi lainnya, yaitu: a. Fungsi stabilitas Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. b. Fungsi redistribusi pendapatan Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan. c. Fungsi demokrasi Pajak yang sudah dipungut oleh negara merupakan wujud sistem gotong royong. Fungsi ini dikaitkan dengan tingkat pelayanan pemerintah kepada masyarakat pembayar pajak.
2.1.4 Jenis-Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga pemungutnya. a. Menurut Golongannya 1. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan. 2. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.
18
b. Menurut Sifatnya 1. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. 2. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut Lembaga Pemungutnya 1. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Bea Materai. 2. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas: a) Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.
19
2.1.5 Cara Pemungutan Pajak Waluyo (2011:16) menjelaskan bahwa cara pemugutan pajak didasari oleh tiga stelsel, yaitu: a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel) Penganaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah penghasilan yang sesungguhnya dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini lebih realistis. Kelemahannya pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui). b. Stelsel Anggapan (Fictif Stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang, sebagai contoh: penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak didasarkan pada keadaan yang sebenarnya. c. Stelsel Campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada
20
pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus melunasi kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil maka kelebihannya dapat diminta kembali.
2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem (Mardiasmo, 2011: 7), yaitu sebagai berikut: a. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. b. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
sepenuhnya
kepada
Wajib
Pajak
untuk
menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. Withholding System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
21
2.1.7 Definisi Wajib Pajak Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan disebutkan bahwa: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.”
2.1.8 Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sesuai dengan Undang-undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 11 disebutkan bahwa: “Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”
2.1.9 Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT) Seperti dalam batasan SPT di atas bahwa Wajib Pajak dalam melaporkan perhitungan pajaknya dan/atau pembayaran pajaknya menggunakan SPT. Pasal 3 Undang-Undang KUP juga menegaskan kewajiban bagi setiap Wajib Pajak untuk mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang rupiah dan menandatangani
22
serta menyampaikan ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dengan ini lebih menegaskan fungsi SPT bagi Wajib Pajak. a. Bagi Pengusaha Bagi pengusaha bahwa SPT Pajak Penghasilan yaitu berfungsi sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak; 2. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak; 3. harta dan kewajiban; dan/atau 4. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) masa pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Bagi Pengusaha Kena Pajak Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak Pertambahan Nilai dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: 1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
23
2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau pihak lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. c. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
2.1.10 Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) Jenis surat pemberitahuan (SPT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 meliputi: a. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan atau Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak. b. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan atau Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang
24
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan paling lama 3 (tiga) bulan takwim.
2.1.11 Batas Waktu Penyampaian SPT Sesuai Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT diatur: a. SPT Masa, paling lama 20 hari setelah akhir Masa Pajak, kecuali untuk SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu secara mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya, dan SPT Masa PPh Pasal 22, PPN dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir. Untuk Wajib Pajak dengan kriteria tertentu yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa, paling lama 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak Terakhir. b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
25
2.1.12 Reformasi Perpajakan Menurut Diana Sari (2013:6), reformasi perpajakan di Indonesia telah dilakukan pertama kali pada tahun 1983 dimana saat itu terjadi reformasi atau perubahan sistem mendasar atas pengelolaan perpajakan Indonesia dari sistem Official Assesssment ke sistem Self Assessment. Perubahan sistem ini bertujuan mengurangi kontak langsung antara Aparat Pajak dengan Wajib Pajak yang sebelumnya dikhawatirkan
dapat menimbulkan
praktik-praktik ilegal untuk menghindari atau mengurangi kewajiban perpajakan para Wajib Pajak yang bersangkutan. Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan, melalui reformasi : a. moral, etika dan integritas Aparat Pajak; b. kebijakan perpajakan; c. pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak; d. pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan; e. pemberian reward dan penerapan punishment yang tegas terhadap Aparat Pajak Reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap tiga bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu : a. Bidang Administrasi, yakni melalui reformasi administrasi perpajakan;
26
b. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Perpajakan; dan c. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional.
2.1.12.1 Modernisasi Administrasi Perpajakan Menurut Djozoli Sadhani (2005:60) modernisasi administrasi pajak adalah suatu proses reformasi pembaharuan dalam bidang administrasi pajak yang dilakukan secara komprehensif. Meliputi aspek teknologi informasi yaitu perangkat lunak, perangkat keras, dan SDM dengan tujuan mencapai tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, dan tercapainya produktivitas kinerja aparat perpajakan yang tinggi, sehingga diharapkan dapat mengurani korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). 2.1.12.2 Modernisasi Peraturan Perpajakan Dari aspek peraturan perpajakan, Ditjen pajak terus mengupayakan pengembangan yuridis formal dan materil perpajakan. Langkah yang dilakukan yakni melalui penyesuaian dan pembaruan atau amandemen peraturan dan kebijakan perpajakan seirama dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Reformasi kebijakan perpajakan ini dilakukan untuk lebih mengefektifkan dan mengefisiensikan pemungutan pajak sejalan dengan perkembangan dunia usaha sehingga lebih kompetitif.
27
2.1.12.3 Modernisasi Pengawasan Perpajakan Di bidang pengawasan dibangunlah Bank Data Perpajakan Nasional (BDPN) yang berfungsi untuk menyeimbangkan pelaksanaan sistem self assessment dengan official assessment dalam penghitungan dan penetapan besarnya pajak yang terutang. Selain itu, pembangunan Bank Data Perpajakan Nasional (BDPN) juga bertujuan untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan yakni kegiatan untuk menambah jumlah Wajib Pajak yang terdaftar sebagai upaya dalam peningkatan penerimaan negara.
2.1.13 E-System Perpajakan Sebagai upaya dalam melakukan modernisasi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak melakukan terobosan dengan menerapkan electronic system, yang nantinya diharapkan dapat membantu kinerja dalam hal administrasi perpajakan. Menurut Liberti Pandiangan (2008:35), e-system merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menunjang kelancaran administrasi melalui teknologi internet. Banyak layanan e-system pada administrasi perpajakan di Indonesia, yaitu: a. e-Registration; sistem pendaftaran, perubahan data Wajib Pajak dan atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak melalui sistem yang terhubung langsung secara online dengan Direktorat Jenderal Pajak. b. e-Filing; suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online dan real time. c. e-Payment; suatu sistem pembayaran pajak yang dilakukan secara online.
28
d. e-Conseling; suatu pelayanan pajak yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk konsultasi secara online. e. e-SPT; aplikasi (software) yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT.
2.1.14 Pengertian E-Filing E-filing merupakan sebuah aplikasi sistem informasi dimana warga negara berinteraksi dengan sistem TI yang komplek. Dalam kaitan pelayanan kepada masyarakat, e-filing memberikan dimensi penting terhadap layanan e-government dalam bidang administrasi pajak yaitu dengan layanan yang memanfaatkan kecepatan dan keefektifan biaya melalui internet (Sharma dan Yurcik, 2011). Secara sederhana e-filing merupakan implementasi penerapan e-Government dalam bidang administrasi perpajakan khususnya dalam pelaporan SPT, e-filing telah digunakan di beberapa negara untuk menunjang sistem perpajakan yang ada. Ada dua metode pendekatan tentang sistem e-filing, yaitu Interactive Filing dan Batch Filing (Sharma & Yurcik dalam Susanto 2011). Dalam Interactive filing, Wajib Pajak berinteraksi langsung dengan aplikasi yang berbasis web untuk menyelesaikan pelaporan pajak secara online. Di dalam metode interaktif ini terdapat dua alternatif teknologi yang digunakan yaitu: a. Wajib Pajak berinteraksi langsung dengan web server yang di hosting oleh otoritas pajak atau oleh pihak ketiga yang menjadi partner dari otoritas pajak.
29
b. Wajib pajak mengunduh software yang berisi formulir elektronik pengisian pajak yang terutang, Wajib Pajak mengisi file secara offline kemudian melakukan koneksi ke website e-filing untuk mengirimkan file-file informasi yang telah diisi. Sesuai dengan Undang-undang No 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 6 disebutkan bahwa e-filing merupakan suatu cara penyampaian SPT atau Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang dilakukan secara on-line yang realtime melalui website Direktorat Jendral Pajak (www.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Services Provider (ASP). Untuk saat ini, e-filing melayani penyampaian dua jenis SPT, yaitu: a. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770S. Digunakan bagi WP Orang Pribadi yang sumber penghasilannya diperoleh dari satu atau lebih pemberi kerja dan memiliki penghasilan lainnya yang bukan dari kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas. Contohnya karyawan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), serta pejabat Negara lainnya, yang memiliki penghasilan lainnya antara lain sewa rumah, honor pembicara/pengajar/pelatih dan sebagainya. b. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Formulir 1770SS. Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan selain dari usaha dan/atau pekerjaan bebas dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) setahun serta tidak
30
terdapat penghasilan lainnya kecuali penghasilan dari bunga bank dan bunga operasi. Untuk menyampaikan SPT atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan menggunakan e-filing, Wajib Pajak dapat: a. mengunjungi website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id) dan klik pada icon e-filing atau langsung mengunjungi alamat (e-filing.pajak.go.id); b. mengunjungi halaman penyedia jasa aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak, yaitu: 1. http://www.pajakku.com 2. http://www.laporpajak.com 3. http://www.spt.co.id
2.1.15 Sistem E-filing Direktorat Jenderal Pajak Reformasi dan modernisasi administrasi perpajakan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan Wajib Pajak terhadap institusional Direktorat Jenderal Pajak, yang selanjutnya akan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sehingga diharapkan tax gap yaitu perbedaan tingkat penerimaan pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial akan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan tujuan utama dari institusi pengumpulan pajak yaitu tercapainya penerimaan pajak dengan tax effort yang optimal. Beberapa determinan yang mempengaruhi kesediaan Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran pajak secara sukarela, yaitu :
31
a. efektivitas administrasi pajak b. pertimbangan makro ekonomi seperti suku bunga dan tingkat inflasi. c. rendahnya biaya kepatuhan pada sistem perpajakan yang ada. d. kewajaran dan keadilan yang dirasakan oleh Wajib Pajak. e. simplisitas ketentuan, tatacara, dan prosedur. f. kualitas pelayanan administrasi pajak kepada Wajib Pajak. g. dapat dipertanggungjawabkannya uang dari masyarakat wajib pajak. Tuntutan pelayanan yang cepat, mudah, murah dan akurat merupakan harapan dari masyarakat, oleh Direktorat Jenderal Pajak tuntutan pelayanan ini direspon dengan modernisasi administrasi perpajakan, modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan DJP pada dasarnya meliputi (Pandiangan, 2008): a. restrukturisasi organisasi. b. penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. c. penyempurnaan manajemen sumber daya manusia. Meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), Direktorat Jenderal Pajak melakukan pengembangan sistem pelaporan SPT dengan e-filing. Sistem e-filing merupakan lanjutan dari penyampaian SPT dalam bentuk elektronik SPT atau yang dikenal dengan e-SPT. E-filing dibangun pada akhir tahun 2004 dan diresmikan pada tahun 2005 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah peresmian e-filing Direktorat Jenderal Pajak mengadakan sosialisasi kepada Wajib Pajak di seluruh Kantor Wilayah.
32
Pengembangan lanjutan e-filing dilakukan pada tahun 2009. Dari action plan Direktorat Jenderal Pajak tidak ditemukan rencana pengembangan dan sosialisasi efiling selanjutnya dimasa yang akan datang.
2.1.16 Tujuan Penggunaan E-Filing Tujuan utama layanan pelaporan pajak secara
e-filing ini adalah
(www.kemenkeu.go.id/en/node/28690): a. mempermudah proses perekaman data SPT di dalam basis data DJP b. mengurangi pertemuan langsung antara Wajib Pajak dengan petugas pajak. c. mengurangi dampak antrian dan volume pekerjaan proses penerimaan SPT d. mengurangi volume berkas fisik/kertas dokumen perpajakan (Go Green Campaign).
2.1.17 Kelebihan E-Filing Menurut Iim Ibrahim Nur (2009:44-45), dengan adanya aplikasi e-filing, baik Wajib Pajak ataupun Direktorat Jenderal Pajak akan sangat diuntungkan. Beberapa hal yang dapat disampaikan mengenai kelebihan yang dapat diperoleh bagi Wajib Pajak dengan adanya aplikasi e-filing adalah: a. membantu untuk menyediakan fasilitas pelaporan SPT secara elektronik (via internet) kepada Wajib Pajak, sehingga Wajib Pajak Orang Pribadi dapat menyampaikan SPT dari rumah atau tempatnya bekerja, sedangkan Wajib Pajak Badan dapat melakukannya dari lokasi kantor atau tempat kedudukan
33
usahanya. Hal ini akan dapat membantu memangkas biaya dan waktu yang dibutuhkan
oleh
Wajib
Pajak
untuk
mempersiapkan,
memproses,
memverifikasi dan melaporkan SPT ke Kantor Pajak secara benar dan tepat waktu. b. efisiensi waktu karena Wajib Pajak cukup duduk di depan komputer mereka yang terhubung ke internet untuk melakukan pelaporan, tanpa harus mendatangi KPP. c. menekan biaya, dengan mengurangi penggunaan kertas sehingga akan mengurangi biaya cetak lembar isian SPT. Selain itu akan terjadi penghematan biaya komunikasi dan transportasi. d. mendapatkan realtime acknowledgement (konfirmasi pelaporan pajak), artinya Wajib Pajak menerima konfirmasi untuk laporan yang telah dilakukan secara langsung pada saat laporan tersebut diterima oleh Direktorat Jenderal Pajak. Nomor konfirmasi langsung diterima Wajib Pajak berupa Nomor Tanda Terima ASP (NTTA) dan Nomor Tanda Terima Elektronik (NTTE) saat itu juga. e. pelaporan SPT lebih efisien dan aman karena data tersimpan dalam bentuk elektronik dan terenkripsi, terintegritas serta non-repudiation (tak terelakan). f. beberapa ASP menambah fasilitas dengan menyediakan kemudahan mengenai informasi perpajakan seperti kalkulator pajak, kurs pajak, peraturan pajak terkini dan informasi lainnya seputar pajak.
34
g. dari segi efisiensi meningkat karena jika terjadi kesalahan input data dan sebagainya, aplikasi yang digunakan untuk pengisian laporan e-SPT akan melakukan pengecekan secara otomatis dan dapat segera dilakukan perbaikan. Hal ini terjadi karena aplikasi e-SPT berisi formula yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya salah pengisian. Selain itu, seandainya terjadi kesalahan input dapat segera direvisi tanpa harus menghapus atau mengganti lembar kertas SPT. h. sederhana dan nyaman karena tidak perlu antri menyampaikan SPT dan bisa dilakukan dimana saja dan darimana saja selama dapat terhubung ke internet. i. sentralisasi penyampaian SPT PPN bagi Wajib Pajak Badan yang memiliki beberapa kantor cabang dapat dilakukan dengan aplikasi e-filing sehingga dapat mempermudah konsolidasi pelaporan PPN antar cabang. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga mendapatkan keuntungankeuntungan dengan sistem pelaporan SPT dengan aplikasi e-filing sebagai berikut: a. memberikan pelayanan terbaik bagi Wajib Pajak sehingga tercipta pelayanan prima Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dapat dicapai karena tidak terlalu banyak bersentuhan antara Wajib Pajak dengan petugas di Direktorat Jenderal Pajak, sehingga prinsip good governance di Direktorat Jenderal Pajak lebih cepat tercapai. b. perekaman data di KPP dapat dilakukan dengan cepat dan akurat tanpa direkam petugas secara manual karena aplikasi e-filing dibuat sedemikian rupa sehingga mudah untuk digunakan dan akurat karena penjumlahannya
35
dilakukan secara otomatis menggunakan sistem. Sehingga akan terjadi penghematan sumber daya manusia dalam perekaman data SPT di KPP. c. dengan cepat dan mudahnya pelaporan pajak ini berarti juga akan memberikan dukungan kepada KPP dalam hal percepatan penerimaan laporan SPT dan perampingan kegiatan administrasi pendataan distribusi dan pengarsipan laporan SPT. Petugas pajak tidak perlu lagi menginput data-data SPT ke dalam sistem karena data-data tersebut telah diinput oleh Wajib Pajak pada saat penyampaian e-filing.
Hal ini berarti mengurangi beban kerja
petugas pajak.
2.1.18 Kelemahan E-Filing Menurut Iim Ibrahim Nur (2009:45-46), dengan begitu banyaknya kelebihan sistem penyampaian SPT dengan aplikasi e-filing, masih terdapat kelemahankelemahan yang harus diperhatikan diantaranya: a. di atas kertas, perpindahan pelaporan pajak konvensional ke pelaporan pajak digital terlihat mudah. Namun di lapangan bisa terjadi berbagai permasalahan. Pada tahap awal penerapan sistem ini di KPP dibawah Kanwil DJP Khusus dan Kanwil DJP Wajib Pajak besar upload data sering gagal. b. akses jalur koneksi internet di Indonesia yang masih belum optimal. Koneksi internet di Indonesia terkadang lambat bahkan terputus, sehingga ketika Wajib Pajak akan men-upload data SPT dengan aplikasi e-filing dan kemudian
36
terputus, maka Wajib Pajak harus mengulangnya dari awal. Hal ini sangat dirasakan oleh banyak Wajib Pajak yang sudah mengaplikasikan e-filing. c. terdapatnya perbedaan format data digital yang dimiliki oleh Wajib Pajak dengan ASP serta Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga perlu dilakukan penyesuaian oleh pihak ASP agar format data digital yang ada bisa compatible dengan format yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2.1.19 Tata Cara Penggunaan E-Filing Wajib Pajak yang akan menggunakan e-filing diharuskan memiliki e-FIN (Electronic Filing Identification Number) sebelum dapat menyampaikan SPT atau pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan nya. Electronic Filing Identification System (e-FIN) adalah nomor identitas Wajib Pajak yang di terbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Permohonan diajukan secara tertulis dengan melampirkan fotocopy kartu Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau surat keterangan terdaftar beserta fotocopy surat pengukuhan bagi pengusaha kena pajak. Setelah memperoleh e-FIN, Wajib Pajak dapat mendaftar ke salah satu Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan akan menerima Digital Certificate dari Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan e-FIN yang telah dimiliki Wajib Pajak, yang fungsinya sebagai pengaman data SPT Wajib Pajak dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga
37
hanya bisa dibaca oleh sistem tertentu (dalam hal ini sistem penerimaan SPT ASP dan Direktorat Jenderal Pajak) dengan nama dan NPWP Wajib Pajak yang bersangkutan. Kemudian, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan nya secara on-line, untuk memulai menyampaikan SPT-nya secara on-line, Wajib Pajak terlebih dahulu harus login ke situs ASP yang telah dipilih. Selain itu, sertifikat (Digital Certificate) yang telah diperoleh akan selalu digunakan setiap kali Wajib Pajak akan menyampaikan SPT-nya secara on-line.
2.1.20 Technology Acceptance Model (TAM) Technology Acceptance Model (TAM) adalah model yang disusun oleh Davis (1989) yaitu suatu model untuk memprediksi dan menjelaskan bagaimana pengguna teknologi menerima dan menggunakan teknologi tersebut dalam pekerjaan individual pengguna. Dalam teori ini penerimaan pengguna atau pemakai teknologi informasi menjadi bagian dari riset dari penggunaan teknologi informasi, sebab sebelum digunakan dan diketahui kesuksesannya, terlebih dahulu dipastikan tentang penerimaan atau penolakan atas penggunaan teknologi informasi tersebut. Penerimaan pengguna teknologi informasi merupakan faktor penting dalam penggunaan dan pemanfaatan sistem informasi yang dikembangkan. Penerimaan pengguna teknologi informasi sangat erat kaitannya dengan variasi permasalahan pengguna dan potensi imbalan yang diterima jika teknologi informasi diaplikasikan
38
dalam aktivitas pengguna kaitannya dengan aktivitas perpajakan (Pratama dalam Gowinda, 2010). Model TAM sebenarnya diadopsi dari model TRA yaitu teori tindakan yang beralasan dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Selanjutnya reaksi dan persepsi pengguna teknologi informasi akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan
terhadap
teknologi
tersebut.
Salah
satu
faktor
yang
dapat
mempengaruhinya adalah persepsi pengguna terhadap kemanfaatan dan kemudahan penggunaan teknologi informasi sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi, sehingga alasan individu dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi informasi menjadikan tindakan atau perilaku orang tersebut sebagai tolok ukur dalam penerimaan sebuah teknologi. Berikut ini beberapa faktor yang dikemukakan oleh Davis,diantaranya: a. persepsi kegunaan (usefulness) b. persepsi kemudahan dalam penggunaan teknologi (ease of use). c. persepsi kerumitan (Complexity) d. persepsi keamanan dan kerahasiaan (Security and Privacy) e. persepsi kesiapan teknologi informasi Wajib Pajak (Readiness Technology Taxpayers Information) f. persepsi intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling (Behavioral Intensity for the e-filling Usage)
39
2.1.20.1 Persepsi Kegunaan (Usefulness) Persepsi kegunaan didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana penggunaan suatu teknologi dipercaya akan mendatangkan manfaat bagi setiap individu yang menggunakannya. Menurut Davis (1989) menemukan bahwa hubungan persepsi kegunaan terhadap penggunaan senyatanya lebih kuat dibandingkan dengan konstruk manapun. Chin dan Todd (1991) memberikan dimensi tentang kegunaan sistem teknologi yaitu : a. menjadikan pekerjaan lebih mudah b. bermanfaat c. menambah produktifitas d. mempertinggi efektifitas e. meningkatkan kinerja pekerjaan Berdasarkan definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kegunaan teknologi dari pengguna dalam memutuskan penerimaan teknologi tersebut sangat memberikan kotribusi positif bagi pengguna, yaitu dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan performa kinerja.
2.1.20.2 Persepsi Kemudahan Dalam Penggunaan Teknologi (ease of use) Persepsi
tentang
kemudahan
dalam
penggunaan
sebuah
teknologi
didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana individu percaya bahwa sistem teknologi dapat dengan mudah dipahami dan digunakan (Davis, 1989). Suatu sistem dapat dikatakan berkualitas jika sistem tersebut dirancang untuk memenuhi kepuasan
40
pengguna melalui kemudahan dalam menggunakan sistem tersebut. Kemudahan penggunaan dalam konteks ini bukan saja kemudahan untuk mempelajari dan menggunakan suatu sistem tetapi juga mengacu pada kemudahan dalam melakukan suatu pekerjaan atau tugas dimana pemakaian suatu sistem akan semakin memudahkan seseorang dalam bekerja dibanding mengerjakan secara manual (Pratama dalam Gowinda, 2010). Dapat disimpulkan persepsi kemudahan yaitu mempersepsikan bahwa sistem ini mudah untuk digunakan dan bukan merupakan beban bagi para Wajib Pajak sehingga dapat disimpulkan bahwa kemudahan dapat mengurangi usaha (baik waktu dan tenaga) seseorang didalam mempelajari teknologi informasi.
2.1.20.3 Persepsi Kerumitan (Complexity) Kerumitan didefinisikan sebagai tingkat harapan pengguna bahwa teknologi bebas dari usaha (Amoroso dan Gardner, 2004). Kerumitan juga akan muncul, jika Wajib Pajak belum bisa menerima sebuah teknologi baru dalam pelaporan pajaknya (e-filling) dengan alasan belum terbiasa sehingga Wajib Pajak menginterpretasikan bahwa teknologi yang baru ini dapat menyita waktu dalam mempelajarinya atau bahkan sulit untuk dipahami sehingga Wajib Pajak enggan untuk menggunakan efilling.
41
2.1.20.4 Persepsi Keamanan dan Kerahasian (Security and Privacy) Suatu sistem informasi dapat dikatakan baik jika keamanan sistem tersebut dapat diandalkan. Keamanan sistem ini dapat dilihat melalui data pengguna yang aman disimpan oleh suatu sistem informasi. Data pengguna ini harus terjaga kerahasiaannya dengan cara data disimpan oleh sistem sehingga pihak lain tidak dapat mengakses data pengguna secara bebas (Dewi, 2009). Dalam sistem e-filling ini aspek keamanan juga dapat dilihat dari tersedianya username dan password bagi Wajib Pajak yang telah mendaftarkan diri untuk dapat melakukan pelaporan Surat pemberitahuan (SPT) secara online. Digital certificate juga dapat digunakan sebagai proteksi data Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bentuk encryption (pengacakan) sehingga hanya dapat dibaca oleh sistem tertentu.
2.1.20.5 Persepsi Kesiapan Teknologi Informasi Wajib Pajak (Readiness Technology Taxpayers Information) Kesiapan teknologi pada dasarnya dipengaruhi oleh individu itu sendiri, apakah dari dalam diri individu siap menerima teknologi khususnya dalam hal ini efilling. Jika Wajib Pajak bisa menerima sebuah teknologi baru maka Wajib Pajak tersebut tidak ragu-ragu untuk melaporkan pajaknya menggunakan e-filling. Kesiapan teknologi informasi juga mempengaruhi kemajuan pola pikir individu, artinya semakin individu siap menerima teknologi yang baru berarti semakin maju pemikiran individu tersebut yaitu bisa beradaptasi dengan teknologi yang semakin lama semakin berkembang ini (Desmayanti, 2012).
42
2.1.20.6 Persepsi Intensitas Perilaku dalam Penggunaan E-Filing (Behavioral Intensity for The E-Filing Usage) Intensitas perilaku merupakan kelanjutan dari minat (intention) dimana minat adalah keinginan untuk melakukan perilaku. Jadi, intensitas adalah perilaku individu dalam melakukan suatu hal secara terus-menerus. Menurut Theory Planned of Behavior (TPB) intensitas perilaku termasuk tahapan behavior. Tindakan atau perilaku yang dimaksud disini yaitu intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling. Manfaat penggunaan e-filling adalah agar Wajib Pajak memperoleh kemudahan dalam memenuhi kewajibannya, sehinggga pemenuhan kewajiban perpajakan dapat lebih mudah dilaksanakan dan tujuan untuk menciptakan administrasi perpajakan yang lebih tertib dan transparan dapat dicapai, sehingga dengan begitu banyak Wajib Pajak yang sudah menggunakannya berkeinginan untuk menggunakannya kembali pada saat pelaporan pajaknya di masa depan atau secara intensitas (Gowinda, 2010).
2.1.21 Pengertian Drop Box Berdasarkan Surat Edaran Nomor 43/PJ/2014 menyatakan pengertian drop box, adalah tempat lain yang dapat digunakan untuk menerima Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Drop box ini sesuai namanya, berbentuk kotak berukuran cukup besar dengan logo DJP dan lubang seperti celengan tempat memasukkan SPT Tahunan. Drop box ini ditempatkan pada tempat yang memang strategis, seperti pusat-pusat perbelanjaan dan pusat-pusat keramaian di mana saja yang nantinya akan
43
disediakan drop box maupun ditaruh di kantor-kantor pajak. Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan lewat drop box adalah SPT Tahunan PPh Badan (1771&1771S), SPT Tahunan Orang Pribadi (1770, 1770S dan 1770SS) dan SPT Tahunan Pembetulan (Doly, 2014). Dalam proses drop box, ada petugas khusus yang mendatangi pusat-pusat perbelanjaan atau tempat-tempat strategis lainnya dengan membawa kotak khusus untuk menerima SPT Tahunan. SPT yang diserahkan melalui drop box tidak diteliti petugas (petugas tidak melakukan penelitian SPT), melainkan SPT tersebut langsung diterima. Apabila Wajib Pajak telah menyerahkan SPT Tahunannya, petugas akan memberikan tanda terima. Tanda terima ini terdiri dari tiga bagian, satu diberikan kepada Wajib Pajak , satu untuk ditempel di amplop atau langsung dijadikan satu dengan SPT (apabila SPT tidak menggunakan amplop), dan satu untuk diarsipkan (Primamora,2010:5).
2.1.22 Tujuan Layanan Drop Box Adanya layanan Drop Box ini, bertujuan untuk melanjutkan inovasi pelayanan perpajakan. Drop Box merupakan terobosan baru Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat dalam membayar pajak (Santoso:2011). Tujuan utama dari drop box adalah memudahkan dan memberi kenyamanan Wajib Pajak dalam penyampaian SPT Tahunan. Kemudahan itu berupa penyampaian SPT Tahunan yang sangat mudah dan cepat, karena SPT yang disampaikan tidak diteliti kelengkapannya terlebih dahulu melainkan langsung diterima dan diberi tanda
44
terima. Tentunya hal tersebut membuat Wajib Pajak tidak perlu meluangkan banyak waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan, misalnya karena adanya penelitian kelengkapan dan antrean yang panjang. Kemudahan lain yang didapat Wajib Pajak dengan adanya drop box yaitu Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dimana pun dia berada tanpa memperhatikan KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Sementara itu, untuk kenyamanan yang diberikan dengan adanya drop box, yaitu Wajib Pajak tidak perlu lagi mengalami antrean yang panjang dalam penyampaian
SPT. Selain itu, dengan
penempatan drop box yang strategis menambah kenyamanan lainnya bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Dengan diberikannya kemudahan dan kenyamanan tersebut maka diharapkan kepatuhan Wajib Pajak dalam penyampaian SPT Tahunan akan meningkat yang tentunya juga akan meningkatkan penerimaan pajak (Dimas dkk, 2014).
2.1.22 Tata Cara Penggunaan Drop Box Cara menyampaikan SPT melalui drop box adalah formulir SPT diisi dengan jelas, benar dan lengkap. Bagi yang SPT kurang bayar harus melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP) tanda pembayaran. Lalu berkas-berkas tersebut dimasukkan ke dalam amplop folio tertutup. Di amplop tersebut ditulis nama Wajib Pajak, NPWP, tahun pajak, status SPT (nihil/kurang bayar/lebih bayar), dan cantumkan nomor telepon yang bisa dihubungi (Primamora, 2010:5).
45
Apabila setelah disampaikan ke KPP terkait dari drop box itu ada ditemukan SPT yang tida lengkap maka akan disampaikan surat permintaan kelengkapan SPT Tahunan yang harus dilengkapi dalam jangka waktu 30 hari. Jika wajib pajak melengkapi berkasnya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan itu, maka SPT dianggap diterima pada tanggal disampaikan di drop box. Namun jika tidak segera dilengkapi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka dianggap belum menyampaikan SPT (www.pajak.go.id). Berdasarkan penjelasan mengenai layanan drop box di atas, maka yang menjadi indikator untuk layanan drop box berdasarkan Surat Edaran Nomor 43/PJ/2014 adalah: a. Tempat penyampaian SPT b. Penempatan yang strategis c. Petugas Khusus Pajak d. Tanda terima penyampaian SPT e. Memudahkan Wajib Pajak f. Memberi kenyamanan pada Wajib Pajak
2.1.23 Pengertian Kepatuhan Pajak Pengertian kepatuhan pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:138), menyatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Kepatuhan Wajib Pajak dikemukakan oleh Norman D. Nowak dalam
46
Siti Kurnia Rahayu (2010 : 138) menjelaskan bahwa sebagai suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan b. mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya.
2.1.25 Jenis-Jenis Kepatuhan Menurut Mardiasmo (2011:5) terdapat dua macam kepatuhan, yaitu: a. kepatuhan formal Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam UndangUndang Perpajakan. Misalnya ketentuan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT). b. kepatuhan material Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara substantive memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat melalui kepatuhan formal.
47
2.1.26 Kriteria Wajib Pajak Patuh Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235/KMK.03/2003 jo Keputusan Dirjen Pajak Nomor 550 tahun 2000, Wajib Pajak dimasukkan dalam kategori wajib pajak patuh apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir; c. dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%; wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir di audit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian,
atau
pendapat
dengan
pengecualian
sepanjang
tidak
mempengaruhi laba rugi fiskal”. Predikat Wajib Pajak patuh dalam arti disiplin dan taat, tidak sama dengan Wajib Pajak yang berpredikat pembayar pajak dalam jumlah besar, tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan jumlah nominal setoran pajak yang dibayarkan pada kas negara. Karena pembayar pajak terbesar sekalipun belum tentu memenuhi
48
kriteria sebagai Wajib Pajak patuh, meskipun memberikan kontribusi besar pada negara jika masih memiliki tunggakan maupun keterlambatan penyetoran pajak maka tidak dapat diberi predikat Wajib Pajak patuh (Rahmi, 2015).
2.1.27 Wajib Pajak Patuh Penetapan Wajib Pajak Patuh dilakukan oleh Kepala Kantor Direktorat Jenderal Pajak setelah menerima daftar nominative Wajib Pajak Patuh dari Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 Januari dan mengirimkan penetapan Wajib Pajak patuh kepada : a. Kepala KPP tempat Wajib Pajak domisili terdaftar; b. Kepala KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar; c. Kepala Kantor Wilayah atasan KPP tempat Wajib Pajak lokasi terdaftar. Penetapan Wajib Pajak patuh tersebut berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun kalender.
2.1.28 Pencabutan Wajib Pajak Patuh Surat Penetapan Wajib Pajak patuh dicabut oleh Kepala Wilayah setelah mempertimbangkan usulan Kepala Kantor Pelayanan Pajak dalam hal memenuhi kriteria pembetulan, yaitu : a. Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindak penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; b. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa lebih dari 3 (tiga) Masa
49
Pajak untuk semua jenis pajak; c. Dalam hal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak, terdapat penyampaian SPT Masa yang lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa berlaku berikutnya; d. Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT Masa untuk 2 (dua) Masa Pajak atau lebih berturut-turut untuk semua jenis pajak; atau e. Dalam suatu Masa Pajak, ternyata tidak memenuhi kriteria tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka watu 10 (sepuluh) tahun terakhir sejak Masa Pajak yang bersangkutan.
2.2 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dapat menjadi bahan perbandingan untuk penulis dalam melakukan penelitian ini, diantaranya: a. Ayu Ika Novarina S.H (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Implementasi
Electronic
Filing
System
(E-Filing)
dalam
Praktik
Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) di Indonesia” Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan e-filing terbukti cepat, akurat, efisien, dan efektif karena Wajib Pajak dapat langsung menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara on-line tanpa harus ke Kantor Pelayanan Pajak dan akan menerima konfirmasi laporan yang telah disampaikan, langsung pada saat laporan tersebut diterima (realtime).
50
b. Tresno, Indra Pahala, Selvy Ayu Rizky (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Persepsi Penerapan Sistem E-Filing Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan Perilaku Wajib Pajak sebagai Variabel Intervening dan Biaya Kepatuhan sebagai Variabel Moderasi”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat mengintervensi hubungan persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak, dan biaya kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak. c. Esy Desmayanti (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Fasilitas E-Filling Oleh Wajib Pajak Sebagai Sarana Penyampaian SPT Masa Secara Online Dan Realtime”. Hasil penelitiannya tersebut menunjukan bahwa persepsi kegunaan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, persepsi kemudahan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, kerumitan berpengaruh signifikan negatif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, keamanan dan kerahasiaan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam
51
penggunaan efilling, kesiapan teknologi informasi wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling. d. Risal C.Y Laihad (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Perilaku Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-Filing Wajib Pajak di Kota Manado”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa persepsi kegunaan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filing dan persepsi kemudahan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan e-filing, tetapi sikap terhadap perilaku tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penggunaan e-filing. e. Ricky Alfiando Wowor, Jenny Morasa, Inggriani Elim (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Wajib Pajak Untuk Menggunakan E-Filing”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa persepsi pengalaman, persepsi keamanan dan kerahasiaan, dan persepsi kecepatan secara bersama berpengaruh terhadap perilaku penggunaan e-filling pada Wajib Pajak badan di Kota Manado. f. Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil Handayani, Muhammad Saifi (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Layanan Drop Box Dan EFiling Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan”. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai kontribusi terhadap kepatuhan
52
penyampaian SPT Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No 1
Peneliti/Tahun Judul Ayu Ika Novarina Impelentasi S.H/ 2005 Electronic Filing System (E-Filing) dalam Praktik Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) di Indonesia Tresno, Indra Pengaruh Persepsi Pahala Selvy Ayu Penerapan Sistem ERizky/ 2012 Filing terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan Perilaku Wajib Pajak sebagai Variabel Intervening dan Biaya Kepatuhan sebagai Variabel Moderasi
Hasil penerapan e-filing terbukti cepat, akurat, efisien, dan efektif karena Wajib Pajak dapat langsung menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) secara on-line tanpa harus ke Kantor Pelayanan Pajak dan akan menerima konfirmasi laporan yang telah disampaikan, langsung pada saat laporan tersebut diterima (realtime). persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat mengintervensi hubungan persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak, dan biaya kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak.
3
Esy Desmayanti Faktor-Faktor yang (2012) Mempengaruhi Penggunaan Fasilitas E-Filling Oleh Wajib Pajak Sebagai Sarana Penyampaian SPT Masa Secara Online Dan Realtime
persepsi kegunaan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, persepsi kemudahan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, kerumitan berpengaruh signifikan negatif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling, keamanan dan kerahasiaan berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan efilling, kesiapan teknologi informasi wajib pajak berpengaruh signifikan positif terhadap intensitas perilaku dalam penggunaan e-filling.
4
Risal C.Y Laihad/ Pengaruh Perilaku 2013 Wajib Pajak terhadap Penggunaan E-Filing Wajib Pajak di Kota Manado
persepsi kegunaan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan E-Filing dan persepsi kemudahan secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan E-filing, tetapi sikap terhadap perilaku tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
2
53
No
Peneliti/Tahun
Judul
5
Ricky Alfiando Wowor, Jenny Morasa, Inggriani Elim/ 2014
6
Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil Handayani, Muhammad Saifi (2014)
Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Perilaku Wajib Pajak untuk Menggunakan E-Filing Pengaruh Layanan Drop Box Dan EFiling Terhadap Tingkat Kepatuhan Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
Hasil penggunaan E-Filing. persepsi pengalaman, persepsi keamanan dan kerahasiaan, dan persepsi kecepatan secara bersama berpengaruh terhadap perilaku penggunaan e-Filling pada wajib pajak badan di Kota Manado. variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai kontribusi terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.
54
2.3 Kerangka Pemikiran Globalisaisi yang terjadi memberikan pengaruh terhadap berbagai macam aspek. Salah satunya terjadi globalisasi terhadap teknologi informasi terutama internet yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Kemajuan teknologi modern khususnya bidang elektronika, membawa kemudahan dalam melaksanakan tugas-tugas kearsipan. Salah satu pengaruh kemajuan teknologi terhadap bidang kearsipan yaitu dengan adanya inovasi baru pada proses pengarsipan yaitu arsip elektronik. Kelebihan utama arsip elektronik tentu saja lebih praktis dan memiliki tingkat risiko lebih kecil (Laihad, 2013). Perkembangan teknologi informasi digunakan oleh pemerintah guna meningkatkan layanan pemerintahan, hal ini dikenal dengan istilah Electronic Government. Menurut Andri Parwito (2009), Electronic Government atau yang lebih dikenal sebagai e-Gov merupakan adopsi dari peranan teknologi informasi yang digunakan oleh pemerintah supaya efektivitas dan efisiensi dalam rangka melaksanakan fungsi public service kepada warga negara. Begitupun dengan apa yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak pada tahun 1983. Pada saat itu merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Dirjen Pajak dalam melakukan reformasi perpajakan, dengan melakukan modernisasi perpajakan yang memanfaatkan perkembangan dari electronic government yang kemudian lebih dikenal dengan e-system.
55
Tujuan diterapkannya e-system pada saat itu adalah untuk meningkatkan pelayanan publik yang dalam hal ini berkaitan dengan perpajakan. Selain itu, diharapkan akan meningkatkan pula tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak yang kemudian akan berimplikasi terhadap penerimaan negara terutama dari sektor pajak. Selain perancangan e-system, Dirjen Pajak melakukan terobosan lainnya dengan membuat layanan drop box. Drop box merupakan terobosan baru Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat dalam membayar pajak (Santoso,2011). Drop box pajak dapat mempermudah masyarakat untuk memperoleh informasi mengenai kewajiban perpajakan serta memudahkan dalam penyampaian SPT Tahunan. Dimas, Siti Ragil, Saifi (2014) menyatakan bahwa dengan adanya layanan drop box, maka akan memberikan kemudahan berupa penyampaian SPT Tahunan yang sangat mudah dan cepat, karena SPT yang disampaikan tidak diteliti kelengkapannya terlebih dahulu melainkan langsung diterima dan diberi tanda terima. Tentunya hal tersebut membuat wajib pajak tidak perlu meluangkan banyak waktu dalam menyampaikan SPT Tahunan, misalnya karena adanya penelitian kelengkapan dan antrean yang panjang. Kemudahan lain yang didapat Wajib Pajak dengan adanya drop box yaitu Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dimana pun dia berada tanpa memperhatikan KPP tempat wajib pajak terdaftar. Kepatuhan perpajakan merupakaan ketaatan, tunduk dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela merupakan tulang punggung sistem self assessment, dimana Wajib
56
Pajak bertanggungjawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut (Tresno, Indra, Selvy: 2012). Menurut Norman D. Nowak (dalam Zain, 2007) kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengertian yaitu: “suatu iklim kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi di mana: a. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami semua ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan b. mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas c. menghitung jumlah pajak yang terutang dengan benar d. membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Berbagai macam fasilitas pelayanan yang berbasis e-system dirancang oleh Dirjen Pajak sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan publik dan juga memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melakukan administrasi perpajakannya, diantaranya yaitu: a. e-Registration b. e-Filling c. e-Payment d. e-Conseling e. e-SPT
57
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak terbaru yaitu PER-29/PJ/2014 Pasal 1 Ayat 7 menyebutkan bahwa e-filing adalah suatu cara penyampaian SPT Elektronik yang dilakukan secara on-line yang realtime melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. E-filing merupakan salah satu hal yang penting dan memajukan e-government pelayanan di negara ini, hal ini dapat mempermudah Wajib Pajak dalam menghitung dan membayar pajak mereka (Anna dkk, 2012). Penerapan e-filing sebagai suatu langkah dalam modernisasi sistem perpajakan di Indonesia diharapkan mampu memberikan layanan prima terhadap publik sehingga dapat meningkatkan kepuasan Wajib Pajak. Wajib Pajak yang puas akan dapat merubah perilakunya dalam membayar pajak, akhirnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak juga dapat berubah. E-filing menawarkan kemudahan dari segi waktu dan mengurangi kesalahan dalam perhitungan pembebanan pajak. Kemudian e-filing menawarkan banyak keuntungan pada penyedia pelayanan atau otoritas pajak (Anna dkk, 2012). Dengan adanya sistem pelayanan seperti ini, diharapkan Wajib Pajak tidak perlu datang hingga mengantri di Kantor Pelayanan Pajak untuk menyampaikan SPT nya karena Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT nya sendiri dimana pun mereka berada secara online, kapanpun tidak terbatas oleh waktu dan hari, lebih mudah dan tentunya lebih murah. Tresno, Indra, dan Selvy (2012) menemukan bahwa persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak,
58
persepsi subjek pajak pada e-filing memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku subjek pajak, perilaku subjek pajak memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan pajak, perilaku subjek pajak tidak dapat mengintervensi hubungan persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak, dan biaya kepatuhan tidak dapat hubungan moderat persepsi subjek pajak pada e-filing terhadap kepatuhan pajak. Dimas Andri Dwi Nugroho, Siti Ragil Handayani, Muhammad Saifi (2014) menemukan bahwa variabel drop box dan e-filing berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Dari hasil analisis secara parsial diketahui bahwa variabel e-filing mempunyai kontribusi terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh. Variabel e-filing merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kepatuhan penyampaian SPT Tahunan PPh.
59
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran yang dapat digambarkan adalah sebagai berikut:
Perkembangan Teknologi Informasi
e - Government Reformasi Perpajakan Modernisasi Administrasi Perpajakan
e - System
Layanan drop box
e -Filling
Mempermudah dalam Menyampaikan SPT
Pengaruhnya terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak dalam Menyampaikan SPT Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
60
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah:
Penerapan E-Filing Tingkat Kepatuhan
(X1)
Wajib Pajak Layanan
(Y)
Drop Box (X2)
Gambar 2.2 Model Hipotesis
Secara parsial: H01:
Penerapan E-Filing tidak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan
Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.
Hα1:
Penerapan E-Filing berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Pajak dalam menyampaikan SPT.
61
H02: Layanan Drop box tidak berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib
Pajak dalam menyampaikan SPT.
Hα2: Layanan Drop box berpengaruh positif terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.
Secara simultan: H0:
Penerapan E-Filing dan layanan Drop box tidak berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.
H1:
Penerapan E-Filing dan layanan Drop box berpengaruh terhadap tingkat
kepatuhan Wajib Pajak dalam menyampaikan SPT.