BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pendahuluan Longsor merupakan kejadian alam yang umum terjadi di Indonesia ketika
memasuki musim penghujan. Faktor longsor tersebut bukan dikarenakan cuaca saja tetapi juga karena faktor ulah manusia seperti penggalian, hilangnya vegetasi akibat penebangan hutan, perubahan penggunaan lahan dan lain lain. Kelongsoran ini dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak, dan dengan maupun tanpa dorongan yang terlihat secara nyata.Untuk mengatasi kelongsoran inilah maka dibuat dinding penahan tanah yang berupa turap. Turap sendiri biasanya digunakan untuk struktur – struktur tepi laut dan juga di pakai untuk melindungi pengikisan pantai, membantu menstabilkan lereng dan tanah dan galian lainnya. Karena struktur ini digunakan sebagai dinding penahan, maka dinding penahan ini harus direncanakan sebaik mungkin. Selain itu, dinding turap juga tidak cocok digunakan pada tanah yang mengandung banyak batuan karena menyulitkan perancangan. Untuk merencanakan dan menganalisis struktur tersebut maka digunakanlah sebuah metode finite element yaitu PLAXIS. Sebelum melangkah jauh ke dalam metode ini, maka kita harus mempelajari tentang stabilitas lereng , turap, jenis – jenis turap serta metoda yang di pakai untuk menganalisa tanah.
II-1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.2
Teori Kelongsoran Kelongsoran adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan
dengan arah miring dari kedudukan semula sehingga terpisah dari massa yang mantap karena pengaruh gravitasi dan rembesan ( seapage ). 2.2.1
Penyebab Gerakan Tanah dan Longsoran Penyebab gerakan tanah dan longsoran terdiri dari suatu seri kejadian
yang dapat berasal dari alam maupun manusia. Dalam banyak kasus, penyebab tersebut sering tidak dapat dihindarkan. Penyebab paling umum adalah unsur geologi, topografi, dan iklim. Jarang sekali penyebab gerakan ini bersifat tunggal, tetapi pada umumnya kombinasi dari beberapa faktor. Penyebab gerakan tanah dan longsoran ini harus lebih dahulu dimengerti sebelum suatu tindakan pencegahan atau tindakan remedial dilakukan. Longsoran umumnya terjadi jika tanah sudah tidak mampu lagi menahan berat lapisan tanah di atasnya karena ada penambahan beban pada permukaan lereng sehingga daya ikat antara butiran tanah menjadi berkurang dan mengakibatkan menurunnya kuat geser tanah dan peningkatan tegangan geser tanah. Meskipun penyebab utama kejadian ini adalah gravitasi
yang
mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada pula faktor-faktor lain yang mempengaruhinya yaitu : Curah hujan Air hujan yang masuk ke dalam tanah periode yang relatif lama, membuat tanah menjadi jenuh (saturated) dan mengakibatkan longsor. Erosi
II-2
BAB II Tinjauan Pustaka
Air dan angin yang secara terus menerus mengikis lereng menyebabkan perubahan geometri lereng, sehingga akhirnya tanah tersebut longsor. Gempa Gempa menimbulkan gaya dinamik khususnya gaya tegangan geser yang akan mengurangi kekuatan dan kekakuan lapisan tanah. Beban luar Beban luar yang berlebihan pada lereng mendorong lereng untuk mengalami pergerakan dan mengakibatkan longsoran. Penurunan muka air secara tiba – tiba Sebagai contoh dari penurunan muka air secara tiba – tiba adalah penurunan muka air tanah di sisi depan waduk yang menyebabkan tekanan air tanah dibelakang waduk akan meningkat karena tekanan air pori tidak terdisipasi, sehingga mengakibatkan terjadi kenaikan tegangan lateral dibelakang waduk yang pada akhirnya menjadi gaya pendorong kelongsoran pada tubuh waduk. Aktivitas konstruksi Kegiatan konstruksi di sekitar kaki lereng sering menyebabkan terjadinya longsoran karena hilangnya perlawanan gaya kesamping. Aktifitas konstruksi dibagi menjadi 2 macam, yaitu: 1. Galian lereng , ketika galian terjadi tegangan total akan menghilang dan menghasilkan tekanan pori-pori air negatif dalam tanah. Seiring dengan waktu, tekanan pori-pori negatif akan menghilang karena berkurangnya tekanan efektif dan juga sebagai akibat dari
II-3
BAB II Tinjauan Pustaka
menurunnya gaya geser dalam tanah. Pada saat gaya geser tanah menurun, kelongsoran rentan terjadi. 2. Timbunan lereng, biasanya berupa konstruksi tanggul. Tanah yang berada diatas timbunan selanjutnya disebut sebagai pondasi tanah. Jika pondasi tanah tersebut jenuh, maka tekanan pori-pori air positif akan diturunkan dari berat timbunan dan proses pemadatan. Tekanan efektif berkurang sebagai akibat berkurangnya gaya geser. Seiring dengan waktu, tekanan pori-pori positif akan menghilang dan tekanan efektif akan meningkat seiring dengan meningkatnya gaya geser dalam tanah. Kegagalan konstruksi biasanya terjadi selama ataupun sesudah konstruksi.
2.3
Stabilitas Lereng (Slope Stability) Analisa Kestabilan Lereng ditujukan untuk mendapatkan angka faktor
keamanan dari suatu bentuk lereng tertentu. Dengan diketahuinya faktor keamanan memudahkan pekerjaan pembentukan atau perkuatan lereng untuk memastikan apakah lereng yang telah dibentuk mempunyai risiko longsor atau cukup stabil. Dalam praktek, analisis stabilitas lereng didasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equilibrium). Adapun maksud analisis stabilitas adalah untuk menentukan faktor aman dari bidang lonsor yang potensial. Dalam analisi stabilitas lereng, berlaku asumsi-asumsi sebagai berikut : a) Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat di anggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
II-4
BAB II Tinjauan Pustaka
b) Massa tanah yang longsor di anggap berupa benda yang pasif. c) Tahanan geser dari massa tanah yang setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis d) Faktor aman didefinisikan dengan meperhatikan tegangan geser rata – rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata – rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik – titik tertentu pada bidang longsornya, padahal factor aman hasil hitungan lebih besar 1. Faktor aman didefnisikan sebagai nilai bidang antara gaya yang menahan dan gaya menggerakan, atau
F
Dimana :
d
(2.1)
= tahanan geser yang dapat dikerahkan oleh tanah d = tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat tanah yang akan longsor F = faktor yang aman
Menurut teori Mohr – Columnb, tahanan terhadap tegangan geser () yang dapat dikerahkan oleh tanah, disepanjang bidang longsornya, dapat dinyatakan oleh : = C + tg
(2.2)
Dimana : C = kohesi
II-5
BAB II Tinjauan Pustaka
= tegangan normal = sudut gesek dalam tanah Nilai – nilai C dan adalah parameter kuat geser tanah di sepanjang bidang longsornya. Dengan sara yang sama, dapat dituliskan persamaan tegangan geser yang terjadi (d) akibat beban tanah dan beban – beban lain pada bidangnya: d = Cd + tan d
(2.3)
Dengan Cd dan d adalah kohesi dan sudut gesek dalam yang terjadi atau yang dibutuhkan untuk keseimbangan pada bidang longsornya. Substitusi Persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1) diperoleh persamaan faktor aman,
(2.4)
Persamaan (4) dapat pula dituliskan dalam bentuk :
(2.5)
Untuk maksud memberikan faktor aman terhadap masing – masing komponen kuat geser, faktor dapat dinyatakan oleh :
F
C Cd
(2.6a)
(2.6b)
II-6
BAB II Tinjauan Pustaka
Dengan Fc adalah faktor aman pada komponen kohesi dan F adalah faktor aman pada komponen gesekan. Berikut ini adalah kisaran faktor keamanan gerak tanah, batasan faktor keamanan yang ditemukan oleh Ward (1976) adalah: F < 1,2
: Kerentanan tinggi, gerakan tanah sering terjadi
1,2 < F < 1,7 : Kerentanan menengah, gerakan tanah dapat terjadi 1,7 < F < 2,0 : Kerentanan rendah gerakan tanah jarang terjadi Umumnya faktor aman terhadap kuat geser tanah diambil lebih besar atau sama dengan 1,2. Sedangkan batasan-batasan faktor keamanan menurut Lazarte (2003) dapat di lihat di tabel 2.1 Tabel 2.1 Faktor keamanan minimum Minimum Factor of Safety Resisting Component Symbol Static Load Seismic Load Global Stability (Long-term condition)
FSG
1,5
1,1
Global Stability (1 st Excavation Lift)
FSG
1,2
NA
FSH
3
2,3
FSSL
1,5
1,1
Pullout Resistance
FSP
2
1,5
Nail Bar Tensile Strength
FST
1,8
1,35
Facing Flexure
FSFF
1,5
1,1
Facing Puncing Shear Failure
FSFP
1,5
1,1
Headed-stud Tensile Failure (A307 Bolt)
FSHT
2
1,5
(1)
Bearing Capacity Sliding Capacity
(1)
Sumber : (Lazarte, 2003)
2.3.1
Metoda Irisan (Metodh of Slice) Dengan metode irisan, massa tanah yang longsor dipecah – pecah
menjadi beberapa irisan vertical. Kemudian, keseimbangan dari tiap – tiap irisan diperhatikan. Gambar 2.1b memperlihatkan satu irisan dengan gaya – gaya yang bekerja padanya. Gaya – gaya ini terdiri dari gaya geser ( Xr dan X1 ) dan gaya normal efektif ( Er dan E1 ) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya II-7
BAB II Tinjauan Pustaka
geser efektif ( Ti ) dan resultan gaya normal efektif ( Ni ) yang bekerja di sepanjang dasar irisannya. Pada irisannya, tekanan air pori U1 dan Ur bekerja di kedua sisinya, dan tekanan air pori Ui bekerja pada dasarnya. Dianggap tekana air pori sudah diketahui sebelumnya.
Gambar 2.1 Gaya - gaya yang berkerja pada irisan
2.3.2
Metoda Fillinius Analisis stabilitas lereng cara Fillinius ( 1927 ) mengganggap gaya –
gaya yang bekerja pada sisi kanan – kiri dari sembarang irisan mempunyai resultan nol pada arah tegak lurus bidang longsornya. Dengan anggapan ini, keseimbangan arah vertical dari gaya – gaya yang bekerja dengan memperhatikan tekanan air pori adalah : Ni + Ui = Wi cos i Atau Ni = Wi cos i – Ui = Wi cos i – uiai
(2.7)
II-8
BAB II Tinjauan Pustaka
Faktor aman didefinisikan sebagai, F=
F
M M
r
d
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin , maka i n
Md RWi sin i
(2.8)
i 1
Dimana :
R
= jari – jari lingkaran bidang longsor
n
= jumlah irisan
Wi
= berat massa tanah irisan ke – i
i
= sudut yang didefinisikan pada Gambar 2.6a
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah yang akan longsor, i n
adalah :
Mr R (Cai Ni tan )
(2.9)
i 1
Karena itu, persamaan untuk faktor amannya menjadi, in
(Ca N tan ) i
F
i 1
in
i
Wi sin i
(2.10)
i 1
Gambar 2.2 Gaya Bidang Longsor Pada Tiap Pias Bidang Longsor
II-9
BAB II Tinjauan Pustaka
Bila terdapat air pada lerengnya, tekana air pori pada bidang longsor tidak berpengaruh pada Md , karena resultan gaya akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Substitusi persamaan (2.7) ke persamaan (2.8), diperoleh :
Dimana : F
(2.11)
= faktor aman C
= kohesi tanah
= sudut gesek dalam tanah
αi
= panjang bagian lingkaran pada irisan ke – i
Wi
= berat irisan tanah ke – i
ui
= tekanan air pori pada irisan ke – i
i
= sudut yang didefinisikan dalam Gambar 2.1
Jika terdapat gaya-gaya selain berat lereng sendiri, seperti beban bangunan di atas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md. Metode Fellinius memberikan faktor aman yang lebih rendah dari cara hitungan yang lebih teliti. Batas batas nilai kesalahan dapat mencapai kira-kira 5%-40% tergantung dari faktor aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besar tekanan air pori, walaupun analisis ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan masih merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari lingkarannya (Whitman dan Baily,1967). Cara ini telah banyak digunakan prakteknya karena cara hitungan yang sederhana dan kesalahan yang terjadi pada sisi yang aman.
II-10
BAB II Tinjauan Pustaka
2.3.3
Metode Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop method) Metode irisan yang disederhanakan diberikan oleh Bishop ( 1955 ).
Metode ini menganggap bahwa gaya – gaya yang bekerja pada sisi – sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal. Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan mamperhatikan faktor aman, adalah :
Dimana :
(2.12)
σ
= tegangan normal total pada bidang longsor
u
= tekanan air pori
Untuk irisan ke – i, nilai Ti = τ αi , yaitu nilai gaya geser yang berkembang pada bidang longsor untuk keseimbangan batas. Karena itu :
–
(2.13)
Kondisi keseimbangan momen terhadap pusat rotasi O antara berat massa tanah yang akan longsor dengan gaya geser total pada dasar bidang longsornya dapat dinyatakan oleh (Gambar 2.6)
W x T R i i
i
Dimana :
xi
(2.14)
= jarak Wi ke pusat rotasi O
Dari persamaan (2.12) dan (2.14), dapat diperoleh :
(2.15) II-11
BAB II Tinjauan Pustaka
Dari kondisi keseimbangan vertikal, jika X1=Xi dan Xr = Xi+1 : Ni cos i + Ti sin i = Wi + Xi – Xi+1
Ni
Wi Xi Xi 1 Ti sin i cos i
(2.16)
Dengan Ni’ = Ni – uiαi , substitusi Persamaan (2.13) ke Persamaan (2.16), dapat diperoleh persamaan :
(2.17)
Substitusi Persaman (2.17) ke Persamaan (2.15), diperoleh :
(2.18)
Untuk penyederhanaan dianggap Xi – Xi+1 = 0 dan dengan mengambil xi = R sin i
(2.19)
bi = ai cos i
(2.20)
substitusi Persamaan (2.19) dan (2.20) ke Persamaan (2.18), diperoleh persamaan faktor aman :
(2.21) Dimana :
F
= faktor aman
II-12
BAB II Tinjauan Pustaka
C’
= kohesi tanah efektif
’
= sudut gesek dalam tanah efektif
bi
= lebar irisan ke – i
Wi
= berat tanah irisan tanah ke – i
i
= sudut yang didefinisikan dalam gambar 2.6
ui
= tekanan air pori pada irisan ke – i
nilai banding tekanan pori ( pore pressure ratio ) didefinisikan sebagai :
ru =
ub u W h
dimana :
(2.22)
ru
= nilai banding tekanan pori
u
= tekan air pori
b
= lebar irisan
γ
= berat volume tanah
h
= tinggi irisan rata – rata
dari Persamaan (2.22), bentuk lain dari persaman faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop, adalah :
(2.23)
II-13
BAB II Tinjauan Pustaka
Persamaan faktor aman Bishop ini lebih sulit pemakainya dibandingkan dengan metode Fillinius. Lagi pula membutuhkan cara coba – coba ( trial and error ),karena nilai faktor aman F nampak di kedua sisi persamaannya. Akan tetapi, cara ini telah terbukti memberikan nilai faktor aman yang mendekati nilai faktor aman dari hitungan yang dilakukan dengan cara lain yang lebih teliti. Untuk mempermudah hitungan, Gambar 2.8 dapat digunakan untuk menentukan nilai fungsi Mi, dengan Mi = cos i ( 1 + tan i tan ’ / F )
(2.24)
Lokasi lingkaran longsor kritis dari metode bishop ( 1955 ), biasanya mendekati dengan hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun metode Fillinius lebih mudah, metode Bishop ( 1955 ) lebih disukai karena menghasilkan penyesaian yang lebih teliti.
Gambar 2.3 Diagram untuk menentukan Mi (Sumber : Janbu dkk., 1965) 2.4
Teori Tekanan Tanah Lateral Suatu struktur seperti dinding penahan tanah pasti menerima tekanan
lateral yang dapat dikelompokkan kedalam 3 keadaan yaitu keadaan aktif, II-14
BAB II Tinjauan Pustaka
keadaan diam dan keadaan pasif. Tekanan tanah diam adalah tekanan lateral yang ada dalam deposit tanah yang tidak disebabkan oleh adanya dorongan lateral. Tekanan lateral dalam keadaan pasif dan aktif adalah kondisi-kondisi yang terbatas dan merupakan keadaan keseimbangan plastis. Sebagian keseimbangan plastis terjadi apabila semua bagian dari massa tanah ada pada ambang keruntuhan. Keadaan tegangan aktif terjadi apabila deposit tanah bergerak sedemikian sehingga tanah cenderung meregang horizontal sebagai contoh, sebuah dinding penahan bergerak menjauhi tanah belakangnya. Keadaan tegangan tanah pasif terjadi apabila gerakan adalah sedemikian sehingga tanah cenderung memampat. Gerakan yang diperlukan untuk terjadinya keadaan pasif jauh lebih besar daripada untuk keadaan aktif. Besar dan distribusi tekanan lateral merupakan fungsi dari berbagai variabel kondisikondisi batas, termasuk gerakan struktur, jenis dan sifat-sifat bahan tanah belakang, gesekan pada peralihan tanah dan struktur, adanya air tanah, metode penimbunan material tanah belakang dan kondisi pondasi bagi struktur. Besarnya tekanan tanah dalam arah lateral ditentukan oleh: a. Besarnya koefisien tekanan tanah aktif, pasif dan keadaan diam b. Besarnya kohesi tanah c. Besarnya beban yang bekerja pada permukaan tanah timbunan Ada beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisis besarnya tekanan-tekanan tanah lateral tersebut. Antara lain teori Rankine (1857) dan teori Coulomb (1776). Beberapa anggapan dalam analisis tekanan tanah cara Rankine (1857), adalah:
II-15
BAB II Tinjauan Pustaka
1.
Tanah adalah bahan yang isotropis, homogen, dan tak berkohesi
2.
Permukaan bidang longsor bersudut 90° dengan horisontal (dasar dinding penahan tanah)
3.
Tanah yang longsor (yang berbentuk baji) merupakan satu kesatuan (rigid body).
4.
Sudut tanah timbunan dengan horisontal (β) sama dengan sudut tekanan tanah aktif dengan normalnya.
5.
Keruntuhan pada struktur penahan tanah dianggap sebagai masalah dua dimensi dengan memperhatikan panjang satuandari dinding penahan yang panjangnya tak terhingga.
Rankine (1857) meninjau tanah dalam keadaan keseimbangan plastis (Plastic Equilibrium) dengan dasar asumsi seperti pada Gambar 2.4
Gambar 2.4 Tekanan tanah lateral Gaya-gaya yang ditinjau dianggap melalui bidang vertikal dan sudut tanah isian dengan horizontal sama dengan sudut tekanan aktif dengan normalnya. Berdasarkan gambar didapatkan persamaan untuk tekanan tanah aktif dan pasif sebagai berikut : II-16
BAB II Tinjauan Pustaka
(2.25)
(2.26)
Apabila nilai β = 0, sehingga didapat cos β = 1, maka :
(2.27)
(2.28)
(2.29)
(2.30)
Keterangan : Pa = tekanan tanah aktif Pp = tekanan tanah pasif Ka = koefisien tekanan tanah aktif Kp = koefisien tekanan tanah pasif H = tinggi dinding penahan γ = berat isi tanah = sudut geser dalam tanah
II-17
BAB II Tinjauan Pustaka
2.5
Turap (Sheet Pile) Turap adalah dinding vertikal relatif tipis yang berfungsi kecuali untuk
menahan tanah juga berfungsi untuk menahan masuknya air ke dalam lubang galian. (Hary Christady Hardiyatmo, 2008) 2.5.1
Jenis Turap Jenis turap dibedakan menurut bahan yang digunakan. Bahan turap
tersebut bermacam – macam, contohnya : kayu, beton bertulang, baja dan sebagainya.
Gambar 2.5 Contoh dinding turap: (a) turap di air, (b) braced cut
1.
Turap Kayu Tiang turap kayu digunakan hanya untuk konstruksi ringan yang
bersifat sementara yang berada di atas permukaan air. Tiang turap yang biasa digunakan adalah papan kayu atau beberapa papan yang digabung (wakefield piles). Turap jenis ini tidak cocok di gunakan pada tanah berkerikil, karena turap cenderung pecah bila di pancang. Bila turap
II-18
BAB II Tinjauan Pustaka
digunakan untuk bangunan permanen yang berada di atas permukaan air, maka perlu diberikan lapisan pelindung agar tidak mudah lapuk. Penggunaan media kayu untuk di gunakan sebagai dinding turap mempunyai keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah bahan baku yang mudah di cari. Sedangkan kerugiannya adalah masa pakai dari material relatif pendek serta di perlukan teknik pengawetan
Gambar 2.6 Turap Kayu
2.
Turap Beton Turap beton adalah turap yang paling sering digunakan karena turap beton dapat dipakai untuk konstruksi yang besar maupun yang kecil. Turap beton biasanya dibuat di pabrik (prefabricated), sehingga kekuatannya dapat dikontrol dengan baik. Keuntungan turap beton adalah bisa di buat di tempat sehingga waktu pelaksanaan lebih cepat dan juga lebih murah daripada turap baja. Sedangkan kerugiannya adalah sulitnya pelaksanaan di lapangan karena sering terjadi kebocoran-kebocoran. Turap beton dibagi menjadi 2 tipe , yaitu : II-19
BAB II Tinjauan Pustaka
a. Tipe Flat Kapasitas momen lebih kecil dari corrugated ada 2 macam tipe flat: i. Beton prestress ii. Beton bertulang biasa b. Tipe Corrugated Kapasitas momen lebih besar dari tipe flat
Gambar 2.7 Turap Beton 3.
Turap Baja Turap baja sangat umum digunakan karena lebih menguntungkan dan mudah penggunaannya. Tiang turap baja sangat baik digunakan karena daya tahannya terhadap tegangan yang tinggi selama penyorongan ke dalam tanah yang keras. Tiang ini juga relatif ringan dan dapat digunakan kembali (penggunaan yang berulang-ulang). Oleh karena itu turap baja sering dipakai untuk pemakaian sementara. Keuntungan turap baja adalah :
II-20
BAB II Tinjauan Pustaka
Turap baja mampu menahan gaya-gaya benturan pada saat pemancangan. Bahan turap relatif tidak begitu berat. Turap dapat digunakan berulang-ulang. Turap baja mempunyai keawetan yang tinggi. Penyambungan mudah bila kedalaman turap besar. Kerugian turap baja : Bersifat korosi. Harga relatif mahal.
Gambar 2.8 Turap Baja 2.5.2
Tipe-tipe Dinding Turap Terdapat 4 tipe dinding turap, yaitu : Dinding turap kantilever. Dinding turap di angker. Dinding turap dengan landasan / panggung (platform) yang didukung tiang-tiang. Bendungan elak seluler (cellular cofferdam).
II-21
BAB II Tinjauan Pustaka
1.
Dinding Turap Kantilever Dinding turap cantilever biasanya direkomendasikan untuk dinding
dengan ketinggian sedang, berkisar 6 m atau kurang di atas garis galian. Pada dinding ini, turap berprilaku seperti sebuah balok lebar cantilever di atas garis galian. Prinsip dasar untuk menghitung distribusi tekanan tanah lateral tiang turap cantilever dapat dijelaskan dengan bantuan Gambar 2.14, yang menunjukkan prilaku leleh dinding cantilever yang tertanam pada lapisan pasir di bawah garis galian. Dinding berputar pada titik O. Oleh karena adanya tekanan hidrostatik pada masing-masing sisi dinding, maka tekanan ini akan saling menghilangkan, dengan demikian yang diperhitungkan hanya tekanan tanah lateral efektif saja. Pada Zona A, tekanan lateral hanyalah tekanan tanah aktif saja yang berasal dari tanah sebelah di atas garis galian. Sementara pada Zona B, oleh karena pelenturan dinding di daerah ini, maka bekerja tekanan tanah lateral aktif dari bagian tanah sebelah atas garis galian dan tekanan tanah pasif di bawah garis galian di sebelah air. Kondisi pada Zona B ini akan berkebalikan dengan Zona C, yaitu di bawah titik rotasi O. Distribusi tekanan tanah bersih ditunjukkan pada Gambar 2.9(b), namun untuk penyederhanaan biasanya Gambar 2.9(c) akan digunakan dalam perencanaan.
II-22
BAB II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.9 Tiang turap kantilever tertanam pada pasir Pada bagian berikut akan diberikan sejumlah formula matematis untuk analisis dinding turap cantilever. Namun perlu diperhatikan bahwa analisis ini berlaku untuk konstruksi yang sebelahnya menghadap air. Dan permukaan air biasanya akan berfluktuasi sebagai akibat pasang surut, oleh karena itu harus hati-hati dalam menentukan pengaruh air pada diagram tekanan bersih. a.
Turap Kantilever Pada Pasir Untuk mengembangkan hubungan untuk kedalaman penanaman
tiang turap yang dibutuhkan di dalam tanah granular perhatikanlah Gambar 2.10(a). Tanah yang akan ditahan oleh dinding turap, berada di atas garis galian, adalah juga tanah granular. Permukaan air tanah berada pada kedalaman L1 dari puncak tiang. Ambillah sudut gesek pasir sebagai φ. Intensitas tekanan aktif pada kedalaman z = L1 dapat dinyatakan sebagai, p1 = γL1Ka
(2.30)
II-23
BAB II Tinjauan Pustaka
dimana, Ka = koefisien tekanan aktif Rankine = tan2(45 − φ/2) γ = berat isi tanah di atas muka air
Gambar 2.10 Tiang turap kantilever tertanam pada pasir: (a) variasi diagram tekanan bersih (b) variasi momen Dengan cara yang sama, tekanan aktif pada kedalaman z = L1 + L2 (yaitu pada kedalaman muka galian) adalah sama dengan p2 = (γL1 + γ’L2)Ka
(2.31)
dimana γ’ =berat isi tanah efektif = γsat − γw Perlu dicatat bahwa pada kedalaman garis galian, tekanan hidrostatik dari kedua arah dinding adalah sama dan oleh karena itu akan saling menghilangkan. Untuk menentukan tekanan tanah bersih di bawah garis galian hingga pada titik rotasi O, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10(a) sebelumnya, haruslah dipertimbangkan bahwa tekanan pasif bekerja dari sebelah kiri (sebelah air) ke arah sebelah kanan (sebelah tanah) dan juga II-24
BAB II Tinjauan Pustaka
tekanan aktif bekerja dari sebelah kanan ke sebelah kiri dinding.Untuk kasus-kasus ini, pengabaian tekanan hidrostatik untuk kedua sisi dinding,tekanan aktif pada kedalaman z dapat diberikan sebagai, pa = [γL1 + γ’L2 + γ’ (z − L1 − L2)]Ka
(2.32)
Juga, tekanan pasif pada kedalaman z adalah sama dengan pp = γ’ (z − L1 − L2)Kp
(2.33)
dimana, Kp = koefisien tekanan passif Rankine = tan2(45 + φ/2). Maka dengan mengombinasikan Pers. (2.32) dan (2.33), tekanan lateral bersih dapat ditentukan sebagai p = pa − pp = (γL1 + γ’ L2)Ka – γ’(z − L1 − L2)(Kp − Ka) = p2 – γ’(z − L)(Kp − Ka)
(2.34)
dimana L = L1 + L2. Tekanan bersih p menjadi sama dengan nol pada kedalaman L3 di bawah garis galian; atau p2 – γ’(z − L)(Kp − Ka) = 0 atau (z − L) = L3 =
(2.35)
Dari persamaan sebelumnya, kelihatan bahwa kemiringan (slope) garis distribusi tekanan bersih DEF adalah 1 vertikal dengan (Kp −Ka)γ’ horizontal. Sehingga di dalam diagram = p3 = L4(Kp − Ka)γ’
(2.36)
II-25
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada dasar tiang turap, tekanan pasif (pp) bekerja dari kanan ke kiri, dan tekanan aktif bekerja dari kiri ke kanan, sehingga pada z = L + D pp = (γL1 + γ’ L2 + γ’D)Kp
(2.37)
Pada kedalaman yang sama pa = γ’ DKa
(2.38)
Maka, tekanan lateral bersih pada dasar turap adalah sama dengan pp − pa = p4 = (γL1 + γ’L2)Kp + γ’D(Kp − Ka) = (γL1 + γ_L2)Kp + γ’L3(Kp − Ka) + γ’L4(Kp − Ka) = p5 + γ’L4(Kp − Ka)
(2.39)
dimana p5 = (γL1 + γ_L2)Kp + γ_L3(Kp − Ka)
(2.40)
D = L3 + L4
(2.41)
Untuk kestabilan turap, prinsip statika sekarang dapat digunakan, atau Σ gaya − gaya horizontal per satuan panjang dinding = 0 dan Σ momen per satuan panjang dinding pada titik B = 0 Jumlah dari seluruh gaya-gaya horizontal adalah, Luas ACDE pada diagram tekanan - luas EFHB + luas FHBG = 0 atau P–
p3 L4 + L5 (p3 + p4) = 0
(2.42)
dimana P = luas ACDE pada diagram tekanan. Penjumlahan momen ke titik B dari seluruh gaya-gaya menjadi, P(L4 + ) − ( L4 p3) (
) + L5(p3 + p4)(
)=0
(2.43)
II-26
BAB II Tinjauan Pustaka
Dari Pers. (2.42)
L5 =
(2.44)
Dengan mengombinasikan Pers. (2.35), (2.39), (2.43), dan (2.44) dan kemudian menyederhanakan mereka secara bersama-sama, maka akan diperoleh sebuah persamaan berpangkat 4 dalam L4. L44+ A1L43− A2L42− A3L4 − A4 = 0
(2.45)
dimana, A1 = p5γ’(Kp − Ka)
(2.46)
A2 =8pγ’(Kp − Ka)
(2.47)
’
A3 =
A4 =
’
’
(2.48)
(2.49)
b. Turap Kantilever Pada Lempung Dalam beberapa kasus, tiang turap cantilever harus disorongkan ke dalam lapisan lempung yang mempunyai kohesi taksalur (undrained cohesion), c (konsep φ = 0). Gambar 2.11 memperlihatkan sebuah dinding turap yang disorongkan ke dalam lempung dengan bahan isian di belakang turap adalah tanah granular yang terletak di atas garis galian. Misalkanlah permukaan air terletak pada kedalaman L1 dibawah puncak turap. Sebagaimana sebelumnya, dengan menggunakan Pers. (2.30) dan (2.31), intensitas tekanan tanah bersih p1 dan p2 dapat dihitung, sehingga
II-27
BAB II Tinjauan Pustaka
diagram untuk distribusi tekanan tanah di atas permukaan garis galian dapat digambarkan.
Gambar 2.11 Tiang turap cantilever tertanam pada lapisan lempung Sedangkan diagram untuk distribusi tekanan tanah bersih di bawah permukaan garis galian dapat ditentukan sebagai berikut. Pada kedalaman z yang lebih besar dari L1 + L2 dan di atas titik rotasi (titik O pada Gambar 2.9(a)), tekanan aktif (pa) dari kanan ke kiri dapat dinyatakan dengan, Pa = [γl1 + γ’l2 + γsat(z − L1 − L2)]Ka − 2c
(2.50)
Dimana Ka = koefisien tekanan tanah aktif Rankine; dengan φ = 0, besarannya akan menjadi nol. Dengan cara yang sama, tekanan pasif (pp) dari kiri ke kanan dapat diberikan sebagai, II-28
BAB II Tinjauan Pustaka
Pp = γsat(z − L1 − L2)Kp + 2c
(2.51)
Dimana Kp = koefisien tekanan tanah pasif Rankine; dengan φ = 0, besarannya akan menjadi nol. Maka, tekanan bersih menjadi P6 = pp − pa = [γsat(z − L1 − L2) + 2c]− [γL1 + γ’L2 + γsat(z − L1 − L2)] + 2c = 4c − (γL1 + γ’L2)
(2.52)
Pada dasar turap, tekanan pasif dari kanan ke kiri adalah, Pp = (γL1 + γ’L2 + γsatD) + 2c
(2.53)
Dengan cara yang sama, tekanan aktif dari kiri ke kanan adalah, Pa = γsatD − 2c
(2.54)
Maka tekanan bersih menjadi, P7 = pp − pa = 4c + (γL1 + γ’L2)
(2.55)
Untuk analisis kesetimbangan, ΣFH = 0 (yaitu luas diagram tekanan ACDE - luasefib + luas GIH = 0), atau P1 − [4c − (γL1 + γ’L2)D] + L4[4c − (γL1 + γ’L2) + 4c + (γL1 + γ’L2)] = 0 Dimana P1 = luas diagram tekanan ACDE. Dengan menyederhanakan persamaan sebelumnya maka diperoleh L4 =
γ
(2.56)
Sekarang ambillah momen di titik B, ΣMB = 0, atau P1(D + ) − [4c − (γ Dimana
+ γ’ )]
+ L4(8c)
=0
(2.57)
= jarak dari pusat tekanan pada diagram ACDE diukur dari
permukaan garis galian. II-29
BAB II Tinjauan Pustaka
Dengan mengombinasikan Pers. (2.56) dan (2.57) dapat diturunkan [4c − (
+
)] − 2DP1 −
(2.58)
Dengan menyelesaikan persamaan ini maka dapat diperoleh D, yaitu kedalaman penetrasi ke dalam lapisan lempung yang dibutuhkan oleh turap. 2.
Turap Berjangkar Ada dua metode dasar dalam membangun dinding turap berjangkar: (a)
metode free earth support (turap bersendi) dan (b) metode fixed earth support (turap terjepit).
II-30
BAB II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.12 Variasi defleksi dan momen pada turap berjangkar: (a) metode free earth support (b) metode fixed earth support
a.
Metode Free Earth Support Metode free earth support adalah metode dengan kedalaman penetrasi
minimum. Di bawah garis galian, tidak terdapat pivot untuk sistem statik, yaitu sebuah titik perubahan defleksi.
II-31
BAB II Tinjauan Pustaka
Metode Free Earth Support Pada Pasir
Gambar 2.13 Turap jangkar tertanam pada pasir Pada kedalaman z = L1, p1 = γL1Ka; dan pada z = L1 + L2, p2 = (γL1 + γ’L2)Ka. Di bawah garis galian, tekanan bersih akan sama dengan nol pada kedalaman z = (L1 + L2 + L3). L3 =
Pada kedalaman z = (L1 + L2 + L3 + L4), tekanan bersih dapat diberikan sebagai, = γ’ (Kp − Ka)L4
(2.59)
Perlu dicatat bahwa kemiringan garis DEF adalah 1 vertikal ke γ’(Kp−Ka) horizontal. Untuk kesetimbangan turap, Σ gaya-gaya horizontal = 0, dan Σ momen di titik O’ = 0. (Catatan: Titik O’ terletak pada batang penguat jangkar.) II-32
BAB II Tinjauan Pustaka
Dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah horizontal (per satuan panjang dinding), luas diagram tekanan ACDE − luas EBF − F = 0 dimana F = gaya tarik pada batang penguat per satuan panjang dinding turap, atau P − L4 − F = 0 atau F = P − [γ’(Kp − Ka)]
(2.60)
dimana P = luas diagram tekanan ACDE Sekarang, ambillah momen pada titik O’ −P[(L1 + L2 + L3)− ( + l1)]+ [γ’ (Kp − Ka)]
(l2 + L2 + L3 + L4) = 0
atau (l2 + L2 + L3)−
=0
(2.61)
Persamaan di atas dapat diselesaikan dengan cara trial and error untuk mendapatkan kedalaman teoretis, L4. Maka kedalaman teoretis penetrasi sama dengan Dteoretis = L3 + L4 Kedalaman teoretis dinaikkan sekitar 30 - 40 % untuk mendapatkan kedalaman yang diaktualkan pada pekerjaan konstruksi. Daktual = 1.3 sampai 1.4Dteoretis
(2.62)
Langkah demi langkah pada prosedur yang diajukan sebelumnya, faktor keamanan dapat dipakaikan pada Kp pada permulaan perhitungan II-33
BAB II Tinjauan Pustaka
(yaitu, Kp(rencana) = Kp/FS). Kalau ini dipakai, maka tidak perlu penambahan kedalaman teoretis. Momen maksimum pada turap akan terjadi pada kedalaman diantara z = L1 ke z = L1 + L2. Kedalaman z ini merupakan kedalaman pada gaya geser sama dengan nol, sehingga momen maksimum dapat dihitung dengan persamaan berikut: p1L1 − F + p1(z − L1) + Kaγ
=0
(2.63)
Kalau nilai z telah ditentukan, maka besaran momen maksimum dapat dengan mudah diperoleh.
Metode Free Earth Support Pada Lempung Gambar 2.19 menunjukkan sebuah turap berjangkar yang ditanamkan
pada lapisan lempung, sedangkan tanah di belakang turap adalah tanah granular. Distribusi tekanan bersih di bawah garis galian (dari z = L1 + L2 ke z = L1 + L2 + D). p6 = 4c − (γL1 + γ’L2)
II-34
BAB II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.14 Turap jangkar tertanam pada lempung Untuk kesetimbangan statik, penjumlahan gaya-gaya dalam arah horizontal adalah P1 − p6D = F
(2.64)
dimana P1 = luas diagram tekanan ACD dan F = gaya jangkar per satuan panjang dinding turap. Kembali dengan mengambil momen di titik O’ P1(L1 +L2 − l1 −
)− p6D (l2 + L2 +
)=0
Dengan menyederhanakan persamaan di atas maka persamaan berikut dapat diturunkan, p6
+ 2p6D(L1 + L2 − l1)− 2P1(L1 + L2 − l1 −
)=0
(2.65)
Kedalaman teoretis penetrasi, D dapat ditentukan dari persamaan di atas.
II-35
BAB II Tinjauan Pustaka
Sebagaimana dalam bagian sebelumnya, momen maksimum dalam kasus ini akan terjadi pada kedalaman L1 < z < L1+L2. Kedalaman dimana gaya geser sama dengan nol (berarti momen akan menjadi maksimum) dapat ditentukan dengan menggunakan Pers. (2.63). b. Momen Reduksi Rowe Turap adalah lentur. Akibat kelenturannya ini, turap akan meleleh (yaitu
berpindah
secara
lateral).
Pelelehan
ini
menghasilkan
pendistribusian kembali tekanan tanah lateral. Perubahan ini akan cenderung mengurangi momen lentur maksimum, Mmax, sebagaimana dihitung dengan prosedur yang telah dijelaskan sebelumnya. Atas dasar alasan inilah, Rowe (1952, 1957) menggagas sebuah prosedur untuk mereduksi momen maksimum yang diperoleh dari metode free earth support.
Turap Pada Pasir Pada Gambar 2.20, yang berlaku untuk kasus turap yang tertanam di
dalam pasir, notasi berikut ini akan digunakan: 1.
H’ = tinggi total tiang (yaitu L1 + L2 + Daktual)
2.
Kelenturan relatif (relative flexibility) tiang, ρ = 10,91
(2.66)
dimana H dalam m, E = modulus Young bahan tiang (MN/m2) dan I = momen inersia penampang tiang per kaki (foot) dinding (m4/m dinding) 3.
Md = momen rencana II-36
BAB II Tinjauan Pustaka
4.
Mmax = momen maksimum teoretis Prosedur untuk menggunakan diagram momen reduksi (Gambar 2.15)
adalah sebagai berikut:
Gambar 2.15 Hubungan log ρ dan Md/Mmax untuk turap yang tertanam pada pasir (sumber : Rowe, 1952)
Titik-titik yang jatuh di atas kurva (pasir lepas atau padat, sesuai kondisi kasus) adalah penampang-penampang yang aman (safe sections). Dan titik-titik yang jatuh di bawah kurva adalah penampang yang tidak aman (unsafe sections). Penampang yang paling murah dapat dipilih dari titik-titik yang jatuh di atas kurva yang bersesuaian. Perlu dicatat bahwa penampang yang terpilih akan memiliki suatu Md <Mmax.
II-37
BAB II Tinjauan Pustaka
Turap Pada Lempung Momen reduksi untuk turap yang tertanam pada lempung dapat
dihitung dengan menggunakan Gambar 2.16, dengan notasi sebagai berikut: 1.
Angka stabilitas (stability number) dapat dinyatakan sebagai, Sn = 1,25
(2.67)
dimana c = kohesi taksalur (kondisi pada φ = 0).
2.
α=
3.
Angka kelenturan (flexibility number), ρ [lihat Pers. (2.66)].
4.
Md = momen rencana dan Mmax = momen maksimum teoretis.
Langkah-langkah
(2.68)
untuk
memperoleh
momen
reduksi
dengan
menggunakan Gambar 2.16 dapat diringkaskan sebagai berikut. o Menentukan H’. o Menentukan α = (L1 + L2)/H’.
II-38
BAB II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.16 Plot Md/Mmax vs. angka stabilitas untuk tiang turap tertanam pada lempung (sumber : Rowe, 1957)
o
Menentukan Sn [Pers. (2.67)].
o
Dengan nilai-nilai α dan Sn, tentukanlah Md/Mmax
c.
Metode Computational-Pressure-Diagrampada Pasir Metode Computational-Pressure-Diagram (CPD) adalah sebuah
metode desain sederhana yang digunakan sebagai alternatif penggunaan metode free earth support pada pasir (Nataraj and Hoadley, 1984). II-39
BAB II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.17 Metode diagram komputasi tekanan
= C Ka γav L
(2.68)
= R C Ka γav L = R
(2.69)
dimana γav = berat satuan efektif rata − rata pasir
(2.70)
C = koefisien R = koefisien =
(2.71)
II-40
BAB II Tinjauan Pustaka
Jangkauan nilai untuk C dan R dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel 2.2 Jangkauan nilai-nilai C dan R , * Nilai ini berlaku dalam hal tidak ada beban tambahan di atas tanah urugan Jenis Tanah
C*
R
Pasir lepas
0,80-0,85
0,30-0,50
Pasir lepas Pasir lepas
0,70-0,75 0,55-0,65 0,55-0,65
0,60-0,75
Kedalaman penetrasi (D), gaya jangkar per satuan panjang dinding (F), dan momen maksimum pada dinding (Mmax) dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut ini. Kedalaman penetrasi, (2.72) Gaya jangkar, F=
(L − RD)
(2.73)
Momen maksimum, Mmax = 0, 5
(2.74)
d. Metode Fixed Earth Support Metode fixed earth support mengharuskan kedalaman cukup untuk memberikan efek jepitan pada ujung bawah turap. 1.
Metode Fixed Earth Support pada Pasir Dalam menggunakan metode fixed earth support, diasumsikan bahwa
kaki tiang turap tidak diperbolehkan mengalami rotasi (terjepit). Diagram distribusi tekanan lateral bersih untuk kondisi ini juga diperlihatkan pada II-41
BAB II Tinjauan Pustaka
gambar yang sama. Di dalam solusi metode ini, bagian bawah dari diagram distribusi tekanan yaitu HFH’GB digantikan oleh sebuah beban terpusat P’. Untuk menghitung L4, sebuah penyelesaian sederhana yang disebut dengan equivalent beam solution (solusi balok ekivalen) umumnya digunakan.Untuk memahami solusi balok ekivalen ini, perhatikanlah titik I, yang merupakan titik perubahan bentuk defleksi tiang turap. Pada titik ini, kepala tiang dapat diasumsikan sebagai sendi sehingga momen lentur menjadi nol. Jarak vertikal antara titik I dan garis galian adalah sama dengan L5. Blum (1931) telah memberikan solusi matematis antara L5 dan L1 + L2. [Gambar 2.18(d)] adalah hasil plot L5/(L1 + L2) vs. sudut gesek tanah, φ.
Gambar 2.18 Metode fixed earth support tertanam pada pasir
II-42
BAB II Tinjauan Pustaka
2.6
Cara – cara Mengurangi Tekanan Tanah Untuk mereduksi beban pada turap yang terlalu besar, maka dapat
dilakukan hal-hal berikut. 1. Jika lapisan tanah asli berupa tanah lunak, turap akan mendukung beban yang sangat besar. Untuk itu tanah asli bisa digali lebih dahulu dan diganti dengan tanah granuler (pasir atau kerikil) 2. Jika tanah granuler di lapangan mahal atau sulit diperoleh, penghematan dalam penggunaan tanah tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pelindung pasir atau tanggul pasir. 3. Jika di dekatturap akan dibangun jalan kereta api atau pelayanan mesin-mesin berat lain, untuk mereduksi tekanan tanah ke dinding turap, beban-beban tersebut sebaliknya didukung oleh tiang-tiang.
2.7
Korelasi Parameter Tanah Data tanah yang didapatkan dari hasil tes, baik dilapangan maupun pada
laboratorium dalam suatu proyek tidak selalu lengkap, oleh sebab itu dibutuhkan korelasi-korelasi data tanah untuk melengkapi parameter-parameter lainya untuk membantu dalam perancangan atau analisa. Pada umumnya korelasi data tanah dapat diperoleh melalui data SPT dan CPT atau dari jenis tanah pada proyek. Berikut ini merupakan korelasi-korelasi yang digunakan untuk mendapatkan parameter data tanah lainnya seperti berat jenis( ), kuat geser undrained(cu), sudut geser(ϕ), modulus Young (E), poisson ratio( ).
II-43
BAB II Tinjauan Pustaka
Untuk menentukan korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined compressive strength dan berat jenis tanah jenuh (γsat) untuk tanah kohesif. dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined compressive strength dan berat jenis tanah jenuh (γsat) untuk tanah kohesif. qu N SPT (blows/ft)
Konsistensi
(Unconfined Compressive Strength)
γsat KN/m3
tons/ft2 <2
Very Soft
<0.25
16-19
2-4 4-8 8-15 15-30 >30
Soft Medium Stiff Very Stiff Hard
0.25 - 0.50 0.50 - 1.00 1.00 - 2.00 2.00 - 4.00 >4.00
16-19 17-20 19-22 19-22 19-22
sumber : (Lambe & Whitman (1948) dalam “Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali” Aditya Raharjo, 2012)
Korelasi untuk menentukan berat jenis tanah (γ) dan berat jenis tanah jenuh (γsat) pada tanah kohesif dan non kohesif dapat dilihat pada tabel 2.4, 2.5 dan 2.6. Tabel 2.4 Korelasi Berat Jenis Tanah (γ) Untuk Tanah Non Kohesif dan Kohesif.
Cohesionless Soil N 0 - 10 11 - 30 31 - 50 > 50 Unite Weight γ, KN/m³ 12 - 16 14 - 18 16 - 20 18 - 23 Angel of Friction 25 - 32 28 - 36 30 - 40 > 35 State Loose Medium Dense Very Dense Cohesive N <4 4-6 6 - 15 16 - 25 > 25 Unite Weight γ, KN/m³ 14 - 18 16 - 18 16 - 18 16 - 20 > 20 qu , Kpa < 25 30 - 60 40 - 200 > 100 Consistency Very Soft Soft Medium Stiff Hard Sumber : (Soil Mechanics, Whilliam T,Whitman, Robert V (1962) dalam (Soil Mechanics, Whilliam T., Whitman ,Robert V., “Analisis 1962) Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali” Aditya Raharjo, 2012)
II-44
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.5 Korelasi Berat Jenis Tanah Jenuh (γsat) Untuk Tanah Non Kohesif. Description NSPT Fine Medium Coarse Fine Medium Coarse
Very Loose
Loose
Medium
Dense
Very Dense
1-2 2-3 3 -6
3-6 4-7 5-9
7 - 15 8 - 20 10 - 25
16 - 30 21 - 40 26 - 45
>40 > 45
26 - 28 27 - 28 28 - 30
28 - 30 30 - 32 30 - 34
30 - 34 32 - 36 33 - 34
33 - 38 36 - 42 40 - 50
< 50
sat (KN/m³) 11 - 16 14 - 18 17 - 20 17 - 22 20 - 23 (Soil Mechanics, Whilliam T., Whitman ,Robert V., 1962)
Sumber : (Soil Mechanics, Whilliam T,Whitman, Robert V (1962) dalam “Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali” Aditya Raharjo, 2012)
Tabel 2.6 Nilai Tipikal Berat Volume Tanah Jenis Tanah sat (KN/m³) dry (KN/m³) Kerikil 20 - 22 15 - 17 pasir 18 - 20 13 - 16 lanau 18 - 20 14 - 18 lempung 16 - 22 14 - 21 (Soil Mechanics and Foundation, John Wiley & Sons, 2000)
Sumber : (Soil Mechanics and Foundations, Jhon Wiley & Sons (2000) dalam “Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang‐Ungaran Sta 6+000‐6+250”)
Untuk menentukan korelasi nilai N-SPT dengan nilai kohesi untuk tanah kohesif dapat dilihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.19 Hubungan antara kohesi (c) dan nilai N-SPT untuk tanah kohesif (sumber : “Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali” Aditya Raharjo, 2012)
II-45
BAB II Tinjauan Pustaka
Untuk menentukan korelasi nilai N-SPT dengan sudut geser untuk pasir dapat dilihat pada gambar 2.20.
Gambar 2.20 Hubungan antara sudut geser (ϕ) dan nilai N-SPT untuk tanah pasir (sumber : Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang‐Ungaran Sta 6+000‐6+250)
Tabel 2.7 Hubungan Antara Sudut Geser Dalam dengan Jenis Tanah
Sumber : (Mekanika Tanah, Braja M. Das Jilid 2 dalam “Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang‐Ungaran Sta 6+000‐6+250”)
Tabel 2.8 Hubungan Antara Sudut Geser Dalam, Tingkat Plastisitas dan Jenis Tanah
Sumber : (Bjerrum (1960) dalam “Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang‐Ungaran Sta 6+000‐6+250”)
II-46
BAB II Tinjauan Pustaka
Nilai modulus young menunjukkan besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bisa didapatkan dari Traxial Test. Untuk menentukan korelasi nilai modulus young dapat dilihat dalam tabel 2.9 berikut ini. Tabel 2.9 Nilai Modulus Kekakuan sesuai dengan Tipe Tanah Jenis Tanah
Es (103 KN/M2 )
Clay Very Soft 2-5 soft 5-25 medium 15-50 hard 50-100 sandy 25-100 Glacial till loose 10-150 dense 150-720 very dense 500-1440 loess 15-60 Sand silty 5-20 loose 10-25 dense 50-81 Sand & Gravel loose 50-150 dense 100-200 Shale 144-14400 Silt 2-20 Sumber : (Bowles, Joseph. E (1977) dalam “Analisis Stabilitas Dan Deformasi Galian Underpass Di Kawasan Simpang Siur Kuta-Bali” Aditya Raharjo, 2012)
Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan permuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan berdasar jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 2.10 ini.
II-47
BAB II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.10 Nilai Poisson Ratio sesuai dengan jenis tanah
Sumber : (Mekanika Tanah, Braja M.Das Jilid 2 dalam “Laporan Tugas Akhir Stabilitas Tebing Pada Proyek Jalan Tol Semarang‐Ungaran Sta 6+000‐6+250”)
2.8
Metode Elemen Hingga (PLAXIS) Untuk menganalisa perilaku deformasi tanah digunakan bantuan software
program geoteknik PLAXIS 8 yang menggunakan analisis elemen hingga (finite element analysis). PLAXIS mulai dikembangkan sekitar tahun 1987 di Technical University of Delft atas inisiatif dari Dutch Departement of Public Works and Water Management. PLAXIS adalah program elemen hingga untuk aplikasi geoteknik dimana digunakan model-model tanah untuk melakukan simulasi terhadap perilaku dari tanah. Program PLAXIS dan model-model tanah didalamnya telah dikembangkan dengan seksama. Walaupun pengujian dan validasi telah banyak dilakukan, tetap tidak dapat dijamin bahwa program PLAXIS bebas dari kesalahan. Simulasi permasalahan geoteknik dengan menggunakan metode elemen hingga sendiri telah secara implisit melibatkan kesalahan pemodelan dan kesalahan numerik yang tidak dapat dihindarkan. Akurasi dari keadaan sebenarnya yang diperkirakan sangat bergantung pada keahlian dari pengguna terhadap pemodelan permasalahan, pemahaman terhadap II-48
BAB II Tinjauan Pustaka
model-model tanah serta keterbatasannya, penentuan parameter - parameter model, dan kemampuan untuk melakukan interpretasi dari hasil komputasi. Program komputer ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6 titik nodal atau 15 titik nodal. Pada analisis ini digunakan elemen segitiga dengan 15 nodal. Elemen ini sangat berguna untuk menghasilkan perhitungan tegangan dan beban runtuh yang akurat serta jaring elemen yang terdiri dari 15 titik nodal jauh lebih halus serta jauh lebih fleksibel dibandingkan jaring elemen pada 6 titik nodal.
2.8.1
Pemodelan Material Tanah pada Program Plaxis Plaxis
mendukung
material
berbagai
model
konstitutif
untuk
memodelkan prilaku dari material tanah maupun material kontinum lainnya. Berikut adalah berbagai macam model yang dapat digunakan pada plaxis. 1.
Model Linier Elastis Model ini menyatakan Hukum Hooke tentang elastisitas linier isotropis. Model ini meliputi dua buah parameter kekakuan, yaitu modulus Young (E), dan angka poisson (ʊ). Model linier elastis sangat terbatas untuk pemodelan prilaku tanah. Model ini terutama digunakan pada struktur – struktur yang kaku dalam tanah.
2.
Model Mohr Coulomb Model yang sangat dikenal ini digunakan untuk pendekatan awal terhadap prilaku tanah secara umum. Model mohr coulomb merupakan model elastisyang terdiri dari lima buah parameter yaitu E dan v untuk
II-49
BAB II Tinjauan Pustaka
memodelkan elastisitas tanah dan sebagai sudut dilatansi. dan c untuk memodelkan plastisitas tanah. Model ini merupakan suatu pendekatan ordo pertama dari prilaku tanah dan batuan. Model ini disarankan untuk digunakan dalam analisis awal
dari masalah yang dihadapi. Setiap
lapisan dimodelkan dengan sebuah nilai
kekakuan rata – rata yang
konstan. Karena kekakuan yang konstan maka perhitungan cenderung cepat dan dapat diperoleh perkiraan awal dari bentuk deformasi model. Disamping kelima parameter dari model tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah memegag peranan yang penting dan hampir seluruh deformasi tanah. Tegangan horizontal awal tanah harus ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan nilai ko yang tepat. Model ini membutuhkan total lima buah parameter yang umum digunakan oleh para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji –uji dilaboratorium yang meliputi
3.
Modulus Young (E)
Angka Poisson (v)
Sudut geser ()
Kohesi (c)
Sudut dilatansi ()
Model Soft Soil Model ini merupakan model cam – clay yang digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi norma dan gambut. Model ini paling baik digunakan untuk situasi kompresi primer. Model soft soil adalah jens model tanah yang ditujukan khusus untuk analisis kompresi primer dari tanah lempungan yang terkonsolidasi II-50
BAB II Tinjauan Pustaka
normal. Meskipun kemampuan dari model tanah ini berada dibawah model hardening soil, namun model soft soil tetap dipertahankan dalam versi Plaxis ini. Parameter model soft soil serupa dengan parameter dalam model soft soil creep. Namun demikian karena model soft soil tidak melibatkan waktu maka indeks rangkak termodifikasi * tidak diikutsertakan. Rentang rasio */ K* pada umumnya berkisar antara 3 dan 7. Model Hardening Soil Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastis, yang diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari pengerasan akibat friksi (friction hardening plasticity). Model ini telah mengikutsertakan kompresi hardening untuk memodelkan pemampatan tanah yang tidak dapat
kembali
seperti
semula
(irreversible)
saat
menerima
pembebanan yang bersifat kompresif. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah pasiran, kerikil serta jenis tanah yang lebih lunak seperti lanau dan lempung. Model hardening soil merupakan model tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku tingkat lanjut untuk memodelkan prilaku dari tanah. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi tegangan batas dideskripsikan oleh sudut geser , kohesi c dan sudut dilatansi . Namun demikian, kekakuan tanah dideskripsikan lebih akurat dengan menggunakan tiga kekakuan yang berbeda yaitu kekakuan pembebanan triaksial E 50, kekakuan pengurangan beban (unloading) triaksial E ur dan kekakuan pembebanan satu arah E oed. II-51
BAB II Tinjauan Pustaka
Untuk nilai tipikal dari berbagai jenis tanah dapat digunakan E ur = 3. E 50 dan E oed = E 50. Berbeda dengan model mohr coulomb, model hardening soil mengikutsertakan modulus kekakuan yang tergantung pada tegangan. Hal ini berarti bahwa kekakuan akan meningkat terhadap
tegangan.
Ketiga
kekakuan
merupakan
nilai
yang
berhubungan dengan sebuah tegangan acuan yang umumnya diambil sebesar 100 Kpa. Beberapa parameter dasar dari model ini adalah 1. Kekakuan bergantung pada tegangan secara eksponensial (m) 2. Peregangan plastis akibat beban deviator utama (E reff 50) 3. Peregangan plastis akibat beban kompresi primer (E reff oed) 4. Pengurangan/ pemberian beban elastis (E reff ur, v ur) 5. Keruntuhan sesuai model mohr coulomb ( C,,) Dalam kasus khusus pada tanah lunak, penggunaan m =1 adalah cukup realistis. Model Soft Soil Creep Model ini merupakan model yang diformulasikan dalam lingkup viskoplastisitas. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan prilaku tanah lunak yang tergantung pada waktu ( time – dependent ) Seperti lempung terkonsolidasi normal dan gambut. Model hardening soil diatas dapat digunakan untuk semua jenis tanah tetapi model tersebut tidak mengikutsertakan efek viskositas yaitu rangkak/creep dan relaksasi tegangan. Kenyataannya, semua jenis tanah mengalami rangkak dan kompresi primer yang diikuti oleh kompresi sekunder.
II-52
BAB II Tinjauan Pustaka
Kompresi sekunder sangat dominan pada tanah – tanah lunak yaitu lempung yang terkonsolidasi normal, tanah lanau serta gambut sehingga model ini disebut model soft soil creep. Seperti pada model mohr coulomb, kondisi awal tanah yang benar juga merupakann hal yang penting saat menggunakan model soft soil creep. Untuk model hardening soil dan soft soil creep, penentuan kondisi awal tanah juga melibatkan data masukkan berupa tekanan prakonsolidasi karena model – model ini mengikutsertakan efek dari konsolidasi yang berlebih. Seluruh jenis tanah akan mengalami rangkak, dan kompresi primer yang selalu diikuti oleh kompresi sekunder tertentu. Dengan mengambil asumsi bahwa kompresi sekunder (misalnya selama rentang waktu 10 atau 30 tahun ) sebesar presentase dari kompresi primer, jelas bahwa rangkak akan menjadi penting pada permasalahan yang melibatkan kompresi primer yang besar. Hal ini merupakan situasi yang sangat berbahaya karena kompresi sekunder yang cukup besar tidak didahului oleh peringatan berupa kompresi primer yang besar. Karena hal ini maka perhitungan dengan model rangkak ingin dilakukan. Parameter kekakuan dasar meliputi tiga buah parameter yaitu : 1. K* = Indeks Muai Termodifikasi = (2/2.3) x Cr (1+e) 2. * = Indeks Kompresi Termodifikasi = Cc/ 2.3(1+e) 3. * = Indeks Rangkak Termodifikasi = Ca/ 2.3(1+e)
II-53
BAB II Tinjauan Pustaka
Rentang rasio */ K* pada umumnya berkisar antara 5 dan 10 dan. Rentang rasio */ * pada umumnya berkisar antara 15 dan 25 2.8.2
Faktor Keamanan (PLAXIS) Faktor keamanan umumnya didefinisikan sebagai perbandingan dari
beban runtuh terhadap beban kerja. Definisi ini tepat untuk pondasi, tetapi tidak tepat untuk turap maupun timbunan. Untuk struktur-struktur semacam ini, akan lebih tepat untuk menggunakan definisi faktor keamanan dalam mekanika tanah, yaitu perbandingan antara kuat geser yang tersedia terhadap kuat geser yang dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan. Plaxis dapat digunakan untuk menghitung faktor keamanan ini dengan menggunakan prosedur Reduksi phi-c.
II-54