BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. KEBISINGAN II.1.1. Definisi Kebisingan Bising pada umumnya didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki (WHO, 1995). Suara dikatakan bising bila suara-suara tersebut menimbulkan gangguan terhadap lingkungan seperti gangguan percakapan, gangguan tidur dan lain-lain (Suma’mur, 1996). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.718/Menkes/Per/XI/1987 : kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak diinginkan sehingga mengganggu dan atau dapat membahayakan kesehatan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Sedangkan menurut Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. SE 01/Men/1978, kebisingan di tempat kerja adalah semua bunyi atau suara-suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat di tempat kerja (Depkes RI, 1993). Dalam bahasa K3, National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) telah mendefinisikan status suara atau kondisi kerja dimana suara berubah menjadi polutan secara lebih jelas, yaitu : ( Tambunan, 2005) a. suara-suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 104 dBA b. kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dBA selama lebih dari 8 jam.
Universitas Sumatera Utara
II.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebisingan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain : (WHO, 1995) 1. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran dalam rentang yang dapat di dengar. Jadi, tingkat tekanan bunyi di ukur dengan logaritma dalam desible (dB). 2. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 2504000 Hertz. 3. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam. 4. Sifat, mengacu pada distribusi energi bunyi terhadap waktu (stabil, berfluktuasi, intermiten). Bising impulsive (satu/lebih lonjakan energi bunyi dengan durasi kurang dari 1 detik) sangat berbahaya. II.1.3. Sumber-sumber kebisingan Ditempat kerja disadari atau tidak, cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas-aktivitasnya ikut menciptakan dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya : ( Tambunan, 2005) a. Mengoperasikan mesin-mesin produksi “ribut” yang sudah cukup tua b. Terlalu sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang
Universitas Sumatera Utara
c. Sistem perawatan dan
perbaikan mesin-mesin produksi ala kadarnya,
misalnya mesin diperbaiki pada saat mesin mengalami kerusakan parah d. Melakukan modifikasi atau perubahan secara parsial pada komponenkomponen mesin tanpa mengindahkan kaidah-kaidah keteknikan yang benar, termasuk menggunakan komponen-komponen mesin tiruan e. Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat (terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection) f. Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu (hammer) alat pemukul sebagai alat pembengkok bendabenda metal atau bantu pembuka baut. II.1.4 Jenis Kebisingan Ditempat kerja, kebisingan diklasifikasikan menjadi dua yaitu: (Tambunan, 2005) 1. Kebisingan Tetap Kebisingan tetap dibagi lagi menjadi: a. kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) kebisingan ini berupa ”nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contoh suara mesin, suara kipas dan sebagainya. b. Broad Band Noise Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaanya adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan ”nada” murni).
Universitas Sumatera Utara
2. Kebisingan Tidak Tetap Kebisingan tidak tetap dibagi lagi menjadi: a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama selang waktu tertentu. b. Intermitten Noise Sesuai dengan terjemahanya, itermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. c. Impulsive noise Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara senjata dan alatalat sejenisnya. Sedangkan menurut Suma’mur, jenis kebisingan dibagi atas : 1. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state, wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. 2. Kebisingan kontinu dengan sprektum frekuensi yang sempit (steady state, narrow band noise) misalnya gergaji sikuler, katup gas dan lain-lain. 3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, suara kapal terbang dilapangan udara. 4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) seperti tembakan bedil atau lain sebagainya. 5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa diperusahaan. II.1.5 Pengaruh Kebisingan
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh kebisingan seperti tidur terganggu, beberapa ketegangan mental yang disebabkan oleh kebisingan, akan menyebabkan bertambah cepatnya denyut nadi serta hipertensi, yang dapat mengarah kepada suatu bahaya lain di mana si penderita tidak dapat mendengar teriakan atau suara peringatan sehingga memungkinkan dapat mengakibatkan kecelakaan. Secara terus-menerus berada ditengah-tengah kebisingan ditempat kerja dan lalu lintas dapat berakibat hilangnya kepekaan mendengar yang mengarah kepada ketulian ( Buchari, 2007). Lebih rinci lagi, menurut Ambar W. Roestam (2004), gangguan akibat kebisingan dapat berupa : 1. Gangguan fisiologis Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. 2. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain. 3. Gangguan komunikasi Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan ter-ganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga kerja. 4. Gangguan keseimbangan Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual. 5. Efek pada pendengaran Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber bising, namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali. Tingkat kebisingan dinyatakan dalam desible (dB) yang membandingkan tingkat tekanan suara. Berikut beberapa contoh tingkat suara itu: 60-70 dB untuk pembicaraan biasa, 80-90 dB untuk lalu lintas ramai dan 140-150 dB untuk bunyi mesin jet. Tingkat maksimal yang dapat didengar telinga manusia adalah 130 dB, walaupun dianjurkan sebaiknya manusia jangan sampai dihadapkan pada tingkat suara setinggi itu. Intensitas suara 90-95 dB dapat merusak pendengaran (Drs.Kus Irianto, 2004).
Universitas Sumatera Utara
II.1.6 Nilai Ambang Batas Pendengaran Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan telah direkomendasikan menurut ACGIH dan ISO (International Standart Organization) sebesar 85 dB (A) sedangkan menurut OSHA (Occupational Safety and Health Assosiation) sebesar 90 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam sehari dan 40 jam seminggu ( Susanto, 2006). Ketentuan NAB kebisingan di Indonesia diatur dalam KepMenaker No.Kep.51/Men/1999 tentang NAB Faktor Fisik di tempat kerja yang menetapkan NAB 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, dapat dilihat dari tabel dibawah ini: ( Susanto, 2006)
Waktu pemajanan per hari 8
Jam
Intensitas kebisingan dB(A) 85
4
88
2
91
1
94
30
Menit
97
15
100
7.5
103
3.75
106
1.88
109
0.94
112
28.12
Detik
115
Universitas Sumatera Utara
14.06
118
7.03
121
3.52
124
1.76
127
0.88
130
0.44
133
0.22
136
0.11
139
Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB(A) walaupun sesaat Sumber : http://www.menlh.go.id/apec_vc/osaka/aestjava/noise_id/2/index.html
Menurut Suma’mur Intensitas dan jam kerja yang diperbolehkan adalah :
Intensitas Kebisingan dB(A)
Waktu pemaparan
85
8
87
6
90
4
92
3
95
2
97
1.5
100
1
105
0,5
110
0,25
Sumber : http://www.menlh.go.id/apec_vc/osaka/aestjava/noise_id/2/index.html
Universitas Sumatera Utara
II.2 Stres II.2.1 Pengertian Stres Menurut Morgan dan King ”..as an internal state can be caused by physical demand on the body (disease condition, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and cosial situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping”. Jadi stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan dan situasi sosial yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol ( Widyasari, 2007). Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek. Pengertian ini disampaikan oleh Profesor Cary Cooper dari The University of Manchester Institude of Science and Technology (UMIST). Dengan penjelasan bahwa stres itu sangat bersifat personal. Setiap orang memiliki toleransi tertentu pada tekanan di setiap waktunya, yaitu kemampuan untuk mengatasi atau tidak mengatasinya (Agung, 2008). Atau dengan cara yang lebih sederhana lagi, stres merupakan bentuk tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungan yang dirasakan menggangu dan mengakibatkan dirinya terancam ( Anoraga, 1998). II.2.2 Stres di Tempat Kerja Menurut Phillip L.Rice, Penulis buku Stress and Health, seseorang dikategorikan stres kerja jika : ( Rini, 2002)
Universitas Sumatera Utara
•
Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah yang terbawa ke rumah juga dapat menjadi penyebab stres kerja.
•
Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu. Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut.
“Work stress is an
individual’s response to work related
environtmental stressors. Stress as the reaction of organism, which can be physiological, psychological, or behavioral reaction” Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang di
persepsikan karyawan sebagai
suatu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja ( Widyasari, 2007).
Luthans mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan
Universitas Sumatera Utara
setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berpikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur (Agung, 2008).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat rnempengaruhi daya tahan stres seorang karyawan ( Agung, 2008).
Seperti yang telah diartikan, stres merupakan masalah yang serius dalam lingkungan kerja zaman modern ini. Stres berhubungan dengan biaya kesehatan yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dan biaya jumlah absen dari pekerja yang nilainya lebih dari 150 miliar rupiah. Hampir 15 % dari keseluruhan penyakit akibat kerja berhubungan dengan stres yang dialami pekerja (David L Goetsch, 2000).
Universitas Sumatera Utara
II.2.3 Penyebab Stres di Tempat Kerja Penyebab stres di tempat kerja berhubungan dengan kondisi psikologi pekerjaan, pekerjaan yang melebihi kemampuan, batasan pekerjaan yang tidak jelas, ketidakpuasan akan besarnya gaji, kepribadian, masalah pribadi dan keluarga pekerja. Penyebab lain terjadinya stres di tempat kerja yaitu : (David L.Goestch,2000).
1. Kompleksitas pekerjaan sehubungan dengan perbedaan tuntutan atas masingmasing pekerja. Pemikiran kompleksnya pekerjaan menimbulkan rasa ketidakmampuan pekerja dan akhirnya memicu stres. Pekerjaan yang berulang dan monoton menyebabkan pekerja menjadi cepat bosan dan merasa tidak puas dengan pekerjaan yang dilakukan serta memungkinkan terjadinya stres sebagai akibat kebosanan tersebut. 2. Pengawasan yang terlalu ketat pada tanggungjawab pekerjaan juga dapat memicu terjadinya stres. Stres yang dialami pekerja akan berkurang dengan adanya partisipasi dari pekerja untuk mengatasi masalah rutinitas, dengan membuat jadwal kerja dan memilih pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan pekerja. 3. Rasa bertanggungjawab terhadap kesejahteraan atau kesehatan anggota keluarga dapat menyebabkan stres kerja. Rasa tanggung jawab ini mendorong pekerja untuk mengabaikan resiko kerja yang ada. Pekerja merasa adanya pemikiran bahwa mereka ”terperangkap dalam pekerjaan yang mereka lakukan.”
Universitas Sumatera Utara
4. Persaingan dalam pekerjaan menimbulkan resiko menjadi pengangguran. Pekerja yang bekerja dengan tingkat pemecatan yang tinggi akan memicu terjadinya stres. Tersedianya jaminan untuk memperoleh pekerjaan di tempat lain dan memiliki salah satu keahlian yang dibutuhkan akan mengurangi stres karena isu pemecatan. 5. Tuntutan beban kerja dapat memicu terjadinya stres apabila beban tersebut sudah melebihi kemampuan pekerja. Tuntutan ini juga dapat memaksa pekerja untuk menggunakan waktu dan perhatian seefisien mungkin seperti dalam hal mengambil keputusan dan melaksanakan perintah. Pada akhirnya beban kerja yang melebihi kemampuan pekerja dapat memicu terjadinya stres kerja. 6. Dorongan semangat dari manager dan assisten manager akan memberikan perasaan nyaman dan dihargai sehingga dapat menurunkan resiko stres. Kurangnya perhatian dari pihak managemen akan meningkatkan beban kerja yang dirasakan oleh pekerja sehingga dapat memicu terjadinya stres. 7. Kurangnya pengawasan terhadap keselamatan pekerja di tempat kerja dapat menjadi salah satu pemicu stres. Pekerja yang merasa tidak aman dalam bekerja dapat mengalami stres. Pekerja harus merasa aman dalam bekerja terutama dari bahaya di tempat kerja seperti suhu yang terlalu panas, getaran, sengatan listrik, kebakaran, ledakan, bahan beracun, radiasi, kebisingan dan mesin yang beresiko menyebabkan kecelakaan kerja. Untuk mengurangi stres sehubungan dengan bahaya di lingkungan kerja, pihak managemen harus mempunyai komitmen dalam menjamin keselamatan pekerja dan perusahaan tersebut memiliki program keselamatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam
lima
kategori
besar
yaitu
faktor-faktor
intrinsik
dalam
pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi Hurrel : ( Agung, 2008)
1. Faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya. 2. Peran Individu dalam Organisasi. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meliputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity).
Universitas Sumatera Utara
3. Pengembangan Karir. Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi: •
Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya
•
Peluang mengembangkan ketrampilan yang baru
•
Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya 5. Struktur dan iklim Organisasi. Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negalif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.
Universitas Sumatera Utara
6. Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaan. Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi. 7. Ciri-ciri Individu. Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.
Universitas Sumatera Utara
II.2.4 Gejala-Gejala Stres akibat Kerja Menurut Terry Beehr dan John Newman mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu: ( Widyasari, 2007)
1. Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan : ♦ Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung ♦ Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian) ♦ Sensitif dan hyperreactivity ♦ Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi ♦ Komunikasi yang tidak efektif ♦ Perasaan terkucil dan terasing ♦ Kebosanan dan ketidakpuasan kerja ♦ Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi ♦ Kehilangan spontanitas dan kreativitas ♦ Menurunnya rasa percaya diri
Universitas Sumatera Utara
2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah: ♦ Meningkatnya
denyut
jantung,
tekanan
darah,
dan
kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular ♦ Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin) ♦ Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung) ♦ Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan ♦ Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome) ♦ Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada ♦ Gangguan pada kulit ♦ Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot ♦ Gangguan tidur ♦ Rusaknya
fungsi
imun
tubuh,
termasuk
risiko
tinggi
kemungkinan terkena kanker
Universitas Sumatera Utara
3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah: ♦ Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan ♦ Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas ♦ Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan ♦ Perilaku sabotase dalam pekerjaan ♦ Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas ♦ Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tibatiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi ♦ Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi ♦ Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas ♦ Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman ♦
Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
II.2.5 Dampak Stres Kerja Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya
Universitas Sumatera Utara
gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya. Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya ( Widyasari, 2007).
Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta menunjukka n bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal tersebut adalah:
a) Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, mual. b) Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan teralienasi, hingga turnover ( Widyasari, 2007).
II.2.6 Penilaian Stres Penilaian pemikiran yang mendatangkan stres itu dapat berpangkal pada 3 (tiga) pemikiran, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Penilaian kerugian dan kehilangan (harm-loss). Misalnya, sebagai karyawan yang ketahuan korupsi puluhan juta rupiah, peristiwa itu dapat mendatangkan stres, karena akan dipecat dari pekerjaannya (kehilangan), lalu akan kehilangan penghasilan (rugi). 2. Pemikiran tentang ancaman (threat). Misalnya, kita sakit parah dan harus menjalani rawat inap di rumah sakit. Ancaman yang dihadapi dalam keadaan stres berbaring di rumah sakit dapat berhubunga dengan berapa lama sakit kita berlangsung, berapa biaya yang akan dikeluarkan, dan proses waktu yang dibutuhkan agar kesehatan kita betul-betul pulih kembali. 3. Pemikiran tentang tantangan (challenge). Misalnya, jabatan dinaikkan dari asisten manejer menjadi manejer. Kenaikan jabatan ini mendatangkan stres karena tanggung jawab akan bertambah besar dan tuntutan kerja akan bertambah banyak. Tetapi bersamaan dengan itu tantangan akan terasa juga karena dengan jabatan manejer kemampuan kita akan diuji dan pengaruh kita akan berdampak lebih luas.
Brech (2000), membuat suatu penilaian apakah seorang individu menderita stres berdasarkan gejala-gejala yang timbul sebagai akibat dari hal, peristiwa, orang, atau keadaan yang mendatangkan stres. Daftar yang diberikan tidak berupa kuesioner untuk mendapatkan skor, tetapi lebih sebagai daftar gejala, perilaku atau bidang masalah untuk mengecek diri sendiri. Perlu
Universitas Sumatera Utara
diperhatikan, bukan hanya apakah perilaku bersangkutan terjadi, tetapi apakah ada perubahan di dalam perilaku individu.
II.2.7 Manajemen Pengendalian Stres Kerja Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara
yang
diperhitungkan
lebih
spesifik
beberapa
untuk
pedoman
mengatasi
umum
untuk
stressor memacu
tertentu,
harus
perubahan
dan
penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan
bekerja
dengan
baik
dalam
peranan
tertentu
karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat ( Agung, 2008).
Universitas Sumatera Utara
II.3 Kerangka Konsep Bising
Pekerja Bagian Produksi
Stres
II.4 Hipotesa Penelitian Ho
: Tidak ada hubungan kebisingan terhadap stres pada pekerja bagian produksi PT.HADI BARU MEDAN Tahun 2008.
Ha
: Ada hubungan kebisingan terhadap stres pada pekerja bagian produksi PT.HADI BARU MEDAN Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara