BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1
NYERI MUSKULOSKLETETAL
II.1.1 Definisi Gangguan muskuloskeletal mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury, repetitive motion injury, cumulative trauma disorders, occupational cervicoskeletal disorders, overuse syndrome , dan lainnya (Canada OH&S, 2005). Nyeri Muskuloskeletal adalah cedera atau gangguan dari sistem muskuloskeletal yang dihasilkan dari paparan berulang dan mempengaruhi fungsi normal dari jaringan. Sistem muskuloskeletal mencakup semua otot, tulang, tendon, ligamen, pembuluh darah, sendi, diskus intervertebralis, dll (PSHSA, 2010) Canadia and Center for Occupational Health and Safety, aktivitas kerja seperti pekerjaan yang bersifat repetitif, atau pekerjaan dengan postur yang tidak normal adalah hal yang dapat menyebabkan munculnya gangguan muskuloskeletal, yang sakitnya dapat dirasakan selama bekerja atau pada saat tidak bekerja (Canada OH&S, 2005) Gangguan muskuloskeletal merupakan istilah yang
memperlihatkan adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, dan bukan merupakan suatu diagnosis tiap bagian tubuh yang digunakan dalam bekerja memiliki risiko ergonomi dan gangguan kesehatan, yang dapat mengakibatkan melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Bagian – bagian tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering
Universitas Sumatera Utara
digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Bagian tubuh yang sering digunakan pekerja maka akan berdampak timbulnya keluhan atau cedera pada bagian – bagian tubuh tersebut. Dalam hal ini NIOSH menyatakan bahwa faktor risiko pada pekerjaan termasuk manusia (postur tubuh, beban, durasi, dan frekuensi, genggaman), faktor alat, dan lingkungan kerja merupakan faktor – faktor yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal (NIOSH, 2007)
II.1.2 Penyebab Kelainan Muskuloskeletal Saat pekerja memiliki faktor resiko gangguan muskuloskeletal, mereka mulai menjadi kelelahan. Ketika kelelahan melebihi dari kemampuan pemulihan dari tubuh, hal ini dapat membuat ketidakseimbangan muskuloskeletal. Dari waktu ke waktu, saat kelelahan berlanjut melebihi pemulihan dan terjadi ketidakseimbangan muskuloskeletal dan menyebabkan kelainan muskuloskeletal . Faktor resiko ini dapat dibagi menjadi 2 kategori: faktor resiko yang berhubungan dengan pekerjaan (ergonomi) dan faktor resiko yang berhubungan dengan individu. (Middlesworth, 2006)
A. Faktor resiko berhubungan dengan pekerjaan Ketika pekerja diminta untuk melakukan pekerjaan di luar dari kemampuan dan keterbatasan tubuhnya, dia juga membuat sistem muskuloskeletalnya menjadi beresiko. Pada situasi ini, evaluasi objektif pada desain tempat kerja menyatakan kepada kita bahwa sistem pemulihan pekerja tidak dapat mengikuti keadaan kelelahan yang disebabkan oleh pekerjaan. Evaluasi menyatakan bahwa terdapat faktor resiko
Universitas Sumatera Utara
ergonomi, dan para pekerja berada pada keadaan beresiko untuk timbulnya ketidakseimbangan muskuloskeletal dan akan menyebabkan kelainan musculoskeletal. Terdapat 3 faktor resiko ergonomi yang utama yaitu : 1. Pengulangan tugas yang sangat tinggi. Banyaknya pekerjaan dan siklus kerja yang selalu diulang-ulang dan biasanya dikendalikan dengan target produksi dan proses kerja tiap jam atau tiap hari. Pengulangan tugas yang tinggi, ketika digabungkan dengan faktor resiko lain seperti pekerjaan dengan menggunakan kekuatan dan atau posisi kerja yang tidak nyaman, dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal. Pekerjaan dianggap sangat berulang-ulang jika siklus waktunya adalah 30 detik atau kurang. 2. Penggunaan tenaga yang besar. Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan jumlah tenaga tubuh manusia yang besar. Sehingga usaha otot meningkat akibat respon dari kebutuhan tenaga yang tinggi, meningkatkan keadaan kelelahan yang menyebabkan gangguan muskuloskeletal. 3. Postur tubuh yang tidak nyaman yang berlangsung terus menerus. Postur tidak nyaman menyebabkan kerja otot berlebihan dan membebani otot serta tendon di sekitar sendi yang terlibat. Sendi dari tubuh paling efisien saat sendi bekerja berada pada gerakan mid-range dari sendi. Resiko gangguan muskuloskeletal meningkat ketika sendi bekerja di luar dari gerakan mid-range sendi tersebut secara berulang-
Universitas Sumatera Utara
ulang atau pada periode waktu tertentu secara berulang-ulang tanpa waktu pemulihan yang cukup. (Middlesworth, 2006) B. Faktor resiko yang berhubungan dengan individu Faktor resiko individu termasuk : 1. Kemampuan kerja yang buruk. Pekerja yang menggunakan kemampuan kerja, kekuatan tubuh, dan teknik mengangkat yang buruk akan memberikan faktor resiko yang mengarah pada gangguan muskuloskeletal. Kemampuan yang buruk ini menciptakan stres yang tidak penting pada tubuh yang meningkatkan kelelahan dan menurunkan kemampuan tubuh untuk pulih seluruhnya. 2. kebiasaan hidup yang tidak sehat. Pekerja yang merokok, peminum, obesitas atau kebiasaan hidup yang tidak benar lainnya akan menempatkan mereka bukan hanya pada resiko kelainan muskuloskeletal, tetapi juga pada penyakit kronis lainnya yang memperpendek hidup dan kesehatan mereka. 3. Istirahat yang tidak cukup. Gangguan muskuloskeletal muncul ketika kelelahan melebihi dari sistem
pemulihan
pekerja,
menyebabkan
ketidakseimbangan
muskuloskeletal. Pekerja yang tidak mendapatkan istirahat dan pemulihan yang cukup akan menempatkan mereka pada resiko yang lebih rentan. 4. Nutrisi, olahraga, dan hidrasi yang buruk. Pada negara maju seperti Amerika, jumlah yang mengkhawatirkan untuk malnutrisi, dehidrasi dan dengan olahraga fisik buruk yang
Universitas Sumatera Utara
meningkat satu tingkat, telah mengkhawatirkan banyak orang. Pekerja yang tidak memperdulikan tubuhnya telah meletakkan mereka ada resiko yang lebih tinggi terhadap masalah muskuloskeletal dan penyakit kronis. (Middlesworth, 2006)
II.1.3 Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh NIOSH (2007) menjelaskan bahwa gangguan muskuloskeletal (MSDs) dapat disebabkan oleh berbagai faktor risiko, baik berupa faktor tunggal maupun kombinasi dari berbagai faktor risiko. Berikut ini adalah beberapa jenis cidera yang mungkin dialami pekerja disebabkan pekerjaannya:
II.1.3.1 Cedera Pada Tangan Cedera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitif berpengaruh pada cedera pada tangan dan pergelangan tangan misalnya Carpal Tunnel Syndrome (Bernard et al, 1997). Penelitian dari Chiang (1993) pada tiga grup pekerjaan menyimpulkan bahwa prevalensi CTS ditemukan sebesar 14,5% sebagai gejala awal dari pergerakan repetitif yang dilakukan pekerja. (Bernard et al; NIOSH, 1997). a. Tendinitis.
Universitas Sumatera Utara
Merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada masing – masing bagian ujung dari otot ke tulang. Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal – hal yang tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala yang dirasakan
antara lain pegal, sakit pada
bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang
bagian tertentu khususnya ketika disertai dengan pembengkakan.
Kemerah - merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antara lain adalah Industri perakitan automobile, pengemasan makanan, juru tulis, sales, manufaktur. Pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala yang dirasakan antara lain pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang
disertai dengan pembengkakan. Kemerah -
merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut beristirahat. b. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Carpal menggenggam
Tunnel sesuatu
Syndrome pada
dapat
menyebabkan
tangannya.
CTS
sulitnya
seseorang
merupakan
Gangguan
tekanan/pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang terbentuk oleh carpal tulang
Universitas Sumatera Utara
pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya. Gejalanya antara lain gatal dan mati rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman karena hilangnya fungsi syaraf sensorik. c. Trigger finger Tekanan yang berulang pada jari – jari, dimana menekan tendon secara terus menerus hingga ke jari – jari dan mengakibatkan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari - jari. d. Epicondylitis Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer’s elbow. e. Hand – Arm Vibration Syndrome (HAVS) Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh getaran alat atau bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic vasospastic diseases. Gejala dari HAVS adalah mati rasa, gatal – gatal, dan putih pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam keadaan dingin.
II.1.3.2 Cedera Pada Bahu dan Leher Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam penyebabkan cedera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti
Universitas Sumatera Utara
merentang lebih dari 45° atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu. Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cedera bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997). a. Bursitis Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama (Bernard et al, 1997). b. Tension Neck Syndrome Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot – ototnya disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher (Bernard et al, 1997).
II.1.3.3 Cedera Pada Punggung dan Lutut Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat beban menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius pada otot dan sendi (NIOSH, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Santoso (2004), terdapat 80% orang dewasa mengalami nyeri pada bagian tubuh belakang (back pain) karena berbagai sebab dan kejadian back pain ini mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja. a. Low Back Pain. Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligamen, diskus intervertebral dari lumbar spine (tulang belakang). Cedera pada punggung dikarenakan otot – otot tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus, maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah sakit di bagian tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh kejang otot. Sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi. (Santoso, 2004) b. Lutut Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus – menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis) Santoso (2004)
Universitas Sumatera Utara
II.2 KADAR GULA DARAH II.2.1. Defenisi Berdasarkan kriteria WHO (World Health Organization) kadar glukosa darah yang normal adalah jika kadar glukosa darah puasa 70-110 mg/dl, glukosa darah terganggu jika kadar glukosa darah puasa antara 110 -125 mg/dl, sedangkan toleransi glukosa terganggu adalah kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 gr yaitu antara 140-199 mg/dl. Sedangkan berdasarkan tabel konversi sistem satuan SI konvensional dari pemeriksaan alat Thermo® kadar glukosa darah puasa normal adalah 55 - 115 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa rendah adalah < 55 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa tinggi adalah 115-125 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126mg/dl. (Merentek, 2006) Peningkatan kadar glukosa darah merupakan salah satu kriteria untuk mendiagnosis pasien diabetes melitus. Menurut American Diabetes Association (ADA) disebut diabetes melitus jika kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau bila kadar glukosa darah 2 jam sesudah pembebanan glukosa 75 g didapati ≥ 200 mg/dl. (PERKENI, 2011)
II.2.2. Diabetes melitus Diabetes Melitus merupakan kumpulan kelainan metabolik yang umum dengan gejala yang sama berupa hiperglikemia. Beberapa jenis DM yang telah diketahui, disebabkan oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik, faktor lingkungan dan gaya hidup. Berdasarkan etiologi dari DM, faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya hiperglikemia antara lain berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya
Universitas Sumatera Utara
glucose utilization, dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang berhubungan dengan DM menyebabkan perubahan patofisologi sekunder pada berbagai sistem organ yang menimbulkan beban berat bagi individu penderita DM dan bagi sistem kesehatan masyarakat (Harrisons, 2005)
II.2.3 Epidemiologi Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia, sekitar tahun 1980-an didapatkan prevalensi DM antara 0.8% di Tanah Toraja sampai 6.1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM 1,7 % pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta (PERKENI, 2011) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7.2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,4 juta di daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban 14,7% dan rural 7,2% maka diperkirakan terdapat 12 juta diabetisi di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2011).
Universitas Sumatera Utara
II.2.4 Pemeriksaan penyaring DM Pemeriksaan penyaring DM dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (PERKENI, 2011). Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu sebagai patokan penyaring dan diagnosa Diabetes Melitus (mg/dL) Bukan DM Kadar Glukosa Darah Sewaktu Kadar Glukosa Darah Puasa
Vena
<100
Belum Pasti DM 100 - 199
Kapiler Vena
<90 <100
90 - 199 100 – 125
DM >=200
>=200 >=126
Kapiler <90 90 – 99 >=100 Sumber : Perkumpulan Endokrin Indonesia.2011. Konsesus pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.Jakarta
Berbagai keluhan dapat diketemukan pada diabetes. Kecurigaan akan diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus. Keluhan klasik diabetes melitus berupa: poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (PERKENI, 2011) Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu >= 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan TTGO. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah
Universitas Sumatera Utara
diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosa diabetes melitus (PERKENI, 2011). Tabel 2. Kriteria diagnosa Diabetes Melitus 1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu >= 200 mg/dL Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada satu hari tanpa memperhatikan waktu makan terahir 2.
Gelaja klasik DM + kadar glukosa darah puasa >= 126 mg/dL Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3.
Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO >= 200 mg/dL TTGO menggunakan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 glukosa yang dilarutkan ke dalam air.
Sumber : Perkumpulan Endokrin Indonesia.2011. Konsesus pengelolaan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia.Jakarta II.3 LIPID Lipid adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Untuk memberikan defenisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Para ahli biokimia sepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan kedalam satu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik misalnya ester, aseton, kloroform, benzena yang sering disebut “pelarut organik”; (2) ada hubungan dengan asam lemak atau esternya; (3) mempunyai kemungkinan digunakan oleh mahluk hidup. Jadi berdasarkan sifat fisika tersebut, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut lemak tersebut. Jaringan bawah kulit di sekitar perut, jaringan
Universitas Sumatera Utara
sekitar ginjal mengandung banyak lipid terutama lemak kira-kira sebesar 90%, dalam jaringan otak atau dalam telur terdapat lipid kira-kira sebesar 7,5 sampai 30% (Poedjiadi, 2006).
II.3.1. Kolesterol Kolesterol ( C27H45OH ) adalah alkohol steroid yang ditemukan dalam lemak hewani / minyak, empedu, susu, kuning telur. Kolesterol sebagian besar disintesiskan oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan kolesterol dalam pembuluh darah yang kadarnya tinggi akan membuat endapan / kristal lempengan yang menyumbat pembuluh darah (Sutejo. 2006 ). Kadar kolesterol di dalam darah adalah di bawah 200 mg/dl. Apabila melampaui batas normal maka disebut sebagai hiperkolesterolemia. (Hardjono, dkk. 2003) Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi lipid dalam darah atau lebih dikenal dengan dislipidemia. Pada dislipidemia terdapat kenaikan kadar Low Density Lipoprotein (LDL) dan penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL), sedangkan pada hiperlipidemia hanya terdapat kenaikan LDL tanpa penurunan kadar HDL (Fernandez dkk, 2008). Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi dislipidemia di Indonesia pada usia 25 sampai usia 34 tahun sebesar 9,3% dan pada usia 55 sampai usia 64 tahun sekitar 15,5%.11 Jumlah kolesterol LDL dan HDL serum
Universitas Sumatera Utara
masih menjadi marker yang penting dalam kejadian PJK dan merupakan alat standar untuk evaluasi faktor risiko insidensi penyakit jantung koroner (Fernandez dkk, 2008). Kadar kolesterol LDL yang tinggi (>160 mg/dl atau 4,2 mmol/l) dan dengan kadar kolesterol total yang tinggi (>240 mg/dl atau 6,2 mmol/l) merupakan factor risiko yang sangat signifikan untuk insidensi PJK. Selain itu, lipoprotein lain yaitu HDL, memiliki fungsi untuk mengangkut kolesterol yang menempel di dinding arteri. Kadar kolesterol HDL yang tinggi (>60 mg/dl atau 1,6 mmol/l) menjadi faktor protektif untuk insidensi PJK (Ingelsson dkk, 2002) Kadar kolesterol LDL dan HDL serum dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: (Jaagus dkk, 2010) a) Usia b) Genetik c)
Jenis kelamin
d) Diet e) Aktifitas fisik f)
Obesitas
g) Stres h) Merokok dan konsumsi obat-obatan i)
Penyakit metabolik
II.3.2. Low Density Lipoprotein (LDL) Lipid merupakan senyawa organik yang kaya energi dan dipergunakan untuk metabolisme tubuh. Lipid yang penting seperti kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan
Universitas Sumatera Utara
asam lemak adalah unsur-unsur yang terkandung dalam plasma. Lipid-lipid tersebut berikatan dengan protein agar dapat diangkut ke dalam sirkulasi. Kolesterol bebas maupun ester, trigliserida, dan fosfolipid berikatan dengan protein tertentu yang disebut apoprotein membentuk senyawa lipoprotein (Adam, 2006) Lipoprotein berdasarkan berat jenisnya dibagi menjadi kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein), IDL (Intermediate Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein). Lipoprotein tersebut dapat berubah dari jenis lipoprotein yang satu menjadi jenis lipoprotein yang lain dengan bantuan enzim seperti LPL (Lipoprotein Lipase), LCAT (Lecithin Cholesterol Acyl Transferase), dan HTGL (Hepatic Triglyceride Lipase) (Fernandez dkk, 2008) Low Density Lipoprotein merupakan lipoprotein yang mengangkut 70% kolesterol dalam tubuh manusia. LDL dibentuk sebagian besar oleh VLDL. Partikel LDL mengandung TG sebanyak 10% dan kolesterol sebanyak 50% dengan lipid inti dominan kolesterol ester dan hanya memiliki Apo B (Kusmiyati, 2002) Pada pembuluh darah, LDL dapat menembus dinding arteri. Kolesterol yang terkandung di dalamnya akan teroksidasi dan berikatan dengan trigliserida, fibrin, dan platelet membentuk plak ateroma yang merupakan awal dari proses aterosklerosis. (Kusmiyati, 2002)
II.3.3. High Density Lipoprotein (HDL) High Density Lipoprotein (HDL) memiliki berbagai macam fungsi. Salah satunya adalah ateroprotektif, dimana peran HDL dalam mengangkut kolesterol dari makrofag dan sel-sel lain ke hati untuk diekskresi melalui empedu. Selain itu HDL dapat berfungsi
Universitas Sumatera Utara
sebagai antioksidan, anti – inflamasi, dan anti trombotik yang berkontribusi untuk efek ateroproktektifnya (IAS, 2009) HDL terutama diproduksi di dalam hepar. HDL juga berasal dari proses katabolisme kilomikron dan VLDL sebagai pemberi Apo C dan Apo E sehingga terbentuk pre-β-HDL (nascent). Pembentukan HDL dimulai dengan pembentukan Apo A-I yang kemudian berinteraksi dengan Hepatic ATP – binding cassette transporter I dan disekresikan ke dalam plasma dalam bentuk Lipid-poor Apo A-I. Kemudian Lipidpoor Apo A-I akan berinteraksi dengan Hepatic ATP – binding cassette transporter I pada jaringan ekstra hepatik dan makrofag sehingga terjadi pengambilan kolesterol yang berlebih dari dalam sel dan membentuk pre-β-HDL (nascent). Kolesterol bebas yang didapat HDL kemudian diesterifikasi oleh enzim LCAT sehingga pre-β-HDL (nascent) berubah menjadi α-HDL yang merupakan HDL matur dan berbentuk sferis (Sarikamis dkk, 2009)
II.3.4. Rasio LDL/HDL Tubuh mengatur keseimbangan kadar lipid didalam darah dengan beberapa cara, yaitu : a. Mengurangi pembentukan lipoprotein b. Mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk dalam darah c. Meningkatkan atau menurunkan ekskresi lipoprotein dalam darah Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung. Kolesterol LDL dapat menembus dinding arteri kemudian membentuk suatu plak yang menghambat aliran darah. Kolesterol HDL menurunkan resiko penyakit
Universitas Sumatera Utara
jantung dengan membawa kolesterol jaringan ekstrahepatik menuju hepar untuk mengalami metabolism (Adam, 2006) Tabel 3. Kadar Kolestrol
BAIK SEDANG BURUK < 200 200-239 > 240 < 100 100-129 > 130 Pria : > 40 Wanita : > 50 Trigliserida (mg/dL) < 150 150-199 > 200 Dikutip dari : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Kolestrol Total (mg/dL) Kolestrol LDL (mg/dL) Kolestrol HDL (mg/dL)
Indonesia 2011
II.4. Hubungan antara kadar gula darah dan kadar lipid serum dengan nyeri muskuloskeletal kronik Walaupun penyebab pasti dari kelainan muskuloskeletal akibat diabetes dan komplikasinya
masih
belum
jelas,
terdapat
penjelasan
bahwa
hiperglikemia
mempengaruhi struktural matriks dan sifat fisik dari jaringan dengan mempercepat glikosilasi non-enzimatik dan penumpukan kolagen yang abnormal pada jaringan ikat periartikular yang menyebabkan perluasan artrofibrosis (Barki dkk, 2013, Aydeniz dkk, 2008) Patofisiologi yang pasti pada sebagian besar kelainan muskuloskeletal tersebut tetap belum jelas, walau bagaimanapun kelainan jaringan ikat, neuropati, atau vaskulopati memiliki efek sinergis pada peningkatan insidensi kelainan muskuloskeletal pada DM (Kidwai dkk, 2013) Hiperglikemia berlama – lama
pada pasien diabetes yang tidak terkontrol
menyebabkan glikosilasi kolagen. Kolagen yang terglikosilasi bersifat kurang larut, mengakibatkan peningkatan resistensi terhadap kolagenase dan terakumulasi di
Universitas Sumatera Utara
jaringan ikat, yang tidak hanya mengubah struktur dan fungsi matriks ekstraseluler tetapi juga mempengaruhi viabilitas sel. (Crispin dkk, 2003) Gangguan metabolik pada diabetes termasuk glikosilasi protein, kelainan mikrovaskular dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf, dan akumulasi kolagen pada kulit dan struktur periartikular menyebabkan perubahan pada jaringan ikat (Kim dkk, 2001) Pada individu obesitas, peningkatan berat badan, Body Mass Index, lingkar pinggang, lingkar pinggul, dan rasio pinggang-pinggul berkorelasi dengan peningkatan kadar mediator inflamasi (Seaman, 2013). Adiposopathy, atau sindroma "sick fat”, adalah istilah yang mengacu pada BMI yang tinggi berhubungan dengan kondisi inflamasi sistemik kronis yang paling sering disebut sebagai sindrom metabolik. Adanya adiposopathy menentukan bahwa BMI tinggi akan memberikan kontribusi untuk nyeri muskuloskeletal (Seaman, 2013). Namun, HDL juga memainkan peran penting dalam mengikat diserap endotoksin, apabila kadar HDL menurun akan
dapat menyebabkan endotoksemia kronis dan
inflamasi sistemik. Ketika HDL dibebani oleh endotoksin, ada beberapa konsekuensi aterogenik
pro-inflamasi
termasuk
penekanan
lesitin.
Aktivitas
cholesterol
acyltransferase dan kolesterol ester mentransfer massa protein, dan menurunkan kapasitas menjadi efflux kolesterol, yang berdampak nyeri muskuloskeletal. (Seaman, 2013) Tingkat abnormal kadar trigliserida dan HDL dianggap sebagai penyebab faktor risiko independen untuk aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Aterosklerosis
Universitas Sumatera Utara
dapat menyebabkan low back pain terjadi akibat kurangnya suplai darah dan degenerasi diskus (Heuch dkk 2014)
Universitas Sumatera Utara
II.5 Kerangka teori Kadar Gula Darah
Kim dkk, 2001 hiperglikemi abnormal mikrovaskular berupa Iskemik endoneural
Seaman, 2013 BMI↑ terjadi Adiposopati
HIPERGLIKEM IA Bakri dkk 2013, hiperglikemiaglikosilasi
GLIKOSILASI Kim dkk, 2001 terjadi ↑ akumulasi kolagen
LIPID
ABNORMAL MIKROVASKU LAR
ADIPOSOPATI
Kidwai dkk, 2013, kerusakan saraf
NEUROPATI
Heuch dkk, 2014 abnormal HDL mybbkan aterosklerosis
ATEROSKLER OSIS
↑AKUMULASI KOLAGEN Aydeniz dkk, 2008, ↑Kolagen menybbkan arthofibrosis
Wilson dkk, 2011, neuropati mybbkan IL dan kemokin
Seaman,2013 adiposopati terjadi pelepasan mediator inflamasi
ARTHOFIBROS IS Magit dkk, 2007 arthofibrosis menybbkan pelepasan sitokin
SITOKIN : IL1,IL-6, TNFα
Hansson, 2005 Aterosklerosis mybbkan pelepasan mediator inflamsi
Heuch dkk, 2014 ↓suplai darah dan degenerasi diskus
NYERI MUSKULOSKELETAL
Universitas Sumatera Utara
II.6. Kerangka Konsepsional
KADAR GULA DARAH
KADAR LIPID PROFILE
NYERI MUSKULOSKELETAL KRONIK
Universitas Sumatera Utara