BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Melaksanakan sebuah pekerjaan dapat membuat seseorang berisiko mengalami gangguan atau cedera. Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai sistem muskuloskeletal. Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders = MSDs) dianggap berkaitan dengan kerja (work-related) jika lingkungan dan pelaksanaan kerja berperan secara bermakna dalam timbulnya gangguan tersebut. Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industri telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah. Berdasarkan keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (low back pain=LBP) (Pamungkas, 2010). Laporan dari the Bureau of Labour Statistic (BLS) Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 menunjukkan bahwa hampir 20% dari semua kasus sakit akibat kerja dan 25% biaya kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan/sakit pinggang. Sementara itu National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus (Waters, et al, 1996 dalam Tarwaka, Bakri, & Sudiajeng, 2004).
1
2
Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun, apabila kontraksi otot melebihi 20% maka peredaran darah ke otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993 dalam Tarwaka, Bakri, & Sudiajeng, 2004). Sebuah studi menunjukkan prevalensi nyeri muskuloskeletal pada leher di masyarakat selama satu tahun besarnya 40% dan prevalensi ini lebih tinggi terjadi pada wanita. Selama satu tahun, prevalensi nyeri muskuloskelatal di daerah leher pada pekerja besarnya berkisar antara 6-76% dan wanita ternyata juga lebih tinggi dibandingkan pria. Di Kanada, sebanyak 54% dari total penduduk pernah mengalami nyeri di daerah leher dalam enam bulan yang lalu (Anies, 2005). Terbatasnya pengetahuan menyebabkan banyak SDM (Sumber Daya Manusia) yang terserap ke lapangan pekerjaan serabutan. Pekerjaan serabutan di Indonesia banyak dijumpai di lingkungan pasar karena hampir sebagian aktivitas kehidupan terjadi disana. Pasar Badung merupakan salah satu pasar tradisional terbesar di Bali. Hampir seluruh hasil pertanian masyarakat pedesaan baik dari Bali hingga luar Bali seperti Pulau Jawa diperjual belikan. Konsumen yang datang biasanya berasal dari sekitar Denpasar. Tidak jarang para konsumen
3
menggunakan jasa tukang suun (pekerja angkat-angkut) untuk mengantarkan barang-barang belanjaannya ke tempat penimbangan, ke tempat kendaraanya, ataupun ke transportasi angkutan kota (Hutagalung, 2007). Di Pasar Badung para tukang suun biasanya nyuun atau mengangkat barang-barang sembako (sembilan bahan pokok) ke atas kepala menggunakan keranjang milik masing-masing buruh. Jenis pekerjaan ini merupakan aktivitas tertua dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan mulai zaman dulu hingga saat ini. Disamping itu mayoritas yang melakukan kegitan ini adalah para wanita dan hanya dengan menggunakan tenaga manusia (manual) mulai dari mesuunan, kemudian mengantarkan ke tempat yang ditentukan sampai menurunkan di tempat tujuan. Pekerjaan tukang suun merupakan pekerjaan fisik yang berat (Hutagalung, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Palmer, et al (2001) dalam Samara (2007) di Inggris, Skotlandia, dan Wales pada 12.907 responden berumur 16-64 tahun menunjukkan bahwa orang yang bekerja dengan lengan atas dan bahu lebih dari satu jam/hari mempunyai hubungan bermakna dengan timbulnya nyeri leher {Prevalens Rasio (PR) = 1,3-1,7 pada wanita dan 1,2-1,4 pada pria}, tetapi tidak berhubungan dengan mereka yang bekerja dengan mengetik, mengangkat, menggunakan alat-alat vibrasi, atau sebagai pengemudi profesional. Grandjean (1988) dalam Hutagalung (2009) mengungkapkan kelelahan secara umum adalah suatu keadaan yang diterima dari segala bentuk perubahan fisiologis berupa kelambanan aktivitas motoris dan respirasi, adanya rasa sakit, perasaan berat pada bola mata, melemahnya motivasi, aktivitas serta fisik lainnya
4
yang mempengaruhi aktivitas fisik dan mental. Kelelahan yang berlanjut dapat mengakibatkan kelelahan kronis dengan gejala-gejala seperti: (1) terjadi penurunan kestabilan fisik; (2) kebugaran berkurang; (3) gerakan lambat; (4) malas bekerja; dan (5) adanya rasa sakit yang semakin meningkat. Menurut Hutagalung (2007) dari konsep ergonomi aktivitas mesuunan sering menyebabkan cedera yakni: kerusakan pada diskus intervertebralis (intervertebral discs), menyebabkan rasa nyeri, ngilu, kelelahan yang berlebihan, dan gangguan pada otot bagian kepala dan leher. Berdasarkan hasil wawancara dengan para perempuan tukang suun, hal-hal tersebut sudah mereka alami, tetapi dikarenakan tuntutan tugas, pengetahuan yang kurang memadai serta faktor ekonomi, mereka menganggap semuanya ini adalah kejadian biasa. Pada usia 40 tahun ke atas cedera ini semakin jelas, sebagian dari perempuan tukang suun tersebut tidak sanggup lagi bekerja dan bahkan sudah ada yang perlu perawatan. Batasan angkat yang dipakai sebagai batasan angkat secara legal menurut Komisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Inggris adalah sebagai berikut: (1) pria dibawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 16 kg; (2) pria usia di antara 16 tahun dan 18 tahun, maksimum angkat 18 kg; (3) pria usia lebih dari 18 tahun, tidak ada batasan angkatan; (4) wanita usia di antara 16 tahun dan 18 tahun, maksimum angkat 11 kg; (5) wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat adalah 16 kg (Hutagalung, 2009). Batasan-batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada tulang belakang bagi para wanita (back injuries incidence to women) sehingga akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang,
5
terutama bagi para pekerja berat. Selanjutnya pada tahun 1967 diadakan konfrensi Buruh Internasional yang mengeluarkan batasan angkat maksimum (Maximum Weight Recommendation) sebesar 55 kg, khusus bagi para pekerja yang terlatih dan berada pada lingkungan kerja yang ergonomis. Pada tahun 1975, negara Denmark mengeluarkan batasan yang boleh diangkat secara manual dengan massa maksimum adalah 50 kg, sedangkan beban untuk material beku (didinginkan) maksimum 30 kg dan pekerja atau operator tidak diijinkan mengangkat berat secara berulang lebih dari 25 kg selama lebih dari empat jam. Berdasarkan laporan International Labour Organization (ILO) bahwa batas angkat secara manual untuk buruh wanita adalah 15-20 kg, itupun harus dikurangi 25% jika pekerjaan tersebut sering dilaksanakan (Maiti, 2004). Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2005) batasan angkat maksimum untuk wanita dewasa apabila dilakukan dengan cara menjunjung beban adalah 15 sampai 20 kg atau tidak lebih dari 30% sampai 40% berat badan. Sunarijati
mengungkapkan
bahwa
pemerintah
memberi
jaminan
kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan kerja melalui undang-undang di bidang ketenagakerjaan, khususnya mengenai buruh wanita yang tertuang dalam UU No. 17 tahun 1948. Namun, masalah yang ditemukan di lapangan adalah kurangnya perhatian masyarakat terhadap isu-isu perburuhan terutama buruh wanita dan komitmen penyelenggaraan Negara dalam membela kepentingan buruh masih sangat rendah (Sunarijati, 2007).
6
Menurut penelitian Hutagalung (2009), didapatkan hasil perhitungan bahwa buruh angkat-angkut tradisional di Pasar Badung hanya direkomendasikan mengangkat/mengangkut beban maksimum sebesar 29,23 kg. Hasil dari studi pendahuluan terdapat sepuluh perempuan tukang suun menunjukan beban rata-rata yang disuun bervariasi dari 50 kg sampai dengan 70 kg dan lama mesuunan bervariasi dari lima menit sampai dengan sepuluh menit. Rata-rata perempuan tukang suun yang mesuunan dengan beban berat serta dengan waktu yang cukup lama mengeluhkan nyeri di daerah leher dan bahu. Masalah yang diakibatkan dari mesuunan dengan beban berlebih dan lamanya mesuunan dapat menyebabkan berbagai keluhan muskuloskeletal. Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian tentang hubungan beban dan lama mesuunan dengan keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun di Pasar Badung Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah terdapat hubungan antara beban mesuunan dengan keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun di Pasar Badung Denpasar ? 2. Apakah ada hubungan antara lama mesuunan dengan keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun di Pasar Badung Denpasar ?
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan mesuunan dengan keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun di Pasar Badung Denpasar.
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi beban mesuunan pada perempuan tukang suun di Pasar Badung. 2. Untuk mengidentifikasi lama mesuunan pada perempuan tukang suun di Pasar Badung. 3. Untuk mengetahui hubungan antara beban mesuunan dengan keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun di Pasar Badung Denpasar. 4. Untuk mengetahui hubungan antara lama mesuunan dengan keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun di Pasar Badung Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis 1. Memberikan pengetahuan khususnya kepada perempuan tukang suun di Pasar Badung Denpasar tentang beban dan lama mesuunan maksimal yang diperbolehkan sesuai umur, berat badan, dan tinggi badan.
8
2. Untuk petugas kesehatan khususnya perawat medikal bedah mampu mendeteksi berbagai keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun. 3. Untuk petugas kesehatan khususnya perawat komunitas mampu mengidentifikasi adanya keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun.
1.4.2 Manfaat Teoritis 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi beban dan lama mesuunan yang menyebabkan keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun. 2. Sebagai acuan untuk mengadakan penelitian selanjutnya yang terkait dengan pengaruh beban dan lama mesuunan terhadap keluhan muskuloskeletal pada perempuan tukang suun.