ABSTRAK
Astrid Kusuma Wardhani, G0007005, 2010, Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronik saluran nafas. Gangguan tidur sering dialami pasien asma sebagai konsekuensi dari gejala asma nokturnal yakni terbangun di malam hari akibat sesak napas, batuk, atau mengi. Kualitas tidur pasien dapat diperbaiki dengan mengontrol keluhan penyakit yang timbul. Tidur sangat penting untuk kesehatan fisik dan mental dan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Pola tidur sangat bervariasi menurut umur. Selain itu, gangguan tidur dapat terjadi akibat kelainan mental, somatik, atau akibat zat. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dengan mengontrol pengaruh variabel perancu riwayat penyakit penyerta dan umur. Penelitian ini adalah penelitian observational analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan teknik fixed exposure sampling. Ukuran sampel adalah 30 pasien asma terkontrol dan 30 pasien asma tidak terkontrol. Lokasi penelitian di poliklinik paru dan instalasi rawat inap Anggrek 2 RSUD Dr Moewardi Surakarta. Waktu penelitian pada bulan Mei sampai Juni 2010. Masing-masing sampel dilakukan pengukuran kontrol asma dengan Asthma Control Test dan kualitas tidur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Logistik yang diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol. Pasien asma yang tidak terkontrol memiliki risiko untuk mengalami kualitas tidur buruk tujuh kali lebih besar daripada asma terkontrol (OR= 7,4; CI95% 1,65 s.d. 32,90). Kesimpulan tersebut dibuat setelah mengontrol pengaruh riwayat penyakit penyerta dan umur. Penelitian ini menyimpulkan kontrol asma yang baik dapat mengurangi gejala asma nokturnal dan memperbaiki kualitas tidur pada pasien asma. Disarankan petugas kesehatan perlu memberikan manajamen dan edukasi yang baik dalam pencapaian kontrol asma, penerapan kebiasaan tidur yang baik, evaluasi serta penanganan secara komprehensif terhadap asma, penyakit morbiditas, psikiatri, dan induksi zat yang dapat mengganggu tidur.
Kata kunci : Kontrol asma, Kualitas tidur, Gangguan tidur
iv
ABSTRACT Astrid Kusuma Wardhani, G0007005, 2010, Difference of Sleep Quality between Controlled and Not Controlled Asthma Patient in RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Asthma is chronic inflammatory disease. Sleep disturbance common among asthma patient as consequence of nocturnal asthma symptoms such as dyspnea, cough, or wheezing resulted in early morning awakening. Sleep quality may be improved by controlling subjective symptoms related to the disease. Sleep is fundamental for physical and mental health also affects quality of life. Pattern of sleep vary of age. Besides that, sleep disturbance can be secondary to mental disorder, somatic disorders, or substance induced. The aim of this research was to know difference of sleep quality between controlled and not controlled asthma patient, with controlling for confounding factors such as medical history co morbid disease and age. This study was observational analytic by using cross-sectional design. The sample was selected by fixed exposure sampling. Samples sizes were 30 controlled asthma patients and 30 not-Controlled asthma patients. Research location was in Pulmonology Clinic and Anggrek 2 Ward RSUD Dr. Moewardi Surakarta. This research was held on May until June 2010. Each sample was measured their asthma control by using Asthma Control Test (ACT) and sleep quality by using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). The data was analyzed by using regression logistic model, run on Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. The result of this study showed that there is difference of sleep quality between controlled and not-Controlled Asthma Patient. Patients who were not controlled had seven times higher risk of poor sleep quality than those who were well controlled (OR= 7,4; CI95% 1,65 s.d. 32,90). This conclusion was made after controlling for the effect of co morbid disease and age. This study concludes well control asthma can reduce nocturnal asthma symptoms and results in improvement sleep quality on asthma patient. It is suggested that health care providers should give appropriate management and well education in approaching controlled asthma, implementation of good sleep habit, and comprehensive evaluation and management toward asthma, co morbid disease, psychiatric disorder, and substance induced sleep disorder. Key words: Control asthma, Sleep Quality, Sleep Disturbance
v
ABSTRAK
Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Astrid Kusuma Wardhani1, Yusup Subagio Sutanto2, Eddy Surjanto2, Ana Rima Setijadi2, Slamet Riyadi3 Tujuan : Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dengan mengontrol pengaruh variabel perancu riwayat penyakit penyerta dan umur. Metode : Penelitian ini adalah penelitian observational analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan teknik fixed exposure sampling. Ukuran sampel adalah 30 pasien asma terkontrol dan 30 pasien asma tidak terkontrol. Lokasi penelitian di poliklinik paru dan instalasi rawat inap Anggrek 2 RSUD Dr Moewardi Surakarta. Waktu penelitian pada bulan Mei sampai Juni 2010. Masing-masing sampel dilakukan pengukuran kontrol asma dengan Asthma Control Test dan kualitas tidur dengan Pittsburgh Sleep Quality Index. Teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Logistik yang diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol. Pasien asma yang tidak terkontrol memiliki risiko untuk mengalami kualitas tidur buruk tujuh kali lebih besar daripada asma terkontrol (OR= 7,4; CI95% 1,65 s.d. 32,90). Kesimpulan tersebut dibuat setelah mengontrol pengaruh riwayat penyakit penyerta dan umur. Kesimpulan : Penelitian ini menyimpulkan kontrol asma yang baik dapat mengurangi gejala asma nokturnal dan memperbaiki kualitas tidur pada pasien asma. Disarankan petugas kesehatan perlu memberikan manajamen dan edukasi yang baik dalam pencapaian kontrol asma, penerapan kebiasaan tidur yang baik, evaluasi serta penanganan secara komprehensif terhadap asma penyakit morbiditas, psikiatri, dan induksi zat yang dapat mengganggu tidur.
Kata kunci : Kontrol asma, Kualitas tidur, Gangguan tidur
1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas, Maret Surakarta
vi
2
Bagian Paru, Rumah Sakit Daerah Dr. Moewardi, Surakarta
3
Bagian Ilmu Biologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRACT Difference of Sleep Quality between Controlled and Not Controlled Asthma Patient in RSUD Dr. Moewardi Surakarta Astrid Kusuma Wardhani1, Yusup Subagio Sutanto2, Eddy Surjanto2, Ana Rima Setijadi2, Slamet Riyadi3 Objective: This paper presents the difference of sleep quality between controlled and not controlled asthma patient in Dr. Moewardi Surakarta Hospital, with controlling for confounding factors such as medical history co morbid disease and age. Methods: This study was observational analytic by using cross-sectional design. The sample was selected by fixed exposure sampling. Samples sizes were 30 controlled asthma patients and 30 not-Controlled asthma patients. Research location was in Pulmonology Clinic and Anggrek 2 Ward RSUD Dr. Moewardi Surakarta. This research was held on May until June 2010. Each sample was measured their asthma control by using Asthma Control Test (ACT) and sleep quality by using Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). The data was analyzed by using regression logistic model, run on Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows. Results: The result of this study showed that there is difference of sleep quality between controlled and not-Controlled Asthma Patient. Patients who were not controlled had seven times higher risk of poor sleep quality than those who were well controlled (OR= 7,4; CI95% 1,65 s.d. 32,90). This conclusion was made after controlling for the effect of co morbid disease and age. Conclusion: This study concludes well control asthma can reduce nocturnal asthma symptoms and results in improvement sleep quality on asthma patient. It is suggested that health care providers should give appropriate management and well education in approaching controlled asthma, implementation of good sleep habit, and comprehensive evaluation and management toward co morbid disease, psychiatric disorder, and substance induced sleep disorder.
vii
Key words: Control asthma, Sleep Quality, Sleep Disturbance
1
Student of Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta
2
Pulmonology Department, Dr. Moewardi Hospital, Sebelas Maret University, Surakarta 3
Biology Department, Medical Faculty, Sebelas Maret University, Surakarta
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Asma a. Definisi Asma Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (2003) asma didefinisikan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang terdapat berbagai sel yang memegang peranan terutama sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Gambaran awal berupa sesak napas (dyspnea) dan nafas berbunyi (wheezing) adalah keluhan yang diakibatkan oleh penyempitan (obstruction) saluran pernapasan merupakan gambaran khas dari asma bronkial (Kabat, 2004). Saat gejala asma muncul lebih buruk dari biasanya disebut dengan episode asma atau serangan asma (Fadden, 2005).
viii
b. Patogenesis Asma Berbagai teori tentang asma umumnya menerangkan tentang kepekaan yang tinggi dari saluran pernapasan sebagai bentuk respon pertahanan normal saluran napas. Respon ini dapat mengakibatkan reaksi abnormal jaringan saluran pernapasan yang mungkin akibat pengaruh imunologik ataupun gangguan keseimbangan neurohormonal (Kabat, 2004). Jalur imunologis dimulai masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh Antigen Presenting Cell (APC) untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th dengan bantuan MHC II yang kemudian akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk Ig E, serta sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit, limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, leukotrien, PAF, bradikinin, tromboksan, dll yang memengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis subepitel sehingga menimbulkan hipereaktifitas saluran napas (Sundaru dan Sukamto, 2007). Pengaruh perubahan neurohormonal terjadi akibat aktivitas reseptor adrenergik, blokade β-adrenergik dan jalur nervus vagus. Pada jaringan paru terdapat dua tipe reseptor adrenergik yakni α dan β reseptor. Rangsangan β reseptor mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan sekresi mukus; rangsangan α mengakibatkan bronkokonstriksi (Kabat, 2004). ix
Pada individu normal, tonus saluran napas dalam keseimbangan antara bronkodilatasi karena rangsangan β-adrenergik dan bronkokonstriksi karena rangsangan vagal, α reseptor, serta faktor lain. Reflek ini dapat disebabkan rangsangan antigenik, nonantigenik, seperti perubahan tekanan O2 dan CO2. Rangsangan vagal mengakibatkan pelepasan kolinergik yang kadarnya lebih tinggi pada penderita asma (Kabat, 2004). c. Patofisiologi Perubahan akibat inflamasi pada penderita asma merupakan dasar kelainan faal yang terjadi pada pasien asma antara lain: 1) Obstruksi saluran napas Penyempitan
saluran
pernapasan
akibat
inflamasi
saluran
pernapasan maupun peningkatan tonus otot polos bronkhioler dan terjadi ketidakseimbangan menyebabkan
ventilasi
gejala
perfusi.
batuk,
rasa
Penyempitan berat
di
saluran
dada,
mengi
napas dan
hiperesponsivitas bronkus. (Price dan Wilson, 2004). 2) Hiperesponsivitas saluran napas Mekanisme hiperesponsivitas saluran napas belum jelas. Inflamasi dinding saluran napas terutama di peribronkial menambah penyempitan saluran napas selama kontraksi otot polos. (Rahmawati et al., 2003). 3) Hipersekresi mukus
x
Gambaran makroskopis biopsi pasien asma adalah oklusi bronkus dan bronkiolus oleh sumbat mukus kental dan lengket (Matra dan Kumar, 2007). Donno et al. (2000) menyatakan hipersekresi mukus mengurangi gerak silia, menyebabkan inflamasi dan kerusakan fungsi epitel. 4) Eksaserbasi Eksaserbasi merupakan gambaran umum pada asma. Faktor penyebab eksaserbasi antara lain rangsangan bronkokonstriksi (inciter) seperti latihan, udara dingin, dan rangsangan inflamasi (inducer) seperti pajanan alergen, sensitisasi zat, dan infeksi saluran napas (GINA 2006). 5) Asma nokturnal Penderita asma nokturnal bergejala khas yakni terbangun antara jam 3 dan 5 pagi dengan batuk, mengi, sesak dan tidak dapat tidur kembali tanpa bantuan bronkodilator aerosol. Faktor lain seperti ritme sirkadian, kadar epinefrin, tonus vagus, pendingin, tidur, berkurangnya pembersihan mukus, refluks gastroesofagus sebagai faktor pencetus (Pelly, 1992). 6) Analisis gas darah Asma menyebabkan gangguan pertukaran gas. Derajat hipoksemia berkorelasi dengan penyempitan saluran napas akibat ketidakseimbangan ventilasi perfusi. (Price dan Wilson, 2004). d. Faktor Risiko
xi
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor pejamu dan faktor lingkungan (PDPI, 2004): 1) Faktor pejamu: Predisposisi genetik, Atopi, Hiperesponsif jalan napas, Jenis kelamin, Ras/etnik 2) Faktor lingkungan a) Alergen di dalam dan luar ruangan b) Polusi udara di luar dan dalam ruangan, Asap rokok, Sulfur dioksida c) Infeksi pernapasan, Ekpresi emosi berlebih, Perubahan cuaca d)
Makanan, zat aditif, obat-obatan tertentu.
e)
Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)
f)
Exercise induced asthma
e. Diagnosis Surjanto (2001) menyatakan beberapa indikator penegakan diagnosis asma: 1) Mengi (wheezing) Pada asma ringan, mengi dapat terdengar pada waktu ekspirasi paksa. Bila penyakit makin berat, mengi terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi biasa. 2) Memiliki riwayat sebagai berikut: a) Mengi berulang b) Sesak nafas berulang c) Rasa berat di dada berulang
xii
d) Batuk yang memburuk pada malam atau dini hari 3) Penyempitan saluran nafas yang reversible dan variasi diurnal Variasi diurnal diukur dengan peak flow meter. Arus puncak ekspirasi (APE) yang diukur pagi hari (sebelum inhalasi agonis β2) dan malam hari (setelah inhalasi agonis β2) menunjukkan perbedaan ≥ 20%. 4) Gejala timbul atau memburuk pada berbagai faktor pencetus 5) Gejala terjadi memburuk malam hari menyebabkan penderita terbangun.
f. Klasifikasi Asma Klasifikasi menurut derajat asma penting dalam penatalaksanaannya. Derajat asma ditentukan gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi β2 agonis dan uji faal paru) serta obat pengontrol (jenis, kombinasi, dan frekuensi pemakaian). Tabel 2.1 Derajat Asma Derajat asma
Gejala
Intermitten
Bulanan
Gejala malam
Faal paru APE≥80%
≤ 2 kali sebulan
- Gejala<1x/minggu. - Tanpa gejala diluar serangan. - Serangan singkat.
- VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80% nilai terbaik. - Variabilitas APE<20%.
Persisten ringan
Mingguan
APE>80%
xiii
Gejala>1x/minggu tetapi<1x/hari. Serangan mengganggu aktivitas dan tidur Harian
>2 kali sebulan
- VEP1≥80% nilai prediksi APE≥80% nilai terbaik. - Variabilitas APE 2030%. APE 60-80%
- Gejala setiap hari. - Serangan mengganggu aktifitas dan tidur - Membutuhkan bronkodilator tiap hari. Kontinyu
>2 kali sebulan
- VEP1 60-80% nilai prediksi APE 6080% nilai terbaik. - Variabilitas APE>30%.
- Gejala terus menerus - Sering kambuh - Aktifitas fisik terbatas
Sering
Persisten sedang
Persisten berat
APE 60≤% - VEP1≤60% nilai prediksi APE≤60% nilai terbaik - Variabilitas APE>30%
Sumber : GINA 2006, PDPI 2004 g. Penatalaksanaan Asma Tatalaksana pasien asma adalah manajemen kasus untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan aktivitas sehari-hari (asma terkontrol) (Sundaru, 2007). Pada prinsipnya penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: penatalaksanaan asma akut dan jangka panjang: 1) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan) Serangan akut adalah episode perburukan asma. Penanganan cepat tepat sesuai derajat serangan. Penilaian berdasar riwayat serangan, gejala, pemeriksaan fisik dan faal paru.
xiv
Pada serangan ringan, obat yang digunakan β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya bentuk inhalasi. Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat) kortikosteroid oral diberikan dalam 3- 5 hari. Pada serangan sedang diberi β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambah ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV. Bila perlu diberi oksigen dan cairan IV. Pada serangan berat pasien dirawat dan diberi oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja cepat, ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV. Pemberian obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. (Depkes RI, 2008). 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan mengontrol asma dan mencegah serangan. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: Edukasi, obat asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (Sundaru, 2007). Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. (Sundaru dan Sukamto, 2007).
xv
Obat yang termasuk pengontrol antara lain: kortikosteroid inhalasi dan sistemik, sodium kromoglikat, Nedokromil sodium, Metilsantin, Agonis β2 kerja lama inhalasi dan oral, Leukotrien modifier, Antihistamin generasi ke-2, dll. Obat yang termasuk pelega antara lain: Agonis beta-2 kerja
singkat,
kortikosteroid
sistemik,
antikolinergik,
aminofilin,
adrenalin, dll. Edukasi mencakup kapan pasien berobat, mencari pertolongan, mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan waktu penggunaan, menghindari faktor pencetus, dan kontrol teratur (Depkes RI, 2008). Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan senam asma. Pada dewasa, dengan Senam Asma Indonesia yang teratur, asma terkontrol dapat terjaga. Dengan melaksanakan ketiga hal diatas diharapkan tercapai tujuan penanganan asma, yaitu asma terkontrol (Yayasan Asma Indonesia, 2007). Tabel 2.2 Tingkat Kontrol Asma Tingkatan Asma Terkontrol Karakteristik
Gejala harian
Terkontrol
Terkontrol
Tidak
Sebagian
Terkontrol
Tidak ada (≤ 2 > dua kali perminggu) seminggu
xvi
kali Tiga atau lebih gejala dalam kategori Asma
Pembatasan aktivitas
Tidak ada
Gejala nokturnal/gangguan tidur
Tidak ada
Sewaktu-waktu dalam seminggu
Terkontrol Sebagian, muncul sewaktuwaktu dalam Sewaktu- waktu seminggu dalam seminggu
Kebutuhan akan reliever Tidak ada (dua ≥ dua atau terapi rescue kali atau kurang seminggu dalam seminggu) Fingsi Paru (PEF atau
Normal
<80% (perkiraan atau dari kondisi terbaik bila diukur)
Tidak ada
Sekali atau lebih Sekali dalam dalam setahun seminggu
FEV1
Eksaserbasi
kali
Sumber : GINA 2006.
Terkontrol Terkontrol Sebagian Tidak terkontrol Eksaserbasi
Meningkat
Menurun
Derajat kontrol
Terapi
Pemeliharaan dan Langkah Kontrol Terendah Tingkat terapi untuk mencapai kontrol Tingkat sampai terkontrol penuh Terapi eksaserbasi
Menurun Step 1 Jika diperlukan 案 agonis kerja cepat
Step 2 Step 3 Step 4 EDUKASI ASMA, KOTROL LINGKUNGAN Jika diperlukan 案 agonis kerja cepat Pilih salah satu
Obat Pengontrol
Meningkat
Inhalasi kortikosteroid
Pilih salah satu Inhalasi kortikosteroid
xvii
Tambahkan satu atau lebih Inhalasi kortikosteroid
Step 5
Tambahkan satu atau lebih Glukokortikostero id oral (dosis
dosis rendah
Leukotrien inhibitor
dosis rendah +案 agonis kerja lama Inhalasi kortikosteroid dosis sedang atau tinggi Inhalasi kortikosteroid dosis rendah + leukotrien inhibitor Inhalasi kortikosteroid dosis rendah + teofilin lepas lambat
dosis sedang atau tinggi + 案 agonis kerja lama Leukotrien inhibitor
terendah)
Terapi anti Ig E
Teofilin lepas lambat
Gambar 2.1 Penatalaksanaan asma berdasarkan kontrol berdasarkan kontrol untuk anak usia > 5 tahun, remaja dan dewasa Sumber: GINA (2006), Surjanto (2008) 2. Asthma Control Test Tujuan utama pengobatan asma adalah mencapai kontrol yang adekuat. Penatalaksanaan asma berdasarkan kontrol meliputi prinsip penatalaksanaan penyakit kronik termasuk penilaian periodik, tujuan dan terapi perorangan (Surjanto, 2008). Sebagai penyakit multidimensi, persamaan persepsi kontrol asma belum ada sehingga tidak heran bila sebagian besar asma tidak terkontrol. Para peneliti mencari alat ukur yang mewakili kontrol asma secara keseluruhan sehingga sasaran pengobatan lebih jelas (Sundaru, 2007).
xviii
Saat ini diperkirakan ada sekitar 5 alat ukur berupa kuesioner dengan atau tanpa pemeriksaan fungsi paru. Salah satu yang terkenal adalah: Asthma Control Test (ACT). ACT diperkenalkan oleh Nathan et al. (2004) yang bertujuan memudahkan dokter dan pasien dalam mengevaluasi penderita asma yang berusia lebih dari 12 tahun dan menetapkan terapi pemeliharaannya. Kuessioner ini terdiri dari lima pertanyaan tentang gangguan aktivitas karena gejala asma, penggunaan obat pelega napas, penilaian pasien tentang seberapa terkontrol penyakit mereka. Kuessioner ini telah divalidasi sehingga dapat dipakai secara luas untuk menilai dan memperbaiki kondisi asma seseorang (Nathan et al., 2004; Yunus 2005). Kuesioner ACT ini telah di uji coba di poliklinik alergi-imunologi klinik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM dengan hasil keandalan internal 83%, keandalan interklas 92%, kesahihan dengan fungsi paru 24% dan kesahihan dengan penilaian klinis 74% sehingga dapat disimpulkan ACT ini dapat dipakai di masyarakat Indonesia (Sundaru, 2007). Kuesioner ini untuk mengetahui seberapa sering gejala asma terjadi dalam 4 minggu terakhir. Tiap jawaban dinilai mulai dari 1 sampai 5. Total nilai terendah ACT adalah 5 sedangkan maksimal 25. Interpretasi hasilnya adalah jika jumlah nilai ≤ 19, maka asma tersebut tidak terkontrol sedangkan bila nilai ≥ 20, maka asma tersebut telah terkontrol (GINA, 2006).
xix
3. Tidur a. Fisiologi Tidur Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar di mana orang tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau dengan rangsangan lainnya (Guyton dan Hall, 1997). Orang dewasa membutuhkan waktu sekitar tujuh setengah jam tiap malam. (Kaplan dan Sadock, 2000). Pada orang dewasa, tahap tidur dibagi menjadi tidur REM dan tidur non-REM (stadium 1 sampai 4). Dua taraf ini saling bergantian dalam siklus yang bertahan antara 70 sampai 120 menit. Secara umum, 4 sampai 6 siklus NREM-REM terjadi tiap malam. (Guyton dan Hall, 1997). Tahapan tidur normal yakni: Tahap 0 adalah periode kesadaran penuh dengan mata tertutup, yang terjadi sesaat sebelum tidur. Tonus otot cenderung meningkat, aktivitas alpha meningkat dengan peningkatan rasa kantuk (Kaplan dan Sadock, 2000). Tahap 1 disebut tahap permulaan tidur karena menunjukkan transisi singkat dari periode sadar menuju tidur. Didapat amplitudo rendah, aktivitas beta dan theta lebih lambat (4-7 siklus per detik). Tahap 1 merupakan 5% dari total periode waktu tidur (Kaplan dan Sadock 2000). Tahap 2 didominasi aktivitas theta dan dicirikan dengan sleep spindles adalah ritme gelombang Komplek K berbentuk tajam, negatif, gelombang
xx
EEG tegangan tinggi, diikuti oleh yang lebih lambat. Tahap 2 merupakan 4555% dari periode total tidur (Kaplan dan Sadock, 2000). Tahap 3 dicirikan 20-50% aktivitas gelombang delta tegangan tinggi frekuensi 1-2 siklus per detik. Seperti tahap 2, tonus otot meningkat, tetapi tidak ada gerakan mata (Kaplan dan Sadock, 2000). Tahap 4 terjadi saat gelombang delta menyusun > 50% rekaman EEG. Tahap 3 dan 4 sering sulit dibedakan dan secara umum disebut slow-wave sleep dan merupakan 15-20% waktu tidur (Kaplan dan Sadock, 2000). Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, peningkatan aktivitas otot involunter, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur, gerakan otot tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata cepat) dan lebih sulit dibangunkan. Tahap ini merupakan 20-25% dari waktu tidur total dan sering dikenal pula dengan tidur desynchronized (Stradling, 1995). Urutan tahap tidur selama siklus tidur awal adalah: tahap NREM 1, 2, 3, 4, 3, dan 2; kemudian tahap REM. Pada dewasa muda, tidur REM merupakan 25% waktu tidur total. Pada dewasa muda, dari bangun sampai tahap NREM memerlukan waktu kira-kira 90 menit sebelum periode REM pertama yang disebut sebagai REM latency. (Kaplan dan Sadock, 2000). Siklus tidur (antara waktu REM dan REM berikutnya) lebih pendek pada bayi daripada dewasa. Periode REM muncul setiap 50-60 menit selama
xxi
waktu tidur bayi dan secara bertahap meningkat sampai dewasa dengan panjang siklus 70-100 menit selama masa dewasa. (Saisan et al., 2008). Saklar untuk tidur adalah nucleus preoptic ventrolateral (VLPO) di hipotalamus anterior. Area ini akan aktif saat tidur dan menggunakan neurotransmitter inhibisi GABA dan galanin untuk memulai tidur dengan menghambat daerah rangsangan otak. Nukleus VLPO menghambat daerah bangun. Neuron hypocretin di hipotalamus lateral membantu menstabilkan saklar ini. Jatuh tertidur adalah hasil dari pemutusan fungsional antara batang otak dan thalamus rostral dengan korteks otak (Pinzon, 2010). b. Perubahan kardiovaskular dan respirasi selama tidur Selama tidur NREM, denyut jantung dan tekanan darah turun sekitar 10%. Dalam tidur NREM, ada pengurangan aliran simpatis dan dominasi dari parasimpatis berdasar percobaan Somers (1993) yang merekam aktivitas nervus peroneus orang sehat ketika bangun dan pada berbagai stadium tidur. Selama fase tidur REM, juga ada aktivitas fasik yang terjadi dalam letupan. Aktivitas letupan fasik dapat menuntun pada kedua periode peningkatan dan periode penurunan denyut jantung (Pack, 2008). Selama tidur NREM, ventilasi tidur menurun. Secara umum, ada penurunan dalam volume tidal ketika perubahan laju respirasi lebih bervariasi (Krieger et al., 1990). Ventilasi selama tidur REM secara konsisten lebih sedikit daripada saat keadaan terjaga. Ada perubahan dalam
xxii
ventilasi berkaitan dengan kejadian fasik tidur REM. Baik percepatan maupun perlambatan laju respirasi keduanya ditemukan penurunan ventilasi. Aktivitas otot interkosta dan muskulus respiratori aksesorius berkurang bersamaan inhibisi general tonus otot skelet selama tidur REM. Resistensi saluran napas atas meningkat progresif dari stadium 1 ke stadium 2, 3, dan 4 fase tidur NREM. (Bradley dan Phillipson, 2005). Respon ventilasi terhadap hipoksia dan karbon dioksida menurun dalam fase tidur NREM dibanding keadaan terjaga. Penurunan lebih lanjut pada fase REM. (Pack, 2008). Setelah stadium slow wave sleep terlewati, input respirasi mekanik berkurang dan pernapasan lebih diatur oleh sistem kontrol metabolik. Kontrol respirasi lebih stabil. Volume ventilasi per menit berkurang 1- 2 L per menit, PCO2 arteri meningkat 2-8 mmHg, dan PaO2 arteri menurun 5-10 mmHg dibanding keadaan terjaga (Bradley dan Phillipson, 2005). Keadaan terbangun menghasilkan peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan ventilasi. Stimulus respirasi seperti oklusi saluran napas, peningkatan resistensi saluran napas, hipoksia, dan hiperkapnia dapat menuntun terbangun dari tidur. Stimulus respirasi yang utama untuk membangunkan adalah derajat usaha pernapasan (Pack, 2008). c. Kuantitas dan kualitas Tidur Kualitas tidur menunjukkan kemampuan individu untuk tetap tertidur dan mendapatkan jumlah tidur REM dan NREM yang tepat. Kuantitas tidur
xxiii
adalah total waktu individu tidur (George dan Kryger, 2008). Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: 1) Pengaruh umur Pola tidur-bangun berubah sesuai bertambahnya umur. Pada masa neonatus, lama tidur sekitar 18 jam dan sekitar 50% adalah tidur REM.. Usia satu tahun lama tidur sekitar 13 jam dan 30% adalah tidur REM. Waktu tidur menurun tajam setelah itu. Dewasa muda membutuhkan waktu tidur 7-8 jam dengan NREM 75% dan REM 25%. (Amin, 2007). 2) Rutinitas harian dan Motivasi tidur Rutinitas yang variatif memengaruhi tidur. Pekerja shift malam dapat mengalami kesulitan tidur. Berdasarkan siklus sirkadian, tubuh mempersiapkan untuk tidur di malam hari dengan menurunkan suhu tubuh dan melepaskan hormon melatonin. Hasrat untuk tetap terjaga dan siaga membantu mengatasi rasa kantuk dan tidur. (Neubauer, 1999). 3) Aktivitas fisik dan latihan Aktivitas meningkatkan kelelahan dan mempromosikan relaksasi tidur. Hal ini terlihat bahwa aktivitas fisik meningkatkan tidur fase REM dan NREM (Division of Sleep Medicine Harvard University, 2007). 4) Kebiasaan konsumsi Minuman beralkohol dalam takaran sedang, terlihat menginduksi tidur. Namun, dalam jumlah besar membatasi tidur REM dan delta. Efek ini menerangkan fenomena hangover setelah minum alkohol berlebihan. xxiv
Kafein merupakan stimulator sistem saraf pusat. Untuk sebagian besar orang, minuman berkafein mengganggu kemampuan untuk tidur. Sebagai contoh, minuman kafein, kopi, teh, minuman kola, dan coklat. Nikotin menstimulasi tubuh dan perokok sering mendapati kesulitan jatuh tidur. Perokok biasanya mudah terbangun dan tidur singkat. (Division of Sleep Medicine Harvard University, 2007). 5) Faktor lingkungan dan budaya Sebagian besar orang tidur terbaik saat berada dalam lingkungan rumah biasanya. Tidur di lingkungan baru dapat memengaruhi tidur REM maupun NREM. (Kaplan dan Sadock, 2000). Budaya, keyakinan, dan kebiasaan individu dapat memengaruhi tidur. (Saisan et al., 2008). 6) Stres psikologis dan Gangguan mental Situasi hidup dapat menyebabkan stress psikologis. Seseorang yang mengalami stress mungkin kesulitan mendapatkan jumlah tidur yang cukup sesuai kebutuhan dan jumlah fase tidur REM menurun cenderung meningkatkan ansietas dan stress (Saisan et al., 2008). 7) Penyakit Keadaan medis berefek pada struktur dan distribusi tidur. Kondisi seperti penyakit gagal jantung, hipertensi, osteoarthtritis, fibromyalgia, kejang nokturnal, stroke, parkinson, penyakit refluks gastroesofagus dll (Kaplan dan Sadock, 2000). Gangguan ini dapat membatasi kedalaman tidur maupun episode singkat terbangun (Saisan et al., 2008). xxv
d. Gangguan Tidur 1) Macam Klasifikasi gangguan tidur yakni International Classification Disorder (ICSD) dan DSM IV. DSM-IV mengandung total 12 penyakit. Klasifikasi lengkap gangguan tidur DSM-IV pada lampiran 8. Ada empat golongan utama gangguan tidur menurut penyebab (Durand, 2007): a) Gangguan tidur primer, meliputi disomnia dan parasomnia b) Gangguan tidur karena kelainan mental c) Gangguan tidur karena kondisi medis umum d) Subtansi penginduksi gangguan tidur. International
Classification of Disease membuat
klasifikasi
gangguan tidur karena hipoventilasi sebagai berikut: Gangguan tidur terkait hipoventilasi alveolar nonobstruktif idiopatik; Congenital Central Alveolar Hypoventilation Syndrome; Gangguan tidur terkait hipoventilasi karena patologi jaringan parenkim paru atau vascular; Gangguan tidur terkait hipoventilasi karena obstruksi saluran napas bawah; Gangguan tidur
terkait
hipoventilasi
karena
kelainan
dinding
dada
dan
neuromuscular (Casey et al., 2007) e. Penatalaksanaan Terapi insomnia idealnya bertujuan memperbaiki kualitas dan kuantitas tidur dan kembali normalnya fungsi fisiologis tubuh pada jam
xxvi
produktif, mengembalikan kemampuan konsentrasi, dan mengurangi keluhan saat bangun tidur. Terapi yang dipilih harus yang memberikan efek samping minimal (Dwiprahasto, 2010). Penanganan gangguan tidur dilakukan dari berbagai segi yakni medis, lingkungan, dan psikologis. Langkah pertama untuk mengatasi insomnia sekunder terhadap gangguan medik atau psikiatrik adalah mengoptimalkan terapi terhadap penyakit yang mendasarinya (Amin, 2007). 1) Terapi non-Farmakologi Sebagian besar ahli dan guidelines merekomendasikan terapi insomnia diawali terapi nonfarmakologi (Morin, 2006; Leopando et al., 2003; Smith et al., 2002).
a) Cognitive behavior therapy Membantu mengubah keyakinan dan kebiasaan yang keliru tentang tidur (misal harapan yang tidak realistis dan miskonsepsi), teknik pelatihan (memahami tujuan hidup, menghadapi masalah, planning coping respons, reappraisal dan pergeseran perhatian). b) Exercise intensitas sedang (sebaiknya tidak dilakukan sesaat sebelum tidur).
xxvii
c) Terapi Relaksasi dengan melakukan penekanan dan relaksasi pada kelompok otot yang berbeda, biofeedback, visual dan auditory feedback untuk menurunkan rangsang somatik, meditasi, dan hinopsis. d) Sleep Restriction (Paradoxical intention therapy) Menggunakan pendekatan paradoksikal yaitu pasien memanfaatkan waktu di tempat tidur yang terbatas (dikaitkan dengan lamanya waktu tidur). Waktu di tempat tidur selanjutnya ditingkatkan dengan atau dikurangi secara progresif, tergantung pada perbaikan atau perburukan kualitas dan lamanya tidur. e) Terapi pengendalian rangsang dengan menghindari sinar lampu terang suara gaduh, dan suhu ekstrim, makan besar, kafein, rokok dan alkohol di malam hari f) Temporal Control Measure dengan menerapkan waktu bangun yang konsisten, meminimalkan tidur / istirahat siang. Durand (1988) dan Regestein (1990) menyarankan beberapa penerapan kebiasaan tidur yang baik antara lain: a) Menetapkan rutinitas dan waktu bangun regular yang sama setiap hari b) Batasi atau hentikan zat yang bekerja di SSP (kafein, nikotin, alcohol, stimulan)
xxviii
c) Naik ke tempat tidur hanya setelah merasa mengantuk dan bangkit dari tempat tidur bila tidak dapat tidur dalam 15 menit dan minum susu sebelum tidur d) Hindari tidur sekejap siang hari (kecuali menyebabkan tidur malam lebih baik) e) Dapatkan kebugaran fisik dengan rajin olahraga pagi secara bertahap f) Batasi aktivitas di kasur pada aktivitas membantu induksi tidur, hindari stimulasi malam seperti aktivitas berat, ganti televisi dengan radio, bacaaan santai g) Kurangi suara keras dan cahaya di tempat tidur h) Makan pada waktu yang teratur setiap hari dengan diet berimbang dan membatasi lemak ; hindari makan besar dalam jumlah besar sebelum tidur i) Hindari perubahan suhu udara ekstem di kamar misal terlalu panas atau dingin j) Lakukan relaksasi malam seperti relaksasi otot progresif atau meditasi 2) Terapi Farmakologi Jika efek yang diharapkan adalah efek pengurangan gejala segera, maka pilihan pertama pada golongan hipnotik, terutama jika insomnia menimbulkan gangguan serius atau gejala tetap terjadi setelah diterapi terhadap penyakit yang mendasari (Dwiprahasto, 2010). Berikut terapi farmakologi untuk insomnia (Leopando et al., 2003; Cauffield, 2007). xxix
a) Obat Hipnotik Golongan Benzodiazepin Benzodiazepin beraksi sebagai antagonis reseptor GABA dengan menurunkan latensi onset tidur dan ketahanan bangun setelah onset tidur. Benzodiazepin bermanfaat sebagai terapi jangka pendek insomnia. Penggunaan lebih dari 4 minggu meningkatkan risiko ketergantungan (kebutuhan kronis dan bersifat kompulsif serta fenomena putus obat). Benzodiazepin dapat menyebabkan depresi pernapasan, terutama pada pasien dengan penyakit pulmoner. b) Obat Hipnotik Golongan Non Benzodiazepin Obat golongan non benzodiazepin berdampak minimal pada tahapan tidur dan tidak terjadi fenomena REM sleep rebound seperti benzodiazepin. Obat golongan ini untuk terapi insomnia antara lain: zolpidem, zaleplon, dan eszopiclon. c) Barbiturat, Opiat, dan Antidepresan Fungsi barbiturat sebagai antagonis reseptor GABA menurunkan latensi onset tidur dan menekan tidur REM. Opiat memfragmentasi tidur dan menurunkan REM serta tidur stadium 2. Efek analgesia dan sedasi opiat mengatasi insomnia akibat nyeri. Antidepresan seperti amitriptilin, doksepin, tradozone, dan mirtazapin berefek sedasi dengan memblok asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin. Antidepresan efektif untuk terapi pasien insomnia dengan dasar depresi. Ketiga jenis obat ini efektif untuk terapi jangka pendek insomnia (maksimal 2 xxx
minggu). Penggunaan waktu lebih lama meningkatkan toleransi, ketergantungan fisik dan psikologis serta efek samping agitasi, kebingungan, mimpi buruk, halusinasi, letargi, dan hangover. d) Agonis Reseptor Melatonin Ramelteon
bekerja
sebagai
agonis
reseptor
melatonin
diindikasikan perawatan insomnia yang dikaraktertistikkan oleh kesulitan jatuh tertidur. 3) Pemberian Suplemen dan Obat Herbal Beberapa jenis bahan obat alam dan suplemen (seperti lavender, melatonin, akar valerian, St.John’s wort, niasin, glutamine, dan Itryptophan dilaporkan membantu gejala insomnia (Buscemi et al., 2004). 4. Hubungan Asma dengan Tidur Majde dan Kruger (2005) menyatakan sampai sekarang masih belum jelas apakah mengalami gejala asma akan mengganggu tidur atau sebaliknya kualitas tidur yang buruk berefek pada gejala asma. Janson et al. (1990) dan Bhagat et al. (1997) dalam Hanson dan Chen (2008) melaporkan individu asma mengalami tidur buruk dibandingkan normal. Akan tetapi, Chung et al. (2006) menunjukkan hubungan tidur yang buruk dengan peningkatan gejala asma. Studi Keimpema et al. (1995) menunjukan individu dengan penyakit paru obstruksi kronis maupun asma sering mengeluhkan keluhan kesulitan induksi dan mempertahankan tidur, terbangun di pagi hari, kelelahan dan rasa kantuk
xxxi
berlebih di siang hari. Ada pengurangan yang signifikan dalam efisiensi tidur pada pasien asma dibanding individu normal (Martin dan Schlegel, 1998). Gangguan respirasi selama tidur NREM mengganggu periode siklus normal REM sepanjang malam, mencegah progesivitas dan mengurangi total jumlah tidur REM. Padahal, ketika seseorang kekurangan tidur REM, maka akan merasakan tidur kurang nyenyak dan menimbulkan rasa kantuk berlebih (Punjabi et al., 2002). Studi Punjabi (2002) terhadap pasien gangguan tidur karena masalah pernapasan menunjukkan index apnea, hipopnea, derajat pemutusan tidur, dan derajat hipoksemia nokturnal berhubungan dengan peningkatan rasa kantuk di siang hari yang diukur dengan Multiple Sleep Latency Test secara independent. Selain itu, asma sering memburuk pada malam hari atau dikenal dengan asma nokturnal. Turner-Warwick (1988) melakukan studi terhadap 7792 pasien asma, dilaporkan 74% terbangun dengan gejala asma paling sedikit sekali seminggu, 64% melaporkan gejala asma terjadi paling sedikit tiga malam per minggu, dan 40% dilaporkan mengalami gejala asma tiap malam serta 53% kematian asma terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi. Pasien asma nokturnal digolongkan sebagai asma tidak terkontrol dan intensitas pengobatan disesuaikan dengan panduan yang dipublikasikan. Pada asma, resistensi saluran pernapasan bawah meningkat secara progresif sepanjang malam dengan peningkatan lebih besar selama tidur. Hasil ini didukung dengan observasi bahwa onset serangan asma lebih sedikit pada xxxii
bagian pertama tidur. Fungsi paru dan responsivitas saluran napas bervariasi sesuai ritme sirkadian, dengan titik terendah dalam fungsi paru terjadi kira-kira jam 4 pagi. Jumlah sel inflamasi dan level mediator inflamasi pada paru terlihat meningkat selama malam hari. Pada asma, peran relatif sirkadian dan sistem tidur menjadi subjek kontroversi (Martin dan Schlegel, 1998). Gejala asma nokturnal seperti batuk dispneu dapat mengganggu tidur. Pasien asma lebih sering mengalami rasa kantuk di siang hari (daytime sleepiness) dan mengeluh sulit jatuh tertidur atau sering terbangun lebih awal daripada subjek tanpa asma (Janson et al., 1996). Polisomnografi pada pasien asma nokturnal menunjukkan penurunan efisiensi tidur (waktu lama tidur dibanding waktu berada di kasur) dan meningkatkan frekuensi terbangun. Pada beberapa pasien asma, variasi sirkadian dari fisiologi saluran napas memberikan peningkatan tercetusnya sleep disordered breathing antara tengah malam sampai jam 8 pagi. Proses yang mendasarinya diperkirakan berasal dari pengaruh proses inflamasi (Bender dan Leung, 2005). Perubahan sitokin akibat asma berkontribusi pada perubahan tidur dengan mempengaruhi neurokimiawi otak yang meregulasi tidur. Majde dan Kruger (2005) menyatakan beberapa termasuk IL-4, IL-6, IL-1, dan TNF-α. Sitokin IL4 dan IL-1 meningkat pada pasien alergi yang berhubungan dengan peningkatan masa latensi untuk tidur REM dan merendahkan keseluruhan kualitas tidur. Studi Fang et al. (1997) juga menunjukkan IL-1 dan TNF-α meningkatkan intensitas dan durasi tidur NREM serta menahan tidur REM. xxxiii
Teofilin secara umum dianggap sebagai pengobatan asma nokturnal yang efektif, terutama jika jadwal dosis pemberian dibangun untuk mencapai level puncak yang pada malam hari ketika pembatasan saluran napas terbesar (Barnes et al., 1982). Akan tetapi, teofilin termasuk golongan metilxantin yang memiliki efek seperti kafein yakni mengganggu tidur. Hasil penelitian Hanson dan Chen (2008) menunjukkan bahwa kualitas tidur yang buruk memprediksikan gejala asma yang lebih parah keesokan harinya, nilai prediksi peak expiratory force (PEF) lebih rendah dan kadar keluaran kortisol harian yang lebih rendah. 5. Pittsburgh Sleep Quality Index Buysse et al. mendesain suatu pengukuran kualitas tidur yang dikenal sebagai Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI didesain untuk menyediakan pengukuran kualitas tidur yang reliabel, valid, dan terstandardisasi. Tidak perlu pelatihan untuk penggunaan kuesioner tidur ini. Revisi terakhir pada tahun 2005 pada sistem penilaian PSQI (Rush et al., 2000). Tujuan PSQI adalah mengukur kualitas tidur selama sebulan terakhir dan mengklasifikasikan sebagai kualitas tidur yang baik atau buruk. Beberapa dimensi yang tercakup dalam skoring PSQI adalah kualitas tidur subjektif, masa laten tidur, durasi tidur, kebiasaan efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obat tidur, dan disfungsi di siang hari (Buysse, 1989).
xxxiv
PSQI terdiri 19 pertanyaan. Pertanyaan untuk diri sendiri terdiri 15 pertanyaan pilihan ganda yang menanyakan tentang frekuensi gangguan tidur dan kualitas tidur subjektif serta 4 pertanyaan uraian yang menanyakan tentang jam tidur, jam bangun, masa laten tidur, dan durasi tidur. Lima pertanyaan untuk pasangan tidur berupa soal pilihan ganda yang menilai gangguan tidur. Pertanyaan untuk diri sendiri saja yang dihitung dalam skor (Buysse, 1989). Setiap komponen soal mempunyai rentang nilai antara 0 (jika tidak ada kesulitan) sampai 3 (nilai maksimum untuk kesulitan yang berat). Nilai-nilai tiap komponen dijumlahkan menghasilkan nilai total yang berkisar antara 0-21 (Buysse, 1989). Total nilai PSQI >5 menunjukkan kualitas tidur buruk yang signifikan dengan sensitivitas diagnostic 89.6% dan spesifitas 86.55 (kappa = 0.75, p kurang dari 0.001) (Backhaus et al., 2002).
B. Kerangka Pemikiran ASMA Efek Tidur · Posisi telentang · Irama Circadian · ↑resistensi bronkus · ↓kerja mukosiliar · ↓respon pernapasan
Kontrol Asma
Asma Nokturnal
Terbangun Malam Harixxxv
Obat Pelega
Tidur yang terputus dan kurang menyegarkan
· Ketidakcocokan V/Q · Sitokin IL-1,IL-4, IL-6, TNF-α · Hipoksia/ Hiperkapnia · Efek Medikasi: bronkodilator, kortikosteroid, teofilin
Keterangan
:
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Memengaruhi
C. Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Ada perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. BAB III METODE PENELITIAN
xxxvi
2. Jenis Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
observasional
analitik
dengan
pendekatan cross sectional, yaitu variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) diobservasi hanya sekali pada saat yang sama. (Taufiqurrahman, 2004). 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Surakarta pada bulan April sampai Juni 2010 4. Subjek Penelitian a. Populasi Penelitian Semua pasien asma yang memeriksakan diri di Poliklinik Paru maupun yang sedang dirawat inap di Bangsal Anggrek 2 RSUD Dr.Moewardi pada bulan April sampai Juni 2010. b. Sampel Penelitian Setiap pasien asma yang memeriksakan diri di Poliklinik Paru maupun yang sedang dirawat inap di Bangsal Anggrek 2 RSUD Dr.Moewardi pada bulan April sampai Juni 2010 yang masuk dalam kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi. c. Kriteria Subyek Penelitian a. Kriteria Inklusi:
xxxvii
1) Pasien berumur 18 tahun ke atas. 2) Pernah didiagnosis menderita asma oleh dokter ahli paru dalam berbagai derajat berat asma di RSDM Dr. Muwardi Surakarta 3) Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent. b. Kriteria Eksklusi: 1) Menderita penyakit lain dengan diagnosis banding asma 2) Pasien yang buta huruf dan tidak bisa membaca 5. Teknik Sampling Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling yakni purposive sampling dimana setiap yang memenuhi kriteria di atas dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu yang ditetapkan (Murti, 2006). Jenis purposive sampling yang akan digunakan adalah fixed-exposure sampling. Fixed exposure sampling merupakan skema pencuplikan yang dimulai dengan memilih sampel berdasarkan status paparan subjek yang sudah fixed. (Murti, 2006).
Besarnya sampel ditetapkan dengan rumus uji beda proporsi:
xxxviii
鰸
Ἀd 2
Ἀ案 (Dahlan, 2008)
Keterangan: α,β
: Tingkat kemakmuran (α = 0,05 dan β = 0,2) maka nilai Zα dan Zβ adalah 1,96 dan 0.842
P1
: Proporsi efek standar dari pustaka
P2
: Proporsi yang diteliti (clinical judgement)
P
: ½ (P1+P2)
Q
: 1-P
Dari hasil perhitungan rumus, besar sampel yang didapatkan adalah 89 sampel untuk tiap kelompok. Namun, karena keterbatasan waktu, maka penelitian ini hanya akan diambil 60 sampel yang terdiri dari 30 sampel kelompok yang diteliti dan 30 sampel kelompok kontrol. Hal ini telah sesuai dengan “Role of Thumb” atau patokan dasar umum, setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subyek penelitian (Murti, 2006). 6. Rancangan Penelitian
xxxix
Penderita Asma di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Mengisi kuissioner ACT
Asma Terkontrol
Asma tidak terkontrol
Mengisi kuisioner PSQI
Mengisi kuisioner PSQI
Kualitas tidur baik
Kualitas tidur buruk
Kualitas tidur baik
Tabel 2x2
Analisis bivariat Uji Chi Square dan Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda
Keterangan: ACT
: Asthma Control Test
PSQI : Pittsburgh Sleep Quality 7. Identifikasi Variabel Penelitian xl
Kualitas tidur buruk
1. Variabel bebas
: Kontrol asma menurut kriteria ACT
2. Variabel tergantung
: Kualitas tidur menurut kriteria PSQI
3. Variabel perancu
: Umur, penyakit dengan diagnosis banding asma,
gangguan medis lain yang dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan mental yang dapat menyebabkan gangguan tidur, gangguan tidur akibat zat, subjektivitas responden dalam mengisi kuesioner. 8. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kontrol Asma menurut kriteria Asthma Control Test (ACT) a. Definisi: Yang termasuk dalam kategori asma terkontrol adalah pasien dengan skor ACT ≥ 20, sedangkan kategori asma tidak terkontrol adalah pasien dengan skor ACT≤ 19 (GINA, 2006). b. Sumber data: Data primer pasien c. Alat ukur: Kuesioner ACT d. Skala pengukuran:
Nominal dikotomik, mengkategorikan menjadi asma
terkontrol dan tidak terkontrol.
2. Kualitas tidur menurut kriteria Pittsburgh Sleep Quality (PSQI) a. Definisi: Kualitas tidur dinilai baik jika total nilai (global score) ≤ 5 sedangkan kualitas tidur dinilai buruk jika total nilai (global score) > 5 (Backhaus et al., 2002). b. Sumber data: Data primer pasien c. Alat ukur : Kuesioner PSQI d. Skala pengukuran:
Nominal dikotomik, mengkategorikan menjadi kualitas
tidur baik dan buruk.
xli
3. Jenis kelamin a. Definisi: Jenis kelamin sampel dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. b. Alat ukur: Wawancara c. Skala pengukuran: Nominal
4. Umur a. Definisi: Umur sampel adalah selisih hari kelahiran dengan ulang tahun terakhir saat penelitian berlangsung (Mulyono et al., 2003). b. Alat ukur: Wawancara c. Skala pengukuran: Rasio
5. Ras a. Definisi: Ras sampel penelitian adalah adalah WNI keturunan asli Indonesia. b. Alat ukur: Wawancara c. Skala pengukuran: Nominal
6. Penyakit dengan diagnosis banding asma: a. Definisi 1) Gagal jantung adalah sindroma klinis ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan kelainan struktur atau fungsi jantung (Panggabean, 2006). 2) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit ditandai adanya hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara bersifat progresif disertai respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas beracun (Hood, 2004).
xlii
3) Emboli paru merupakan kejadian obstruksi sebagian atau total sirkulasi arteri pulmonalis atau cabang-cabang akibat tersangkutnya emboli trombus atau emboli yang lain (Rahmatullah, 2006). b. Alat ukur: Wawancara dan rekam medis c. Skala pengukuran: Nominal
7. Gangguan medis lain yang dapat menimbulkan gangguan tidur a. Definisi: gangguan tidur yang terjadi karena akibat dari gangguan medis umum seperti gagal jantung, hipertensi, diabetes melitus, osteoarthritis, gagal ginjal, kejang nokturnal, nyeri kepala (cephalgia), refluks gastroesofagus, parkinson, stroke (Welsh, 2003). b. Alat ukur: Wawancara dan rekam medis c. Skala Pengukuran: Nominal
8. Gangguan mental yang dapat mengganggu tidur a. Definisi: Gangguan tidur berupa insomnia pada gangguan depresif berat, dementia, gangguan kecemasan umum, gangguan Bipolar II dan episode manik ataupun hipersomnia pada gangguan mood, gangguan bipolar I fase terdepresi (Frances et al., 1995). b. Alat ukur : Wawancara dan rekam medis c. Skala pengukuran: Nominal
9.
Gangguan tidur akibat zat
xliii
a. Definisi: Gangguan tidur yang berkembang dalam satu bulan akibat intoksikasi atau putus zat. Subtansi zat yang dapat menyebabkan gangguan tidur antara lain: narkoba, obat penghambat beta, kafein, alkohol, obat hipnotik-sedatif, kemoterapi (Kaplan dan Sadock, 2000). b. Alat ukur: Wawancara dan rekam medis c. Skala Pengukuran: Nominal
9. Alat dan Bahan Penelitian 1. Informed Consent 2. Kuesioner ACT, Kuesioner PSQI, Kuesioner riwayat penyakit dan riwayat konsumsi zat
10.
Cara Kerja
1. Melakukan wawancara dengan pasien yang telah didiagnosis asma meliputi: a. Wawancara tentang data diri pasien (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaan, dan alamat). b. Menjelaskan maksud, tujuan, prosedur, serta manfaat penelitian kepada pasien dan
mendapat
persetujuan
keikutsertaan
dalam
penelitian
penandatanganan informed consent. c. Pengisian kuesioner Asthma Control Test (ACT) d. Pengisian kuesioner Pitsburgh Sleep Quality Index (PSQI) e. Pengisian kuesioner penyakit penyerta dan riwayat konsumsi zat
2. Cara mengisi kuesioner ACT dan PSQI a. Memberikan penjelasan secukupnya pada pasien
xliv
dengan
b. Mendampingi pasien pada waktu pengisian kuesioner c. Mempersilakan pasien bertanya bila menemui kesulitan d. Jika pasien tidak dapat
mengisi sendiri, maka peneliti dapat melakukan
wawancara terhadap pasien untuk pengisian kuesioner 3. Menghitung skor total ACT dan mengelompokanya dengan cara: a. Setiap soal dalam kuesioner masing-masing pilihan jawabannya mempunyai skor 1-5. b. Skor tiap soal tergantung jawaban pasien c. Skor tiap soal dijumlah dan didapatkan skor total yang kemudian dikelompokkan menjadi asma terkontrol jika skor total ≥ 20 dan asma tidak terkontrol jika skor ACT ≤19 (GINA, 2006). 4. Menghitung skor total PSQI a. Setiap soal kuesioner PSQI mempunyai sistem skoring tersendiri b. Skor tiap soal tergantung jawaban pasien c. Skor tiap soal dijumlah dan didapat skor total yang kemudian dikelompokkan menjadi kualitas tidur baik jika skor total ≤ 5 sedangkan kualitas tidur buruk jika skor total > 5 (Buysse, 1989). 5. Menilai perbedaaan kualitas tidur menurut PSQI pada pasien asma terkontrol dan tidak terkontrol menurut ACT.
11.
Teknik Analisis Data
xlv
Karakteristik data sampel berskala kategorikal dideskripsikan dalam frekuensi dan persen. Karakteristik data sampel berskala kontinu dideskripsikan dalam frekuensi, mean, dan deviasi standar. Data penelitian dianalisis dengan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences) 17.0 for Windows. Analisa data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah diawali dengan analisa bivariat uji chi square selanjutnya dianalisis bersama dengan analisis regresi logistik ganda guna mencari Odds Ratio, Confidence Interval 95% dan nilai p. Pertama, variabel bebas dan perancu akan dianalisis masing-masing secara bivariat terhadap variabel tergantung dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna ataukah peran peluang terlalu besar hingga keterkaitan yang teramati tidak bermakna. Data diolah dengan menggunakan metode statistik uji Chi-square (X2) dengan taraf signifikansi (α) 0,05. Hubungan antara kedua variabel bermakna bila faktor peluang atau nilai p kurang dari 5% (p<0,05). Analisis regresi logistik ganda digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel perancu yang tidak direstriksi dalam kriteria sampel. Teknik ini digunakan bila variabel tergantungnya berskala nominal (Sastroasmoro, 2006). Variabel yang akan dimasukkan dalam analisis regresi logistik adalah variabel
xlvi
yang pada analisis bivariat menunjukkan hubungan yang bermakna dan mempunyai nilai p<0,25 (Dahlan, 2009). Penghitungan odds ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan kualitas tidur dengan kontrol asma. Dalam model regresi logistik, rumus OR = exp (β). Interpretasi OR disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Interpretasi OR (rule of thumbs) OR
Interpretasi
1
Tidak ada hubungan
>1 hingga < 1,5
Terdapat hubungan lemah
≥1,5 hingga < 3
Terdapat hubungan sedang
≥3 hingga <10
Terdapat hubungan kuat
≥10
Terdapat hubungan sangat kuat
Perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol dianalisis dengan model analisis regresi logistik dengan sekaligus mengontrol pengaruh variabel perancu umur, riwayat penyakit penyerta dengan persamaan sebagai berikut: (Murti, 2006).
Dimana: p
Ln
1
鰸d
案
案
案
= probabilitas pasien asma untuk mengalami kualitas tidur buruk
1-p = probabilitas pasien asma untuk mengalami kualitas tidur baik = kontrol asma pasien (0: asma terkontrol, 1: asma tidak terkontrol) = umur pasien asma (0: <48 tahun; 1: ≥48 tahun) xlvii
= keberadaan riwayat penyakit penyerta (0: tidak ada, 1: ada) Keberadaan kerancuan (confounding factor) taksiran OR perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol oleh variabel perancu umur dan riwayat penyakit penyerta ditemukan dengan cara membandingkan hasil estimasi OR yang mengontrol faktor perancu (adjusted estimate) dari analisis regresi logistik ganda dengan hasil estimasi OR yang tidak mengontrol faktor perancu tersebut (crude estimate) dari hasil analisis bivariat. Apabila terdapat perbedaan antara OR taksiran kasar (crude estimate) dan OR taksiran yang mengontrol kerancuan (adjusted estimate) sebesar10-20% atau lebih, maka taksiran kasar tersebut dikatakan telah mengalami bias. Jika taksiran kasar OR mengandung bias, maka taksiran OR yang digunakan adalah taksiran yang mengendalikan pengaruh faktor perancu. BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2010 di Poliklinik Paru dan Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel sejumlah 60 terdiri dari 30 sampel pasien asma terkontrol dan 30 sampel pasien asma tidak terkontrol. Berikut disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
xlviii
A. Karakteristik Sampel Penelitian Tabel 4.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin No
Jenis Kelamin
Jumlah
%
1.
Perempuan
33
55
2.
Laki-laki
27
45
Jumlah
60
100
45%
55%
Perempuan Laki Laki-Laki
Gambar 4.1 Persentase Sampel Menurut Jenis Kelamin Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 menunjukkan selama penelitian, penderita asma yang memeriksakan diri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta paling banyak berjenis kelamin wanita yakni berjumlah 33 orang (55%). Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Umur <20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun >71 tahun Jumlah
Frekuensi 2 2 9 23 13 8 3 60
xlix
% 3,3 3,3 15 38,3 21,7 13,3 5 100
13%
5% 3% 3%
22%
<20 tahun 21--30 tahun 31--40 tahun 41--50 tahun 51--60 tahun 61--70 tahun >71
15%
39%
Gambar 4.2 Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur Dari Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 didapatkan penderita asma pada kelompok umur 41-50 50 menempati persentase te terbanyak yaitu 23 orang (38,3%). Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
%
1.
SD sederajat
15
25
2.
SLTP sederajat
9
15
3.
SLTA sederajat
23
38,3
4.
D3/S1 sederajat
13
21,7
Jumlah
60
100
22% 38%
25% 15%
SD sederajat SLTP sederajat SLTA sederajat D3/S1 sederajat
Gambar 4.3 Persentase Sampel Menurut Tingkat Pendidikan
l
Dari Tabel 4.3 dan Gambar 4.3 didapatkan tingkat pendidikan sampel yang terbanyak adalah SLTA sebanyak 23 orang (38,3%), sedangkan tingkat pendidikan paling sedikit adalah SLTP sebanya sebanyak 9 orang (15%). Tabel 4. 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan No.
Pekerjaan
Jumlah
%
1
PNS
7
11, 11,7
2
Swasta
24
40
3
Pedagang/Wiraswasta
6
10
4
Pelajar/ Mahasiswa
3
5
5
Ibu Rumah tangga
15
25
6
Pensiunan
5
8, 8,3
Jumlah
60
100
25% 5%
8% 12% 40%
10%
PNS Swasta Pedagang/Wiraswasta Pelajar/ Mahasiswa Ibu Rumah Tangga Pensiunan
Gambar 4.4 Persentase Sampel Menurut Pekerjaan Dari Tabel 4.4 dan Gambar 4.4 didapatkan persentase pekerjaan sampel terbanyak adalah swasta 24 orang (40%), sedangkan persentase pekerjaan sampel terkecil adalah Pelajar / M Mahasiswa sebanyak 5 orang (8,3%). B. Analisis Bivariat Uji Tabulasi Silang atau Chi Square Data dalam penelitian ini dianalisa dengan uji chi square, dengan uji itu dapat diketahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel ssecara
li
statistik bermakna. Penelitian ini mengamati hubungan antara variabel tergantung kualitas tidur dengan variabel bebas kontrol asma dan variabel perancu riwayat penyakit penyerta, umur, riwayat konsumsi zat. Adanya variabel perancu berpengaruh terhadap hasil analisis data yang didapat. Untuk mengendalikannya, dilakukan analisis regresi logistik. Setelah hasil uji chi square didapat, maka dapat dilihat nilai signifikansinya. Hubungan signifikan jika p<0,05. Selain itu, jika p<0,25, maka variabel tersebut memenuhi syarat analisis regresi logistik. Tabel 4.5 Analisis Bivariat tentang Kualitas Tidur antara Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol Kualitas Tidur Variabel
Total
Asma Terkontrol
Baik Buruk n(%) n(%) 17(56,7) 13(43,3) 30(100)
Asma Tidak Terkontrol
7(23,3)
23(76,7) 30(100)
lii
Crude OR
X2
p
-
-
-
4,3
6,94
0,008
Persentase Kualitas Tidur Buruk (%)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Asma Terkontrol
Asma Tidak Terkontrol
Keadaan Kontrol Asma Gambar 4.5 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Kontrol Asma
Dari Tabel 4.5 dan Gambar 4.5 didapatkan kelompok asma terkontrol sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 17 orang (56,7%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 13 orang (43,3%). Pada kelompok asma tidak terkontrol, sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 7 orang (23,3%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 23 orang (76,7%). Analisis bivariat terhadap hubungaan antara tingkat kontrol asma dengan kualitas tidur menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,05) dan memenuhi syarat analisis regresi logistik (p< 0,25) sehingga variabel kontrol asma dapat dianalisis regresi logistik. Pasien asma tidak terkontrol memiliki risiko untuk mengalami kualitas tidur buruk empat kali lebih besar daripada asma terkontrol (OR=4,3; CI95% 1,3 s.d. 14,7), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel perancu.
liii
Tabel 4.6 Analisis Bivariat tentang Kualitas Tidur antara Pasien yang disertai dengan riwayat penyakit penyerta dan tidak Kualitas Tidur Variabel
Total
Persentase Kualitas Tidur Buruk
Tanpa penyakit penyerta Ada penyakit penyerta
Baik Buruk n(%) n(%) 21(63,6) 12(36,4) 33(100) 3(11,1) 24(88,9) 27(100)
Crude OR 14
X2
p
17,07 <0,001
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Tanpa Penyakit Penyerta
Ada Penyakit Penyerta
Keberadaan Riwayat Penyakit Penyerta Gambar 4.6 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Keberadaan Riwayat Penyakit Penyerta Dari Tabel 4.6 dan Gambar 4.6 didapatkan pada kelompok tanpa riwayat penyakit penyerta, sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 21 orang (63,6%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 12 orang (36,4%). Pada kelompok adanya riwayat penyakit penyerta, sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 3 orang (11,1%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 24 orang (88,9%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat penyakit penyerta dengan kualitas tidur liv
menunjukkan hubungan yang signifikan (p<0,001) dan memenuhi syarat analisis regresi logistik (p<0,25) sehingga variabel perancu riwayat penyakit penyerta dapat dianalisis regresi logistik. Pasien asma dengan riwayat penyakit penyerta berisiko mengalami kualitas tidur buruk empat belas kali lebih besar daripada tanpa riwayat penyakit penyerta (OR=14; CI95% 3,5 s.d. 56,4), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh dari variabel lain. Tabel 4.7 Tabel Uji normalitas data umur (numerik) menurut kontrol asma
Kontrol asma berdasarkan skor ACT Umur
Kolmogorov-Smirnov Sig 0.200 0.197
Terkontrol Tidak Terkontrol
Tabel 4.7 menunjukkan hasil uji normalitas terhadap distribusi data umur secara analitik. Uji Kolmogorov Smirnov digunakan karena sampel berjumlah >50. Dari tabel didapatkan nilai sig untuk asma terkontrol= 0,200 sedangkan untuk asma tidak terkontrol nilai sig= 0,197; maka dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi umur terhadap kontrol asma normal karena nilai sig>0,005. Distribusi data umur terhadap variabel kontrol asma normal, sehingga dapat dilakukan analisis data pengaruh variabel umur terhadap kualitas tidur. Tabel 4.8 Karakteristik data umur Variabel
n
Mean
Median
SD
Umur
60
48,9
48,5
100
lv
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa mean dan median dari umur keduanya berada pada umur 48 tahun sehingga dalam pengkategorian umur selanjutnya dalam dua kategori yakni < 48 tahun dan ≥48 tahun Tabel 4.9 Analisis Bivariat tentang Kualitas Tidur antara Pasien yang berumur <48 tahun dan ≥48 tahun Kualitas Tidur Variabel
Baik n(%) 18(60) 6(20)
Persentase Kualitas Tidur Buruk
<48 tahun ≥ 48 tahun
Buruk n(%) 12(40) 24(80)
Total 30(100) 30(100)
Crude OR 6
X2
p
10
0,002
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
≥ 48 tahun
<48 tahun
Umur Gambar 4.7 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Umur Dari Tabel 4.9 dan Gambar 4.7 didapatkan pada kelompok umur < 48 tahun, sampel dengan kualitas tidur buruk sebanyak 12 orang (40%). Sedangkan kelompok umur ≥48 tahun, sampel dengan kualitas tidur buruk sebanyak 24 orang (80%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara umur dengan kualitas tidur
lvi
menunjukkan hubungan signifikan (p<0,05) dan memenuhi syarat analisis regresi logistik (p< 0,25) sehingga variabel umur dapat dianalisis regresi logistik. Pasien asma berumur ≥48 tahun berisiko mengalami kualitas tidur buruk enam kali lebih besar daripada umur <48 tahun (OR=6; CI95% 1,9 s.d. 19), tetapi hasil ini belum mengontrol pengaruh variabel lain. Tabel 4.10 Analisis Bivariat tentang Kualitas Tidur antara Pasien yang disertai dengan riwayat konsumsi zat tertentu dan tidak Kualitas Tidur Variabel
Tanpa riwayat konsumsi zat Ada riwayat konsumsi zat
Total
Baik Buruk n(%) n(%) 19(40,4) 28(59,6) 47(100) 5(38,5) 8(61,5) 13(100)
Crude OR
X2
p
1,1
0,02
0,898
Dari Tabel 4.10 didapatkan pada kelompok tanpa riwayat konsumsi zat , sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 19 orang (40,4%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 28 orang (59,6%). Pada kelompok ada riwayat konsumsi obat, sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 5 orang (38,5%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 8 orang (61,5%). Analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat konsumsi zat dengan kualitas tidur menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05) dan tidak memenuhi syarat analisis regresi logistik (p>0.25).
lvii
C. ANALISIS REGRESI LOGISTIK GANDA Berdasarkan analisis bivariat, variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas tidur adalah kontrol asma, riwayat penyakit penyerta, dan umur. Ketiga variabel ini akan dilakukan analisis regresi logistik. Tabel 4.11 Perbandingan Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda dengan Analisis Bivariat tentang Perbedaan Kualitas Tidur antara Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol Model 1 (Analisis Multivariat Regresi Logistik) Variabel
Model 2 (Analisis Bivariat)
CI 95% Adjusted OR
p
Terkontrol
1,0
Tidak Terkontrol
CI 95% Crude OR
p
Batas bawah
Batas atas
-
-
-
-
-
7,4
0,009
1,7
32,9
4,3
0,008
Tidak Ada
1,0
-
-
-
-
-
Ada
15,8
0,002
2,8
89,9
14
<0,001
<48 tahun
1,0
-
-
-
-
-
≥48 tahun
2,1
0,309
0,5
9,3
6
0,002
N observasi
60
Batas bawah
Batas atas
1,3
14,7
3,5
56,4
1,9
19
Kontrol Asma
Riwayat Penyakit Penyerta
Umur
-2 log likelihood Nagelkerke R
2
51,9 51,7
Interpretasi dari Tabel 4.11: Pasien asma yang tidak terkontrol memiliki risiko untuk mengalami kualitas tidur buruk tujuh kali lebih besar daripada asma terkontrol (OR= 7,4; CI95% 1,7 s.d. 32,9). Hubungan tersebut secara statistik lviii
signifikan dan menunjukkan hubungan yang kuat serta telah mengontrol pengaruh dari riwayat penyakit penyerta dan umur. Pasien asma yang disertai riwayat penyakit penyerta berisiko untuk mengalami kualitas tidur buruk enam belas kali lebih besar daripada pasien asma tanpa riwayat penyakit penyerta (OR=15,8; CI95% 2,8 s.d. 89,9). Pasien asma berumur ≥ 48 tahun berisiko mengalami kualitas tidur buruk dua kali lebih besar daripada umur <48 tahun (OR=2,1; CI95% 0,5 s.d. 9,3). Bias pada variabel kontrol asma 鰸 鰸 鰸
.퍠,0le
43 74 43 72 1%
.⛸lr0
.퍠,0le 1
bel
%
1
%
OR taksiran yang mengontrol kerancuan (OR adjusted) berbeda sebesar 72% dari OR taksiran kasar. Karena perbedaan crude OR dengan adjusted OR >10% maka OR tanpa mengontrol faktor perancu (Crude OR) telah mengalami bias negatif (mendekati OR = 1). Jika tidak mengontrol pengaruh penyakit penyerta dan umur, maka taksiran OR tentang perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol akan mengalami bias yang lebih kecil dari sesungguhnya. Taksiran OR yang digunakan adalah OR yang memperhitungkan pengaruh faktor perancu dengan model analisis regresi logistik. Hasil analisis di atas memperlihatkan nilai -2 log likelihood sebesar 51,9 artinya perbedaan antara data sampel yang teramati dengan model analisis regresi
lix
yang diprediksi tidak terlalu besar (hampir sama karena mendekati nol dan nilainya berada pada kisaran antara 0 sampai 100). Dengan model regresi logistik ganda, variabel tingkat kontrol asma, umur, dan riwayat penyakit penyerta mampu menjelaskan kualitas tidur pasien asma 52% (Nagelkerke R2 51,7%). BAB V PEMBAHASAN Penelitian yang berjudul “Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol” dilakukan sejak bulan Mei sampai dengan Juni 2010 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan didapatkan 60 sampel yang terdiri dari 30 pasian asma terkontrol dan 30 pasien asma tidak terkontrol. Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin (Tabel 4.1) didapatkan bahwa penderita asma yang terbanyak adalah wanita, berjumlah 33 orang (55%) dibandingkan dengan laki-laki yang berjumlah 27 orang (45%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa pada orang dewasa dengan asma kebanyakan penderitanya adalah wanita (Sundaru dan Sukamto, 2007). Hal ini dikarenakan jenis kelamin merupakan faktor predisposisi asma. Perempuan lebih rentan terhadap stress dan mengalami masalah hormonal (menstruasi, premenstruasi, kehamilan) yang menjadi faktor pencetus asma (Surjanto, 2001).
lx
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini, penderita asma paling banyak didapatkan pada kelompok umur 41-50 tahun, berjumlah 23 orang (38,3%). Penelitian epidemiologi yang dilakukan Center for Disease Control (CDC) tahun 1998 di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa penderita asma dewasa paling sering ditemukan pada usia 45 – 47 tahun. Pada penelitian ini, persentase tingkat pendidikan (Tabel 4.3) tertinggi pada tingkat pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 23 orang (38,3%). Prevalensi tingkat pendidikan sedikit berbeda dengan hasil penelitian Sastrawan et al. (2008), dalam penelitianya, didapatkan distribusi sampel pada tingkat pendidikan SLTA sebesar 36,1%. Hal ini disebabkan perbedaan pengambilan lokasi penelitian dimana penelitian Sastrawan mengambil sampel pada populasi umum di Desa Tenganan sedangkan penelitian ini dilakukan hanya di RSUD Dr Moewardi Surakarta sehingga didapatkan prevalensi tingkat pendidikan yang berbeda. Faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor risiko pencetus asma (Karjadi, 2003). Prevalensi di masyarakat umum tidak diketahui pasti, tetapi di Amerika Serikat ± 15% populasi penderita asma bronkial mempunyai hubungan dengan faktor lingkungan kerjanya (Yeung dan Malo, 1995). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase pekerjaan sampel terbanyak adalah swasta 40% atau 24 orang (Tabel 4.4). Pekerjaan yang dikategorikan swasta sebagian besar adalah buruh
lxi
bangunan dan pabrik yang lingkungan kerjanya banyak terdapat agen polutan pencetus asma seperti gas, debu, kabut, uap, bahan kimia, dan iritan. Hubungan asma dengan tidur telah diidentifikasi dalam beberapa penelitian. Pasien asma lebih sering mengalami kesulitan memulai tidur, mempertahankan tidur, mengalami rasa kantuk di siang hari (daytime sleepiness), terbangun terlalu pagi (early morning awakening), mengeluhkan tidur kurang menyegarkan, dan penurunan efisiensi tidur yang signifikan dibandingkan subjek normal (Fitzpatrick et al., 1991; Janson et al., 1996; Martin dan Schlegel, 1998). Polisomnografi pasien asma nokturnal menunjukkan penurunan efisiensi tidur (waktu lama tidur dibanding waktu di kasur) dan peningkatan frekuensi terbangun (Casey et al., 2007). Asma sering memburuk pada malam hari atau dikenal dengan asma nokturnal. Gejala asma nokturnal seperti batuk, dispneu dapat mengganggu tidur. TurnerWarwick (1988) melaporkan hasil studinya bahwa 64% pasien asma mengalami serangan minimal tiga malam per minggu, 40% pasien asma mengalami serangan tiap malam serta 53% kematian asma terjadi antara tengah malam sampai jam 8 pagi. Pada asma, resistensi saluran pernapasan bawah meningkat secara progresif sepanjang malam dengan peningkatan lebih besar selama tidur. Fungsi paru dan responsivitas saluran napas bervariasi sesuai ritme sirkadian, dengan titik terendah dalam fungsi paru terjadi kira-kira jam 4 pagi (Rusli, 1992). Jumlah sel inflamasi dan level mediator inflamasi pada paru pun terlihat meningkat selama malam hari. Pada beberapa pasien asma, variasi sirkadian dari fisiologi saluran napas memberikan
lxii
peningkatan tercetusnya sleep disordered breathing antara tengah malam sampai jam 8 pagi (Martin dan Schlegel, 1998). Perubahan sitokin akibat asma berkontribusi pada perubahan tidur dengan memengaruhi neurokimiawi otak yang meregulasi tidur. Majde dan Kruger (2005) menyatakan mediator inflamasi yang memperantarai gangguan tidur pada pasien hipersensitivitas yakni IL-4, IL-1, dan TNF-α. Sitokin IL-4 dan IL-1 meningkat pada pasien alergi dan berhubungan peningkatan masa latensi tidur REM dan merendahkan keseluruhan kualitas tidur. Studi Fang et al. (1997) menunjukan IL-1 dan TNF-α meningkatkan intensitas dan durasi tidur NREM serta menahan tidur REM. Barnes et al. (1982) dalam Casey et al. (2007) menyatakan teofilin secara umum dianggap sebagai pengobatan asma nokturnal yang efektif, terutama jika jadwal dosis pemberian dibangun guna mencapai level puncak pada malam hari ketika pembatasan saluran napas terbesar. Namun, teofilin sendiri termasuk golongan metilxantin yang memiliki efek samping seperti kafein yakni mengganggu tidur. Pasien yang mengalami gangguan tidur sekunder akibat penyakit somatik dapat memperbaiki kualitas tidurnya dengan mengontrol keluhan penyakit yang timbul (Parish, 2009). Penderita asma yang mampu mengontrol keadaan asmanya dapat mengurangi gejala asma nokturnal berupa sesak napas, batuk atau wheezing di malam hari sehingga diharapkan dapat memperbaiki kualitas tidurnya. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol. Tabel 4.5 menggambarkan distribusi subjek penelitian berdasarkan kualitas tidur. Pada kelompok asma terkontrol, sampel dengan lxiii
kualitas tidur baik berjumlah 17 orang (56,7%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 13 orang (43,3%). Pada kelompok asma tidak terkontrol, sampel dengan kualitas tidur baik sebanyak 7 orang (23,3%) dan kualitas tidur buruk sebanyak 23 orang (76,7%). Pada penelitian ini, pasien asma yang tidak terkontrol memiliki risiko untuk mengalami kualitas tidur buruk tujuh kali lebih besar daripada asma terkontrol (OR=7,4; CI95% 1,7 s.d. 32,9). Hubungan tersebut secara statistik signifikan dan menunjukkan hubungan yang kuat serta telah mengontrol pengaruh dari riwayat penyakit penyerta dan umur. Pengaruh kontrol asma terhadap tidur pernah dilakukan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian ini juga relevant dengan penelitian yang sebelumnya telah dilakukan. Penelitian Mastronarde et al. (2008) menyimpulkan gangguan tidur sering terjadi pada pasien asma dan berhubungan dengan kontrol asma dan kualitas hidup. Para klinisi yang merawat pasien perlu melengkapi riwayat tidur terutama pada asma tidak terkontrol. Dosis rendah teofilin tidak menimbulkan gangguan tidur. Braido et al. (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Sleep disturbances and asthma control: a real life study” menyatakan kontrol asma berhubungan dengan keberadaan gangguan tidur. Pasien dengan kontrol asma yang baik melaporkan gangguan tidur lebih ringan dan jarang dibandingkan subjek yang tidak terkontrol. Walau demikian masih terdapat sekitar 11-20% dari kelompok pasien asma terkontrol baik yang mempunyai keluhan gangguan tidur dan kualitas hidup yang menurun. Oleh karena itu, kasus asma dengan gangguan tidur perlu investigasi lebih lanjut apakah gangguan tidur tersebut akibat asma atau penyakit penyerta lainnya. lxiv
Investigasi lebih lanjut mengenai riwayat penyakit penyerta, umur telah dilakukan dan dianalisis bersama variabel kontrol asma. Hal inilah yang menjadi kelebihan dalam penelitian ini yakni penggunaan analisis regresi logistik ganda sebagai teknik analisis data untuk mengontrol variabel perancu secara statistik. Model analisis regresi logistik dapat mencegah terjadinya bias dalam penelitian. Bias dalam penelitian ini sebesar -72,1%. Karena terdapat perbedaan antara OR sebesar > 10% yakni -72%, maka OR tanpa mengontrol faktor perancu telah mengalami bias negatif (mendekati OR = 1). Jadi, jika tidak mengontrol pengaruh riwayat penyakit penyerta dan umur, maka taksiran OR tentang perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol akan mengalami bias yang lebih kecil dari sesungguhnya (underestimate). Dengan demikian, taksiran OR yang digunakan adalah
OR
yang
dihitung
dengan
model
analisis
regresi
logistik
yang
memperhitungkan pengaruh faktor perancu. Log likelihood menunjukkan perbedaan antara model analisis regresi yang digunakan dan data sampel. Makin kecil nilai log likelihood, maka model yang digunakan makin baik yakni berkisar antara nilai 0 s.d. 100. Dengan demikian, model analisis regresi yang dipilih cukup mendekati data sampel penelitian karena nilai -2 log likelihood mendekati nol dan masih berada di kisaran nol sampai seratus yakni sebesar 51,9. Dengan model regresi logistik ganda, variabel tingkat kontrol asma, umur, dan riwayat penyakit penyerta mampu menjelaskan kualitas tidur pasien asma 52% (Nagelkerke R2 51,7%). lxv
Beberapa faktor risiko insomnia yang dilaporkan dalam State-of-the-Science Conference pada bulan Juni 2005 antara lain umur, gender, penyakit morbiditas, kelainan psikiatri, dan bekerja pada malam hari. Faktor risiko ini perlu dikenali karena berpengaruh secara tidak langsung sebagai penyebab insomnia. Umur merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap kualitas tidur. Pola tidur-bangun berubah sesuai dengan bertambahnya umur. Pada penelitian ini mengambil batas umur 18 tahun ke atas. Berdasarkan analisis bivariat antara pengaruh umur dengan kualitas tidur pada Tabel 4.9, kelompok umur < 48 tahun, sampel dengan kualitas tidur buruk sebanyak 12 orang (40%), sedangkan pada kelompok umur ≥48 tahun, kualitas tidur buruk sebanyak 24 orang (80%). Umur berpengaruh cukup signifikan (p=0,002) terhadap kualitas tidur sehingga dapat menjadi faktor perancu dalam penelitian ini yang hasilnya akan dianalisis secara regresi logistik bersama variabel bebas dan perancu lainnya. Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia dewasa tua dan usia lanjut mengalami peningkatan frekuensi terbangun di malam hari, waktu tidur yang dalam (delta sleep) lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama. Hasil uji dengan alat polisomnografik didapatkan penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan rapid eye movement (REM) (Danesi, 2003). Hasil survey pada masyarakat lanjut usia di Amerika didapatkan orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur (berbaring lama di tempat tidur sebelum tertidur) dan mempunyai lebih sedikit waktu tidur nyenyaknya. Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam akibat perubahan fisis karena lxvi
usia dan penyakit yang dideritanya sehingga kualitas tidur menurun secara nyata. Selain itu, mereka membutuhkan waktu lebih banyak untuk tidur pada siang hari karena sangat mengantuk (Hudson dan Alessi, 2008). Orang usia lanjut mengalami perubahan fisiologis dalam pengaturan tidur. Pada usia lanjut terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap terang. Dalam irama sirkadian normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan Growth Hormone serta perubahan suhu tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin, hormon yang diekskresikan pada malam hari dan berhubungan tidur menurun dengan meningkatnya umur (Rahayu, 2007). Penyebab peningkatan risiko gangguan tidur pada usia tua dapat disebabkan penurunan fisiologis fungsi pengontrol tidur dan yang terpenting adalah keberadaaan penyakit penyerta yang meningkatkan prevalesi insomnia secara signifikan di usia tua (Roth, 2007). Penyakit kronik merupakan risiko terjadinya insomnia. Katz dan McHorney (1998) menyatakan sekitar 75-90 % penderita insomnia memiliki faktor risiko penyakit morbiditas seperti kondisi yang menyebabkan hipoksemia, dispneu, penyakit refluks gastroesofagus, nyeri, dan penyakit neurodegeneratif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 4.6 didapatkan pada kelompok dengan riwayat penyerta, sampel dengan kualitas tidur buruk sebanyak 24 orang (88,9%) dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat penyakit penyerta, sampel dengan kualitas tidur buruk hanya 12 orang (36,4%). Analisis bivariat terhadap hubungaan antara riwayat penyakit penyerta dengan kualitas tidur lxvii
menunjukkan hubungan yang sangat signifikan dengan p<0,001. Setelah dianalisis bersama variabel kontrol asma dan umur dengan analisis regresi logistik, variabel riwayat penyakit penyerta mempunyai pengaruh yang kuat. Berdasarkan Tabel 4.11, pasien asma dengan riwayat penyakit penyerta memiliki risiko untuk mengalami kualitas tidur buruk 16 kali lebih besar daripada tanpa adanya riwayat penyakit penyerta (OR=15,8; CI95% 2,8 s.d. 89,9). Riwayat penyakit penyerta merupakan variabel perancu yang paling kuat pengaruhnya. Variabel umur yang sebelumnya dalam analisis bivariat menunjukkan hubungan signifikan (p=0,002), setelah dianalisis bersama faktor perancu lainnya dalam analisis regresi logistik menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0,3). Selain itu terjadi penurunan OR variabel umur dari 4 menjadi 2,1, sehingga umur ≥48 tahun memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami kualitas tidur buruk dibandingkan umur <48 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia lanjut banyak disertai riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit nyeri sendi (osteoarthritis, rheumatoid arthritis) sehingga pengaruh variabel perancu riwayat penyakit penyerta lebih kuat daripada umur. Hollbrook et al. (2000) juga mereview dalam beberapa penelitian terbaru bahwa gangguan tidur insomnia berkorelasi lebih rendah dengan umur dibandingkan dengan beberapa kondisi penyakit morbiditas seperti nyeri, nokturia, dispnea, kejang malam, dan kondisi psikopatologis. Ketika timbul keluhan gangguan tidur yang dominan, gangguan tidur karena zat dapat menjadi salah satu diagnosis banding. Sebagian besar zat yang terkait adalah
lxviii
penyalahgunaan alkohol, obat hipnotik-sedatif, dan stimulant. Pengaruh riwayat konsumsi zat terhadap kualitas tidur pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.10. Kelompok tanpa riwayat konsumsi zat, sampel dengan kualitas tidur buruk sebanyak 28 orang (59,6%). Pada kelompok ada riwayat konsumsi zat, kualitas tidur buruk sebanyak 8 orang (61,5%). Berdasarkan analisis bivariat terhadap hubungan antara riwayat konsumsi zat dengan kualitas tidur didapatkan hubungan yang tidak signifikan (p>0,05). Hal ini kemungkinan disebabkan beberapa hal. Kira-kira hanya 4% pengunjung pusat klinik gangguan tidur terdiagnosis gangguan tidur akibat zat sehingga jarang ditemukan di masyarakat (Buysse, 1994). Selain itu, dalam penelitian ini hanya ditanyakan riwayat narkoba, obat antihipertensi, obat anticemas (benzodiazepin, barbiturat) alkohol, rokok, kemoterapi, dan kafein. Dari data yang didapat obat antihipertensi paling sering dikonsumsi dan sisanya pengonsumsi kafein. Tidak ditemukan pengguna narkoba, obat anticemas, rokok, dan kemoterapi. Gangguan psikiatri merupakan morbiditas paling umum ditemukan dalam insomnia. Dalam studi populasi National Institute of Mental Health Epidemiologic Catchment Area Study dengan kuisioner yang didasarkan DSM-III dari 7954 responden yang mengeluhkan insonmnia ada sekitar 40,4% yang memiliki kelainan psikiatri yang umumnya berupa depresi dan kecemasan (Hollbrook et al., 2000).
lxix
Pada penelitian ini, tidak berhasil menjaring pasien dengan ganguan psikiatri. Hal ini disebabkan oleh seringnya gangguan psikiatri pada pasien asma tidak terdiagnosis sehingga dengan melihat data rekam medis dan menanyakan ada tidaknya masalah kejiwaan tidak cukup untuk menjaring data. Keberadaan riwayat psikiatri dalam pasien asma pernah diteliti sebelumnya. Dalam penelitiannya Heaney et al. (2005) menyimpulkan pada pasien asma terdapat angka prevalensi yang tinggi dari gangguan psikiatri yang tidak terdiagnosa dengan depresi yang paling sering ditemukan. Dalam penelitian Heaney ini, dilakukan wawancara langsung dengan seorang dokter ahli jiwa dan menggunakan kuesioner skrining Hospital Anxiety Depression Scale. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya disarankan menggunakan kuisioner yang lebih sensitif untuk mendiagnosis gangguan psikiatri, tetapi juga perlu memperhitungkan waktu yang dibutuhkan mewawancarai pasien. Hal inilah juga yang menjadi faktor kesulitan dalam penelitian kali ini adalah waktu pasien untuk diwawancarai yang cukup terbatas. Proses pengambilan data dilakukan dengan wawancara langsung, pengisian kuisioner ACT dan PSQI, dan melihat data rekam medis pasien. Kelemahan dari penelitian ini adalah faktor subyektivitas pasien dalam memberikan jawaban yang merupakan variabel luar yang tidak dapat dikendalikan oleh peneliti. Penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol dimana pasien asma tidak terkontrol memiliki risiko tujuh kali lebih besar mengalami kualitas tidur buruk daripada asma terkontrol.
lxx
Hubungan antara tidur dengan asma merupakan hubungan yang saling timbal balik. Hanson dan Chen (2008) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa kualitas tidur buruk mungkin menjadi faktor risiko untuk gejala asma lebih berat, fungsi paru lebih buruk, dan kadar kortisol lebih rendah. Para klinisi harus menyadari efek dari tidur dan menyadari penggabungan tidur rutin yang baik sebagai rencana manajemen asma. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN Penelitian berjudul “Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ini membuat simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaaan kualitas tidur antara pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Pasien asma yang tidak terkontrol berisiko mengalami kualitas tidur buruk tujuh kali lebih besar daripada pasien asma terkontrol (OR= 7,4; CI95% 1,7 s.d. 32,9). 2. Pada penelitian ini, terdapat perbedaan yang cukup besar antara taksiran OR hasil analisis kasar dan analisis yang mengendalikan faktor perancu yaitu sebesar -72% sehingga jika tidak mengontrol pengaruh riwayat penyakit dan umur, maka taksiran OR tentang perbedaan kualitas tidur
lxxi
pada pasien asma terkontrol dengan tidak terkontrol akan mengalami bias lebih kecil dari sesungguhnya (underestimate). 3. Pengaruh variabel perancu riwayat penyerta lebih kuat daripada variabel umur dimana pasien asma dengan riwayat penyakit penyerta memiliki risiko 16 kali lebih besar mengalami kualitas tidur buruk daripada tanpa riwayat. Sedangkan untuk pasien asma yang berumur ≥ 48 tahun hanya memiliki risiko dua kali lebih besar daripada <48 tahun. B. SARAN 1. Edukasi terhadap pasien asma mengenai asma, perbedaan obat reliever dan controller, efek samping obat, penggunaan obat inhaler, pencegahan timbul serangan, tanda serangan asma memburuk dan yang harus dilakukan, monitor kontrol asma perlu ditingkatkan dalam masyarakat. 2. Penerapan penatalaksanaan asma berdasaan kontrol asma pasien sesuai prosedur yang dikeluarkan Global Initiative for Asthma (GINA) dan keadaan kontrol asma sebaiknya selalu dimonitor oleh petugas kesehatan. 3. Sebaiknya perlu evaluasi lebih mendalam pada pasien asma terutama mengenai riwayat tidur, identifikasi riwayat penyakit morbiditas, riwayat psikiatri, dan konsumsi zat atau obat sehingga dapat dilakukan penanganan terhadap penyebab gangguan tidur lainnya. 4. Dalam peningkatan kualitas tidur pada pasien asma, selain dengan peningkatan terhadap kontrol gejala asma juga dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis lxxii
merupakan langkah yang diutamakan meliputi penerapan perilaku tidur yang baik, terapi relaksasi, dan cognitive behavioral therapy. 5. Mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas tidur pada pasien asma dengan jumlah sampel yang representatif, populasi yang lebih luas, dan lebih mengontrol variabel perancu. Selain itu, penelitian mengenai manajemen peningkatan kualitas tidur pasien asma perlu ditingkatkan. 6. DAFTAR PUSTAKA 7. 8. Amir N. 2007. Gangguan Tidur pada Lansia Diagnosis dan Penatalaksanaanya. CDK 157: 196-206. 9. 10. Apter A.J., Weiss S.T. 2008. Asthma: Epidemiology. In: Fishman A.P et al. (eds). Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders 4th ed. Vol 1 &2.. USA: Mc Graw-Hill Company Inc. 11. 12. Arief T.Q.M. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan. Klaten: Community of Self Help Group Team. 13. 14. Backhaus, J., Junghanns, K., Broocks, A., Riemann D., Hohagen, F. 2002. Test-retest reliability and validity of the Pittsburgh Sleep Quality Index in primary insomnia. Journal of Psychosomatic Research, 53, 737– 40. 15. 16. Basner R.C. 2008. Asthma and OSA. http://www.sleepapnea.org/resources/pubs/asthma-osa.html. (4 November 2009). 17. 18. Bender B.G., Leung D.Y.M. 2005. Sleep disorder in patients with asthma, atopic dermatitis, and allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol. 116: 12001. 19. 20. Berry RB, Harding SM. 2004Sleep and medical disorders. Med Clin North Am. 88: 679-703, ix. 21. 22. Braido F., Baiardini I., Ghiglione V., Fassio O., Bordo A., Cauglia S et al. 2009. Sleep disturbances and asthma control: a real life study. Asian Pac J Allergy Immunol. 27(1):27-33.
lxxiii
23. 24. Bradley T.D., Phillipson E.A. 2005. Sleep Disorder. In: Murray J.F., Nadel A., Manson R.J., Broaddus V.C (eds). Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine 4th ed. Philladelpia: Elsevier Saunders Inc. 25. 26. Buscemi N., Vandermeer B, Pandya R, Hooton N, Tjosvold L, Hartling L, et al. 2004. Melatonin for Treatment of Sleep Disorders. Evid Rep Technol Assess (Summ). 108:1-7. 27. 28. Busse W.W., Parry D.E. 1998. The biology of asthma. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, eds. Fishman’s pulmo nary diseases and disorders 3rd ed. New York: McGraw-Hill, pp. 721-33. 29. 30. Buysse, D.J., Reynolds III, C.F., Monk, T.H., Berman, S.R., Kupfer, D.J. (1989). The Pittsburgh Sleep Quality Index: A new instrument for psychiatric practice and research. Journal of Psychiatric Research. 28(2): 193-213. 31. 32. Casey K. R., Cantillo K. O., Brown L. K. 2007. Sleep related hypoventilation/ hypoxemic syndromes. Chest. 131: 1936-48. 33. 34. Cauffield J.S. 2007. Supplement used to treat sleep disorder U.S. Pharmacist. http://www.uspharmacist.com/oldformat.asp?url=newlook/files/Comp/sle ep.htm&article_id=729. (1 Juli 2010). 35. 36. Centers for Disease Control. 1998. Epidemiology Asthma. http://www.merckmedicus.com/pp/us/hcp/diseasemodules/asthma/epidemi ology.jsp?p=asthma-epi (9 Juli 2010). 37. 38. Chervin R. D, Malhotra R. K, Burns J. W. 2008. Respiratory CycleRelated EEG Changes during Sleep Reflect Esophageal Pressure. Sleep. 31: 1713-20. 39. 40. Dahlan M.S. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan kesehatan: Deskriptif, Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi dengan menggunakan SPSS. Jakarta: Salemba Medika. 41. 42. Dahlan M.S 2008. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan Berdasar Prinsip IKVE 1741. Jakarta: Sagung Seto. lxxiv
43. 44. Danesi M.A. 2003. Neuroscience of Sleep. http://www.unilorin.edu.ng/publiclectures/Neuroscience%20of%20Sleep. ppt (11 April 2010). 45. 46. Depkes RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. 2008. Jakarta: Depkes RI 47. 48. Desager K. N, Nelen V, Weyler J.J.J, Backer W. A. 2004. Sleep disturbance and daytime symptoms in wheezing school aged children. J Sleep Res. 14: 77-82. 49. 50. Division of Sleep Medicine Harvard Medical School. 2007. External Factors that Influence Sleep. http://healthysleep.med.harvard.edu/healthy/science/how/external-factors. (30 Januari 2010). 51. 52. Donno M. D, Bittesnich D, Chetta A, Olivieri D, Lopez V. MT. 2000. The effect of inflammation on mucociliary clearance in asthma. Chest. 118: 1142-9. 53. 54. Durand M.V., Barlow D.H. 2007. Gangguan tidur: Disomnia-Disomnia Utama. Dalam: Intisari Psikologi Abnormal Ed. 1, diterjemahkan Prayitno H dkk. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, pp: 36-55. 55. 56. Dwiprahasto I. 2010. Terapi Insomnia: Pertimbangan Manfaat-Risiko. Dalam Kumpulan Makalah Seminar Penatalaksanaan Gangguan Tidur dalam Praktek Sehari-hari. Yogyakarta: RS Bethesda Press. 57. 58. Fadden J.E.R. 2005. Disorder of Respiratory System: Asthma. In: Fauci, Braunwald, Isselbacher, Wilson, Martin, Kasper et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. USA: Mc Graw Hill Company Inc, pp: 1508-16. 59. 60. Fitzpatrick M.F., Engleman H., Whyte K.F., Deary I.J., Shapiro C.M., Douglas N.J. 1991. Morbidity in Nocturnal Asthma: Sleep Quality and Daytime Cognitive Performance. Thorax. 46: 569-73. 61. 62. Frances A., First M.B., Pincus H.A. 1995. Sleep Disorder. In: DSM-IV Guidebook 1st ed. Washington DC: American Psychiatric Press Inc, pp. 331-41. 63.
lxxv
64. Global Initiative for Asthma. 2006. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. National Institute of Health. National Heart Lung and Blood Institute. www.ginasthma.com (Revised 2006). 65. 66. George C.P., Kryger M.H. 2008. Differential Diagnosis and Evaluation of Sleepiness. In: Fishman A.P et al. (eds). Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders 4th ed. Vol 1 &2. USA: Mc Graw-Hill Company Inc, pp: 1727-35. 67. 68. Guyton A.C., Hall J.E. 1997. Aktivitas Otak- Tidur; Gelombang Otak; Epilepsi; Psikosis. In : Setiawan E. (eds). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, pp.945-51. 69. 70. Hanson M. D, Chen E. 2008. Brief Report: The temporal Relationships Between Sleep, Cortisol, and Lung Functioning in Young with Asthma. Journal of Pediatric Psychology. 33: 312-16. 71. 72. Heaney L.G., Conway E., Kelly C., Gamble J. 2005. Prevalence of psychiatric morbidity in a difficult asthma population: Relationship to asthma outcome. Respir Med. 99(9):1152-9. 73. 74. Hood A., Mangunnegoro H. 1993. Nilai Normal Faal Paru Orang Indonesia pada Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi American Thoracic Society. Surabaya: Airlangga University Press, pp 122-3. 75. 76. Holbrook A.M., Crowther R., Lotter A., Cheng C., King D. 2000. The diagnosis and management of insomnia in clinical practice: a practical evidence-based approach. CMAJ. 162(2): 216–20. 77. 78. Hudson A.K., Alessi C.A. 2008. Sleep Quality of Life in Older People. In Verster et al (eds). Sleep and Quality of Life in Clinical Medicine. Totowa : Humana Press. 79. 80. Janson C., De Backer W., Gislason T et al. 1996. Increased prevalence of sleep disturbances and daytime sleepiness in subjects with bronchial asthma: a population study of young adults in three European countries. Eur Respir J. 9: 2132–38. 81. 82. Kabat. 2004. Asma Bronkial. Dalam: Hood Alsagaff. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, pp: 41-54. 83.
lxxvi
84. Kaplan H.I., Sadock B.J. 2000 Basic Science of Sleep. In: Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry. Philadelphia: USA. 85. 86. Karjadi T.H. 2003. Asma Akibat Kerja. CDK. 141: 23-6. 87. 88. Katz D.A., McHorney C.A. 1998. Clinical correlates of insomnia in patients with chronic illness. Arch Intern Med. 158: 1099-107. 89. 90. Kirana S. 2008. Perbedaan Kontrol Asma Sesuai Kriteria Asthma Control Test dengan The National Asthma Education and Prevention Program pada Penderita Asma. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. 91. 92. Krieger J., Maglasiu N., Sforza E., et al. 1990. Breathing during sleep in normal middle-aged subjects. Sleep. 13:143. 93. 94. Leopando Z.E., Dela C.A., Limoso D.D. Marcos J.E., Alba M.E. 2003. Clinical Practice guidelines on the diagnosis and management of insomnia in family practice: part 2. Asia Pacific Fam Med. 2: 45-50. 95. 96. Martin R. J., Schlegel, S. B. 1998. Chronobiology of Asthma. Am J Repir Crit Care Med. 158: 1002-7. 97. 98. Mastronarde J.G., Wise R.A., Shade D.M., Olopade C.O., Scharf S.M. 2008. Sleep quality in asthma: results of a large prospective clinical trial. J Asthma. 45(3):183-9. 99. 100. Morin AK. 2006. Strategies for treating chronic insomnia. Am J Manag Care. 12 (8 suppl): S230-45. 101. 102. Murti B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp: 67, 111-3. 103. 104. Nathan R.A., Sorkness C.A., Kosinski M., Schatz M., Li J.T, Marcus P et al. 2004. Development of the asthma control test: a survey for assessing asthma control. J Allergy Clin Immunol. 113(1): 59-65. 105. 106. National Heart Lung and Blood Initiative (NHLBI). 2003. Global Initiative for Asthma. 107.
lxxvii
108. National Institutes of Health State of the Science Conference Statement on Manifestations and Management of Chronic Insomnia in Adults, June 13-15, 2005. Sleep. 28:1049-57. 109. 110. Neubauer D.N. 1999. Sleep Problems in Elderly. http://www.aafp.org/afp/990501ap/2551.html (15 Maret 2010). 111. 112. Pack A.I. 2008. Changes in Cardiorespiratory Systems During Sleep. In: In: Fishman A.P et al. (eds). Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders 4th ed. Vol 1 &2. USA: Mc Graw-Hill Company Inc, pp. 168995. 113. 114. Panggabean M.M. 2006. Gagal Jantung. Dalam Sudoyo A. W. et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: EGC, p.1503-4. 115. 116. Parish J.M. 2009. Sleep-Related Problems in Common Medical Conditions. Chest. 135: 563-572. 117. 118. Patel N.P., Schwab R.J, 2008. Sleep Apnea Syndromes. In: Fishman A.P et al. (eds). Fishman’s Pulmonary Diseases and Disorders 4th ed. Vol 1 &2. USA: Mc Graw-Hill Company Inc, pp 1697-1725. 119. 120. Pelly R. 1992. Asma Nokturnal. CDK. 80: 109-11. 121. 122. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Balai Penerbit FK UI: Jakarta. 123. 124. Pinzon R. 2010. Tinjauan Neurobiologi Tidur. Dalam Kumpulan Makalah Seminar Penatalaksanaan Gangguan Tidur dalam Praktek Seharihari. Yogyakarta: RS Bethesda Press. 125. 126. Price S.A., Wilson L.M. 2004. Gangguan Sistem Pernapasan. In: Hartanto H., Susi N. Wulansari P., Mahanani D.A. (eds). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6 Vol.2. Jakarta: EGC, pp: 736840. 127. 128. Punjabi N. M., Roche K. B., Marx J. J., Neubauer D.N. Smith P. L. Schwartz A.R. 2002. The Association Between Daytime Sleepiness and Sleep-Disorderd Breathing in NREM and REM sleep. Sleep. 25: 307-14. 129. 130. Rahayu R.A. 2007. Gangguan Tidur pada Usia Lanjut. Dalam: Sudoyo A. W. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC, pp. 1350-56. lxxviii
131. 132. Rush J et al. 2000. Handbook of Psychiatric Measure Washington DC: APA. 133. 134. Rahmatullah P. 2006. Tromboemboli Paru. Dalam: Sudoyo A.W et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC, p. 1040. 135. 136. Rahmawati I., Yunus F., Wiyono W.H. 2003. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. CDK. 141: 5-11. 137. 138. Roth T. 2007. Insomnia: Definition, Prevalence, Etiology, and Consequences. J Clin Sleep Med. 3(5 Suppl): S7–S10. 139. 140. Saisan J., Benedictis T., Barston S., and Segal R. 2008. Understanding Sleep, Deep Sleep, REM Sleep, Cycles, Stages, and Needs. http://www.helpguide.org/life/sleeping.htm (31 Januari 2010). 141. 142. Sastrawan I.G.P., Suryana K., Rai I.B.N. 2008. Prevalensi Asma Bronkial Atopi di pada Pelajar Desa Tenganan. J Peny Dalam. 9: 47-53. 143. 144. Sastroasmoro S., Ismael S. 2006. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. 145. 146. Setiawati A., Gan S. 2007. Penghambat Adrenergik. Dalam: Gunawan S.G. (eds). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru, pp: 117-18. 147. 148. Smith MT, Perlis ML, Park A, Smith MS, Pennington J, Giles DE, et al. 2002. Comparative meta-analysis of pharmacotherapy and behavior therapy for persistent insomnia. Am J Psychiatry. 159: 5-11. 149. 150. Stores G, Ellis A. J, Wiggs L, Crawford C, Thomson A. 1998. Sleep and psychological disturbance in nocturnal asthma. Arch Dis Child. 78: 413-19. 151. Stradling J.R. 1995. Control of Breathing. In: Brewis R.A.L, Corrin B., Geddes D.M. Gibson G.J. (eds). Respiratory Medicine Vol.1 2nd Ed. London: W.B. Saunders company Ltd, pp.176-177. 152. 153. Sundaru H. 2007. Kontrol asma sebagai tujuan pengobatan asma masa kini. http://staff.ui.ac.id/internal/140053451/publikasi/PidatopengukuhanProfH eruRingkasan.pdf (5 Februari 2010). 154.
lxxix
155. Sundaru H., Sukamto. 2007. Asma Bronkial. Dalam: Sudoyo A.W. Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, pp. 245-50. 156. 157. Surjanto E. 2001. Diagnosis dan Klasifikasi Asma. Dalam: Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Respirologi 2001. Perpustakaan Laboratorium/ SMF Paru FK UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pp 11-81. 158. 159. Surjanto E. 2008. Derajat Asma dan Kontrol Asma. J Respir Indo.28: 88-95 160. 161. Utami A.M. 2009. Hubungan Pemakaian Kortikosteroid Inhalasi dengan Pencapaian Kontrol Asma pada Pasien Asma Persisten Ringan dan Sedang. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi. 162. 163. Welsh C.H. 2003. Evaluation of Sleepiness and Sleep Disorder other than Sleep Apnea, Narcolepsy, Restless Legg Syndrome, Periodic Limb Movements. In: Hanley M.E., Welsh C.H. (eds). Current Diagnosis and Treatment in Pulmonary Medicine. USA: Mc Graw Hill Company, pp. 301-12. 164. 165. Welsh C.H. 2003. Medical Conditions that Often Cause Daytime Sleepiness. In: Hanley M.E., Welsh C.H. (eds). Current Diagnosis and Treatment in Pulmonary Medicine. USA: Mc Graw Hill Company, pp. 313-24. 166. 167. Yayasan Asma Indonesia. 2007. Senam Asma: Olahraga Pilihan Penderita Asma. http://www.infoasma.org/senam.html (5 Februari 2010). 168. 169. Yeung C.M., Malo J.L. 1995. Occupational Asthma. N Engl J Med. 333: 107-12. 170. 171. Yunus F. 2005. The Asthma Control Test, A New Tool to Improve The Quality Ashma Management. In (Eddy S., Suradi., Reviono, Rima A., Widiyati, eds) Proceeding Book: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Surakarta, p. 361. 172. 173. 174.
Lampiran 1. Lembar Penjelasan 175.
LEMBAR PENJELASAN
lxxx
176.
Kami mengharapkan Saudara untuk berperan serta dalam penelitian
yang berjudul “Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang dilakukan oleh Astrid Kusuma Wardhani. 177.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara
kualitas tidur pada pasien asma terkontrol dan tidak terkontrol di RSUD Dr. Mewardi Surakarta, dengan menggunakan kuesioner Asthma Control Test dan Pittsburgh Quality Sleep Index. 178.
Bacalah lembaran ini sebelum anda memutuskan apakah anda akan
berperan serta atau tidak. Bila anda memutuskan untuk berperan serta, maka jangan ragu-ragu untuk bertanya bila ada hal yang belum anda mengerti. 179.
Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan ditulis dalam
laporan skripsi peneliti dengan menyebutkan identitas Saudara. 180.
Apabila Saudara telah memahami dan memutuskan untuk mengikuti
penelitian ini, dimohon kesediaanya untuk mengisi formulir persetujuan dan menandatanganinya. 181.
Demikian penjelasan kami, atas perhatian dan kesediaan Saudara
mengikuti penelitian ini kami ucapkan terima kasih. 182. Dosen Pembimbing
Hormat kami,
183.
Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P
Peneliti,
184. 19570315 198312 1 002 185. Lampiran 2. Formulir Persetujuan Astrid Kusuma Wardhani Dr. Eddy Surjanto,dr., Sp.P(K) 186. FORMULIR PERSETUJUAN
187. 140 Saya 071yang 304 bertanda tangan di bawah ini: 188.
Nama
:
189.
Umur
:
190.
Jenis kelamin
:
191.
Pendidikan
:
tahun
lxxxi
G0007005
192.
Pekerjaan
:
193.
Alamat
:
194.
Nomor rekam medis :
195.
Menyatakan telah mendapatkan informasi mengenai tujuan, manfaat,
dan tata cara penelitian yang akan dilakukan. 196.
Setelah mendapat keterangan secukupnya tentang penelitian yang
berjudul “Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta” yang dilakukan oleh Astrid Kusuma Wardhani, maka dengan ini saya menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut. 197. Yang memberikan penjelasan 198.
Surakarta,
2010
Yang Menyetujui,
199. 200.
(…………………………………)
Astrid KusumaACT Wardhani Lampiran 3. Kuisioner
KUESIONER ASTHMA CONTROL TEST Silanglah huruf pada salah satu jawaban yang anda pilih, sesuai dengan keadaan asma yang anda rasakan. Hanya diperbolehkan memberi satu jawaban untuk masingmasing pertanyaan. Jawaban ganda dalam satu pertanyaan/ tidak menjawab lengkap kelima pertanyaan, maka dianggap tidak sah. 1. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering penyakit asma mengganggu anda untuk melakukan pekerjaan sehari-hari di kantor atau di rumah? a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Selalu 2. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda mengalami sesak napas? a. Tidak pernah lxxxii
b. 1-2 kali seminggu c. 3-6 kali seminggu d. Sekali sehari e. Lebih dari 1 kali sehari 3. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering gejala asma (mengi, batuk-batuk, sesak napas, nyeri dada, atau rasa tertekan di dada) menyebabkan anda terbangun di malam hari atau lebih awal dari biasanya? a. Tidak pernah b. 1-2 kali sebulan c. Sekali seminggu d. 2-3 kali seminggu e. 4 kali atau lebih dalam seminggu 4. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa sering anda menggunakan obat semprot atau obat oral (tablet/ sirup) untuk melegakan pernapasan? a. Tidak pernah b. 1 kali seminggu atau kurang c. 2-3 kali seminggu d. 1-2 kali sehari e. 3 kali atau lebih sehari (lanjutan) 5. Bagaimana anda sendiri menilai tingkat control asma anda dalam 4 minggu terakhir? a. Terkontrol sepenuhnya b. Terkontrol dengan baik c. Cukup terkontrol d. Kurang terkontrol e. Tidak terkontrol sama sekali Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini.
lxxxiii
Lampiran 4. Kuisioner PSQI Nama
:
Tanggal
:
Jam
: INDEKS KUALITAS TIDUR PITTSBURGH
Instruksi : Pertanyaan di bawah ini berkaitan dengan kebiasaan tidur selama sebulan terakhir. Jawaban Anda mengindikasi jawaban paling akurat untuk sebagian besar keadaan di siang dan malam selama sebulan terakhir. Jawablah semua pertanyaan : 1. Selama sebulan terakhir, jam berapa biasanya anda pergi tidur? JAM TIDUR: 2. Selama sebulan terakhir, berapa menit biasanya waktu yang anda butuhkan untuk dapat jatuh tertidur sejak berbaring di tempat tidur? JUMLAH MENIT YANG DIBUTUHKAN UNTUK TERTIDUR: 3. Selama sebulan terakhir, jam berapa anda biasanya terbangun di pagi hari? JAM BANGUN: 4. Selama sebulan terakhir, berapa jam anda tidur di malam hari? (Ini mungkin berbeda dengan jumlah jam yang anda habiskan di kasur) LAMA TIDUR TIAP MALAM: Untuk setiap pertanyaan di bawah ini, Beri tanda centang (√) pada jawaban yang sesuai: 5. Selama sebulan terakhir, seberapa sering tidur anda terganggu karena: a) Tidak dapat tertidur dalam 30 menit lxxxiv
Ø Ø Ø Ø
Tidak sama sekali Kurang dari sekali dalam seminggu Sekali atau dua kali dalam seminggu Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
b) Terbangun di tengah malam atau dini hari Ø Tidak sama sekali ( Ø Kurang dari sekali dalam seminggu ( Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu ( Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu (
) ) ) )
c) Harus bangun untuk ke kamar mandi Ø Tidak sama sekali Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
d) Tidak dapat bernapas dengan nyaman Ø Tidak sama sekali Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
e) Batuk atau mendengkur dengan keras Ø Tidak sama sekali Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
f) Merasa kedinginan Ø Tidak sama sekali Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
g) Merasa kepanasan Ø Tidak sama sekali ( Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu lxxxv
) ( (
) )
Ø
Tiga kali atau lebih dalam seminggu
(
h) Bermimpi buruk Ø Tidak sama sekali Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
i) Merasa nyeri Ø Tidak sama sekali Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
)
j) Alasan lain ; Mohon jelaskan: Seberapa sering anda mengalami gangguan tidur sebulan terakhir karena alasan ini: Ø Tidak sama sekali ( ) Ø Kurang dari sekali dalam seminggu ( ) Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu ( ) Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu ( ) 6. Selama sebulan terakhir, bagaimana anda menilai kualitas tidur anda secara keseluruhan: Ø Sangat baik ( ) Ø Agak baik ( ) Ø Agak buruk ( ) Ø Sangat buruk ( ) 7. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda telah mengonsumsi obat untuk membantu tidur (diresepkan dokter maupun beli sendiri di toko) Ø Tidak sama sekali ( ) Ø Kurang dari sekali dalam seminggu ( ) Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu ( ) Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu ( ) 8. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda mengalami masalah untuk tetap terjaga ketika menyetir, makan, atau ikut aktivitas sosial lxxxvi
Ø Ø Ø Ø
Tidak sama sekali Kurang dari sekali dalam seminggu Sekali atau dua kali dalam seminggu Tiga kali atau lebih dalam seminggu
( ( ( (
) ) ) )
9. Selama sebulan terakhir, seberapa banyak masalah yang anda hadapi untuk tetap antusias menyelesaikannya? Ø Tidak ada masalah sama sekali ( ) Ø Hanya masalah yang sangat kecil ( ) Ø Masalah yang agak berat ( ) Ø Masalah yang sangat besar ( ) 10. Apakah anda mempunyai pasangan atau teman sekamar? Ø Tidak ada pasangan atau teman sekamar Ø Pasangan atau teman sekamar di ruangan lain Ø Pasangan dalam ruangan sama, tetapi tidak di kasur yang sama Ø Pasangan di kasur yang sama
( ( ( (
) ) ) )
Jika Anda punya teman sekamar atau pasangan, tanyakan padanya, seberapa sering dalam sebulan terakhir, anda mengalami keluhan berikut: a. Mendengkur dengan keras Ø Tidak sama sekali ( ) Ø Kurang dari sekali dalam seminggu ( ) Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu ( ) Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu ( ) b. Jeda panjang berhenti napas ketika tertidur Ø Tidak sama sekali ( Ø Kurang dari sekali dalam seminggu ( Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu ( Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu (
) ) ) )
c. Kaki menyentak ketika Anda tertidur Ø Tidak sama sekali Ø Kurang dari sekali dalam seminggu Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu
) ) ) )
lxxxvii
( ( ( (
d. Episode disorientasi atau kebingungan selama tidur Ø Tidak sama sekali ( ) Ø Kurang dari sekali dalam seminggu ( ) Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu ( ) Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu ( ) e. Kegelisahan lain ketika Anda tidur; mohon jelaskan: Ø Tidak sama sekali ( ) Ø Kurang dari sekali dalam seminggu ( ) Ø Sekali atau dua kali dalam seminggu ( ) Ø Tiga kali atau lebih dalam seminggu ( ) Terima Kasih atas kesediaan anda mengisi kuesioner ini
Diterjemahkan dari: Buysse DJ, Reynolds CF, Monk TH, Berman SR, Kupfer DJ: Psychiatric Research, 28:193-213, 1989 Lampiran 5. Kuisioner Riwayat Penyakit dan Konsumsi Zat Kuesioner Riwayat Penyakit dan Konsumsi Zat 1. Apakah anda memiliki riwayat penyakit atau pernah didiagnosis dokter dengan penyakit di bawah ini. Jika Ya, Lingkari yang dipilih: a. PPOK b. Gagal jantung kongestif c. Emboli Paru d. Penyakit nyeri sendi (Osteoarthritis, Rheumatoid arthritis) e. Serangan Stroke f. Hipertensi g. Diabetes melitus (Penyakit Gula) h. Penyakit refluks gastroesofagus (rasa terbakar di dada) i. Serangan kejang di malam hari j. Cephalgia, Fibromyalgia k. Parkinson
lxxxviii
2. Apakah anda pernah didiagnosis memiliki tumor: Tumor apa? Dimana
3. Apakah anda sedang mengonsumsi salah satu obat atau zat berikut ini dalam sebulan ini: Jika Ya, lingkari yang dipilih: a. Narkoba (amfetamin, kokain) b. Obat anticemas (benzodiazepine, barbiturate) c. Obat hipertensi (diuretik, obat penghambat beta) d. Alkohol e. Rokok f. Kopi atau kafein g. Kemoterapi Seberapa sering anda mengonsumsi obat-obatan tersebut? Lampiran 6. Daftar Subjek Penelitian Daftar Pasien Asma Tidak Terkontrol
No
No. RM
Nama
JK
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Skor ACT
Kriteria Asma
Skor PSQI
1.
607482
CMK
L
47
SMA
Swasta
8
Tidak Terkontrol
8
2.
887175
SW
L
42
SD
Swasta
12
Tidak Terkontrol
5
3.
435117
MD
L
57
S1
PNS Guru
13
Tidak Terkontrol
10
4.
989917
TM
L
48
SD
Swasta
12
Tidak Terkontrol
10
5.
748193
SKI
L
58
SMP
Pensiunan
10
Tidak Terkontrol
7
6.
719450
SRN
L
57
SMA
Pensiunan
9
Tidak Terkontrol
11
lxxxix
7.
350164
SGY
L
58
DIII
Guru
9
Tidak Terkontrol
15
8.
905314
SRN
P
39
SD
Ibu Rmh tgg
14
Tidak Terkontrol
7
9.
988337
WRM
P
61
SMP
Ibu Rmh tgg
10
Tidak Terkontrol
9
10.
740562
DP
L
42
SMA
Swasta
12
Tidak Terkontrol
5
11.
913004
STH
P
82
SMA
Pensiunan
9
Tidak Terkontrol
12
12.
843484
SRD
L
78
SMP
Swasta
13
Tidak Terkontrol
10
13.
157584
SPTH
P
61
S1
Wiraswasta
5
Tidak Terkontrol
14
14.
975343
SMD
L
38
SD
Swasta
10
Tidak Terkontrol
5
15.
559454
SGO
L
48
SMA
Swasta
10
Tidak Terkontrol
4
16.
896808
SHT
P
54
SD
Ibu rmh tgg
12
Tidak Terkontrol
9
17.
01013737
KRT
P
27
SMP
Pedagang
15
Tidak Terkontrol
4
18.
685747
SW
P
54
SD
Swasta
10
Tidak Terkontrol
12
19.
492877
MJM
P
50
SD
Ibu rmh tgg
8
Tidak Terkontrol
9
20.
860217
WTI
P
56
SD
Ibu rmh tgg
7
Tidak Terkontrol
15
21.
763973
AW
P
60
SMP
Pedagang
10
Tidak Terkontrol
10
22.
632575
SYT
P
42
SD
Ibu rmh tgg
10
Tidak terkontrol
7
23.
952627
RFR
P
19
SMK
Pelajar
13
Tidak Terkontrol
5
24.
989520
SM
P
54
SPG
Ibu rmh tgg
16
Tidak Terkontrol
11
25.
921755
SWT
P
47
SMA
Ibu rmh tgg
15
Tidak Terkontrol
8
26.
959251
LSI
P
31
SMP
Swasta
14
Tidak Terkontrol
12
27.
01006677
TNI
P
50
SD
Swasta
13
Tidak Terkontrol
7
28.
652835
SS
P
49
SMA
Ibu rmh tgg
10
Tidak Terkontrol
5
xc
29.
760200
SW
L
41
SMA
Swasta
14
Tidak Terkontrol
8
30.
01009459
SSM
L
50
SMA
Wiraswasta
15
Tidak Terkontrol
11
Daftar Pasien Asma Terkontrol
No
No. RM
Nama
JK
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Skor ACT
Kriteria Asma
Skor PSQI
1.
294517
STN
P
62
SMP
Ibu rmh tgg
20
Terkontrol
7
2.
308966
EE
P
59
SMA
Ibu rmh tgg
20
Terkontrol
5
3.
260938
MNT
P
65
SMA
Ibu rmh tgg
23
Terkontrol
13
4
932948
TGN
L
51
SMP
Swasta
21
Terkontrol
7
5.
826748
SAY
L
38
S1
Swasta
20
Terkontrol
6
6.
941000
SA
L
74
S1
Pensiunan
20
Terkontrol
5
7.
846746
NTY
P
42
SD
Swasta
20
Terkontrol
7
8.
845980
DM
L
42
S1
CPNS Guru
20
Terkontrol
5
9.
910503
HTJ
L
45
SMA
Swasta
21
Terkontrol
5
10.
457800
SLD
L
48
S1
PNS
21
Terkontrol
2
11.
617573
ME
P
31
DIII
PNS
20
Terkontrol
5
12.
01007309
HS
L
44
SMA
Swasta
20
Terkontrol
5
13.
681318
SSI
P
43
SD
Swasta
22
Terkontrol
4
14.
01007805
SH.
L
68
SD
Swasta
20
Terkontrol
6
15.
615150
SM
P
54
SD
Wiraswasta
23
Terkontrol
3
xci
16.
916687
AS
L
19
SMP
Pelajar
22
Terkontrol
5
17.
577397
RL
P
66
SLTA
Ibu Rmh tgg
23
Terkontrol
8
18.
263189
SWH
P
49
S1
Guru
22
Terkontrol
5
19.
926127
KE
P
64
SMP
Ibu Rmh tgg
20
Terkontrol
14
20.
674681
RH
P
21
SMA
Mahasiswa
20
Terkontrol
4
21.
688130
PA
L
66
S1
Pensiunan
22
Terkontrol
6
22.
777177
MJT
P
36
SMA
Swasta
20
Terkontrol
10
23.
996877
STN
L
50
SMA
Swasta
20
Terkontrol
3
24.
737109
AH
L
57
DIII
Designer
20
Terkontrol
12
25.
741102
AT
P
39
DIII
Ibu Rmh tgg
20
Terkontrol
4
26.
922541
SGN
L
47
S1
PNS Guru
20
Terkontrol
5
27.
616037
RR
P
46
SMA
Swasta
21
Terkontrol
10
28.
559454
SGT
L
48
SMA
Swasta
22
Terkontrol
7
29.
865129
STI
P
32
SD
Wiraswasta
21
Terkontrol
6
30.
605151
US
P
31
S1
PNS
21
Terkontrol
4
Keterangan: JK
: Jenis Kelamin
HP
: Hipertensi
DM
: Diabetes Melitus
CP
: Cephalgia
OA
: Osteoarthritis
RA
: Rheumatoid Arthritis
xcii
OAH
: Obat Anti Hipertensi
C
: Cafein
Ggl gnj: Gagal Ginjal
Lampiran 7. Perhitungan Data SPSS 1. Crosstabs Uji Tabulasi Silang variabel kontrol asma dengan kualitas tidur Case Processing Summary Cases Valid N Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT * Kualitas tidur
Missing
Percent 60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
60
100.0%
Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT * Kualitas tidur Crosstabulation Kualitas tidur Baik Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT
Terkontrol
Count % within Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT
Tidak Terkontrol
Buruk 17
13
30
56.7%
43.3%
100.0%
7
23
30
23.3%
76.7%
100.0%
24
36
60
40.0%
60.0%
100.0%
Count % within Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT
Total
Count % within Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT
Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.008
5.625
1
.018
7.111
1
.008
6.944 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.017 6.829
1
.009
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.00. b. Computed only for a 2x2 table
xciii
Exact Sig. (1sided)
.008
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Tingkat kontrol
Lower
Upper
4.297
1.413
13.068
2.429
1.182
4.990
.565
.359
.890
asma berdasarkan skor ACT (Terkontrol / Tidak Terkontrol) For cohort Kualitas tidur = Baik For cohort Kualitas tidur = Buruk N of Valid Cases
60
2. Analisis Regresi Logistik Simple antara Kontrol Asma dengan Kualitas Tidur
Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases
N Included in Analysis
Percent 60
100.0
0
.0
60
100.0
0
.0
60
100.0
Missing Cases Total Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Baik
0
Buruk
1
Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted Observed
Kualitas tidur Baik
xciv
Buruk
Percentage Correct
Step 0
Kualitas tidur
Baik
0
24
.0
Buruk
0
36
100.0
Overall Percentage
60.0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .405
Wald
.264
df
2.367
Sig. 1
.124
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
Kriteria_asma
Overall Statistics
df
6.944
1
6.944
1
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
7.111
1
.008
Block
7.111
1
.008
Model
7.111
1
.008
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 73.650
a
Sig.
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square .112
.151
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001. Classification Table
xcv
a
.008 .008
Exp(B) 1.500
Predicted Kualitas tidur Observed Step 1
Kualitas tidur
Baik
Percentage
Buruk
Correct
Baik
17
7
70.8
Buruk
13
23
63.9
Overall Percentage
66.7
a. The cut value is .500 Variables in the Equation
95% C.I.for EXP( B Step 1
a
Kriteria_asma Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Lower
1.458
.568
6.599
1
.010
4.297
-.268
.368
.530
1
.467
.765
1.413
a. Variable(s) entered on step 1: Kriteria_asma.
3. Uji Normalitas Umur terhadap variabel kontrol asma berdasarkan skor ACT Explore Case Processing Summary Cases Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT
Valid N
xcvi
Missing Percent
N
Percent
Total N
Percent
Umur Responden
Terkontrol
30
100.0%
0
.0%
30
Tidak Terkontrol
30
100.0%
0
.0%
30
100.0%
100.0%
Descriptives Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT Umur Responden
Terkontrol
Statistic
Mean
47.80
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
42.62
Upper Bound
52.98
5% Trimmed Mean
48.02
Median
46.50
Variance
2.533
192.441
Std. Deviation
Tidak Terkontrol
Std. Error
13.872
Minimum
19
Maximum
74
Range
55
Interquartile Range
21
Skewness
-.104
.427
Kurtosis
-.426
.833
Mean
50.00
2.367
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
45.16
Upper Bound
54.84
5% Trimmed Mean
49.87
Median
50.00
Variance Std. Deviation
168.138 12.967
Minimum
19
Maximum
82
Range
63
Interquartile Range
15
Skewness Kurtosis
xcvii
.107
.427
1.323
.833
Tests of Normality Tingkat kontrol asma berdasarkan skor ACT Umur Responden
Kolmogorov-Smirnov Statistic
df
a
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic *
df
Sig.
Terkontrol
.080
30
.200
.976
30
.727
Tidak Terkontrol
.131
30
.197
.959
30
.286
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Umur Responden Histograms
xcviii
Stem-and-Leaf Plots
Umur Responden Stem-and-Leaf Plot for
xcix
Kriteria_asma= Terkontrol Frequency 1.00 1.00 6.00 10.00 5.00 6.00 1.00 Stem width: Each leaf:
Stem & 1 2 3 4 5 6 7
. . . . . . .
Leaf 9 1 112689 2234556789 01479 245668 4
10 1 case(s)
Umur Responden Stem-and-Leaf Plot for Kriteria_asma= Tidak Terkontrol Frequency
Stem &
1.00 Extremes 1.00 2 . 3.00 3 . 9.00 4 . 11.00 5 . 3.00 6 . 1.00 7 . 1.00 Extremes Stem width: Each leaf:
Leaf (=<19) 7 189 122277889 00044467788 011 8 (>=82)
10 1 case(s)
Normal Q-Q Plots
c
Detrended Normal Q-Q Plots
ci
cii
4. Uji Karakteristik Data Variabel Umur Explore Case Processing Summary Cases Valid N Umur Responden
Missing Percent
60
N
100.0%
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 60
100.0%
Descriptives Statistic Umur Responden
Mean
48.90
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
45.45
Upper Bound
52.35
5% Trimmed Mean
48.91
Median
48.50
Variance
178.464
Std. Deviation
13.359
Minimum
19
ciii
Std. Error 1.725
Maximum
82
Range
63
Interquartile Range
16
Skewness Kurtosis
-.026
.309
.249
.608
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnov Statistic Umur Responden
df
.069
a
Sig. .200
*. This is a lower bound of the true significance.
Umur Responden
Umur Responden Stem-and-Leaf Plot
2.00
Stem & 1 .
Statistic *
60
a. Lilliefors Significance Correction
Frequency
Shapiro-Wilk
Leaf 99
civ
.987
df
Sig. 60
.789
2.00 2 9.00 3 19.00 4 16.00 5 9.00 6 2.00 7 1.00 Extremes Stem width: Each leaf:
. . . . . .
17 111268899 1222223455677788899 0000144446777889 011245668 48 (>=82)
10 1 case(s)
cv
Frequencies Statistics Umur dikotomi N
Valid
60
Missing
0 Umur dikotomi Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
<48tahun
30
50.0
50.0
50.0
>=48tahun
30
50.0
50.0
100.0
Total
60
100.0
100.0
5. Analisis Regresi Logistik Simple Umur terhadap Kualitas Tidur Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases
N Included in Analysis Missing Cases
cvi
Percent 60
100.0
0
.0
Total Unselected Cases Total
60
100.0
0
.0
60
100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Baik
0
Buruk
1
Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted Observed
Kualitas tidur Baik
Step 0
Kualitas tidur
Percentage
Buruk
Correct
Baik
0
24
.0
Buruk
0
36
100.0
Overall Percentage
60.0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500 Variables in the Equation B Step 0
Constant
S.E. .405
Wald
.264
df
2.367
Sig. 1
.124
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
Umurdik
Overall Statistics
df
Sig.
10.000
1
.002
10.000
1
.002
cvii
Exp(B) 1.500
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
10.357
1
.001
Block
10.357
1
.001
Model
10.357
1
.001
Model Summary
Step
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square
-2 Log likelihood
1
70.405
a
.159
.214
a. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Table
a
Predicted Kualitas tidur Observed Step 1
Kualitas tidur
Baik
Percentage
Buruk
Correct
Baik
18
6
75.0
Buruk
12
24
66.7
Overall Percentage
70.0
a. The cut value is .500 Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
Umurdik
1.792
.589
9.246
1
.002
6.000
Constant
-.405
.373
1.184
1
.277
.667
a. Variable(s) entered on step 1: Umurdik.
cviii
Lower 1.890
Upper
19.043
6. Uji Chi Square terhadap Riwayat Penyakit Penyerta dengan Kualitas Tidur
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N Riwayat penyakit selain asma
Missing Percent
60
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
60
100.0%
yang menggangu tidur * Kualitas tidur Riwayat penyakit selain asma yang menggangu tidur * Kualitas tidur Crosstabulation Kualitas tidur Baik Riwayat penyakit selain asma
Tidak
yang menggangu tidur
Ada
Count % within Riwayat penyakit
Buruk
Total
21
12
33
63.6%
36.4%
100.0%
3
24
27
11.1%
88.9%
100.0%
24
36
60
selain asma yang menggangu tidur Ada
Count % within Riwayat penyakit selain asma yang menggangu tidur
Total
Count
cix
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
% within Riwayat penyakit
N
40.0%
Percent 60.0%
100.0%
selain asma yang menggangu tidur
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.000
14.952
1
.000
18.663
1
.000
17.071 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.000
Linear-by-Linear Association
16.786
N of Valid Cases
1
.000
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.80. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Riwayat penyakit
Lower
Upper
14.000
3.473
56.440
5.727
1.911
17.164
.409
.256
.655
selain asma yang menggangu tidur (0 / Ada) For cohort Kualitas tidur = Baik For cohort Kualitas tidur = Buruk N of Valid Cases
60
cx
.000
7. Uji Analisis Regresi Logistik Ganda terhadap Kontrol Asma, Riwayat Penyakit Penyerta , Umur dengan Kualitas Tidur Logistic Regression Case Processing Summary a
Unweighted Cases Selected Cases
N
Percent
Included in Analysis
60
100.0
0
.0
60
100.0
0
.0
60
100.0
Missing Cases Total Unselected Cases Total
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases. Dependent Variable Encoding Original Value
Internal Value
Baik
0
Buruk
1
Block 0: Beginning Block Classification Table
a,b
Predicted Kualitas tidur Observed Step 0
Kualitas tidur
Baik
Percentage
Buruk
Correct
Baik
0
24
.0
Buruk
0
36
100.0
Overall Percentage
60.0
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation B
S.E.
Wald
cxi
df
Sig.
Exp(B)
Classification Table
a,b
Predicted Kualitas tidur Observed Step 0
Baik
Kualitas tidur
Percentage
Buruk
Correct
Baik
0
24
.0
Buruk
0
36
100.0
Overall Percentage
60.0
a. Constant is included in the model. Step 0
Constant
.405
.264
2.367
1
.124
Variables not in the Equation Score Step 0
Variables
Kriteria_asma
df
Sig.
6.944
1
.008
Umurdik
10.000
1
.002
Riwayat_penyakit
17.071
1
.000
24.173
3
.000
Overall Statistics
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
df
Sig.
Step
28.907
3
.000
Block
28.907
3
.000
Model
28.907
3
.000
Model Summary
Step 1
-2 Log likelihood 51.854
a.
a
Cox & Snell R
Nagelkerke R
Square
Square .382
.517
Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Table Observed
a
Predicted
cxii
1.500
Kualitas tidur Baik Step 1
Kualitas tidur
Baik Buruk
Percentage
Buruk
Correct
15
9
62.5
2
34
94.4
Overall Percentage a.
81.7
The cut value is .500
Variables in the Equation 95% C.I.for EXP(B) B Step 1
a
Kriteria_asma Umurdik Riwayat_penyakit Constant
S.E.
Wald
df
Sig.
Exp(B)
1.996
.764
6.829
1
.009
7.362
1.647
.763
.750
1.035
1
.309
2.144
.493
2.757
.889
9.619
1
.002
15.752
2.759
-1.901
.670
8.057
1
.005
.149
a. Variable(s) entered on step 1: Kriteria_asma, Umurdik, Riwayat_penyakit.
Lampiran 8. Gangguan Tidur dalam DSM IV-TR Gangguan tidur
Deskripsi
a. Disomnia (Gangguan dalam jumlah, waktu, dan kualitas tidur), meliputi: Insomnia primer Kesulitan untuk masuk tidur dan mempertahankan tidur atau tidur yang tidak restoratif (orang tidak merasa telah cukup beristirahat setelah tidur dalam jumlah normal Hipersomnia primer
Lower
Keluhan mengantuk eksesif yang tampak dalam bentuk episodeepisode tidur yang terlalu lama atau episode-episode tidur di siang
cxiii
bolong Narkolepsi
Serangan refreshing sleep (tidur yang membuat badan segar ketika bangun) yang bersifat tiba-tiba yang tidak dapat ditentang yang terjadi setiap hari dan disertai dengan episode-episode hilangnya muscle tone (kekencangan otot) yang berlangsung dalam waktu singkat.
Tidur yang terkait Disrupsi tidur yang mengakibatkan kantuk yang eksesif atau dengan pernapasan insomnia yang disebabkan oleh kesulitan bernapas yang terkait dengan tidur Circadian Rhythm Disrupsi tidur yang menetap atau berulang kali terjadi, yang Sleep Disorder or mengakibatkan kantuk yang eksesif atau insomnia, yang disebabkan Sleep Wake Schedule oleh adanya mismatch antara jadwal tidur dan terjaga karena Disorder dipaksa oleh lingkungan dan pola tidur terjaga sirkadiannya. Gangguan tidur ritme sirkadian b. Parasomnia (Gangguan dalam transisi antara tahap terjaga penuh dan tidur yang mengganggu proses tidur), meliputi: Nightmare disorder/ Terbangun berulang kali dengan ingatan yang terperinci tentang Dream Anxiety mimpi panjang yang sangat menakutkan biasanya melibatkan Disorder (Gangguan ancaman terhadap nyawa, keamanan, atau self-esteem. Saat-saat kecemasan mimpi terbangun itu pada umumnya terjadi selama paruh kedua dalam periode tidur Sleep Terror Disorder (Gangguan terror tidur) Sleepwalking disorder (berjalan saat tidur)
Episode-episode bangun mendadak yang berulang kali terjadi, biasanya terjadi selama sepertiga pertama Episode berulang bangkit dari kasur pada saat masih tidur lalu berjalan-jalan, biasanya terjadi selama sepertiga pertama episode tidur utama
c. Gangguan tidur berhubungan dengan gangguan mental lain. Gangguan tidur berupa insomnia pada gangguan depresif berat, gangguan kecemasan umum, gangguan Bipolar II dan episode manik ataupun tipe hipersomnia pada gangguan mood, gangguan bipolar I fase terdepresi. d. Gangguan tidur karena kondisi medis umum adalah gangguan tidur yang terjadi karena akibat fisiologis dari kondisi medis umum didukung riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium Tipe Insomnia Jika gangguan tidur yang menonjol adalah insomnia Tipe Hipersomnia
Jika gangguan tidur yang menonjol adalah hipersomnia
cxiv
Tipe Parasomnia
Jika gangguan tidur yang menonjol adalah parasomnia
Tipe campuran
Jika ditemukan lebih dari satu gangguan tidur dan tidak ada yang lebih menonjol
e. Gangguan tidur akibat zat adalah gangguan tidur yang berkembang selama atau dalam satu bulan intoksikasi atau putus zat. Beberapa subtansi zat yang dapat menyebabkan gangguan tidur antara lain: amfetamin, kokain, kafein, opioid, sedatif, hipnotik, atau ansiolitik, obat adrenergik, obat penghambat beta, antimetabolit, dll
Sumber: Diagnostic and Statistical Manual of Mental disorder, 4th edition-text revised © 2000 dalam Psikologi abnormal
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbedaaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Astrid Kusuma Wardhani, G0007005, Tahun 2010 Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Selasa, Tanggal 24 Agustus 2010 Pembimbing Utama Nama
: Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P
NIP
: 19570315 198312 1 002
( ………………………… )
Pembimbing Pendamping Nama
: Dr. Eddy Surjanto, dr., Sp.P(K)
NIP
: 140 071 304
( ………………………… )
Penguji Utama Nama
: Ana Rima Setijadi, dr., Sp.P
NIP
: 19620502 198901 2 001
( ………………………… )
Anggota Penguji Nama
: Slamet Riyadi, dr., M.Kes
cxv
NIP
: 19600418 199203 1 001
( ………………………….) Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes
Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS.
NIP : 19660702 199802 2 001
NIP : 19481107 197310 1 003 PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
yang pernah Tinggi, dan yang pernah diacu dalam
Surakarta, 24 Agustus 2010 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat, hidayah serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Astrid Kusuma Wardhani skripsi dengan judul “ Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta“. G0007005 Dalam penelitian ini, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyeleseikannya. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua tim skripsi FK UNS.
cxvi
3. Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P sebagai pembimbing utama yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi. 4. Dr. Eddy Surjanto, dr., Sp.P(K) sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi. 5. Ana Rima Setijadi, dr., Sp.P sebagai penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi. 6. Slamet Riyadi dr., M.Kes sebagai anggota penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi. 7. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD sebagai penasehat dalam penyusunan statistika dan metodologi penelitian. 8. Para staf Poliklinik Paru dan Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang ikut membantu dalam penelitian. 9. Pak Nardi dan Bu Enny yang turut membantu dalam pembuatan skripsi. 10. Papa, Mama, Mbak Sari, Mas Aih, Mas Tyo, Mas Haris, Mbak Shanti yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan saran baik material maupun spiritual. 11. Trio phlegmatis, rekan parasitologi, skripsi paru gelombang 1 KBK angkatan 2007, 2008 dan 2009, AMSA semua terima kasih atas doa dan bantuannya. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu- persatu yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat sepenuhnya. Surakarta, 24 Agustus 2010
DAFTAR ISI
Astrid Kusuma Wardhani
PENGESAHAN………….…………………………………………………..
ii
PERNYATAAN………….…………………………………………………..
iii
ABSTRAK………….……………………………………………………. ….
iv
ABSTRACT………….……………………………………………………….
v
PRAKATA………….………………………………………………………...
vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….
ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
x
cxvii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….
xi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………
1
A. Latar Belakang……………………………………………………..
1
B. Perumusan Masalah…………………………………………………
4
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………
4
D. Manfaat Penelitian………………………………………………….
4
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………………
5
A. Tinjauan Pustaka……………………………………………………
5
1. Asma…………………………………………………………….
5
a. Definisi ………………………………………………………
5
b. Patogenesis…………………………………………………..
5
c. Patofisiologi………………………………………………….
7
d. Faktor risiko ………………………………………………..
8
e. Diagnosis………………………………………………..........
9
f. Klasifikasi…………………………………………................
10
g. Penatalaksanaan……………………………………………...
11
2. Asthma Control Test…………………………………………….
15
3. Tidur…………………………………………………………….
16
a. Fisiologi Tidur………………………………………………..
16
b. Perubahan Kardiovaskular dan Respirasi selama Tidur…….
18
c. Kuantitas dan Kualitas Tidur………………………………..
20
d. Gangguan Tidur……………………………………………..
22
e. Penatalaksanaan…………………………………………….
23
4. Hubungan Asma dengan Tidur………………………………...
27
5. Pittsburgh Sleep Quality Index…………………………….......
30
6. Kerangka Pemikiran……………………………………………
32
7. Hipotesis…………………………………………………….....
33
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………
34
A. Jenis Penelitian……………………………………………………..
34
cxviii
B. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………….
34
C. Subyek Penelitian…………………………………………………..
34
1. Populasi Penelitian…………………………………………........
34
2. Sampel Penelitian………………………………………..............
34
3. Kriteria Subyek Penelitian……………………………………….
35
D. Teknik Sampling……………………………………………............
35
E. Rancangan Penelitian……………………………………………….
37
F. Identifikasi Variabel Penelitian…………………………………….
38
G. Definsi Operasional Variabel………………………………............
38
H. Alat dan bahan……………………………………………………..
41
I. Cara Kerja…………………………………………………………..
41
J. Teknik Analisis Data………………………………………………
43
BAB IV HASIL PENELITIAN………………………………………………
46
BAB V PEMBAHASAN…………………………………………………….
58
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………………………………………..
69
A. Simpulan…………………………………………………...........
69
B. Saran…………………………………………………………….
70
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....
71
LAMPIRAN DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Derajat Asma………………………………………………………... 10
Tabel 2.2
Tingkat Kontrol Asma………………………….…………………… 13
Tabel 3.1
Interpretasi OR……………………….……………………………… 44
Tabel 4.1
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin…...…………………. 46
Tabel 4.2
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur………………………………. 47
cxix
Tabel 4.3
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan……….……….. 47
Tabel 4.4
Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan………………………….. 48
Tabel 4.5
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Kontrol Asma...………….. 49
Tabel 4.6
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Riwayat Penyakit Penyerta.. 51
Tabel 4.7
Uji Normalitas Data Umur Menurut Kontrol Asma...………………. 52
Tabel 4.8
Karakteristik Data Umur...…………………………………………... 52
Tabel 4.9
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Umur……………………... 53
Tabel 4.10
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Riwayat Konsumsi Zat…... 54
Tabel 4.11
Analisis Regresi Logistik Ganda dan Analisis Bivariat…………….. 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penatalaksanaan Asma Berdasarkan Kontrol…………………….
14
Gambar 4.1 Persentase Sampel Menurut Jenis Kelamin……….……………...
46
Gambar 4.2 Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur…………………....
47
Gambar 4.3 Persentase Sampel Menurut Tingkat Pendidikan………………....
48
Gambar 4.4 Persentase Sampel Menurut Pekerjaan…………. ………………..
48
cxx
Gambar 4.5 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Kontrol Asma………...
50
Gambar 4.6 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Penyakit Penyerta……. 51 Gambar 4.7 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Umur…………………. 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Penjelasan
Lampiran 2.
Formulir Persetujuan
Lampiran 3.
Kuisioner ACT
Lampiran 4.
Kuisioner PSQI
Lampiran 5.
Kuisioner Riwayat Penyakit dan Konsumsi Zat
cxxi
Lampiran 6.
Daftar Subjek Penelitian
Lampiran 7.
Perhitungan Data SPSS
Lampiran 8.
Gangguan Tidur dalam DSM IV-TR
Lampiran 9.
Surat Kelaikan Etik
Lampiran 10.
Surat Pengantar Penelitian ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Lampiran 11.
Surat Ijin Penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Lampiran 12.
Surat Keterangan Selesai Penelitian PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan rahmat, hidayah serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Perbedaan Kualitas Tidur pada Pasien Asma Terkontrol dengan Tidak Terkontrol di RSUD Dr. Moewardi Surakarta“. Dalam penelitian ini, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menyeleseikannya. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 13. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 14. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua tim skripsi FK UNS. 15. Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P sebagai pembimbing utama yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi. 16. Dr. Eddy Surjanto, dr., Sp.P(K) sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi. 17. Ana Rima Setijadi, dr., Sp.P sebagai penguji utama yang telah berkenan menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi. 18. Slamet Riyadi dr., M.Kes sebagai anggota penguji yang telah berkenan menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan, kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi. 19. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD sebagai penasehat dalam penyusunan statistika dan metodologi penelitian. 20. Para staf Poliklinik Paru dan Instalasi Rawat Inap Anggrek 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang ikut membantu dalam penelitian. 21. Pak Nardi dan Bu Enny yang turut membantu dalam pembuatan skripsi.
cxxii
22. Papa, Mama, Mbak Sari, Mas Aih, Mas Tyo, Mas Haris, Mbak Shanti yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan saran baik material maupun spiritual. 23. Trio phlegmatis, rekan parasitologi, skripsi paru gelombang 1 KBK angkatan 2007, 2008 dan 2009, AMSA semua terima kasih atas doa dan bantuannya. 24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu- persatu yang telah membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan manfaat sepenuhnya. Surakarta, 24 Agustus 2010
DAFTAR ISI
Astrid Kusuma Wardhani
PENGESAHAN………….…………………………………………………..
ii
PERNYATAAN………….…………………………………………………..
iii
ABSTRAK………….……………………………………………………. ….
iv
ABSTRACT………….……………………………………………………….
v
PRAKATA………….………………………………………………………...
vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….
ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….
xi
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………
1
E. Latar Belakang……………………………………………………..
1
F. Perumusan Masalah…………………………………………………
4
G. Tujuan Penelitian……………………………………………………
4
H. Manfaat Penelitian………………………………………………….
4
BAB II LANDASAN TEORI…………………………………………………
5
B. Tinjauan Pustaka……………………………………………………
5
8. Asma…………………………………………………………….
5
a. Definisi ………………………………………………………
5
cxxiii
b. Patogenesis…………………………………………………..
5
c. Patofisiologi………………………………………………….
7
d. Faktor risiko ………………………………………………..
8
e. Diagnosis………………………………………………..........
9
f. Klasifikasi…………………………………………................
10
g. Penatalaksanaan……………………………………………...
11
9. Asthma Control Test…………………………………………….
15
10.
Tidur…
………………………………………………………….
16
f. Fisiologi Tidur………………………………………………..
16
g. Perubahan Kardiovaskular dan Respirasi selama Tidur…….
18
h. Kuantitas dan Kualitas Tidur………………………………..
20
i. Gangguan Tidur……………………………………………..
22
j. Penatalaksanaan…………………………………………….
23
11.
Hubunga
n Asma dengan Tidur………………………………...
27
12.
Pittsburg
h Sleep Quality Index…………………………….......
30
13.
Kerangk
a Pemikiran……………………………………………
32
14.
Hipotesi
s…………………………………………………….....
33
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………
34
K. Jenis Penelitian……………………………………………………..
34
L. Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………….
34
M. Subyek Penelitian…………………………………………………..
34
4. Populasi Penelitian…………………………………………........
34
5. Sampel Penelitian………………………………………..............
34
6. Kriteria Subyek Penelitian……………………………………….
35
cxxiv
N. Teknik Sampling……………………………………………............
35
O. Rancangan Penelitian……………………………………………….
37
P. Identifikasi Variabel Penelitian…………………………………….
38
Q. Definsi Operasional Variabel………………………………............
38
R. Alat dan bahan……………………………………………………..
41
S. Cara Kerja…………………………………………………………..
41
T. Teknik Analisis Data………………………………………………
43
BAB IV HASIL PENELITIAN………………………………………………
46
BAB V PEMBAHASAN…………………………………………………….
58
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………………………………………..
69
C. Simpulan…………………………………………………...........
69
D. Saran…………………………………………………………….
70
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....
71
LAMPIRAN DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Derajat Asma………………………………………………………... 10
Tabel 2.2
Tingkat Kontrol Asma………………………….…………………… 13
Tabel 3.1
Interpretasi OR……………………….……………………………… 44
Tabel 4.1
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin…...…………………. 46
Tabel 4.2
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur………………………………. 47
Tabel 4.3
Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan……….……….. 47
Tabel 4.4
Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan………………………….. 48
Tabel 4.5
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Kontrol Asma...………….. 49
Tabel 4.6
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Riwayat Penyakit Penyerta.. 51
cxxv
Tabel 4.7
Uji Normalitas Data Umur Menurut Kontrol Asma...………………. 52
Tabel 4.8
Karakteristik Data Umur...…………………………………………... 52
Tabel 4.9
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Umur……………………... 53
Tabel 4.10
Analisis Bivariat Kualitas Tidur dengan Riwayat Konsumsi Zat…... 54
Tabel 4.11
Analisis Regresi Logistik Ganda dan Analisis Bivariat…………….. 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Penatalaksanaan Asma Berdasarkan Kontrol…………………….
14
Gambar 4.1 Persentase Sampel Menurut Jenis Kelamin……….……………...
46
Gambar 4.2 Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur…………………....
47
Gambar 4.3 Persentase Sampel Menurut Tingkat Pendidikan………………....
48
Gambar 4.4 Persentase Sampel Menurut Pekerjaan…………. ………………..
48
Gambar 4.5 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Kontrol Asma………...
50
Gambar 4.6 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Penyakit Penyerta……. 51 Gambar 4.7 Persentase Kualitas Tidur Buruk Menurut Umur…………………. 53
cxxvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lembar Penjelasan
Lampiran 2.
Formulir Persetujuan
Lampiran 3.
Kuisioner ACT
Lampiran 4.
Kuisioner PSQI
Lampiran 5.
Kuisioner Riwayat Penyakit dan Konsumsi Zat
Lampiran 6.
Daftar Subjek Penelitian
Lampiran 7.
Perhitungan Data SPSS
Lampiran 8.
Gangguan Tidur dalam DSM IV-TR
Lampiran 9.
Surat Kelaikan Etik
cxxvii
Lampiran 10.
Surat Pengantar Penelitian ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Lampiran 11.
Surat Ijin Penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Lampiran 12.
Surat Keterangan Selesai Penelitian
cxxviii