BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesejahteraan Psikologis 1.
Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin, sikap loyal terhadap perusahaan, dan memiliki kepuasan dalam dirinya, pekerjaan dan keluarga. Berger (2010) menjelaskan kesejahteraan psikologis ditempat kerja adalah suatu keadaan dimana seseorang memiliki motivasi, dilibatkan dalam pekerjaannya,
memiliki
energi
positif,
menikmati
semua
kegiatan
pekerjaannya dan akan bertahan lama pada pekerjaannya. Kesejahteraan (VandenBos, 2007) adalah keadaan kebahagiaan, kepuasan, rendahnya tingkat stres, kesehatan fisik dan mental secara keseluruhan baik dan ada prospek, atau kualitas hidup yang baik. Menurut Keyes, dkk, (2002) kesejahteraan psikologis adalah kondisi dimana individu memperoleh pencapaian kesehatan mental ketika melakukan sesuatu atau mendapatakan kebahagiaan dari suatu pengalaman. Huppert (2008) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah suatu kehidupan individu yang berjalan dengan baik dan merupakan hasil kombinasi dari perasaan positif yang berfungsi secara efektif. Kesejahteraan psikologis juga dapat diartikan sebagai gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan dari kriteria fungsi psikologis positif
14
15
individu tersebut. Individu yang memiliki kesejahteraan
psikologis yang
positif adalah individu yang memiliki respon positif terhadap dimensidimensi dari kesejahteraan psikologis, yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi. Individu yang mencapai kesejahteraan psikologis juga dapat meningkatkan kebahagiaan, kesehatan mental yang positif, dan pertumbuhan diri (Ryff & Singer, 2002). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis pada karyawan adalah seseorang yang memiliki motivasi, energi positif, semangat kerja, dedikasi, disiplin, sikap loyal terhadap perusahaan, menikmati semua kegiatan pekerjaannya, dan memiliki kepuasan dalam dirinya, pekerjaan dan keluarga. 2.
Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis Terdapat enam aspek dari kesejahteraan psikologis menurut Ryff dan Singer (2002): a. Memiliki pandangan positif terhadap diri sendiri dan kehidupan masa lalu seseorang. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya sikap menghargai dan menerima berbagai aspek yang ada pada dirinya, serta dapat merasakan hal positif dari kehidupannya di masa lalu dan puas dengan dirinya. b.
Adanya kualitas hubungan yang baik dengan orang lain. Hal ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain, serta dapat menunjukkan rasa empati.
16
c.
Memiliki perasaan bahwa hidup itu penuh tujuan dan bermakna. Hal tersebut dapat ditandai dengan munculnya ciri-ciri memiliki rasa keterarahan (directedness) dalam hidup, mampu merasakan arti dari masa lalu dan masa kini, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan target yang ingin dicapai dalam hidup.
d.
Memiliki kapasitas untuk mengelola lingkungan dunia sekitarnya secara efektif, ditandai dengan dapat mengendalikan berbagai aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.
e.
Adanya kemampuan untuk mengikuti keyakinan batin (memimpin diri). Individu cenderung mampu untuk mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain,memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri dengan standar personal.
f.
Terjadi proses pertumbuhan pribadi (realisasi diri), ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam diri, memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta
17
dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Achour, dkk (2011) menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis pada karyawan dapat diukur berdasarkan tiga aspek yaitu: a. Kepuasan Kerja (Job Satisfaction) Robbins (2003) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Sedangkan menurut Rivai (2003) Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. b. Kepuasan keluarga (Family Satisfaction) Kepuasan keluarga (family satisfaction) merujuk kepada reaksi afektif untuk satu keluarga dan mencerminkan sejauh mana individu memiliki perasaan positif tentang situasi keluarga mereka (Galginaitis, 1994). Kepuasan keluarga merupakan salah satu bentuk kepuasan yang diperoleh seseorang karyawan atas kehidupan dalam keluarga mereka. Olson (2000) menyatakan terdapat sepuluh indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pada keluarga yaitu: kedekatan dengan anggota keluarga, kemampuan anggota keluarga untuk menanggulangi stres yang dirasakan seseorang (anggota keluarga), fleksibilitas anggota keluarga, kesediaan anggota keluarga untuk sharing mengenai pengalaman yang baik, komunikasi dalam keluarga yang baik, kemampuan anggota keluarga untuk memecahkan masalah, waktu yang disediakan untuk
18
berkumpul bersama keluarga, kesediaan untuk berdiskusi mencari jalan keluar dari suatu masalah, kesediaan menerima kritik dalam keluarga, perhatian masing-masing anggota keluarga. c. Kepuasan hidup (Life Satisfaction) Diener (2009) mengatakan bahwa life satisfaction merupakan penilaian secara kognitif mengenai seberapa baik dan memuaskan hal-hal yang sudah dilakukan individu dalam kehidupannya secara menyeluruh dan atas area-area utama dalam hidup yang mereka anggap penting (domain
satisfaction)
seperti
hubungan
interpersonal,
kesehatan,
pekerjaan, pendapatan, spiritualitas dan aktivitas di waktu luang. Dalam komponen life satisfaction ini terdapat: Keinginan untuk mengubah kehidupan, kepuasaan terhadap hidup saat ini, kepuasan hidup di masa lalu, kepuasan terhadap kehidupan di masa depan, dan penilaian orang lain terhadap kehidupan seseorang. Penelitian ini menggunakan aspek kesejahteraan psikologis pada karyawan dari Achour, dkk (2011). Aspek tersebut anatara lain yaitu, kepuasan kerja, kepuasan keluarga, dan kepuasan hidup. 3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis Menurut Bakker dan Demerouti (2007) faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis karyawan adalah job characteristics yang terdiri dari:
19
a. Job demands Menurut Bakker dan Demerouti (2007) Job demands merujuk pada aspek-aspek fisik, psikologis, sosial, atau organisasi dari suatu pekerjaan yang membutuhkan usaha atau kemampuan secara fisik dan/atau psikologis yang terus-menerus dan oleh karena itu diasosiasikan dengan biaya fisik dan/atau psikologis tertentu. b. Job control Job control adalah otoritas yang dimiliki oleh karyawan untuk mengendalikan
dan
melakukan
pengambilan
keputusan
dalam
pekerjaannya dengan menggunakan skill yang dimiliki Love et al ( 2007 ). Fox et al (1993) menyatakan bahwa job control bagi karyawan dapat meliputi: kebebasan untuk melakukan pekerjaannya sesuai dengan job description, menentukan waktu istirahat,
melakukan pengambilan
keputusan. Lebih lanjut Fox et al (1993 ) mengungkapkan bahwa job control memiliki pengaruh terhadap kesehatan psikologis karyawan, karena karyawan yang memiliki job control yang tinggi dapat menurunkan tingkat tekanan pekerjaan yang tinggi, sementara karyawan yang memiliki job control yang rendah cenderung tidak memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat memicu timbulnya stress. c. Job resources Menurut Bakker dan Demerouti (2005) Job resources mengacu pada aspek-aspek fisik, psikologis, sosial, atau organisasi dari pekerjaan yang fungsional dalam mencapai tujuan kerja, mengurangi tuntutan
20
pekerjaan
dan
biaya
psikologis
yang
terkait,
atau
merangsang
pertumbuhan pribadi dan pengembangannya.
B. Tuntutan Pekerjaan 1.
Pengertian Tuntutan Pekerjaan Menurut Schaufeli dan Bakker (2004) tuntutan kerja mengacu pada aspek fisik, psikologis, sosial atau organisasi pada pekerjaan yang memerlukan dukungan
upaya fisik dan psikologis (seperti, kognitif atau
emosional) dan oleh karena itu dikaitkan dengan biaya fisik dan psikologis tertentu (seperti, tekanan kerja, kelebihan peran, dan tuntutan emosional). Menurut Love, dkk (2007) tuntutan pekerjaan didefinisikan sebagai pemicu terjadinya kelelahan secara psikologis, misalnya seperti bekerja dalam waktu yang lama, beban pekerjaan yang terlalu banyak, dan terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan adanya konflik pada tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. Jones (Schaufeli dan Bekker, 2004) mendefinisikan tuntutan sebagai sejauh mana lingkungan merangsang sikap yang memerlukan perhatian dan respon. Karasek (Huang, dkk, 2010) tuntutan pekerjaan didefinisikan sebagai stres psikologis, seperti persyaratan untuk bekerja cepat dan keras, tidak memiliki cukup waktu, dan memiliki tuntutan yang bertentangan. Chapman (Hamid, 2005) mendefinisikan tuntutan pekerjaan sebagai suatu tingkatan pemenuhan kebutuhan yang diinginkan perusahaan kepada karyawannya. Tuntutan pekerjaan menurut Gibson, dkk (2002) merupakan
21
tingkat kebutuhan pekerjaan yang harus dipenuhi oleh individu yang menjadi karyawan
dalam
perusahaan.
Sedangkan
menurut
Robbins
(2003)
menjelaskan bahwa tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang dan dapat memberi tekanan pada orang tersebut jika kecepatan tuntutan tugas dirasakan berlebihan dan dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tuntutan pekerjaan adalah pemberian pekerjaan yang dapat memberi tekanan pada individu dan mengakibatkan terjadinya kelelahan secara psikologis, misalnya seperti bekerja dalam waktu yang lama, beban pekerjaan yang terlalu banyak, dan terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan adanya konflik pada tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. 2.
Aspek-aspek Tuntutan Pekerjaan Aspek-aspek dari tuntutan pekerjaan menurut Schaufeli dan Bakker (2004) yaitu: a. Work overload Work overload (beban kerja yang berlebihan) terbagi dua, yaitu quantitative dan qualitative overload. Quantitative overload adalah ketika kerja fisik pegawai melebihi kemampuannya. Hal ini disebabkan karena pegawai harus menyelesaikan pekerjaan yang sangat banyak dalam waktu yang singkat. Qualitative overload terjadi ketika pekrejaan yang harus dilakukan oleh pegawai terlalu sulit dan kompleks.
22
b. Emotional demands Emotional demands (tuntutan emosional) merupakan job demands yang berhubungan dengan emosional individu terhadap pekerjaan. Emotional demands dapat juga didefinisikan sebagai aspek pekerjaan yang membutuhkan upaya emosional terus-menerus karena kontak interaksi dengan klien. Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari tuntutan pekerjaan ada 2. Aspek-aspek tersebut antara lain work overload (beban kerja yang berlebihan) dan emotional demands (tuntutan emosional).
C. Hubungan antara Tuntutan Pekerjaan dengan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawati Individu yang memiliki kesejahteraan psikologis yang positif adalah individu yang memiliki respon positif terhadap aspek-aspek dari kesejahteraan psikologis, yaitu kepuasan kerja, kepuasan keluarga, dan kepuasan hidup. Individu yang mencapai kesejahteraan psikologis juga dapat meningkatkan kebahagiaan, kesehatan mental yang positif, dan pertumbuhan diri (Ryff & Singer, 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bakker dan Demerouti (2007) diperoleh hasil bahwa ada faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada karyawan yaitu job characteristics yang terdiri dari, job demands, job control, job resources. Tuntutan pekerjaan yang tinggi tentunya memberikan dampak bagi kehidupan pribadi karyawan yang bersangkutan. Tuntutan pekerjaan
23
dapat memicu terjadinya kelelahan secara psikologis, misalnya seperti bekerja dalam waktu yang lama, beban pekerjaan yang terlalu banyak, dan terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan adanya konflik pada tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. Grebner, Semmer, dan Elfering (2005) menyatakan bahwa stresor pekerjaan (job demands atau tuntutan kerja) adalah satu hal yang mungkin menjadi penyebab buruknya kesejahteraan psikologis, kesehatan, dan performa kerja (job performance). Karyawan menjadi bosan dengan kegiatan pekerjaan sehari-hari mereka, tetapi energi mereka harus cukup untuk memenuhi tuntutan kerja. Hal ini dapat mengakibatkan kelelahan akut yang pada gilirannya dapat mengakibatkan efek kronis pada kesehatan dan kesejahteraan karyawan (Demerouti, dkk., 2001). Dengan demikian, Job demands dapat dikatakan memiliki hubungan yang terbalik atau negatif dengan kesejahteraan psikologis, dimana semakin rendah tingkat job demands maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis dan sebaliknya. Tuntutan pekerjaan dapat berpengaruh secara emosional di dalam diri karyawan. Emotional demands didefinisikan sebagai aspek pekerjaan yang membutuhkan upaya emosional terus-menerus karena kontak interaksi dengan klien (De Jonge dan Dormann, 2003). Emotional demands sebenarnya bisa berkontradiksi dengan emosi yang dialami karyawan dan dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis pada karyawan (Hochschild, 1983). Beban kerja yang berlebihan (work overload) akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala,
24
gangguan pencernaan, mudah marah dan stress kerja (Manuaba 2000). Peneltian Widjaja (2006) menemukan bahwa beban pekerjaan yang terlalu sulit untuk dikerjakan dan teknologi yang tidak menunjang untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik sering menjadi sumber stres bagi karyawan. Stres kerja dapat memunculkan suatu kondisi kepuasan dalam pekerjaannya. Sebagaimana diungkapkan oleh Nilvia (2002) bahwa Kepuasan kerja karyawan merupakan salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam usaha peningkatan kesejahteraan psikologis pada karyawan di suatu organisasi, karena dengan kepuasan kerja yang dirasakan maka seorang karyawan mampu bekerja secara optimal. Amstad, Meier, Fasel, Elfering, dan Semmer (2011) menjelaskan bahwa kepuasan dalam kehidupan keluarga berkontribusi terhadap kepuasan dalam kehidupan pekerjaan, sehingga dengan demikian keduanya saling mempengaruhi. Hal inilah yang menuntut setiap individu untuk selalu mengupayakan kesejahteraan di dalam kehidupan keluarganya agar kebahagiaan di tempat kerjanya pun tercapai. Individu yang sejahtera adalah individu yang dapat membangun hubungan positif dengan orang lain, yaitu hubungan interpersonal yang didasari oleh kepercayaan, empati dan kasih sayang yang kuat (Ryff, 1989). Hal tersebut dapat diperoleh dari orang-orang terdekat, misalnya rekan kerja, kerabat, terutama keluarga (Keyes, Hysom, & Lupo, 2000). Demikian halnya dalam konteks pekerjaan, karyawan yang sejahtera adalah karyawan yang memiliki hubungan positif dengan orang lain, termasuk keluarganya.
25
Tuntutan pekerjaan yang tinggi tentunya memberikan dampak bagi kehidupan pribadi karyawan yang bersangkutan, hal ini dijelaskan dalam penelitian (Bakker & Demeranti, 2007) yang menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan yang meliputi tuntutan pekerjaan, kontrol pekerjaan, dan sumber pekerjaan, dapat memiliki dampak besar pada kesejahteraan psikologis karyawan. Selain itu tuntutan pekerjaan seperti tingginya tekanan kerja, tuntutan emosional, dan ambiguitas peran juga dapat menyebabkan masalah tidur, kelelahan, dan gangguan kesehatan merupakan indikasi dari kesejahteraan psikologis karyawan. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa tuntutan pekerjaan memiliki pengaruh terhadap stres dan depresi. Dari penelitian-penelitian tersebut, tuntutan pekerjaan diketahui memiliki hubungan yang terbalik dengan kesejahteraan psikologis, dimana semakin rendah tingkat tuntutan pekerjaan maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis dan sebaliknya semakin tinggi tingkat tuntutan pekerjaan maka semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melihat apakah terdapat hubungan antara tututan pekerjaan dengan kesejahteraan psikologis.
D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kesejahteraan psikologis pada karyawati.