BAB II TAREKAT NAQSYABANDIAH BABUSSALAM LANGKAT DALAM KONTEKS DUNIA MELAYU DAN DUNIA ISLAM
2.1 Kata Tarekat dalam Al-Qur’an Seperti sudah diterangkan di bab sebelumnya bahwa Tarekat artinya secara etimologis adalah jalan, cara, garis, kedudukan, keyakinan, dan agama. Tarekat adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. dan yang dicontohkan beliau serta dikerjakan oleh para sahabatnya, tabiin, tabiit tabiin, 10 dan secara turun temurun sampai kepada guru-guru, ulama-ulama, secara bersambung dan berantai hingga pada masa sekarang ini. Para pengamal Tarekat memiliki alasan hukum yang kuat dalam melaksanakan praktik Tarekat. Bagaimanapun terdapat sembilan kali dalam lima surat yang mengandung istilah Tarekat. Selengkapnya adalah sebagai berikut. (1) Q.S. An-Nisa’:168
10
Sahabat Nabi Muhammad adalah orang-orang yang dekat dengan beliau terutama yang berjuang untuk tegaknya agama Islam di muka bumi. Di antara sahabat Nabi Muhammad adalah Abu Bakar, Umar, Usman, Ali bi Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, dan lain-lainnya. Istilah tabiin dan tabiit tabiin adalah para ulama penerus ajaran-ajaran Rasulullah Muhammad SAW. pada masa generasi-generasi selepas beliau.
Universitas Sumatera Utara
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.
Dalam ayat ini istilah Tarekat yang terdapat di ujung ayatnya adalah jalan yang semestinya diberikan Allah kepada para hambanya yang diberi petunjuk. Namun dalam ayat ini, jalan itu tidak diberikan kepada kaum kafir yang melakukan kezaliman. Bahkan mereka tidak akan diampuni dosa-dosanya. (2) Q.S. An-Nisa’:169
Artinya: Melainkan jalan ke neraka jahanam; mereka kekal di dalamnya Selama- lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Di dalam ayat ini yang merupakan ayat sambungan dari An-Nisa’:168, mempertegas bahwa orang kafir itu akan diberi jalan ke neraka jahanam. Orang kafir ini kekal di dalamnya. Kemudian Allah menegaskan bahwa memasukkan orang kafir ke neraka jahanam adalah mudah dalam konteks kekuasaan Allah, yang menciptakan seluruh alam ini. (3) Q.S. Thoha:63
Universitas Sumatera Utara
Artinya: Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang itu adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan ‘kedudukan’ kamu yang utama.” Ayat ini menerangkan kedatangan Nabi Musa dan Harun ke Mesir, akan menggantikan Bani Israil sebagai penguasa di Mesir. Sebahagian ahli tafsir mengartikan Tarekat dalam ayat itu dengan keyakinan atau agama. Menurut Ibnu Manzhur (630-711 H) dalam bukunya yang bertajuk Lisanul Arab, jilid 12, halaman 91, arti Tarekat dalam ayat itu adalah ar-rijalul asyraf, yang bermakna tokoh-tokoh terkemuka. Jadi ayat itu berarti kedatangan Nabi Musa dan Harun ke Mesir adalah untuk mengusir kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan jemaah atau tokoh-tokoh terkemuka kamu. Lebih jauh Ibnu Manzhur mengatakan hadza thariqatu qaumihi yang artinya inilah tokoh-tokoh pilihan kaumnya. (4) Q.S. Thoha:77
Artinya: Dan sesungguhnya telah kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tidak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).” Kata Tarekat dalam ayat ini berarti jalan di laut dan terbelahnya Lautan Merah untuk jalan bagi Nabi Musa dan pengikut-pengikutnya. Peristiwa itu terjadi setelah ia memukulkan tongkatnya.
Universitas Sumatera Utara
(5) Q.S. Thoha:104
Artinya: Kami telah mengetahui apa yang mereka katakan ketika berkata yang paling lurus jalannya di antara mereka: “Kami tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja.” Adapun yang dimaksud dengan lurus jalannya dalam ayat itu adalah orang yang agak lurus pikirannya atau amalannya di antara orang-orang yang berdoa tersebut. (6) Q.S. Al-Ahqaf:30
Artinya: Mereka berkata: “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” Dalam ayat ini, kata Tarekat memiliki arti sebagai jalan yang lurus (thoriqim mustaqim). Istilah ini merujuk kepada agama Islam sebagai ajaran yang memimpin kepada jalan yang lurus. Kitab suci Al-Qur’an adalah meneruskan kitab-kitab suci Allah terdahulu yaitu Zabur, Taurat, dan Injil. Al-Qur’an in diturunkan sesudah Rasul Musa Alaihissalam. (7) Q.S. Al-Mukminun:17
Universitas Sumatera Utara
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit) dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).
Dalam ayat di atas makna dari Tarekat adalah alam ciptaan Allah yang terdiri dari tujuh jalan (yaitu berupa tujuh buah langit). Tarekat dalam ayat ini dapat dimaknai sebagai tujuh langit yang menjadi jalan manusia untuk berpikir akan kebesaran Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Ayat ini juga menjelaskan bahwa setelah menciptakan tujuh langit Allah tidak akan membiarkan ciptaannya itu, Allah akan terus menjaganya, dan Allah tidak akan pernah lengah. (8) Q.S. Al-Jin:11
Artinya: Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.
Di dalam ayat di atas istilah Tarekat memiliki makna adalah jalan atau amalan orang-orang yang saleh, artinya orang saleh ini memiliki jalannya untuk mendekatkan diri kepada Allah. (9) Q.S. Al-Jin:16
Artinya: Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).
Universitas Sumatera Utara
Di dalam ayat di atas, pengertian istilah Tarekat adalah sebagai jalan yang lurus yaitu agama Islam. Ayat ini menegaskan bahwa agama Islam adalah jalan yang benar yang diturunkan Allah ke muka bumi ini sebagai agama yang membawa rahmat kepada seluruh alam. Bagi yang menjalankan agama Islam dengan sesungguhnya, Allah akan memberikan rezeki yang tidak disangkasangka, karena Allah sayang kepadanya. Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut, maka beberapa umat Islam kemudian mendirikan berbagai jenis Tarekat di dunia ini. Inti ajarannya sama yaitu ingin mendekatkan diri kepada Allah melalui jalan yang benar yang diridhai Allah. Keberadaan Tarekat di Dunia Islam ini memiliki perkembangan, pengaruh, dan jenis Tarekat seperti yang diuraikan berikut ini.
2.2 Perkembangan, Pengaruh, dan Jenis Tarekat di Dunia Islam Pada masa awal perkembangan agama Islam, hanya terdapat dua macam aliran Tarekat, yaitu: (a) Tarekat Nabawiyah, yaitu amalan yang berlaku di masa Nabi Muhammad, yang dilaksanakan secara murni. Tarekat ini dinamakan juga dengan Tarekat Muhammadiyah atau Tarekat Syari’at. (b) Tarekat Salafiah, yaitu cara beramal dan beribadah pada masa sahabat Rasul Muhammad dan tabi’in, dengan maksud memelihara dan membina syari’at Rasulullah SAW. Tarekat ini dinamakan juga dengan Tarekat Salafus Saleh. Setelah abad kedua Hijriah, Tarekat Salafiah mulai berkembang secara kurang murni. Ketidak murnian itu antara lain disebabkan oleh pengaruh filsafat dan alam pikiran manusia telah memasuki negara-negara Arab, seperti filsafat
Universitas Sumatera Utara
Yunani, India, dan Tiongkok. Dampaknya adalah pengamalan Tarekat Nabawiyah dan Salafiah telah bercampur aduk dengan filsafat dari segala penjuru dunia. Pada masa ini sejumlah kitab filsafat asing disalin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Setelah abad kedua Hijriah, muncullah Tarekat Sufiah yang diamalkan oleh orang-orang sufi, dengan tujuan untuk kesucian melalui empat tingkatan. (a) Syari’at, mengetahui dan mengamalkan ketentuan-ketentuan syari’at, sepanjang yang menyangkut dengan lahiriah. (b) Thariqat (Tarekat), mengerjakan amalan hati, dengan akidah yang teguh, dan menyangkut dengan batiniah. (c) Hakikat, cahaya musyahadah (batin) yang bersinar cemerlang dalam hati dan dengan cahaya itu dapat mengetahui hakikat Allah dan rahasia alam semesta. (d) Ma’rifat, tingkat tertinggi, yaitu para pengamalnya telah mencapai kesucian hidup dalam alam rohani, memiliki pandangan tembus (kasyaf), serta mengetahui hakikat dan rahasia kebesaran Allah. Orang sufi menganggap bahwa syari’at untuk memperbaiki sesuatu yang lahir (nyata). Tarekat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan hakikat untuk mengetahui segala rahasia yang ghaib-ghaib. Tujuan terakhir sufi adalah ma’rifat yakni mengenal hakikat Allah, zat, sifat, dan perbuatan-Nya. Orang yang telah mencapai tingkat ma’rifat dinamakan wali, yang mempunyai kemampuan luar biasa (khariqul lil’adah), disebut “keramat” atau menguasai supernatural. Terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh logika akal, baik semasa hidup maupun setelah wafatnya. Syekh Abdul Kadir
Universitas Sumatera Utara
Jailani (1078-1168 M) menurut pandangan para kaum sufi adalah wali tertinggi yang disebut dengan Quthubul Aulia (Wali Quthub). Gerakan Tarekat baru menonjol dalam Dunia Islam pada abad ke-12 M, sebagai lanjutan dari kegiatan kaum sufi terdahulu. Kenyataan ini dapat ditandai dengan nama pendirinya dan tokoh-tokoh sufi lainnya. Setiap Tarekat mempunyai Syekh, kaifiat zikir dan upacara.
Biasanya Syekh atau mursyid
(tuan guru)
mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani di tempat yang dinamakan rumah suluk atau ribath. Gerakan sufi ini mula-mula menonjol di Asia Tengah, Tibristan tempat kelahiran dan operasinya Syekh Abdul Kadir Jailani. Kemudian berkembang ke Irak, Turki, Arab Saudi, dan sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India, dan Tiongkok. Kemudian pada abad ke-12 itu muncul pula Tarekat Rifaiah di Maroko dan Aljazair. Juga muncul Tarekat Sahrawadiah, dan lainnya yang berkembang di Afrika Utara dan Afrika Tengah, seperti di Sudan dan Nigeria. Perkembangan itu begitu cepat melalui murid-murid yang telah diangkat menjadi khalifah (pimpinan). Mengajarkannya dan menyebarluaskannya ke negeri-negeri Islam. Ada pula melalui perantaraan para pedagang. Organisasi Tarekat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar di Dunia Islam, sebagaimana yang dikatakan ilmuwan Barat yang terkenal mengkaji Islam, H.R. Gibb dalam An Interpretation of Islamic History, bahwa setelah direbutnya Khalifah Islam oleh orang-orang Mongolia pada tahun 1258 H., maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam beralih ke tangan kaum sufi.
Universitas Sumatera Utara
Peranan ahli Tarekat dalam percaturan politik di Turki pada masa pemerintahan Ottoman I (1299-1326 M.) cukup besar. Demikian pula di Sudan, Afrika Utara, dan Afrika Tengah, Tunisia, dan di Indonesia. Pada masa itu ahli Tarekat memegang peranan penting dalam perjuangan melawan penjajahan bangsa Barat khususnya Belanda. Dalam proses Islamisasi di Indonesia, sebahagiannya adalah atas usaha dari kaum sufi dan mistik Islam. Sehingga pada waktu itu para pemimpin Islam di Indonesia bukan saja para ahli teologi (mutakallimin) dan ahli hukum (fuqaha’), tetapi juga para Syekh Tarekat dan guru-guru suluk. Salah seorang pemuka Tarekat Naqsyabandiah yang telah berjasa besar bagi perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan lahir dan batin adalah Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926). Beliau terkenal dengan panggilan Tuan Guru Babussalam Langkat. Pusaran aktivitasnya adalah di Desa Babussalam, Kecamatan padang Tualang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Ia adalah murid dari Syekh Sulaiman Zuhdi dan belajar kepadanya, selama enam tahun di Mekah. Sekembalinya ke Indonesia, ia aktif mengajar agama dan Tarekat di beberapa kerajaan Islam. Di antaranya Kesultanan Langkat, Deli, Serdang, Asahan, Kualuh, dan Panai di Sumatera Utara. Juga sampai ke Siak Sri Indra Pura, Bengkalis, Tambusai, Tanah Putih Kubu di Provinsi Riau. Keseluruhannya adalah sebagai Kesultanan Melayu yang bercorak Islam. 11
11
Pada masa sekarang ini, kesultanan-kesultanan Melayu memiliki eksistensi dan polarisasi yang berbeda-beda, sesuai dengan di mana ia berada. Di Semenanjung Malaysia, Kesultanan-kesultanan Melayu ini masih lestari dan kekal, karena Negara Malaysia adalah berdasar kepada negara kerajaan. Para sultan memiliki kekuasaan penuh untuk memimpin
Universitas Sumatera Utara
Sampai sekarang murid-murid beliau tersebar luas di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Khalifah-khalifah beliau yang giat mengembangkan Tarekat Naqsyabandiah di luar negeri, telah berhasil mendirikan rumah-rumah suluk dan peribadatan di Batu Pahat Johor, Pulau Pinang, Ipoh, Kelantan, dan beberapa kawasan di Thailand. Menurut pendapat para ulama Islam, pada abad ke-21 ini terdapat 41 macam Tarekat di Dunia Islam. Masing-masing mempunyai Syekh, kaifiat zikir (tata cara berzikir mengingat Allah), dan upacara yang berbeda. Adapun berbagai macam Tarekat di Dunia Islam itu diuraikan berikut ini. (1)
Tarekat Kadiriah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abdul Kadir
Jailani. Beliau lahir di wilayah Tibristan pada tahun 471 H (1078 M), wafat di Baghdad 561 H (1168 M). Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad Muhyicin Abdul Kadir bin Musa bin Abdullah Al-Husna Al-Jailani. Pada tahun 488 H ketika masih remaja, melanjutkan pelajarannya ke Baghdad (ibukota Irak sekarang), belajar kepada beberapa guru dan Syekh dalam berbagai disiplin ilmu, terutama tasawuf. Beliau adalah seorang Suni yang menganut Mazhab Hanbali. Beliau terkenal budiman, cerdas, lebih menonjol pengetahuannya di bidang ilmu fiqih (hukum Islam), serta komunikasi dan informasi. Beliau tekun mempelajari
kesultanannya. Kemudian secara musyawarah mufakat mereka memilih salah seorang sultan ini sebagai pemimpin para sultan yang disebut dengan gelaran Yang di-Pertuan Agong, dengan masa jabatannya lima tahun sekali. Di Indonesia, kesultanan-kesultanan Melayu hanyalah sebagai pemangku adat dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di antara keslutanan-kesultanan Melayu di Indonesia sampai sekarang ini adalah Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, Kesultanan Serdang, Kesultanan Asahan, Kesultanan Kualuh, Kesultanan Kotapinang, Kesultanan Siak Sri Inrapura, Kesultanan Palembang, Kesultanan Kutai Kartanegara, kesultanan Sambas, dan lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
sastra dan Hadits. Pada tahun 528 H. mengajar dan berfatwa di Baghdad. Karya tulis beliau antara lain: (a) Al-Ghaniatu Lithalibi Thariqil Haqqi, (b) ‘Al-Fat-hur Robbani, (c) Futuhul Ghaibi, dan (d) ‘Al-Fuyudhatur Robbaniatu. Pengikut Tarekat Kadiriah memegang prinsip tasamuh (toleransi), karena Syekh Abdul Kadir Jailani menegaskan kepada mereka: “Kita tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak semua makhluk Allah supaya menjadi seperti kita.” Di antara Syekh Tarekat ini yang menonjol adalah Sayid Ahmad bin Idris Al-Fasi. Ia sejalan dengan Syekh Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi, pendiri Tarekat Sanusiah. Pengikut Tarekat Kadiriah terbagi tiga: (a) Al-Kadiriah Al-Bukaiyah, tersebar luas di wilayah Tombouktu, sebuah negeri di Sudan (Afrika Tengah), pusat perdagangan Sungai Nigeria; (b) Al-Kadiriah, di wilayah padang pasir sebelah barat, yang dinaakan Ad-Dirat; dan (c) Al-Kadiriah Al-Walatih, tersebar di wilayah Sudan bahagian barat. Tarekat Kadiriah adalah adalah salah satu Tarekat sufiah yang paling giat menyebarkan agama Islam di Barat Afrika. Pengikut-pengikutnya menyebarkan Islam itu melalui perdagangan dan pengajaran. Umumnya pedagang-pedagang di daerah itu adalah penganut Tarekat Kadiriah. Ilmuwan Islam yaitu Amir Syakib Arselan, menyatakan bahwa mereka telah membuka sekolah dan madrasah di hampir setiap desa. Murid-muridnya sebahagian besar terdiri dari anak-anak kulit hitam. Para murid yang cerdas dikirim ke berbagai perguruan tinggi di Tripoli, Qairawan, dan Universitas Al-Azhar, Kairo. Setelah
Universitas Sumatera Utara
menamatkan pelajaran di berbagai perguruan tinggi itu, mereka kembali ke tanah airnya dan giat mengembangkan ajaran Islam. (2)
Tarekat Syadziliah, didirikan pada pertengahan abad ke-13 M,
dipandang sebagai Tarekat sufiah yang utama memasukkan tasawuf ke Negeri Arab. Pusatnya di Bobarit Maroko. Pendirinya adalah Syekh Abu Hasan bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin Hormuz As-Syadzili Al-Maghribi Al-Husaini AlIdrisi, keturunan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Ia dilahirkan pada tahun 591 H (1195 M) di Gahamarah, sebuah desa dekat Sabtah, Afrika. Ia memperdalam ilmu fikih dan tasawuf di Tunisia. Karena bermukim di Sadzili, maka Tarekat yang didirikannya itu dinamakan Tarekat Sadziliah. Setelah mengadakan perjalanan ke negeri-negeri sebelah Timur, mengerjakan haji, dan mengunjungi Irak, ia menentap di Iskandariah dan wafat pada tahun 615 H (1219 M) di padang pasir ‘Aidzab, dalam perjalanan haji. Abu Hasan bertalian darah dengan para penguasa Maghribi, dan beliau meninggalkan kenangan yang tidak terlupakan di Afrika, yakni partai politik Hizbuz Syadzili, dan beberapa kitab ternama tentang adab tasawuf dengan judul Al-Amin dan Assirul Jalil fi Khawashi Hasbunallahi Wani’mal Wakil. Ahmad bin ‘Iyadh telah menerbitkan kitab tentang Syadziliah dengan judul Al-Mufakaharul ‘Aliah fil-Ma-atsril Syadziliah. Ibnu Taimiah (661–728 H), mengutip banyak pendapat Abu Hasan As-Syadzili mengenai berbagai masalah. Ibnu Daqiqil mengaskan pula bahwa ia tidak pernah melihat orang yang paling mengenal Allah dari Syekh Abu Hasan As-Sadzili. Kata-kata mutiaranya yang amat bernas adalah: “Apabila zikir terasa berat atas lidahmu, anggota tubuh
Universitas Sumatera Utara
berkembang menurutkan hawa nafsumu, tertutup pintu
berpikir untuk
kemashlahatan hidupmu, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah pertanda banyaknya dosamu atau karena sifat munafik tumbuh dalam hatimu. Tiada jalan bagimu, selain dari berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam pengamalannya.” (3)
Tarekat Tijaniah. Tarekat ini tersebar luas di Maghribi, didirikan
oleh Sayid Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad Syarif AtTijani, lahir pada tahun 1150 H (1737 M). Ia alim dalam ilmu ushul (pokok) dan furu’ (cabang) , ahli tasawuf, bermazhab Maliki, mazhab yang paling berpengaruh di Afrika Utara. Selama beberapa waktu berdomisili diTilimsan. Menunaikan ibadah haji tahun 1186 M, melalui Tunis. Kemudian kembali ke Fas dan mengadakan perjalanan ke Tawat. Kemudian kembali ke Fas, seolah-olah ia senang tinggal di situ, sampai wafat tahun 1236 H (1815 M). Beberapa orang sahabatnya telah menerbitkan buku riwayat hidupnya, dengan judul Jawahirul Ma’ani. Tarekat Tijaniah menganut prinsip tasamuh atau toleransi, mengikuti jejak pendirinya yang bersikap toleransi terhadap kalangan bukan muslim, dengan tidak mengurangi hak-hak agama dan kehormatan kaum muslimin. Dasar pokok ajaran Tarekat ini adalah firman Allah Surat Al-Baqarah:194, yang berbunyi sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
Artinya: Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa Oleh karena itulah kitab Hadhirul ‘Alamil Islami menyatakan bahwa pengikut Tarekat Tijaniah mempergunakan kekuatan untuk menghadapi musuh mereka, orang Perancis. Sikap tasamuh atau toleransi yang dikembangkan selama ini berubah pada pertengahan abad ke-13, ketika mereka menentang kulit putih. Seorang Syekh Tarekat Tijaniah yang menonjol dan gigih membela pendirinya adalah Haji Umar anak Syekh Murabith, yang lahir pada tahun 1797 di suatu desa di Senegal. Pada masa kanak-kanak ia dididik ayahnya. Belakangan melanjutkan pendidikannya ke Universitas Al-Azhar Kairo. Ia kembali ke Bourno pada tahun 1833 dan mengunjungi Negeri Hausah. Di sini ia memimpin dan mangajari umat ke akidah salaf dengan bijaksana dan cara yang baik. Dalam berdakwah, ikut serta saudaranya Ahmad. Haji Umar dari Tijani telah membentuk barisan untuk memerangi orang yang menyembah berhala. Ia wafat pada tahun 1865. Dia telah meninggalkan pengaruh yang besar bagi kejayaan Islam di negeri orang berkulit hitam. Perjuangannya dilanjutkan oleh pengikutpengikutnya. Pengaruh mereka semakin luas, sehingga penjajah Perancis
Universitas Sumatera Utara
memandangnya sebagai suatu yang sangat membahayakan kedudukan penjajah di wilayah itu. Pemerintah Perancis berusaha membasmi gerakan itu. (4)
Tarekat Sanusiah, yang muncul di Afrika Utara, didirikan oleh
Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi, yang lahir pada tahun 1791. Ia seorang alim dan mujahid. Tarekat yang dipimpinnya berkembang luas dari Maroko sampai ke Somalia, terutama di daerah pedalaman Libia. Dasar ajaran Tarekat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik umat supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamatannya suapaya giat bekerja dan berusaha serta beribadah dengan akidah (keimanan) yang kokoh. Tarekat Sanusiah menurut Ahmad Syarbaini (guru besar Universitas AlAzhar Kairo) berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Penjajah di Benua Eropa menganggapnya membahayakan bagi kepentingan-kepentingan penjajah. Perjuangan mereka tidak saja dalam zikir dan wirid-wirid, tetapi juga berjihad (berjuang menurut ajaran Islam) menegakkan kebenaran. Pengaruh Tarekat ini di wilayah Jaghbub sangat besar. Hal itu dapat ditandai dengan kemajuan dan keamanan negeri itu jauh lebih meningkat dibandingkan dengan sebelum Tarekat itu muncul. Sebelumnya Jaghlub adalah pusat kejahatan dan kekacauan sosial, tetapi setelah muncul dan pengaruh Tarekat ini semakin kuat, maka daerah ini berubah menjadi pusat pendidikan dan pengajaran, pusat peribadatan, dan kemakmuran. Di kawasan ini Sanusi mendirikan sekolah dan madrasah untuk mendidik para kader Tarekat dan pejuang-pejuang Islam militan.
Universitas Sumatera Utara
Setelah Sanusi wafat, ia digantikan oleh putranya yang bernama AlMahdi. Anaknya ini melanjutkan jihad dan perjuangan ayahandanya dengan mendirikan pusat latihan rohani di berbagai daerah, sehingga dalam waktu yang relatif singkat, namanya menjadi begitu populer. Pemerintah penjajah berusaha menutup kegiatannya. Namun ia terus berjuang dan bahkan lebih mempergiat dakwah dan membangun mental umat Islam di sana. Selain mengajar, beliau juga mendidik pengikutnya supaya berjihad menentang musuh-musuh Islam. Sebagai dampak dari perjuangannya yang gigih dan gesit, maka pada tahun 1911 meletuslah pemberontakan menentang pendudukan Italia, dan mengembangkan Islam di Sudan dan Afrika Tengah. Tarekat Sanusiah menganggap Nabi-nabi adalah wasilah (“penghubung”) antara makhluk dengan Allah. Ahmad Sanusi telah menyusun kitab tentang sejarah Tarekat Sanusiah. Melalui ajaran Tarekat, berjuta-juta penduduk Afrika Tengah memeluk agama Islam. Tarekat Sanusiah mengajarkan kepada para pengikutnya ketangkasan berkuda, panah-memanah, dan berbagai seni bela diri. Setiap hari Jum’at diadakan latihan perang. Pada hari Kamis latihan kerajinan tangan, seperti pandai besi, tukang sepatu, menjahit dan menenun, bertani dan bercocok tanam. Pesan sebahagian dari tokoh-tokoh Tarekat Sanusiah adalah: “Jangan menghina seseorang, baik orang Islam maupun Nasrani, Yahudi dan orang-orang kafir lain. Mungkin mereka lebih baik dari anda di sisi Allah, sebab anda tidak tahu apa yang akan terjadi pada akhirnya.” Di antara kebiasaan pengamal Tarekat Sanusiah, mereka membeli budak di Sudan, diasuh di Jaghbub. Sesudah dewasa
Universitas Sumatera Utara
dan berilmu dimerdekakan dari hamba sahaya dan diterjunkan ke tengah masyarakat sebagai juru dakwah dalam rangka pengembangan agama Islam di segenap penjuru benua Afrika. (5)
Tarekat Rifa’iyah, yang didirikan oleh Syekh Ahmad bin Abu Al-
Hasan Ar-Rifa’i. Beliau wafat tahun 570 H atau 1175 M. Penganutnya banyak terdapat di kawasan Maroko dan Aljazair (Algeria). (6)
Tarekat Sahrawardiah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Abu Al-
Hasan bin Al-Sahrawardi yang meninggal pada tahun 638 H (1240 M). Para pengikutnya sebahagian besar adalah di Afrika. (7)
Tarekat Maulawiyah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Maulana
Jalaluddin Ar-Rumi. Beliau wafat tahun 672 H (1273 M). Sebahagian besar pengikutnya ada di Turkistan dan Turki. Dalam bahasa Turki Tarekat ini disebut dengan Mevlevi. (8)
Tarekat Ahmadiah. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ahmad
Badawi, yang wafat pada tahun 675 H (1276 M). Para pengikutnya sebahagian besar terdapat di Maroko dan kawasan sekitarnya. (9)
Tarekat Haddadiah. Didirikan oleh Syekh Abdullah Ba’lawi
Haddad. Tarekat ini diikuti oleh jemaah yang berada di negara-negara Arab, Malaysia, Singapura, dan sekitarnya. Di kawasan Indonesia, Tarekat yang paling banyak penganutnya adalah Tarekat Naqsyabandiah dan Qadiriah. Khusus Tarekat Naqsyabandiah, akan diulas dalam uraian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat keadaan sosioreligius di atas, dalam Dunia Islam, Tarekat memiliki dasar hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tarekat sebagai gerakan rohani juga berkembang menjadi gerakan politik yang menentang ketidak adilan. Tarekat dalam Dunia Islam juga umumnya mengajarkan tentang tolerasi yang disebut dengan tasamuh. Ini sejalan dengan ajaran Islam, bahwa agama Islam adalah rahmat kepada seluruh alam, bukan umat Islam saja.
2.3 Tarekat Naqsyabandiah di Dunia Islam Pendiri Tarekat Naqsyabandiah adalah Imam Tarekat Hadhrat Khwajah Khwajahgan Sayyid Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Al-Bukhari AlUwaisi Rahmatullah ‘alaih. Beliau dilahirkan pada bulan Muharram tahun 717 Hijrah bersamaan 1317 Masehi, yaitu pada abad ke 8 Hijrah bersamaan dengan abad ke 14 (empat belas) Masehi di sebuah perkampungan bernama Qasrul ‘Arifan yang berdekatan dengan Bukhara, Asia Tengah. Ia menerima pendidikan awal Tarekat secara lahiriah dari gurunya Hadhrat Sayyid Muhammad Baba As-Sammasi Rahmatullah ‘alaih. Beliau juga menerima rahasia-rahasia Tarekat dan khilafat dari Syekhnya, Hadhrat Sayyid Amir Kullal Rahmatullah ‘alaih. Ia menerima limpahan faidhz dari Hadhrat Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang seterusnya diwarisi oleh Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, yang telah 200 (dua ratus) tahun mendahuluinya secara uwaisiyah. Nama Naqsyabandiah mulai terkenal di zaman Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih. Menurut Hadhrat Syekh Najmuddin Amin Al-
Universitas Sumatera Utara
Kurdi Rahmatullah ‘alaih di dalam kitabnya Tanwirul Qulub bahwa nama Tarekat Naqsyabandiah ini berbeda-beda menurut zamannya. Di zaman Hadhrat Sayyidina Abu Bakar As-Siddiq Radhiyallahu ‘Anhu sehingga ke zaman Hadhrat Syekh Taifur Bin ‘Isa Bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih dinamakan sebagai Shiddiqiyyah. Pada masa ini amalan khususnya adalah zikir khafi. Di zaman Hadhrat Syekh Taifur bin ‘Isa bin Abu Yazid Bustami Rahmatullah ‘alaih, hingga ke zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ini dinamakan Taifuriyah. Tema khusus yang ditampilkan adalah cinta dan ma’rifat. Kemudian di zaman Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih, sehingga ke zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih Tarekat ini dinamakan sebagai Khwajahganiyah. Pada zaman tersebut, Tarekat ini telah diperkuatkan dengan delapan prinsip asas Tarekat yaitu: yad kard, baz gasyt, nigah dasyat, yad dasyat, hosh dar dam, nazar bar qadam, safar dar watan, dan khalwat dar anjuman. Kemudian pada zaman Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Bukhari Rahmatullah ‘alaih sehingga ke zaman Hadhrat Khwajah ‘Ubaidullah Ahrar Rahmatullah ‘alaih, Tarekat ini mulai terkenal dengan nama Naqsyabandiah. Hadhrat Imam At-Tariqah Khwajah Shah Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih telah menambah tiga asas sebagai penambahan dari Hadhrat Khwajah Khwajahgan ‘Abdul Khaliq
Universitas Sumatera Utara
Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih yaitu: Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi, dan Wuquf Zamani. Dalam perjalanan mencapai kebenaran yang hakiki, terdapat dua kaidah jalan yang biasa diperkenalkan oleh para Masyaikh Tarekat, yaitu Tarekat nafsani ataupun Tarekat rohani. Tarekat Nafsani mengambil jalan pendekatan dengan mentarbiyahkan (mengelola) nafs dan menundukkan keakuan diri. Nafs atau keakuan diri ini adalah sifat ego yang ada dalam diri seseorang. Nafs dididik bagi menyelamatkan roh dan jalan Tarekat nafsani ini amat sukar dan berat karena salik (pengamal Tarekat) perlu melakukan segala yang berlawanan dengan kehendak nafs. Hal ini merupakan suatu perang jihad dalam diri seseorang mukmin. Tarekat rohani sedikit lebih mudah dilakukan, dengan cara pada awalnya roh akan disucikan tanpa menghiraukan tentang keadaan nafs. Setelah roh disucikan dan telah mengenali hakikat dirinya yang sebenar, maka nafs atau egonya dengan secara terpaksa akan menuruti dan mentaati roh. Demikian uraian tentang Tarekat dalam Dunia Islam. Selanjutnya diuraikan biografi ringkas Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy.
2.4 Biografi Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan Khalidy Naqsyabandy Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi yang lebih dikenal dengan sebutan “Tuan Guru Babussalam” (Besilam), adalah salah seorang ulama terkemuka dan pemimpin Tarekat Naqsyabandiah Babussalam Langkat. Sebahagian besar hidupnya dihabiskan untuk menegakkan syiar agama dan
Universitas Sumatera Utara
kejayaan negara. Beliau telah membuka dan membangan beberapa buah desa di Sumatra Utara dan Malaysia, dengan mendirikan perguruan, asrama latihan rohani, rumah ibadat, mushala dan langgar, balai kesehatan, asrama sosial, untuk menampung fakir miskin, yatim piatu serta gedung serba guna lainnya untuk kepentingan umum. Murid-murid dan khalifah-khalifahnya hingga kini tersebar luas kesegenap penjuru baik didalam maupun di luar negeri seperti Batu Pahat, Johor Bahru, Penang, Ipoh, Kuala Lumpur di Malaysia, dan Thailand. Syekh Abdul Wahab Rokan adalah Putra dari Abdul Manap bin M. Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tembusai. Nama kecilnya Abu Qasim. Ibunya bernama Arba’iah. Bersaudara empat orang dan salah seorang saudara perempuannya bernama Seri Barat yang belar Hajjah Fatimah, wafat dikampung Babussalam, disebelah makam Syekh Abdul Wahan Rokan. Tidak ada yang dapat memastikan tanggal kelahiran Syekh Abd Wahab. Sebahagian kalangan menyatakan beliau lahir pada tanggal 19 Rabiul Akhir 1230 H atau pada tanggal 28 September 1811 di Kampung Danau Runda, Desa Rantau Binuang Sakti, Negri Tinggi, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Menurut satu riwayat beliau dilahirkan pada 10 Rabiul Akhir 1246 H atau 28 september 1830 M. Riwayat yang kedua ini dianggap lemah karena menurut yang berkompeten usia beliau adalah kurang lebih 115 tahun. Sedangkan hari wafatnya yaitu 21 Jumadil Awal 1345 H atau 27 Desember 1926 M. Kakek beliau adalah Haji Abdullah Tembusai yang terkenal sebagai seorang alim besar dan saleh. H. Abdullah Tembusai memiliki beberapa orang istri, seorang di antaranya adalah putri dari yang dipertuan Kota Pinang. Kota
Universitas Sumatera Utara
Pinang kini termasuk dalam daerah Kabupaten Labuhan Batu, Propinsi Sumatra Utara. Menuru catatan Syekh Abdul Wahab yang diperbuatnya pada tanggal 10 Muharram 1300 H, anak cucu kakeknya, H Abdullah Tembusai berjumlah 670 orang. Sebahagian besar berasal dari suku Melayu Besar, suku Batu Hampar, dan suku Melayu Tengah. Ayahanda beliau Abdul Manap mempunyai beberapa orang istri beberapa diantaranya dikaruniai anak tetapi kesemuanya meninggal dunia. Setelah ayahanda beliau meninggal dunia Abdul Manap meneruskan usaha dari almarhum dan beberapa waktu kemudian pindah ke tanah Deli Serdang, menetap di kampung Kelambir. Beliau kawin dengan seorang wanita bernama Arba’iah, putri Datuk Bedagai (Dagi) asal Tanah Putih. Dari perkawinannya dengan Arba’iah beliau beroleh empat orang anak yaitu: 1.
Seri Barat, Gelar Hajjah Fatimah, wafat di kampung Babussalm , Langkat, Pada tahun 1341 H, dan dimakamkan di kuburan umum kampung Babussalam.
2.
Muhammad Yunus, Meninggal di Pulau Pinang (Malaysia), Seberang Prai, sedang menuntut ilmu.
3.
Abu Qasim, gelar Pakih Muhammad, yang kemudian terkenal dengan Syekh Abdul Wahab Rokan Al- Khalidi Naqsyabandi, Tuan Guru Babussalam.
4.
Seorang bayi meninggal pada waktu lahir. Dan tidak berapa lama meninggal pula ibunya waktu bersalin. Diwaktu Syekh Abdul Wahab membuat catatan (1300 H), semua saudaranya telah berpulang kerahmatullah, kecuali dua orang, yaitu Seri Barat dan beliau sendiri.
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Pendidikan Pendidikan Syekh Abdul Wahab dimulai ketika belajar membaca Al quran kepada H.M Saleh dan H. Muhammad, seorang ulama terkenal asal Minangkabau. Ia termasuk ahli seni baca Al-Qur’an (qari). Dengan berbekal pelajaran membaca Al-Qur’an ini Abu Qasim (nama kecil Abdul Wahab) melanjutkan pelajarannya ke Tembusai. Pada waktu itu di negri Tembusai terdapat dua orang alim besar yang pandai mengajar kitab-kitab Arab. Seorang di antaranya bernama Maulana Syekh Abdullah Halim, saudara dari Yang Dipertuan Besar Sultan Abdul Wahid Tembusai, dan seorang lagi bernama Syekh Muhammad Saleh Tembusai. Kedua ulama ini sangat tekun dan rajin mengembangkan ilmu agama, termasuk nahu, saraf, tafsir, hadist, tauhid, fiqih, dan tasawuf. Di Tembusai inilah Abu Qasim mendapatkan bapak angkat yang bernama H. Bahaudin. Dengan bantuan bapak angkat inilah pendidikan beliau dapat dilanjutkan kepada Syekh Abdullah Halim dan Syekh Muhammad Saleh. Berkat ketekunannya, maka setelah tiga tahun ia mampu mengalahkan muridmurid terdahulu dari padanya. Abu Qasim banyak memperdalam kitab-kitab Fathul Qarib, Minhaajut Thalibin, Iqna, Tafsir Al Jalalain, dan lain lain dalam ilmu fikih, nahu, saraf, lughah, bayan, mantik, maani, balaghah, arudh, asytiqaq, dan lain-lain. Sebagai puncak dari kemajuannya dalam pelajaran ini, kedua gurunya memberi gelar kehormatan Fakih Muhammad. Fakih artinya orang yang alim dalam hukum fikih, atau sarjana hukum Islam. Upacara pemberian gelar
Universitas Sumatera Utara
penghormatan ini dilakukan dihadapan suatu majelis resmi, yang dihadiri oleh khalayak ramai. H. Abdullah Halim dan H.M. Saleh melantiknya dengan menyatakan Ikhwanul Muslimin (pernyataan tentang persaudaraan Islam). Abu Qasim bin Abdul Manap Tanah Putih namanya dan dikaruniai gelar dengan nama tuan Pakih Muhammad bin Abdul Manap Tanah Putih, berkat Al Fatihah. Pada tahun 1277 H (1861 M) di samping berniaga, ia berguru kepada Syekh H. Muhammad Yusuf asal Minangkabau. Tuan Syekh M. Yusuf ini belakangan menjadi mufti dilangkat dan lebih terkenal dengan panggilan Tuk Ongku. Ia bersama dengan Syekh Abdul Wahab Rokan dipandang orang keramat dan meninggal di Tanjung Pura, Langkat dimakamkan di samping Mesjid Azizi. Kurang lebih dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1279 H (1863 M), ia mengajukan permohonan kepada gurunya, agar diizinkan berangkat ke Tanah Suci Mekah untuk melanjutkan pelajaran. Permintaan ini dikabulkan dan dalam perjalanan
menuju
Mekah
bapak
angkatnya
H.
Bahaudin
senantiasa
menemaninya. Mula mula mereka berangkat ke Singapura. Pada waktu itu di kota itu terdapat seorang Syekh yang keramat bernama Habib, makamnya di Tanjung Pagar. Setibanya di kota ini, Pakih Muhamad ziarah kepadanya dengan terlebih dahulu memberi salam kepadanya. Begitu melihat Pakih Muhammad, Habib Nuh serta merta mencium tangan, bahu dan seluruh tubuhnya seraya mengatakan, “Barakallahu” (Allah memberkatimu). Setelah beberapa hari di sana H. Muhammad dan Pakih Muhammad meninggalkan Singapura menuju Jeddah dengan kapal. Menurut sejarah,
Universitas Sumatera Utara
pelayaran dengan kapal, baru ada di Singapura pada tahun 1280 H, bernama Sri Jedah. Di Mekah mereka masuk kelompok Syekh M. Yunus bin Abdul Rahman Batu Bara, tinggal di Kampung Qararah tidak jauh dari Mesjid Al Haram. Selesai mengerjakan ibadah haji, Pakih Muhammad beroleh gelar Haji Abdul Wahab Tanah Putih. H. Bahauddin kembali ke tanah air, pulang ke Tembusai. Sementara H. Abdul Wahab tinggal di Mekah untuk melanjutkan pelajaran. Ia belajar kepada Zaini Dahlan, mufti mazhab Syafii, dan kepada Syekh Hasbullah. Beliau juga belajar kepada guru guru asal Indonesia seperti Syekh M. Yunus bin Abdul Rahman Batubara, Syekh Zainuddin Rawa, Syekh Ruknuddin Rawa, dan lain lain. Untuk menambah ilmu, baik ilmu duniawi maupun ilmu akhirat. Perjalanan kesehariannya hanya di sekitar Mesjidil Haram, dari rumah ke mesjid, makam Ibrahim, Hijir Ismail, telaga Zamzam dan ke rumah guru. Teman seperjalanannya, antara lain
H. Abdul Majid Batubara dan
H.M. Nur bin
H.M.Tahir Batubara. Meski telah banyak kitab yang dipelajari, namun H. Abdul Wahab belum puas, sebab menurut anggapannya hatinya belum bersih, masih bersarang sifat sifat yang tercela seperti ujub, sum’ah dan kasih kepada dunia. Ia ingin menjauhkan diri dari sepuluh sifat yang tercela sebagaimana yang tercantum dalam kitab kitab tasawuf. Oleh karena itu H. Abdul Wahab memperdalam pengetahuannya dalam bidang tasawuf, dengan mempelajari kitab Ihya Ulimuddin karangan Imam Ghazali serta meminta nasihat kepada gurunya Syekh M. Yunus. Maka Syekh M. Yunus pun menyerahkannya belajar kepada Syekh Sulaiman Zuhdi di puncak Jabal Kubis.
Universitas Sumatera Utara
Syekh Sulaiman Zuhdi adalah seorang pemimpin Tarekat Nasyabandiah dan wali yang terkenal pada masa itu. Memimpin suluk di Jabal Kubis sejak bertahun tahun. Setelah menerima Tarekat Naqsyabandiah dari Syekh Sulaiman Zuhdi H. Abdul Wahab pun mengamalkannya dengan sungguh-sungguh sementara itu tetap terus mengaji kepada Sayid Zaini Dahlan, Mufti Mazhab Syafii, Syekh Hasbullah, dan Syekh Zainuddin Rawa. Syekh Sulaiman Zuhdi amat gembira menyaksikan kemajuannya yang luar biasa dari H.Abdul Wahab dan mendoakan semoga ia kelak akan dapat mengembangkan ilmu Tarekat Naqsyabandiah di Sumatra, Kedah, Pahang (Malaysia), dan daerah lain. Pada suatu ketika, Syekh Sulaiman Zuhdi mendapat petunjuk dari Allah, dan bisikan rohaniah dari Syekh Syekh Naqsyabandiah bahwa kepada H. Abdul Wahab harus diberikan gelar khalifah dan diperbolehkan memimpin rumah suluk serta mengajarkan ilmu Tarekat Naqsyabandiah dari Aceh sampai Palembang. Syekh Sulaiman Zuhdi pun dengan resmi mengangkatnya menjadi khalifah besar dengan memberinya ijazah bai’ah dan silsilah Tarekat Naqsyabandiah yang berasal dari nabi Muhammad SAW. sampai kepada Syekh Sulaiman Zuhdi dan seterusnya kepada Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi. Ijazah itu ditandai dengan dua cap. H. Abdul Wahab pun memperlihatkan ijazah tersebut kepada H. M. Yunus Batu bara. Beliau kagum dan tercengang, karena menurut pengetahuannya belum ada seorang pun murid beliau yang diberi ijazah bercap dua. Ketika Syekh M. Yunus menanyakan kepada Syekh Sulaiman Zuhdi. Beliau menjawab,
Universitas Sumatera Utara
“Dengan ijazah ini semoga H. Abdul Wahab bin Abdul Manap
itu akan
mengembangkan dan memashyurkan Tarekat Naqsyabandiah di Indonesia, Malaysia dan daerah sekitarnya. Beberapa Sultan akan berguru kepadanya dan beberapa panglima yang gagah perkasa akan tunduk, orang kafir dan Islam hormat kepadanya.”
2.4.2 Mengembangkan Agama dan Tarekat Syekh Abdul Wahab Rokan merupakan seorang ulama yang produktif dalam menyiarkan ajaran Islam dan Tarekat Naqsyabandiah. Walaupun selain Tarekat Naqsyabandiah Syekh Abdul Wahab Rokan juga adalah seorang penganut Tarekat Samaniah. Di samping menyiarkan agama dan Tarekat ke berbagai wilayah negeri Syekh Abdul Wahab kerap membuka perkampungan. Seperti pada tahun 1285 H (1869 M), dalam usia 58 tahun beliau membuka sebuah kampung di wilayah Kubu, yang dinamainya Kampung Mesjid. Kampung ini dijadikannya pangkalan atau basis bagi usaha usahanya menyebarkan agama ke daerah daerah sekitarnya. Seperti ke Kualuh, Panai, Bilah, Kota Pinang, Kabupaten Labuhan Batu, Dumai, Bengkalis, Pekan Baru, dan Sungai Ujung Malaysia. Di daerah Kualuh beliau juga membuka kampung baru pula dengan nama Kampung Mesjid pada tahun 1873 M (1292 H). Dari Rokan, menyusur pantai Timur Sumatra sampai ke Utara kemudian meluaskannya sampai ke daerah Langkat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3 Membangun Babussalam Berawal dari kepulangan teman seperjalanan Syekh Abdul Wahab yaitu Syekh M. Nur Batubara yang kembali ke Asahan dan pada tahun 1292 pindah ke Tanjung Pura, Langkat. Pada masa itu kerajaan Langkat dipimpin oleh Sultan Musa Al-Muazzamsyah gelar pangeran Indra Diraja Amir Pahlawan Sultan Aceh. Ayahhandanya bernama Sultan Ahmad, raja ketujuh memerintah kerajaan Langkat, berasal dari Siak Seri Indra Pura. Kira-kira 400 tahun yang lalu, sultansultan yang memerintah di daerah Langkat, telah memelihara guru-guru agama. Pada masa itu salah satu putra sultan musa yang diharapkan akan dapat menggantikan beliau jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Hal ini sangat memukul batin Sultan sehingga beliau meminta nasehat kepada Syekh H.M. Nur yang menganjurkan agar sultan beserta istri bersuluk kepada Syekh Abdul Wahab. Sehingga pada waktu itu baginda menyediakan sebuah rumah di Gebang Desa Putri untuk tempat bersuluk. Syekh Abdul Wahab beberapa kali mengunjungi Sultan Musa ke Langkat atas permintaannya sehingga pada kunjungan Syekh Abdul Wahab yang ketiga kalinya ketanah Langkat mendapatkan tawaran dari Sultan Musa agar suluk dilaksanakan di Kampung Lalang kira kira 1 kilometer dari Kota Tanjung Pura. Akan tetapi menurut pertimbangan tuan guru tempat tersebut kurang sesuai dan memohon agar diberikan sebidang tanah untuk perkampungan, dimana ia dapat beribadat dan mengajarkan ilmu agama dengan leluasa.
Sultan Musa Al-
Muazzamsyah pada waktu itu juga dengan disaksikan oleh anggota anggota rombongan mewakafkan sebidang tanah yang dikehendaki oleh tuan Guru.
Universitas Sumatera Utara
Tepatnya tanggal 15 Syawal 1300 H berangkatlah Syekh Abdul Wahab dengan keluarga dan murid muridnya yang berjumlah 160 dengan 13 buah perahu pindah dengan resmi dan menamakan tempat tersebut dengan nama Babussalam. Pembangunan pertama yang dilakukan di Babussalam adalah mendirikan sebuah madrasah (mushola) tempat sholat bagi laki laki dan wanita. Cara pembangunan ini adalah sesuai dengan ajaran Islam, di mana Nabi Muhammad SAW. mula mula Hijrah ke Madinah (622 M), membangun tiga proyek besar yaitu: 1.
Membangun Mesjid sebagai lambang pembangunan mental spiritual.
2.
Menjalin rasa persaudaraan antara golongan anshor dan muhajirin sebagai lambang pembangunan sosial ekonomi.
3.
Mempermaklumkan lahirnya negara Islam dengan ibu kotanya Madinah, konstitusinya Al-Qur’an dan Hadist, sebagai lambang pembangunan dalam bidang politik. Luas mushola ini 10 X 6 depa, diperbuat dari kayu kayu yang sederhana,
dipergunakan selain tempat salat dan mengaji, juga tempat melakukan kegiatan kegiatan ibadah lainnya. Sampai kini mushola tersebut tidak pernah disebut orang dengan mesjid atau mushola akan tetapi lebih terkenal dengan sebutan madrasah atau mandarsah/nosah menurut dialek Babussalam.
2.4.4 Percetakan, Pertanian, dan Bintang Kehormatan Tuan guru Syekh Abdul Wahab tidak saja menitikberatkan usahanya dalam pembangunan mental spiritual, akan tetapi juga bergerak dalam
Universitas Sumatera Utara
pembangunan fisik-material. Hal ini dapat dibuktikan dengan dibukanya sebuah perkebunan jeruk manis disuatu areal tanah di Kampung Babussalam. Pada tahun 1325 H, sebanyak 400 (empat ratus pohon). Tanaman tanamannya subur, dengan memperhatikan saran saran para ahli pertanian dan menghasilkan 7.000 rupiah setahun. Murid murid beliaupun banyak mengikuti jejaknya, dengan menanam jeruk secara kecil kecilan sekedarnya. Selain jeruk beliau juga membuka perkebunan karet. Untuk mencari bibit pohon karet ini, beliau menugaskan H. Bakri dan Pakih Kamaluddin Tembusai ke Perak (Malaysia). Keduanya kembali dengan membawa bibit karet sebanyak delapan belas goni. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1330 H. Dari bibit-bibit inilah banyak penduduk banyak bertanam karet di sekitar Kampung Babussalam dan kapung kampung lainnya sampai ke Stabat. Selain itu beliau membangun sebuah perkebunan lada hitam. Para jamaah yang hidupnya ditanggung beliau, dikerahkan bergotong-royong mengolah perkebunan tersebut beberapa jam dalam sehari. Malangnya pada suatu ketika banjir menyerang kampung Babussalam yang mengakibatkaan kebun lada tersebut menjadi musnah. Kemudian digantikan beliau dengan kebun pala, kopi, pinang, durian, rambutan, jeruk, dan kelapa. Sekurang-kurangnya sekali setahun Babussalam dilanda banjir. Sesudah benteng di sepanjang pinggir Sungai Batang Serangan dibangun oleh pemerintah pada tahun 1992, barulah Desa Babussalam aman dari ancaman banjir. Dalam bidang peternakan beliau tidak ketinggalan. Beliau memiliki dan mengolah tambak ikan. Penduduk diberi kesempatan beternak ayam dan kambing
Universitas Sumatera Utara
atau lembu. Beliau juga memiliki ternak lembu yang dipercayakan kepada Pak Selasa untuk memeliharanya. Usaha pertanian dan peternakan itu diselenggarakan secara tradisional dengan alat-alat yang sederhana. Untuk menjaga kebersihan kampung, maka semua hewan ternak
harus
dikandangkan, dijaga jangan
berkeliaran. Pemilik ternak yang tidak menjaga hewan ternaknya, dan membiarkannya berkeliaran, akan dihukum oleh tuan guru. Barang siapa mencuri ayam, maka beliau menghukumnya, dengan menyuruhnya taubat di depan Madrasah Besar, disaksikan oleh khalayak ramai dengan meneriakkan: “Astaghfirullahal’azhim tobat mencuri ayam.” Hukuman itu harus dijalani selama beberapa jam. Pada tahun 1328 H, H Bakri bermusyawarah dengan Tuan Guru mengenai pembangunan kampung Babussalam. Antara lain disarankan supaya mendatangkan guru guru terkenal ke Babussalam, dari Mekah dan Mesir. Pelajaran tulisan Arab supaya lebih diintensifkan. Industri tekstil atau pabrik tenun dan usaha kerajinan tangan lainnya supaya dibangun. Untuk keperluan itu, lebih dahulu diutus tenaga tenaga ahli mengadakan riset dan penelitian kebeberapa negara. Untuk meningkatkan usaha usaha pembangunan dalam penerangan dan penyiaran (komunikasi dan informasi) hendaknya dibangun sebuah unit percetakan. Pembangunan proyek pertanian yang dapat dikerjakan oleh pelajar pelajar di samping belajar, dan usaha usaha lainnya yang dapat meningkatkan taraf hidup penduduk Babussalam.
Universitas Sumatera Utara
Saran saran ini diterima baik oleh Tuan Guru, akan tetapi beliau memberikan analisis sebagai berikut: “Ketahuilah, bahwa Allah menjadikan uang dirham itu 3 alamat, yaitu: 1.
Uang (rupiah belanda) itu bulat seperti bola. Hal ini menunjukkan orang yang mempunyai uang itu kadang-kadang naik ke atas dan kadang-kadang jatuh kebawah. Mencari uang itu mudah, tetapi menyimpannya susah.
2.
Pada mata uang itu ada gambar kepala orang. Maknanya kalau hati putih, ia dapat dibawa ke jalan kebaikan. Kalau uang itu putih hati kita hitam, niscaya kita dibawanya hanyut kepada kejahatan.
3.
Uang itu keras, hal ini mengandung isyarat hendaklah kita berkeras hati melawannya. Karena hati hendak bersedekah, tangan dipegang oleh tujuh puluh setan. Kalau setan yang tujuh puluh itu dapat dikalahkan, barulah sedekah kita itu terlaksana. Pada tahun 1324 H, H. Yahya disuruh Tuan Guru bersuluk selama empat
puluh hari kepadanya di Batubara. Ikut pula bersuluk Datuk Laila Wangsa. Ketika itu yang menjadi kepala kampung di Babussalam H. Abdul Jabbar dan mengajar ilmu agama di madrasah besar, menggantikan Tuan Guru selama di Batubara adalah H. Bakri. Ia mengajar, pagi pagi, sesudah Zuhur, sesudah Maghrib, dan sesudah salat Isya. Selama dua bulan Tuan Guru berada di Batubara, beliau beroleh penghasilan sebanyak 3.750 rupiah langsung dibawanya ke Babussalam. Mengingat kemajuan Babussalam memerlukan usaha dalam bidang penerbitan, maka H. Bakri meminjam uang sebanyak 2.500 rupiah, untuk membeli sebuah mesin cetak. Tuan Guru memenuhinya, sebagai bantuan wakaf,
Universitas Sumatera Utara
bukan pinjaman. Maka dengan modal 2500 rupiah inilah H. Bakri berusaha membeli sebuah unit percetakan, yang intertipenya adalah huruf-huruf Arab. Mesin cetak ini merupakan yang pertama di Langkat, dan pada tahun 1326 H, dipimpin langsung oleh H. Bakri dan H. M. Ziadah dan H. M. Nur, menantu Tuan Guru. Kitab kitab yang pernah diterbitkan, hasil percetakan Babussalam ini antara lain: 1.
Soal jawab, sebanyak 1000 eksemplar,
2.
Aqidul Iman, sebanyak 1000 eksemplar,
3.
Sifat Dua Puluh, sebanyak 1000 eksemplar,
4.
Nasihat Tuan Guru, sebanyak 1000 eksemplar,
5.
Syair Nasihatuddin, sebanyak 1000 eksemplar,
6.
Berkelahi Abu Jahal, sebanyak 500 eksemplar,
7.
Permulaan Duni dan Bumi, sebanyak 500 eksemplar,
8.
Adabuz Zaujain (Adab Suami Istri), sebanyak 500 eksemplar,
9.
Dalil yang Cukup, sebanyak 500 eksemplar,
10. Dan lain lain. Sayangnya, buku-buku tersebut tidak ada lagi dewasa ini. Berpuluhpuluh orang buruh bekerja pada percetakan ini. Dengan perantaraan penerbitan penerbitan seperti brosur-brosur atau siaran-siaran lainnya, makin tersiarlah nama Babussalam ke mana-mana. Hubungan persahabatan dengan pemimpin-pemimpin Islam di berbagai negara tambah erat pula.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5 Mendirikan Serikat Islam Dalam dunia pergerakan, Tuan Guru Syekh Abdul Wahab juga tidak sedikit memainkan peranan. Sekalipun tidak aktif memimpin sesuatu partai atau sesuatu gerakan nasional, secara langsung akan tetapi usaha usaha ke arah itu, amatlah giatnya. Pada tahun 1913 (1332 H) diutusnya suatu delegasi ke musyawarah Syarikat Islam di Jawa. Anggota delegasi terdiri dari putra-putranya. Pakih Tuah, Pakih Tambah, dan seorang tokoh bernama H. Idris Kelantan. Pakih Tuah dan Pakih Tambah langsung mengadakan pembicaraan dengan H.O.S. Cokroaminoto dan Raden Gunawan dan lain-lain pemimpin gerakan pada masa itu di Jakarta, Solo, dan Bandung. Delegasi diberi tugas untuk mengadakan hubungan dengan pemipin-pemimpin pergerakan nasional itu, supaya dibenarkan mendirikan cabang Serikat Islam di Babussalam. Pemimpin pusat Serikat Islam yang menjelma menjadi Partai Serikat Islam Indonesia, menyuruh mereka mengadakan hubungan terlebih dahulu dengan perwakilan PSH di Medan, yaitu M. Samin. Sekembalinya dari Jawa, maka diadakan pertemuan dengan M. Samin dan beberapa orang tokoh tokoh lainnya Grand Hotel Medan (sekarang Hotel Garuda). Sebagai hasil dari pertemuan ini, dibenarkanlah berdirinya SI cabang Babussalam, di bawah pimpinan H. Idris Kelantan, dengan sekretaris Hasan Tonel. Anggota-anggota pengurus lainnya terdiri dari Pakih Tuah, Pakih Tambah, pakih Muhammad, H. Bakri, dan lain lain. Penyumpahan (bai’ah) dilakukan langsung oleh H. Idris Kelantan. Tuan Guru Syekh Abdul Wahab bertindak sebagai penasehat.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6 Imam dan Bilal di Madrasah Babussalam Sejak pindah ke Babussalam pada tahu 1300 H, Tuan Guru telah membagi bagi tugas di antara anak-anak dan jamaahnya pada tahun pertama membangun kampung ini, Tuan Guru menunjuk wakilnya dalam pembangunan madrasah, rumah suluk dan menghadap Sultan Langkat kepada H. Abdullah Hakim. Pada masa itu putra putra Tuan Guru belum ada yang dewasa. Pada tahun 1313 H, yang menjadi Imam di kampung Babussalam adalah sebagai berikut: 1. H. M. Sa’id Kelantan, 2.H.M. Amin Kota Intan, 3. H. M. Zain Kubu. Menjadi Bilal: 1. Bilal Muhammad Nurdin Tembusai, 2. M. Arsyad Kampar, 3. Usman Tembusai. Pada tahun 1327 H, menjadi Imam: 1. H. Abdul Fattah, Menantu Tuan Guru, 2. H.M. Said, menantu Tuan Guru, 3. H. Harun, anak Tuan Guru, 4. Abdul Kahar, anak Tuan Guru, 5.Pakih Yazid, Anak Tuan Guru, 6. Hasan, menantu Tuan Guru,7. Pakih Muhammad, menantu Tuan Guru Adapun yang menjadi bilal (1327 H): 1. M. Nuh bin H. Ibrahim Serdang, 2. M. Saleh Kota Intan, 3. Ahmad Tembusai. Pada tahun 1340 H, menjadi bilal : 1, Abdul Rasyid Tembusai 2. Thalib Mandailing, 3. Ahmad bin Harun. Pada tahun 1315 H, H Yahya dipercayakan melakukan pekerjaan pekerjaan penting di Babussalam. Pada tahun 1322 H, H. Abdul Jabbar mewakili tuan Guru dalam segala urusan masyarakat. Pada tahun 1324 H. Abdul Jabbar ditetapkan menjadi kepala kampung. Pada tahun 1327 H, Tuan Guru menyatakan kepada anak-anaknya bahwa ia telah tua, hanya dapat beribadat saja lagi. Karena itu untuk membangun
Universitas Sumatera Utara
kampung Babussalam ini ditetapkan: 1. H. Abdul Jabbar menjadi kepala kampung. 2. H. Harun, H. Abdul Fattah dan H.M.Nur, mengajar Qur’an dan kitab kitab agama.
2.4.7 Mengajar Di Istana Pada tahun 1328 H, H. Harun diutus ke Panai, Kota Pinang, dan Kubu. H.M.Nur ke Minangkabau dan Perak (Malaysia). H. Abdul Fattah, ke Mekah, H. Bakri ke Tanah Putih, Rambah, Kepenuhan, Singapura dan Batu Pahat (Malaysia). Pada tahun 1335 H, Sultan Aziz Abdul Jalil Rahmatsyah mempersilakan Tuan Guru mengajar di dalam Istana Darul Aman Tanjung Pura, seminggu sekali, yaitu setiap hari Ahad. Hadir pada pengajian ini pembesar-pembesar kerajaan. Datuk-datuk, dan tokoh-tokoh masyarakat. Biasanya tuan guru memberikan ceramah agama itu memakan waktu sekitar dua jam. Selesai pengajian bilal pun azan lalu semua hadirin salat Zuhur dengan berjamaah dan makan bersama. Kadang-kadang hadir juga pada pengajian ini Sultan Siak, Sultan Johor, Raja-raja Panai dan Asahan, Perak, dan lain lain. Pada tahun 1337 H, harga beras naik. Kehidupan rakyat sulit. Di dalam Negeri Langkat, sekati beras (6 ons) berharga 22 sen. Satu gantang padi berharga 14 rupiah. Sultan Aziz sebelum pengajian dimulai meminta kepada Tuan Guru Syekh Abdul Wahab supaya mendoakan semoga harga beras turun dan rakyat senang.
Universitas Sumatera Utara
Pada masa itu Siam menghentikan ekspor berasnya. Di Eropa, Inggris dan negeri belanda, sekati beras berharga tiga rupiah dan sepikul berharga tiga ratus rupiah. Di Jepang sekati beras seharga empat puluh sen. Kenaikan harga beras ini , adalah akibat dari perang dunia pertama. Barulah pada tahun 1339 H, harga beras dunia menjadi turun. Pada saat harga beras membumbung tinggi, Sultan Abdul Aziz mengumumkan siapa yang tidak mampu membeli beras, dipersilakan mengaji Qur’an membaca Qul Huallahu Ahad (surat Al Ikhlas) atau membaca Shalawat di mesjid Azizi Tanjung Pura. Baginda sendiri menjamin kehidupan mereka. Baginda terkenal dermawan, setiap tahun berzakat empat puluh ribu rupiah. Pada setiap 27 Ramadan mengadakan jamuan besar, bersedekah, kadang-kadang sampai sepuluh ribu rupiah dan kadang-kadang sampai limaa belas ribu rupiah. Pada 13 Rabiul Awal tahun 1320 H, Sultan Abdul Aziz mendirikan sebuah mesjid Raya di Tanjung Pura, dinamainya dengan Masjid Azizi. Bangunannya dapat menampung ribuan jamaah. Sampai kini masjid itu masih berdiri dengan megahnya, menjadi kebanggaan bagi daerah Langkat. Pada tahun 1331 H, baginda mendirikan perkumpulan agama yang bernama Al-Jamiatul Mahmudiah Litholabil Khairiah. Atas usaha baginda, didirikan sebuah madrasah agama di bekas istana almarhum ayahandanya, Sultan Musa Al-Muazzamsyah dengan nama Madrasah Maslurah. Tidak lama kemudian dijadikan tempat pengajian tingkat tsanawiyah, dengan nama Madrasah Aziziah. Madrasah Maslurah dan madrasah Aziziah ini terkenal pada zamannya karena banyak mengeluarkan alim ulama dan cerdik pandai yang terkenal.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8 Bintang Kehormatan Tuan guru memimpin Kampung Babussalam dengan aman dan makmur dan pengaruhnya semakin besar. Melihat kebesaran itulah kerajaan Belanda yang berkuasa pada masa itu merasa curiga dan khawatir terhadap dirinya. Syekh Abdul Wahab merupakan bintang yang cemerlang dalam Kerajaan Langkat. Karena itulah pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1341 H (1923) Asisten Residen Van Aken bersama Sultan Abdul Aziz Jalil Rahmatsyah menghadiahkan sebuah bintang kehormatan. Dari emas kepada beliau Asisten Residen Langkat itu sendiri melekatkan bintang emas tersebut ke dadanya. Sebelum itu Sultan Abdul Aziz Jalil Rahmatsyah telah memberikan sejumlah uang pada tuan guru untuk membeli sepersalinan pakaian yang akan dipakainya sewaktu menerima bintang kehormatan itu. Upacara berlangsung di madrasah besar, dengan disaksikan ribuah hadirin.
Yang memenuhi ruangan itu. Syekh Abdul Wahab duduk
ditengah tengah menghadap kiblat. Sebaik bintang itu diterimanya, ia pun menyatakan dengan tegas, kepada wakil pemerintah yang menyematkan bintang itu, supaya menyampaikan pesannya, agar raja Belanda memeluk agama Islam. Pemberian bintang itu tidaklah menggembirakan beliau, dan tidak pula membuat beliau menjadi congkak. Bintang itu hanya beberapa waktu saja di tangannya, kemudian diserahkan kepada Sultan Aziz sampai wafatnya, bintang itu berada di tangan Sultan Langkat.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Silsilah Silsilah Tarekat Naqsyabandiah yang sampai kepada Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi (1811-1926) menurut H. Ahmad Fuad Said dalam tulisannya sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam, adalah sebagai berikut: 1.
Nabi Muhammad Saw
2.
Abu Bakar Siddiq R.a
3.
Salman Al – Farisi
4.
Qasim bin Muhammad
5.
Imam Ja’far Shadiq
6.
Abu Yazid Bustami, nama lengkapnya Syekh Abu Jazid Thaifur bin Isa bi
7.
Adam Bin Sarusyan Al-Busthami
8.
Abu Hasan Ali bin Ja’far Al-Kharqani
9.
Abu Ali Al-Fadhal bin Muhammad Al-Thusi Al-Farmadi
10. Abu Ya’kub Yusuf Al-Hamdani bin Aiyub bin Yusuf bin Husin 11. Abdul Khaliq Al-Fajduwani bin Al-Imam Adul Jamil 12. Arif Al-Riyukuri 13. Mahmud Al-Anjiru al-Faghnawi 14. Ali Al-Ramituni, terkenal dengan Syekh Azizan 15. Muhammad Baba As-Samasi 16. Amir Kulai bin Sayid Hamzah 17. Bahauddin Naqsyabandi
Universitas Sumatera Utara
Kemudian silsilah tersebut berkelanjutan sampai kepada Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi. Sesuai dengan ijazah yang diperoleh beliau dari gurunya Syekh Sulaiman Zuhdi sesudah bersuluk selama 6 tahun di Jabal Abi Kubis, Mekkah, maka silsilah tersebut adalah sebagai berikut: 18. Muhammad Bukhari 19. Ya’kub Yarki Hishari 20. Abdullah Samarkandi (Ubaidullah) 21. Muhammad Zahid 22. Muhammad Darwis 23. Khawajaki 24. Muhammad Baqi 25. Ahmad Faruqi 26. Muhammad Ma’shum 27. Abdullah Hindi 28. Dhiyaul Haqqi 29. Ismail Jamil Minangkabawi 30. Abdullah Afandi 31. Syekh Sulaiman 32. Sulaiman Zuhdi 33. Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Tuan Guru yang Menjabat di Babussalam Di perkampungan Babussalam saat ini terdapat dua tuan guru yang menjabat sebagai pimpinan (mursyid). Kedua tuan guru ini memiliki tempat persulukan yang berbeda lokasi di Babussalam. Keduanya memiliki hubungan yang erat karena masih satu garis keturunan dari Tuan Guru Syekh Abdul Wahab Rokan. Hal ini terjadi karena adanya perselisihan antara Syekh Muhammad Daud dan Syekh Pakih Tambah tentang kepemimpinan Babussalam pada tahun 1948. Sejak saat itu di Babussalam terdapat dua tempat persulukan yang dikenal dengan Besilam Atas dan Besilam Bawah. Besilam atas atau yang menempati madrasah besar saat ini dipimpin oleh Syekh Hasyim Al Syarwani dan Besilam Bawah dipimpin oleh Syekh H Tajuddin bin Muhammad Daud. Besilam Atas Tuan Guru I
: Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M
Tuan Guru II
: Syekh Yahya Afandi Menjabat dari tahun 1345-1351 H atau 1926-1932 M
Tuan Guru III
: Syekh Abdul Manaf Menjabat dari tahun 1351-1354 H atau 1932-1935 M
Tuan Guru IV
: Syekh Abdul Jabbar Menjabat dari tahun 1354-1360 H atau 1935-1942 M
Tuan Guru V
: Syekh Muhammad Daud Menjabat 1360-1361 H atau 1942-1943 M
Universitas Sumatera Utara
Tuan Guru VI
: Syekh Fakih Tambah Menjabat dari tahun 1361-1392 H atau 1943-1972 M
Tuan Guru VII
: Syekh Abdul Mu’im Menjabat dari tahun 1392-1401 H atau 1972-1981 M
Tuan Guru VIII
: Syekh Maddayan Menjabat dari tahun 1401-1406 H atau 1981-1986 M
Tuan Guru IX
: Syekh Pakih Sufi Menjabat daritahun 1406-1407 H atau 1986-1987 M
Tuan Guru X
: Syekh Anas Mudawar Manjabat dari tahun 1407-1418 H atau 1987-1997 M
Tuan Guru XI
: Syekh Hasyim Al Syarwani Menjabat dari tahun 1418 H atau 1997 M sampai dengan sekarang
Besilam Bawah Tuan Guru I
: Syekh Abdul Wahab Rokan Al Kholidi Naqsyabandy Menjabat dari tahun 1300-1345 H atau 1880-1926 M
Tuan Guru II
: Syekh Muhammad Daud Menjabat dari tahun 1366-1392 H atau 1948-1972 M
Tuan Guru III
: Syekh H Tajuddin Menjabat dari tahun 1392 atau 1872 sampai sekarang
Universitas Sumatera Utara
2.7 Aktivitas 2.7.1 Baiah Arti dari baiah adalah berjanji, atau bersumpah setia. Namun dalam Tarekat Naqsyabandiah sumpah dan janji yang dimaksud adalah berjanji akan taat kepada perintah Allah. Inti dari aktivitas ini sesungguhnya adalah bertaubat akan segala dosa yang pernah dilakukan di hadapan guru, khalifah, dan para jamaah serta memengakui bahwa Tarekat merupakan jalan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Bentuk penyerahan diri ini disimbolkan dengan membawa sebuah jeruk purut kepada mursyid atau khalifah yang akan membaiahkan. Selanjutnya buah jeruk tersebut akan dipergunakan sebagai pengganti sabun mandi nantinya pada waktu mandi taubat. Baiah merupakan sebuah persyaratan mutlak bagi penganut Tarekat Naqsyabandiah. Oleh karena itu setiap seseorang yang ingin bergabung dalam Tarekat ini diwajibkan untuk melaksanakan aktifitas baiah ini agar dapat diakui sebagai ahli keluarga Tarekat Naqsyabandiah. Baiah juga bertujuan sebagai pengangkatan guru dan murid. Oleh karena itu walaupun seseorang itu telah melakukan baiah pada Tarekat Naqsyabandiah ditempat yang lain tetapi apabila ia ingin belajar Tarekat Naqsyabandiah diBabussalam maka ia juga akan diwajibkan untuk melakukan bai’ah kembali agar dapat diterima sebagai murid. Pada hakekatnya baiah adalah penyerahan diri kepada Allah dengan perantaraan mursyid atau guru didalam persulukan. Penyerahan diri ini dapat juga diartikan dengan pernikahan yaitu menikahkan Allah dengan hambanya, menikahkan rasul dengan umatnya, menikahkan Al-Qur’an dengan maknanya dan
Universitas Sumatera Utara
menikahkan zahir dan batinnya. Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah yang berbunyi: “annikahu sunnati famalaam yakmal bissunnati falaaisya minni” yang artinya adalah “nikah itu adalah sunnahku barang siapa yang tiada menikah maka ia bukan dari golonganku.” Adapun yang menjadi dasar dari bentuk penyerahan diri ini adalah mengikut kepada sejarah Rasulullah Ismail AS. dan Rasullullah Muhammad SAW. Nabi Ismail as ikhlas tatkala menerima perintah dari Allah melalui ayahandanya Nabi Ibrahim untuk menyerahkan dirinya dikurbankan yang akhirnya digantikan Allah dengan seekor kibas. Bentuk penyerahan diri ini juga dilakukan oleh Rasulullah Muhammad yang dirinya ikhlas dibedah dadanya oleh malaikat Jibril untuk dibersihkan penyakit hati dari dalam dirinya serta memasukkan tiga buah bejana ke dalam hatinya. Oleh karena Rasullullah adalah merupakan contoh suri tauladan bagi sekalian umat muslim, maka aktivitas tersebut merupakan sesuatu yang harus ditiru dan wajib dilaksanakan oleh penganut Tarekat Naqsyabandiah Babussalam.
2.7.2 Berkhalwat Penganut Tarekat melakukan khalwat atau suluk, dengan mengasingkan diri kesebuah tempat, dibawah pimpinan seorang mursyid. Kadang kadang masa berkhalwat itu sepuluh hari, dua puluh hari dan sampai empat puluh hari lamanya. Menurut Najmuddin Amin Al-Kurdi dalam kitabnya Tanwirul Qulub. Sekurang kurangnya suluk itu selama tiga hari. Boleh juga tujuh hari dan sebulan sesuai dengan perbuatan Nabi saw. Namun yang paling baik empat puluh hari.
Universitas Sumatera Utara
Selama dalam suluk, seseorang tidak boleh memakan sesuatu yang bernyawa seperti daging, ikan, telur, dan sebagainya. Senantiasa berkekalan wudhu dan dilarang banyak berbicara. Semuanya itu dimaksudkan agar hati bulat tertuju kepada Allah semata-mata. Menurut Syekh Ahmad Khatib yang mengutip isi kitab Jami’ul Ushul, bahwa orang yang mula-mula memasukkan khalwat atau suluk kedalam Tarekat ialah Syekh Khalid Kurdi. Dan yang mula mula mengadakan sistem zikir latha-if adalah imam Robbani dan yang memasukkan khatam khawajakan adalah Syekh Abdul Khaliq al-Fajduwani. Imam Robbani ialah Syekh Faruqi Sarhindi, seorang ahli Tarekat di India, lahir pada tahun 971 H (Sulsilah ke dua puluh empat) dari Nabi SAW. Berarti dimulai pada abad ke sepuluh dan kesebelas Hijriah. Syekh Khalid Kurdi, seorang ahli Tarekat Kurdistan, lahir pada tahun 1193 H (silsilah ke tiga puluh). Jadi, khalwat (suluk) dimulai pada abad ke dua belas Hijriah. Syekh Abdul Khaliq Al-Fajduwani (silsilah ke sepuluh) memasukkan Khatam khawajakan, dengan sistem sendiri. Menurut kitab-kitab tafsir yang mu’tabar antara lain “Al-Futuhatul Ilahiah”, “Al-Maraghi” bahwa Nabi Musa telah menyatakan kepada umatnya, Bani Israil, bahwa jika Allah menghancurkan musuh musuh mereka, yakni Fir’aun dan pengikutnya, ,maka ia akan menurunkan kitab Taurat kepadanya. Setelah musuh kalah, maka Nabi Musa mohon kepada Allah supaya kitab Taurat yang dijanjikan itu diturunkan. Maka Allah menyuroh Nabi Musa berkhalwat dibukit Thursina selama tiga puluh hari. Nabi Musa berpuasa dan menegakkan
Universitas Sumatera Utara
ibadat dengan berkhalwat itu menurut para ahli tafsir, pada bulan Zulkaedah selama sebulan,dan ditambah lagi sepuluh hari pada bulan Zulhijah. Menurut Hadits Bukhari dan Muslim Muttafaq’alaihi, dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, bahwa Nabi saw bersabda : “ada tujuh orang mendapat naungan Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya (kiamat) 1.
Pemimpin yang adil,
2.
Seorang anak muda yang pada masa remajanya, beribadat kepada Allah,
3.
Seorang laki laki yang hatinya tersangkut ke mesjid mesjid,
4.
Dua orang laki laki yang berkumpul dan berpisah karena Allah,
5.
Seorang laki laki yang dirayu oleh seorang wanita bangsawan dan berparas elok untuk melakukan tindakan yang tidak senonoh tetapi menolaknya dan berkata “aku takut kepada Allah,”
6.
Seorang laki laki yang bersedekah namun tangan kanannya disembunyikan sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diperbuat oleh tangan kanannya,
7.
Seorang laki-laki yang berzikir kepada Allah ditempat sunyi (berkhalwat), lantas kedua matanya mencucurkan air mata. Dalam Hadits ini diterangkan bahwa salah seorang yang akan mendapat
naungan Allah nanti pada hari kiamat, adalah orang yang berzikir kepada Allah dengan berkhalwat.
2.7.3 Khatam Khawajakan Khatam artinya penutup atau akhir. Khawajakan kata jamak berasal dari bahasa Persia, artinya Syekh-Syekh. Mufradnya khawajah artinya seorang Syekh.
Universitas Sumatera Utara
Zikir dengan cara berkhatam ini ialah sejumlah murid-murid duduk dalam satu majelis, berbentuk lingkaran, dengan dipimpin seorang Syekh yang duduk menghadap kiblat. Di sebelah kanannya, duduk khalifah-khalifah. Dengan susunan yang tertua khalifahnya di sebelah kanan Syekh. Dinamakan sistim ini dengan berkhatam, karena selesai zikir, Syekh akan meninggalkan majelis itu, maka ditutuplah dengan zikir zikir tertentu serta dilanjutkan dengan doa. Imam Abdul Khaliq Al-Fajduwani dan pemuka-pemuka Tarekat sampai kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandi, sependapat bahwa barang siapa yang mengamalkan zikir-zikir dengan sistem berkhatam itu, niscaya semua hajatnya akan diperkenankan, terhindar dari berbagai bala, diangkatkan martabatnya dan akan menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Berkhatam ini termasuk paling baik dan paling afdhal (baik) zikir dalam Tarekat Naqsyabandiah, sesudah zikir ismu zat (Allah) dan nafi-itsbat (La Ilaha Illallah). Roh roh Syekh Syekh akan membantu orang yang mewiridkannya.
2.7.4 Khatam Tawajuh Menurut ajaran Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi Tuan Guru Babussalam Langkat (1811-1926), setiap penganut Tarekat Naqsyabandiah harus berkhatam tawajuh, baik ia sedang bersuluk maupun tidak. Adab berkhatam tawajuh itu adalah:
Universitas Sumatera Utara
1.
Suci dari hadas kecil dan hadas besar.
2.
Duduk tawaruk kebalikan dari duduk tawaruk (duduk antara dua sujud) dalam salat. Dalam satu majlis zikir yang berbentuk lingkaran dengan pintu tertutup.
3.
Syekh atau mursyid duduk menghadap kiblat, didamping khalifah-khalifah. Yang tertua duduk disebelah kanan mursyid dan khalifah-khalifah lain disebelah kirinya.
4.
Disediakan batu kerikil yang bersih sebanyak seratus sepuluh buah, dengan perincian seratus buah kecil kecil dan sepuluh buah lebih besar. Batu-batu itu dibagikan oleh petugas kepada setiap peserta. Petugas yang membagi-bagikan itu, harus orang yang tinggi tingkat zikirnya, seperti khalifah atau orang yang sudah mencapai tingkat tahlil. Batu yang sepuluh buah, enam diantaranya diletakkan disebelah kanan Syekh, empat buah di kirinya. Batu-batu kecil sebanyak dua puluh satu buah diletakkan di hadapannya.
5.
Semua peserta menutupi kepalanya dengan serban atau sehelai kain, tunduk menekurkan
kepala
ke
lantai, memejamkan
mata
dengan
khusyu’
(“konsentrasi”) 6.
Berkhatam
dimulai
dengan
ucapan
Syekh:
”Astaghfirullahal’azhim”
sebanyak tiga kali, dan diikuti oleh peserta. a. Membaca Al-Fatihah sepuluh kali. Bacaan ini dilakukan oleh orang yang menerima pembahagian batu besar saja. b. Shalawat tujuh puluh sembilan kali. c. Membaca surat Alam Nasyrah tujuh puluh sembilan kali
Universitas Sumatera Utara
d. Membaca surat Al-Ikhlas seratus kali. Setiap orang membacanya sebanyak batu yang diterimanya. e. Shalawat lagi kepada Nabi SAW. bersama sama. f. Apabila Syekh menyebut, “robbal ‘alamin” maka seorang dari peserta membaca sepotong ayat Al-Qur’an. Selesai berkhatam, di tempat yang sama, para peserta melanjutkan aktivitasnya dengan zikir menurut tingkat yang telah ditentukan Syekh. Sekurang kurangnya lima ribu kali zikir ismu zat (menyebut Allah) dalam hati dengan kaifiat sepuluh. Adapun waktu berkhatam tawajuh itu adalah: 1.
Sesudah salat Isya dan Subuh
2.
Sesudah salat Ashar, berkhatam saja
3.
Sesudah salat Zuhur tawajuh saja, kecuali hari Jum’at. Pada hari Jum’at berkhatam dan tawajuh.
2.7.5 Ideologi Bentuk bentuk amalan Tarekat Naqsyabandiah menurut Najmuddin Amin-AlKurdi dalam kitabnya “Tanwirul Qulub” terdiri dari 11 (sebelas) azas ideologi yang terbagi menjadi delapan azas dari Khwajah Maulana Syekh Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan 3 (tiga) azas dari Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih. Delapan azas dari Khwajah Maulana Syekh Abdul Khaliq AlGhujduwani Rahmatullah ‘alaih adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5.1 Yad Kard Yad berarti ingat atau zikir. Perkataan kard menyatakan kata kerja bagi ingat yakni pekerjaan mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ianya merupakan zat bagi zikir. Menurut para masyaikh, yad kard bermaksud melakukan zikir mengingat Tuhan dengan menghadirkan hati. Murid yang telah melakukan Bai‘ah dan telah ditalqinkan dengan zikir hendaklah senantiasa sibuk mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan kalimah zikir yang telah ditalqinkan (diucapkan dan dibenarkan dalam hati). Zikir yang telah ditalqinkan oleh Syekh adalah zikir yang akan membawa seseorang murid itu mencapai ketinggian derajat rohani. Syekh akan mentalqinkan zikir kepada muridnya dengan zikir ismu zat ataupun zikir nafi itsbat secara lisan ataupun qalbi. Seseorang murid hendaklah melakukan zikir sebanyak-banyaknya dan sentiasa menyibukkan dirinya dengan berzikir. Pada setiap hari, masa dan keadaan, baik dalam keadaaan berdiri atau duduk atau berbaring ataupun berjalan, hendaklah senantiasa berzikir. Pada umumnya seseorang yang baru menjalani Tarekat Naqshbandiah ini, Syekh akan mentalqinkan kalimah ismu zat yaitu lafaz Allah sebagai zikir yang perlu dilakukan pada latifah qalb (hati nurani) tanpa menggerakkan lidah. Murid hendaklah berzikir Allah Allah pada latifah tersebut sebanyak 24 (dua puluh empat) ribu kali sehari semalam setiap hari hingga mendapatkan cahaya warid (cahaya penerangan iman). Ada sebahagian Syekh yang menetapkan jumlah awalnya sebanyak lima ribu kali sehari semalam dan ada juga yang menetapkannya sehingga tujuh puluh
Universitas Sumatera Utara
ribu kali sehari semalam. Seterusnya murid hendaklah mengabarkan segala pengalaman rohaniahnya kepada Syekh apabila menerima Warid tersebut. Begitulah pada setiap latifah, murid hendaklah berzikir sebanyak-banyaknya pada kesemua latifah seperti yang diarahkan oleh Syekh hingga tercapainya warid. Mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara sempurna adalah dengan berzikir menghadirkan hati ke Hadhrat Zat-Nya. Setelah zikir ismu zat dilakukan pada setiap latifah dengan sempurna, Syekh akan mentalkinkan pula zikir nafi itsbat yaitu kalimah La Ilaha Illa Allah yang dilakukan secara lisan yaitu dengan cara dilafazkan melalui lidah atau secara qalbi yaitu berzikir melalui lidah hati. Zikir nafi itsbat perlu dilakukan menurut kaifiyatnya. Syekh akan menentukan dalam bentuk apa sesuatu zikir itu perlu dilakukan. Yang penting bagi salik adalah menyibukkan diri dengan zikir yang telah ditalqinkan oleh Syekh, baik dalam bentuk zikir ismu zat ataupun zikir nafi itsbat. Salik hendaklah memelihara zikir dengan hati dan lidah dengan menyebut Allah Allah yaitu nama bagi Zat Tuhan yang meliputi Nama-nama-Nya dan sifat-sifatNya yang mulia serta dengan menyebut zikir nafi itsbat dalam kalimah La Ilaha Illa Allah dengan sebanyak-banyaknya. Salik hendaklah melakukan zikir nafi itsbat sehingga dia mencapai kejernihan hati dan tenggelam di dalam Muraqabah. Murid hendaklah melakukan zikir nafi itsbat sebanyak 5 (lima) ribu ke 10 (sepuluh) ribu kali setiap hari untuk membersihkan penyakit hati. Zikir tersebut akan membersihkan hati dan membawa seseorang itu kepada musyahadah.
Universitas Sumatera Utara
Zikir nafi itsbat menurut Akabirin Naqshbandiyah, seorang murid yang baru memulai zikir hendaklah menutup kedua matanya, menutup mulutnya, merapatkan giginya, menongkatkan lidahnya ke langit-langit dan menahan nafasnya. Dia hendaklah mengucapkan zikir ini dengan hatinya bermula dari kalimah nafi dan dilanjutkan ke kalimah itsbat. Tetapi bagi murid yang telah lama hendaklah membukakan kedua matanya dan tidak perlu menahan nafasnya. Bermula dari kalimah Nafi yaitu La yang berarti Tiada, hendaklah menarik kalimah La ini dari bawah pusatnya ke atas hingga ke otak. Apabila kata La mencapai otak, ucapkan pula kalimah Ilaha di dalam hati yang berarti Tuhan. Lalu digerakkan dari otak ke bahu kanan sambil menyebut Illa yang berarti Melainkan, dan menghentakkan kalimah Itsbat yaitu Allah ke arah latifah qalb. Sewaktu menghentakkan kalimah Allah ke arah Qalb, hendaklah merasakan bahwa kesan hentakan itu mengenai kesemua lataif (“relung”) di dalam diri. Zikir yang sebanyak-banyaknya akan membawa seseorang salik itu mencapai kepada kehadiran Zat Allah dalam wujudnya secara zihni yakni di dalam pikiran. Salik hendaklah berzikir dalam setiap nafas yang keluar dan masuk. Yad kard merupakan amalan dalam pikiran yang bertujuan agar pikiran senantiasa ingat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan melakukan zikir untuk mengingat zat-Nya. Pekerjaan zikir mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah suatu amalan yang tiada batas (had).
Dapat dikerjakan pada setiap
keadaan, masa dan tempat. Berzikir Hendaknya sentiasa memperhatikan nafas supaya setiap nafas yang keluar dan masuk itu disertai ingatan terhadap Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5.2 Baz Gasht Baz Gasht berarti kembali, maksudnya adalah seseorang yang melakukan zikir dengan menggunakan lidah hati menyebut Allah Allah dan La Ilaha Illa Allah, hendaklah mengucapkan di dalam hatinya dengan penuh khusyuk kalimah “Ilahi Anta Maqsudi, Wa Ridhoka Matlubi, A’tini Mahabbataka Wa Ma’rifataka” Yang berarti, “Wahai Tuhanku Engkaulah maksudku dan keredhaan-Mu tujuanku, kurniakanlah cinta dan makrifat Zat-Mu.” Bacaan di atas merupakan ucapan Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, ucapan ini akan meningkatkan tahap kesadaran kepada wujud dan Keesaan Zat Tuhan, sehingga mencapai suatu tahap dimana segala wujud dari makhluk terhapus pada pandangan matanya. Segala apa yang dilihatnya walau ke manapun dia memandang, yang terlihat hanyalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ucapan kata-kata ini juga memberikan pengertian bahwa hanya Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadi maksud dan keinginan, tidak ada tujuan lain selain untuk mendapatkan keredhaan-Nya. Salik hendaklah mengucapkan kalimah ini untuk menguraikan segala rahasia Keesaan Zat Tuhan dan supaya terbuka kepadanya keunikan hakikat Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagai murid, tidak boleh meninggalkan zikir kalimah ini. Dia hendaklah tetap melakukan zikir kalimah tersebut menurut anjuran Syekh atau Mursyidnya Makna baz gasht ialah kembali kepada Allah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Mulia dengan penyerahan yang sempurna, mentaati segala kehendak-Nya dan merendahkan diri dengan sempurna dalam memuji Zat-Nya. Adapun lafaz baz gasht dalam bahasa Persia seperti yang diamalkan oleh para akabirin
Universitas Sumatera Utara
Naqsyabandiah Mujaddidiyah adalah seperti berikut: “Khudawandah, Maqsudi Man Tui Wa Ridhai Tu, Tarak Kardam Dunya Wa Akhirat Baraey Tu, Mahabbat Wa Ma’rifati Khud Badih.” Yang berarti, “Tuhanku, maksudku hanyalah Engkau dan keredaanMu, telahku lepaskan dunia dan akhirat karena Engkau, kurniakanlah cinta dan makrifat Zat-Mu.” Pada awalnya, jika Salik sendiri tidak memahami hakikat kebenaran ucapan kata-kata ini, hendaklah dia tetap menyebutnya karena menyebut kata-kata itu dengan hati yang khusyuk dan merendahkan diri akan menambah pemahamannya dan secara sedikit demi sedikit salik itu akan merasai hakikat kebenaran perkataan tersebut dan Insya Allah akan dapat merasakan kesannya. Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menyatakan dalam doanya, “Ma zakarnaka haqqa zikrika ya Mazkur.” Yang berarti, “Kami tidak mengingati-Mu dengan hak mengingati-Mu secara yang sepatutnya, wahai Zat yang sepatutnya diingati.” Seseorang salik itu tidak akan dapat hadir ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui zikirnya dan tidak akan dapat mencapai musyahadah terhadap rahasia-rahasia dan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala melalui zikirnya jika dia tidak berzikir dengan kuasa dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta ingatan Allah Subhanahu Wa Ta’ala terhadap dirinya. Seorang salik itu tidak akan dapat berzikir dengan kemampuan dirinya bahkan dia hendaklah sentiasa menyadari bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala lah yang sedang berzikir melalui dirinya. Hadhrat Maulana Syekh Abu Yazid Bistami Rahmatullah ‘alaih berkata, “Apabila daku mencapai Zat-Nya, daku melihat
Universitas Sumatera Utara
bahwa ingatannya-Nya terhadap diriku mendahului ingatanku terhadap dirinya.” (sumber Wikipedia)
2.7.5.3 Nigah Dasyat Nigah berarti menjaga, mengawasi, memelihara dan dasyat pula berarti melakukannya dengan bersungguh-sungguh. Maksudnya ialah seseorang salik itu sewaktu melakukan zikir hendaklah sentiasa memelihara hati dari segala khatrah (lintasan hati) dan was-was dari godaan syaitan dengan bersungguh-sungguh dan tidak membiarkan khayalan kedukaan memberi kesan pada hati. Setiap hari hendaklah melapangkan masa selama sejam sampai dua jam ataupun lebih untuk memelihara hati dari segala ingatan selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Selain Diri-Nya, jangan ada khayalan yang lain pada pikiran dan hati. Nigah dasyat juga bermakna seseorang salik itu mesti memperhatikan hatinya dan menjaganya dengan menghindarkan ingatan yang buruk masuk ke dalam hati. Ingatan dan keinginan yang buruk akan menjauhkan hati dari kehadiran Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesufian yang sebenarnya adalah kemampuan untuk memelihara hati dari ingatan yang buruk dan memeliharanya dari keinginan yang rendah. Seseorang yang benar-benar mengenali hatinya akan dapat mengenali Tuhannya. Di dalam Tarekat Naqsyabandiah seseorang salik yang dapat memelihara hatinya dari sembarang ingatan yang buruk selama lima belas menit adalah merupakan suatu pencapaian yang besar dan menjadikannya layak disebut sebagai seorang ahli sufi yang benar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Khalifah H. Akhyar Murni yang menjadi salah satu nara sumber penulis berkata bahwa “Nigah dasyat adalah merupakan syarat ketika berzikir, bahwa ketika berzikir hendaklah menghentikan segala bentuk khayalan serta waswas. Apabila ada khayalan yang selain Allah terlintas didalam hati maka pada waktu itu juga hendaklah ia menjauhkannya supaya khayalan ghairullah tidak menduduki hatinya.” Hadhrat Maulana Syeikh Abul Hassan Kharqani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata, “Telah berlalu empat puluh tahun dimana Allah sentiasa melihat hatiku dan telah melihat tiada siapa pun kecuali DiriNya dan tiada ruang di dalam hatiku selain dari Allah.” (sumber Wikipedia) Hadhrat Syeikh Abu Bakar Al-Qittani Rahmatullah ‘alaih pernah berkata, “Aku menjadi penjaga di pintu hatiku selama empat puluh tahun dan aku tidak pernah membukanya kepada sesiapa pun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga hatiku tidak mengenali siapapun kecuali Allah Subhanahu Wa Ta’ala.” Seorang Syekh Sufi pernah berkata, “Oleh karena aku telah menjaga hatiku selama sepuluh malam, hatiku telah menjagaku selama dua puluh tahun.” (sumber Wikipedia)
2.7.5.4 Yad Dasyat Yad dasyat berarti mengingati Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan bersungguh-sungguh dengan Zauq Wijdani sehingga mencapai Dawam Hudhur yakni kehadiran Zat Allah secara kekal dan berada dalam keadaan berjaga-jaga memperhatikan limpahan Faidhz dari sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kesadaran
Universitas Sumatera Utara
ini diibaratkan sebagai Hudhur Bey Ghibat dan merupakan Nisbat Khassah Naqsyabandiah. Yad Dasyat juga bermakna seseorang yang berzikir itu memelihara hatinya pada setiap penafian dan pengitsbatan di dalam setiap nafas tanpa meninggalkan Kehadiran Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala serta menghendaki agar Salik memelihara hatinya di dalam Kehadiran Kesucian Zat Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara berterusan. Ini untuk membolehkannya agar dapat merasakan kesadaran dan melihat Tajalli Cahaya Zat Yang Esa atau disebut sebagai Anwaruz-Zatil-Ahadiyah. Menurut Khalifah Akhyar Murni “Yad Dasyat merupakan istilah Para Sufi bagi menerangkan keadaan maqom Syuhud atau Musyahadah yang juga dikenal sebagai ‘Ainul Yaqin atau Dawam Hudhur dan Dawam Agahi. Di zaman para Sahabat Ridhwanullah ‘Alaihim Ajma’in hal inilah yang disebut sebagai Ihsan”. Jika Salik tidak memiliki ketiga-tiga sifat ini yaitu tetap mengingat Zat Ilahi, beri’tiqad dengan ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan menuruti Sunnah Nabi Sallallahu ‘Alaihi Wasallam ataupun meninggalkan salah satu darinya maka dia telah keluar dari jalan Tarekat Naqsyabandiah.
2.7.5.5 Hosh Dar Dam Hosh berarti sadar, dar berarti dalam, dan dam berarti nafas, oleh karena itu hosh dar dam artinya sadar dalam nafas. Seseorang Salik itu hendaklah berada dalam kesadaran bahwa setiap nafasnya yang keluar dan masuk harus beserta
Universitas Sumatera Utara
kesadaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Jangan sampai hati menjadi lalai dan lepas dari kesadaran terhadap Kehadiran Zat Allah Ta’ala. Dalam setiap nafas hendaklah menyadari kehadiran ZatNya. Menurut
narasumber
Khalifah
Selamat
(tuan
Selamat)
bahwa,
“Seseorang Salik yang benar hendaklah menjaga dan memelihara nafasnya dari kelalaian pada setiap kali masuk dan keluarnya nafas serta menetapkan hatinya sentiasa berada dalam Kehadiran Kesucian ZatNya dan dia hendaklah memperbaharukan nafasnya dengan ibadah dan khidmat serta membawa ibadah ini menuju kepada Tuhannya didalam seluruh kehidupan, karena setiap nafas yang dihirup dan dihembus adalah hidup dan berhubungan dengan Kehadiran ZatNya Yang Suci. Sebaliknya setiap nafas yang dihirup dan dihembus dengan kelalaian adalah mati dan terputus hubungan dari Kehadiran ZatNya Yang Suci.” Demikian pula menurut beliau “Maksud utama seseorang Salik di dalam Tarekat ini adalah untuk menjaga nafasnya dan seseorang yang tidak dapat menjaga nafasnya dengan baik maka dikatakan kepadanya bahwa dia telah kehilangan dirinya.” Lebih jauh Khalifah Selamat mengatakan bahwa, “Zikir adalah sentiasa berjalan di dalam tubuh setiap satu ciptaan Allah sebagai memenuhi keperluan nafas mereka biarpun tanpa kehendak sebagai tanda ketaatan yang merupakan sebahagian dari penciptaan mereka. Melalui pernafasan mereka, bunyi huruf ‘Ha’ dari nama Allah Yang Maha Suci berada dalam setiap nafas yang keluar masuk dan itu merupakan tanda kewujudan Zat Yang Maha Ghaib yang menyatakan Keunikan dan Keesaan Zat Tuhan. Maka oleh karena itu amatlah perlu berada
Universitas Sumatera Utara
dalam kesadaran dan hadir dalam setiap nafas sebagai langkah untuk mengenali Zat Yang Maha Pencipta.” Nama Allah yang mewakili semua ini berjumlah Sembilan Puluh Sembilan Nama-Nama, Sifat-Sifat Allah dan Af’alNya terdiri dari empat huruf yaitu Alif, Lam, Lam dan Ha. Dari pendapat diatas jelaslah bahwa Zat Ghaib Mutlak adalah Allah Yang Maha Suci lagi Maha Mulia KetinggianNya dan Diri-Nya dinyatakan melalui huruf yang terakhir dari kalimah Allah yaitu huruf ha. Huruf tersebut apabila dihubungkan dengan huruf alif akan menghasilkan sebutan ha yang memberikan makna Dia Yang Ghaib sebagai kata ganti diri. Bunyi sebutan ha itu menyatakan bukti wujud Zat Diri-Nya Yang Ghaib Mutlak (Ghaibul Huwiyyatil Mutlaqa Lillahi ‘Azza Wa Jalla). Huruf lam yang pertama bermaksud ta‘arif atau pengenalan dan huruf lam yang kedua memiliki maksud muballaghah yakni pengkhususan. Menjaga dan memelihara hati dari kelalaian akan membawa seseorang itu kepada kesempurnaan kehadiran Zat, dan kesempurnaan kehadiran Zat akan membawanya kepada kesempurnaan musyahadah dan kesempurnaan musyahadah akan membawanya kepada kesempurnaan tajalli sembilan puluh sembilan, nama-nama dan sifat-sifat Allah. Seterusnya Allah akan membawanya kepada penzahiran akan sembilan puluh sembilan nama-nama dan sifat-sifat Allah dan sifat-sifatNya yang lain, karena dikatakan bahwa sifat Allah itu adalah sebanyak nafas-nafas manusia. Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih menegaskan bahwa hendaklah mengingati Allah pada setiap kali keluar masuk nafas dan di antara keduanya yakni saat antara udara dihirup masuk dan dihembus ke luar dan saat
Universitas Sumatera Utara
antara udara dihembus ke luar dan dihirup masuk. Terdapat empat ruang untuk diisi dengan zikrullah. Amalan ini disebut hosh dar dam yakni bezikir secara sadar dalam nafas. Zikir dalam pernafasan juga dikenali sebagai paas anfas di kalangan ahli Tarekat Chistiyah. (sumber Wikipedia) Tarekat ini dibina berasaskan nafas, maka adalah wajib bagi setiap orang untuk menjaga nafasnya pada waktu menghirup nafas dan menghembuskan nafas. Seterusnya
menjaga
nafasnya
pada
waktu
di
antara
menghirup
dan
menghembuskan nafas.” Udara Masuk - Allah Allah Antara - Allah Allah Udara Keluar - Allah Allah Antara - Allah Allah. Perlu diketahui bahwa menjaga nafas dari kelalaian adalah amat sulit bagi seseorang salik. Oleh karena itu mereka hendaklah menjaganya dengan memohon istighfar yakni keampunan karena memohon istighfar akan menyucikan hatinya dan mensucikan nafasnya dan menyediakan dirinya untuk menyaksikan tajalli penzahiran manifestasi Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana pun berada.
2.7.5.6 Nazar Bar Qadam Nazar berarti memandang, bar berarti pada, dan qadam pula berarti kaki. Seseorang salik itu ketika berjalan hendaklah senantiasa memandang ke arah kakinya dan jangan melebihkan pandangannya ke tempat lain dan ketika duduk hendaklah sentiasa memandang kedepan sambil merendahkan pandangan. Jangan menoleh ke kiri dan ke kanan karena akan menimbulkan fasad yang besar dalam dirinya dan akan menghalanginya mencapai maksud.
Universitas Sumatera Utara
Nazar bar qadam bermakna ketika seseorang salik itu sedang berjalan, dia hendaklah tetap memperhatikan langkah kakinya. Di manapun dia hendak meletakkan kakinya, matanya juga perlu memandang ke arah tersebut. Tidak diperbolehkan melemparkan pandangan ke sana sini, memandang kiri dan kanan ataupun di hadapannya karena pandangan yang tidak baik akan menghijabkan hatinya. Kebanyakan hijab-hijab di hati itu terjadi karena bayangan gambaran yang dipindahkan dari pandangan penglihatan mata ke otak. Ini akan mengganggu hati dan menimbulkan keinginan memenuhi berbagai kehendak hawa nafsu seperti yang telah tergambar di ruangan otak. Gambaran-gambaran ini merupakan hijab-hijab bagi hati dan menghalangi cahaya kehadiran Zat Allah Yang Maha Suci. Karena itulah para masyaikh melarang murid mereka yang telah menyucikan hati, melakukan zikir memandang ke tempat yang lain selain dari kaki mereka. Hati mereka ibarat cermin yang menerima dan memantulkan setiap gambaran dengan mudah. Ini akan mengganggu dan akan menyebabkan kekotoran hati. Maka itu, salik diarahkan agar merendahkan pandangan supaya mereka terhindar dari godaan syaitan. Merendahkan pandangan juga menjadi tanda kerendahan hati. Orang yang pongah dan sombong tidak memandang ke arah kaki mereka ketika berjalan. Ini merupakan tanda bagi seseorang yang mengikuti jejak Rasulullah Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ketika berjalan tidak menoleh ke kiri dan ke kanan tetapi Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu
Universitas Sumatera Utara
‘Alaihi Wasallam hanya melihat ke arah kakinya, bergerak dengan pantas menuju ke arah destinasinya. Pengertian batin yang dituntut dari prinsip ini ialah agar salik bergerak dengan cepat dan pantas dalam melakukan perjalanan suluk, sehingga apapun maqom yang terpandang olehnya maka dengan secepat mungkin kakinya juga segera sampai pada kedudukan maqom tersebut. ini juga menjadi tanda ketinggian derjat seseorang yang mana dia tidak memandang kepada sesuatu apapun selain Tuhannya. Seperti seseorang yang hendak bergegas menuju kepada tujuannya, begitulah seorang Salik yang menuju Kehadhrat Tuhan hendaklah lekas-lekas bergerak, dengan cepat dan pantas, tidak menoleh ke kiri dan ke kanan, tidak memandang kepada hawa nafsu duniawi sebaliknya hanya memandang ke arah mencapai Kehadiran Zat Tuhan Yang Suci. Nara sumber Khalifah Selamat (tuan Selamat) mengatakan bahwa “Pandangan mendahului langkah dan langkah menuruti pandangan. Mi’raj ke maqom yang tinggi didahului dengan pandangan Basirah kemudian diikuti dengan langkah. Apabila langkah telah mencapai Mi’raj tempat yang dipandang, maka kemudian pandangan akan diangkat ke suatu maqom yang lain dimana langkah perlu menurutinya. Kemudian pandangan akan diangkat ke tempat yang lebih tinggi dan langkah akan menurutinya. Begitulah seterusnya sehingga pandangan
mencapai
maqom
kesempurnaan
dimana
langkahnya
akan
diberhentikan. Apabila langkah menuruti pandangan, murid telah mencapai maqom kesediaan untuk mengikuti jejak langkah Hadhrat Baginda Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jejak langkah Nabi Muhammad
Universitas Sumatera Utara
Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah merupakan sumber asal bagi segala langkah.” Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Jika kita memandang kesalahan sahabat-sahabat, kita akan ditinggalkan tanpa sahabat karena tiada seorangpun yang sempurna.” (sumber Wikipedia)
2.7.5.7 Safar Dar Watan Safar berarti menjelajah, berjalan atau berkunjung, dar berarti dalam dan watan berarti kampung. Safar dar watan bermakna berjalan jalan dalam kampung dirinya, yaitu kembali berjalan menuju Tuhan. Seorang salik itu hendaklah menjelajah dari dunia ciptaan kepada dunia Yang Maha Pencipta. Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Daku sedang menuju Tuhanku dari suatu hal keadaan ke suatu hal keadaan yang lebih baik, dan dari suatu maqom ke suatu maqom yang lebih baik.” Salik hendaklah berpindah dari kehendak hawa nafsu yang dilarang kepada kehendak untuk berada dalam kehadiran Zat-Nya. Dia hendaklah berusaha meninggalkan segala sifat-sifat basyariyah (kemanusiawian) yang tidak baik dan meningkatkan dirinya dengan sifat-sifat malakutiyah (kemalaikatan) yang terdiri dari sepuluh maqom yaitu: [1] taubat, [2] inabat, [3] sabar, [4] syukur, [5] qana’ah, [6] wara’, [7] taqwa, [8] taslim, [9] tawakkal, dan [10] redha. Para masyaikh membagi perjalanan ini kepada dua kategori yaitu syair afaqi yakni perjalanan luar dan syair anfusi yakni perjalanan dalam. Perjalanan luar adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain guna mencari seorang
Universitas Sumatera Utara
pembimbing rohani yang sempurna bagi dirinya dan akan menunjukkan jalan ke tempat yang dimaksudkannya. Seseorang salik apabila dia sudah menemui seorang pembimbing rohani yang sempurna bagi dirinya dilarang melakukan perjalanan luar lagi. Dalam perjalanan luar ini terdapat berbagai kesulitan, di mana seorang yang baru mengikuti jalan ini pasti akan terjerumus ke dalam tindakan yang dilarang. Karena mereka lemah dalam menunaikan ibadah mereka. Perjalanan yang bersifat dalam, hendaknya meninggalkan segala tabiat yang buruk dan membawa adab tertib yang baik ke dalam dirinya serta mengeluarkan dari hatinya segala keinginan duniawi. Dia akan diangkat dari suatu maqom (tingkatan) yang kotor (zulmat) ke suatu maqom kesucian. Pada waktu itu dia tidak perlu lagi melakukan perjalanan luar. Hatinya telah dibersihkan dan menjadikannya bening seperti air, jernih seperti kaca, bersih bagaikan cermin. Lalu menunjukkannya hakikat setiap segala sesuatu urusan yang penting dalam kehidupan sehari-hari tanpa memerlukan tindakan yang bersifat luaran bagi dirinya. Di dalam hatinya akan muncul segala yang diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan orang orang yang berada di sekitarnya. Khalifah Selamat (tuan Selamat) mengatakan bahawa “apabila hati tertakluk dengan sesuatu selain Allah dan khayalan yang buruk menjadi semakin kuat maka limpahan Faidhz Ilahi menjadi sukar untuk dicapai oleh Batin. Oleh karena itu dengan kalimah LA ILAHA hendaklah menafikan segala akhlak yang buruk itu sebagai contohnya bagi penyakit hasad, sewaktu mengucapkan LA ILAHA hendaklah menafikan hasad itu dan sewaktu mengucapkan ILLA ALLAH
Universitas Sumatera Utara
hendaklah mengikrarkan cinta dan kasih sayang di dalam hati. Begitulah ketika melakukan zikir Nafi Itsbat dengan sebanyak-banyaknya lalu menghadap kepada Allah dengan rasa hina dan rendah diri untuk menghapus segala keburukan diri hingga keburukan dirinya itu benar-benar terhapus. Begitu juga terhadap segala rintangan Batin, perlu disingkirkan agar mendapatkan Tasfiyah dan Tazkiyah. Latihan ini merupakan salah satu dari tujuan Safar Dar Watan.”
2.7.5.8 Khalwat Dar Anjuman Khalwat berarti bersendirian dan anjuman berarti khalayak ramai, maka pengertian dari khalwat dar anjuman adalah bersendirian dalam keramaian. Dalam bentuk lahirnya, salik bergaul dengan manusia dan dalam batinnya dia kekal bersama Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Terdapat dua jenis khalwat yaitu khalwat luaran atau disebut sebagai khalwat saghir yaitu khalwat kecil dan khalwat dalaman atau disebut juga sebagai khalwat kabir yaitu khalwat besar atau disebut sebagai jalwat. Khalwat luaran bertujuan agar salik mengasingkan dirinya ke tempat yang sunyi dan jauh dari kesibukan manusia. Secara bersendirian salik menumpukan aktivitasnya kepada zikirullah dan muraqabah untuk mencapai penyaksian kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila sudah mencapai fana melalui zikir pikir dan semua indera luaran difanakan, pada waktu itu indera dalaman bebas menilik ke alam kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Hal Ini akan membawa kepada khalwat dalaman.
Universitas Sumatera Utara
Khalwat dalaman bermaksud berkhalwat dalam kesibukan manusia. Hati Salik hendaklah sentiasa hadir ke Hadhrat Tuhan dan hilang dari makhluk sedang jasmaninya sedang hadir bersama mereka. Dikatakan bahwa seseorang salik yang hak senantiasa sibuk dengan zikir khafi di dalam hatinya sehingga jika dia masuk ke dalam keramaian manusia, dia tidak mendengar suara mereka lagi. Karena itulah dinamakan khalwat kabir dan jalwat yaitu berzikir dalam kesibukan manusia. Keadaan berzikir itu mengatasi kesibukan dirinya dan penzahiran Hadhrat Suci Tuhan sedang menariknya membuatnya tidak menghiraukan segala sesuatu yang lain kecuali Tuhannya. Ini merupakan tingkat khalwat yang tertinggi dan dianggap sebagai khalwat yang sebenar benarnya seperti yang dinyatakan dalam ayat Al-Quran Surah An-Nur ayat 37:
Artinya: Para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingati Allah, dan dari mendirikan sembahyang, dan dari membayarkan zakat, mereka takut kepada suatu hari yang hati dan penglihatan menjadi goncang.
Rijalun la tulhihim tijaratun wala bay’un ‘an zikrillah, bermaksud para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah. Inilah yang merupakan jalan Tarekat Naqsyabandiah. Hadhrat Khwajah Shah Bahauddin Naqshband Qaddasallahu Sirrahu pernah dipertanyakan orang mengenai apa yang menjadi asas bagi Tarekatnya? Beliau menjawab, “Berdasarkan khalwat dar anjuman, yakni lahir berada bersama khalaq dan batin
Universitas Sumatera Utara
hidup bersama hak serta menempuh kehidupan dengan menganggap bahwa khalaq mempunyai hubungan dengan Tuhan. Sebagai salik dia tidak boleh berhenti dari menuju kepada maksudnya yang hakiki.” (Wikipedia) Nabi Muhammad Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam, pernah bersabda “Padaku terdapat dua sisi. Satu sisiku menghadap ke arah penciptaku dan satu sisi lagi menghadap ke arah makhluk ciptaan.” Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih berkata, “Tariqatuna AsSuhbah Wal Khayru Fil Jam’iyyat.” Yang berarti, “Jalan Tariqah kami adalah dengan cara bersahabat dan kebaikan itu dalam jemaah Jam’iyat.” (sumber Wikipedia) Khalwat yang utama di sisi Para Masyaikh Naqsyabandiah adalah Khalwat Dalaman, karena mereka sentiasa berada bersama Tuhan dan pada masa yang sama mereka berada bersama dengan manusia. Dikatakan bahwa seorang yang beriman dapat bercampur gaul dengan manusia dan menanggung berbagai masalah dalam kehidupan ini lebih baik dari orang beriman yang menghindarkan dirinya dari manusia. Khalifah Selamat (tuan Selamat) berkata, bahwa “Salik pada awal perjalanannya mungkin menggunakan khalwat luaran untuk mengasingkan dirinya dari manusia, beribadat dan bertawajjuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sehingga dia mencapai tingkat derjat yang lebih tinggi. Pada waktu itu dia akan dinasihatkan oleh Syekhnya seperti yang dikutip dari kata-kata Sayyid AlKharraz Rahmatullah ‘alaih yaitu kesempurnaan bukanlah dalam memamerkan karamah yang hebat tetapi kesempurnaan yang sebenarnya ialah dapat duduk
Universitas Sumatera Utara
bersama manusia, berjual beli, menikah dan mendapatkan zuriat, namun dalam kesempatan itu sekali-kali tidak pernah meninggalkan Kehadiran Allah walaupun sesaat.” Lebih jauh Khalifah Selamat mengatakan “jangan ada sekali waktu pun yang engkau tidak berzikir dan bertawajjuh serta mengharapkan Kehadiran Allah Ta’ala dan bertemulah dengan manusia dan berzikirlah walaupun berada di dalam keramaian dan sentiasa berjaga-jaga memperhatikan limpahan Allah.” Keadaan inilah yang dinamakan Khalwat Dar Anjuman yaitu Kainun Haqiqat Wa Bainun Surat yakni hakikat dirinya berzama Zat Tuhan dan tubuh badan bersama makhluk ciptaan Tuhan. Kedelapan asas Tariqat ini diperkenalkan oleh Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih dan menjadi ikutan 40 (empat puluh) Tarekat yang lain dan hingga hari ini menjadi asas yang teguh untuk seorang hamba Allah kembali menuju kepada Tuhannya. Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaihi telah menerima kedelapan asas Tariqat ini dari Hadhrat Khwajah Abdul Khaliq Ghujduwani dan beliau telah menambahkan tiga asas Tarekat yaitu Wuquf Qalbi, Wuquf ‘Adadi dan Wuquf Zamani dan menjadikannya sebelas asas yaitu Hosh Dar Dam Khalwat Dar Anjuman; Yad Kard Yad Dasyat. Nazar Bar Qadam Safar Dar Watan; Baz Gasht Nigah Dasyat..
2.7.5.9 Ajaran Dasar Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Syekh Muhammad Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih merupakan imam bagi Tarekat Naqsyabandiah dan seorang Mahaguru Tarekat yang
Universitas Sumatera Utara
terkemuka. Ia telah menambahkan lagi jalan Tarekat ini dengan tiga prinsip penting dalam zikir khafi sebagai tambahan kepada delapan prinsip asas yang telah dikemukakan oleh Syekh ‘Abdul Khaliq Al-Ghujduwani Rahmatullah ‘alaih. Tiga prinsip itu adalah sebagai berikut. a. Wuquf Qalbi.
Mengarahkan penumpuan terhadap hati dan hati pula
mengarahkan penumpuan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada setiap saat dan keadaan. Baik dalam keadaan berdiri, berbaring, berjalan, maupun duduk. Hendaklah bertawajuh kepada hati dan hati pula tetap bertawajuh ke Hadhrat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Wuquf qalbi merupakan syarat bagi zikir. Kedudukan qalbi ini terletak pada kedudukan dua jari di bawah puting susu kiri dan kedudukan ini hendaklah selalu diberikan penumpuan dan tawajuh. Bayangan limpahan cahaya dari Allah hendaklah sentiasa kelihatan melimpah pada qalbi dalam pandangan batin. Ini merupakan suatu kaidah zikir khafi yaitu suatu bentuk zikir yang tersembunyi dan tidak diketahui oleh para Malaikat. Ini merupakan suatu kaidah zikir yang rahasia. c. Wuquf
‘Adadi.
Sentiasa memperhatikan bilangan ganjil ketika
melakukan zikir nafi itsbat. Zikir nafi itsbat ialah lafaz La Ilaha Illa Allah dan dilakukan di dalam hati menurut kaifiyatnya. Dalam melakukan zikir nafi itsbat ini, salik hendaklah sentiasa mengawasi bilangan zikir nafi itsbatnya itu dalam jumlah bilangan yang ganjil yaitu 7 (tujuh), 9 (sembilan), 19 (sembilan belas), 21 (dua puluh satu), 23 (dua puluh tiga) atau bilangan yang ganjil lainnya. Menurut para masyaikh, bilangan ganjil mempunyai rahasia tersendiri karena Allah menyukai bilangan yang ganjil dan hal ini akan menghasilkan ilmu
Universitas Sumatera Utara
tentang rahasia Allah Ta’ala. Menurut Hadhrat Shah Naqshband Rahmatullah ‘alaih, “Memelihara bilangan di dalam zikir adalah langkah pertama dalam menghasilkan ilmu laduni.” (sumber Wikipedia) Memelihara bilangan bukanlah untuk jumlahnya semata-mata tetapi untuk memelihara hati dari ingatan selain Allah. Selain itu adalah untuk memberikan lebih banyak perhatian dalam usahanya untuk menyempurnakan zikir yang telah diberikan oleh murshidnya. c. Wuquf Zamani.
Setiap kali setelah menunaikan salat, hendaklah
bertawajuh kepada hati dan sentiasa memastikan hati dalam keadaan bertawajuh kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dilakukan selama beberapa menit sebelum bangkit dari tempat salat. Kemudian setelah selang beberapa jam hendaklah memperhatikan kembali keadaan hati untuk memastikan apakah masih dalam keadaan mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Apabila seseorang murid itu telah naik ke peringkat menengah dalam bidang kerohanian, maka dia hendaklah selalu memeriksa keadaan hatinya sekali pada tiap satu jam untuk mengetahui apakah dia ingat ataupun lalai kepada Allah dalam masa-masa tersebut. Jika dia lalai. maka hendaklah dia beristighfar dan berniat untuk menghapus kelalaian itu pada masa yang akan datang. Sehingga dia mencapai peringkat dawam hudhur atau dawam agahi yaitu peringkat hati yang sentiasa hadir dan sadar ke hadhrat Zat-Nya. Ketiga-tiga prinsip ini adalah tambahan dari Hadhrat Shah Bahauddin Naqshband Rahmatullah ‘alaih dalam membimbing sekalian para murid dan pengikutnya dan menjadi amalan yang tetap dilakukan di Tarekat Naqsyabandiah.
Universitas Sumatera Utara