BAB II PROSES MENGHITUNG DAN PROSES TITIK
2.1
Proses Stokastik
Proses stokastik {X(A), A ⊆ ℜd, d ≥ 1} didefinisikan sebagai koleksi peubahpeubah acak X, dengan A menyatakan indeks parameter. Jika proses didefinisikan pada ruang berdimensi 1, maka umumnya indeks parameter A adalah waktu yang dinotasikan dengan t. Selanjutnya, jika proses didefinisikan pada ruang berdimensi 2 atau 3, maka indeks parameter A masing-masing dapat berupa himpunan bagian di ℜ2 dan ℜ3. Proses yang didefinisikan di ℜd dengan d ≥ 4 tidak dibahas pada tulisan ini, dikarenakan sulit untuk mengambil contoh nyatanya.
Selanjutnya, ada beberapa sifat yang didefinisikan pada proses stokastik, yaitu kenaikan bebas (independent increments) dan kenaikan stasioner (stationary increments). Proses stokastik memiliki sifat kenaikan bebas jika peubah acak X saling bebas untuk sembarang himpunan A yang saling lepas. Selanjutnya, proses stokastik memiliki sifat kenaikan stasioner jika distribusi dari peubah acak X untuk sembarang himpunan A hanya bergantung pada ukuran dari himpunan A. Salah satu proses stokastik yang memiliki sifat kenaikan bebas adalah proses menghitung, yang akan dibahas di bawah ini.
6
2.2
Proses Menghitung
Proses stokastik {N(A), A ⊆ ℜd, d ≥ 1} disebut proses menghitung jika N(A) menyatakan banyaknya (number) kejadian yang terjadi pada sembarang himpunan A, dimana bisa berupa: 1. Interval waktu, mengingat ukurannya berupa panjang interval waktu. Misalkan himpunan A = [0,t] yang diilustrasikan pada Gambar 2, maka himpunan A bisa dinyatakan dengan A = {x⏐0 ≤ x ≤ t}. 2. Himpunan di ℜ2. Misal segiempat, segitiga, lingkaran, atau ellips, seperti diilustrasikan pada Gambar 3. Himpunan A dari Gambar 3(a) dan 3(e) masing-masing bisa dinyatakan dengan A = { (x,y)⏐a ≤ x ≤ b, c ≤ y ≤ d } dan A = { (x,y)⏐(x-a)2 + (y-b)2 ≤ r }. 3. Himpunan di ℜ3. Misal bola atau kubus, seperti diilustrasikan pada Gambar 5. Himpunan A dari Gambar 5(a) bisa dinyatakan dengan A = {(x, y, z)⏐(x-a)2 + (y-b)2 + (z-c)2 ≤ r }. Dalam literatur, proses menghitung yang sering dibahas adalah proses dengan indeks parameter A seperti contoh 1 di atas. Jadi, proses menghitung N[0,t] didefinisikan tidak lain sebagai banyaknya kejadian yang terjadi selama waktu t (Ross, 1996, h.59). Untuk penyederhanaan, N[0,t] cukup ditulis dengan N(t). Proses menghitung N(t) ini akan memenuhi 4 sifat, yaitu: 1. N(t) ≥ 0 2. N(t) bernilai bulat 3. Jika s < t, maka N(s) ≤ N(t) 4. Untuk s < t, maka N(t) - N(s) akan menyatakan banyaknya kejadian yang terjadi dalam interval (s,t] 7
Proses menghitung N(t) ini, akan dibahas lebih dalam pada Bab 3, beriringan dengan pembahasan fungsi likelihood dari suatu proses Poisson nonhomogen, dimana persamaannya akan memuat bentuk integral Riemann-Stieltjes, T
yaitu
∫ ln λ (t )dN (t ) . i
i
Selanjutnya, bentuk dN(ti) di sini menyatakan selisih
0
N(ti) – N(ti-1). Dalam proses stokastik, jika peubah N(ti) – N(ti-1) adalah saling bebas untuk ∀ i dan selisih N(ti) – N(ti-1) disebut kenaikan, dari sinilah dikenal istilah kenaikan bebas. Sifat ini merupakan salah satu yang menarik untuk diamati, dimana menghitung banyaknya kejadian di himpunan-himpunan yang saling lepas adalah saling bebas. Secara matematis, himpunan-himpunan yang saling lepas direpresentasikan sebagai partisi. Oleh karena itu, penjelasan di bawah ini menguraikan tentang definisi dan cara partisi himpunan. Pada tulisan ini, cara partisi yang akan dipakai ada 2, yaitu partisi dengan bentuk yang sebangun dan partisi menggunakan konsep pengemasan bola (sphere packing).
2.3
Partisi Himpunan dengan Bentuk Sebangun
Sebelumnya, akan dijelaskan definisi partisi sebagai berikut: Misal himpunan A ⊆ ℜd dengan d = 1,2,3. Perdefinisi, partisi hingga dari himpunan A, dinotasikan dengan ℘, adalah koleksi hingga dari subhimpunan Ai untuk i = 1, 2, …, n yang saling lepas, atau ℘ = {Ai }i =1, 2,...n , dimana Ai ⊂ A dan Ai ∩ Aj = φ untuk i, j = 1,..., n, i ≠ j …(2.1)
(Capinski dan Kopp, 2004, h.190). Gabungan dari subhimpunan Ai tersebut menghasilkan himpunan A itu sendiri, yang dapat dituliskan sebagai berikut
8
n
A = U Ai dengan A i ∩ A j = φ
untuk i, j = 1,..., n, i ≠ j
…(2.2)
i =1
Proses menghitung kejadian pada himpunan A dapat dilakukan dengan menjumlahkan hasil proses menghitung kejadian di masing-masing subhimpunan
Ai. Artinya,
⎛ n ⎞ n N ( A) = N ⎜⎜ U Ai ⎟⎟ = ∑ N ( Ai ) ⎝ i =1 ⎠ i =1
…(2.3)
mengingat N(A) dan N(Ai) untuk i = 1, 2, …, n bernilai bulat nonnegatif. Proses perhitungan seperti ini, akan dipakai pada Subbab 4.3 untuk menghitung banyaknya pohon pinus yang tersebar di hutan Wade Tract, dimana himpunan A didefinisikan sebagai area hutan seluas 4 hektar dan subhimpunan Ai didefinisikan sebagai area hutan seluas 1 hektar.
A. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter waktu) Didefinisikan himpunan A = [0,t], dimana A memenuhi persamaan (2.2) dengan n = 4. Ilustrasi partisi interval A bisa dilihat melalui Gambar 2 di bawah ini Gambar 2
Partisi Himpunan A = [0,t] A
••
•
•
0
t A1
A2
A3
A4
Berdasarkan gambar di atas, partisi interval A berupa subinterval Ai yang saling lepas untuk i = 1,2,3,4. Selanjutnya, dapat dihitung N(A1) = 2 kejadian, N(A2) = 1 kejadian, N(A3) = tidak ada kejadian, dan N(A4) = 1 kejadian. Berdasarkan (2.3), maka N(A) = 4 kejadian. Konsep partisi interval ini, akan dipakai di Subbab 3.1, dimana subhimpunan Ai = (ti-1, ti].
9
Dalam beberapa kasus dilapangan, khususnya bidang Asuransi dan masalah antrian, ingin dipelajari lebih dalam jika interval Ai diperbanyak dan memiliki panjang interval yang sama, untuk mengetahui berapa rata-rata banyaknya kejadian di setiap subinterval Ai. Istilah ini dalam proses stokastik dikenal sebagai intensitas, umumnya dinotasikan dengan λ. Jika dalam kenyataan dipenuhi sifat-sifat: 1) N(0) = 0, 2) proses memiliki kenaikan bebas dan kenaikan stasioner, 3) P(N(Ai) =1) = λ.l(Ai)2 + o(Ai), dan 4) P(N(Ai) ≥ 2) = o(Ai), maka proses menghitung di atas disebut proses Poisson.
B. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter bidang) Didefinisikan himpunan A sebagai segiempat, segitiga, lingkaran, atau ellips, dimana A memenuhi persamaan (2.2) dengan banyaknya n hingga. Ilustrasi partisi himpunan A bisa dilihat melalui Gambar 3 di bawah ini Gambar 3
Partisi Himpunan A di ℜ2
(a)
(b)
A1
A2 •
A4 A7
A5 • • A6 • A8 A9 ••
•• •
•
A3
•
(d)
2
•
•
• • A3
A4
•
A4
•• • A3 • • • •
• • A2 • •
A1
•• A3
A2
A1 A2
••• A3
A1
(e)
A1
A2
•
(c)
A4
(f)
• ••
•
A3
••
A1
A2 •
•
•
l(Ai) adalah ukuran lebesque. Karena Ai adalah sebuah interval di ℜ, maka ukuran lebesque-nya berupa panjang interval Ai.
10
Berdasarkan gambar di atas, partisi himpunan A pada Gambar 3(a) – 3(d) berupa himpunan yang sebangun dengan panjang sisi yang lebih pendek. Sedangkan partisi himpunan A pada Gambar 3(e) dan 3(f) berbentuk cincin.
Berikut ini, akan dijelaskan cara partisi salah satu himpunan A pada Gambar 3. Ambil Gambar 3(e) sebagai contoh. Bentuk lingkaran baru di dalam lingkaran A, misal A’, dimana jari-jari A’ lebih pendek daripada jari-jari A. Lalu, dibentuk lingkaran baru A’’ dalam A’, dimana jari-jari A’’ lebih pendek dari jari-jari A’. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4, dimana tanda panah (
)
menyatakan jari-jari lingkaran. Gambar 4
Lingkaran A”, A’ Dan A
A A’ A’’
Hasil partisi lingkaran A adalah daerah A1, A2 yang berbentuk cincin dan daerah A3 yang berbentuk lingkaran kecil, dimana ketiganya saling lepas dengan A1 = A ( A’ = {x⏐x ∈ A ∧ x ∉ A’} A2 = A’ ( A” = {y⏐y ∈ A’ ∧ y ∉ A”} A3 = A”
Dari Gambar 3(e), dapat dihitung N(A1) = 4 kejadian, N(A2) = 2 kejadian, dan N(A3) = 1 kejadian. Berdasarkan (2.3), maka N(A) = 7 kejadian. Dalam praktek, N(A) dapat juga menyatakan proses menghitung pada luas daerah A (bukan himpunan A), dimana sumbu x dan sumbu y dimisalkan memiliki satuan meter 11
sehingga satuan luasnya meter persegi. Jika dikaitkan dengan contoh konkrit pada Tabel 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai mika dan subhimpunan Ai untuk i = 1,...,126 didefinisikan sebagai daerah kuadrat pada mika yang memiliki satuan luas meter persegi, dengan kejadian berupa serangan lumut di kuadrat mika.
C. Partisi himpunan dengan bentuk sebangun (indeks parameter ruang) Didefinisikan himpunan A sebagai bola atau kubus, dimana A mengikuti persamaan (2.2) dengan n = 4. Ilustrasi partisi himpunan A bisa dilihat pada Gambar 5 di bawah ini Gambar 5
Partisi Himpunan A di ℜ3
A4
A2 A1
A3
(a)
(b)
Jika himpunan A adalah sebuah bola, maka dibentuk sebuah bola kecil di dalamnya, sebut A4, lalu dibentuk selimut-selimut bola yang semakin besar, sebut A3, A2 dan A1. Dari sini, diperoleh daerah partisi dari bola A yang saling lepas. Jika himpunan A adalah sebuah kubus, maka partisi kubus A adalah kubus-kubus baru dengan panjang sisinya lebih pendek daripada panjang sisi kubus A, lihat Gambar 5(b). Untuk kasus di atas, dapat dihitung N(A1) = 2 kejadian, N(A2) = 2 kejadian, N(A3) = 1 kejadian, dan N(A4) = 2 kejadian. Berdasarkan (2.2), maka N(A) = 7 kejadian.
12
Dalam praktek, N(A) dapat juga menyatakan proses menghitung pada volume daerah A (bukan himpunan A), dimana sumbu x, sumbu y dan sumbu z dimisalkan memiliki satuan meter sehingga satuan volumenya meter kubik. Jika dikaitkan dengan Gambar 12 yang mengilustrasikan titik waktu dan lokasi gempa bumi, dimana himpunan A dimisalkan sebagai sebuah kubus, maka N(A) menyatakan banyaknya titik waktu dan lokasi gempa bumi yang berada di dalam kubus.
2.4
Partisi Menggunakan Konsep Pengemasan Bola (Sphere Packing)
Secara matematis, permasalahan pengemasan bola adalah permasalahan mengisi sebuah ruang dengan cara menyusun bola-bola identik yang saling lepas (wikipedia.com). Jika yang diisi adalah sebuah bidang, maka bola tersebut berupa lingkaran dan dikenal dengan pengemasan lingkaran (circle packing). Masalah utama dari pengemasan bola adalah mendapatkan susunan yang maksimal (wikipedia.com). Salah satu tujuan mengisi suatu ruang secara maksimal bisa digambarkan dengan ilustrasi berikut ini. Misal seorang tukang kebun jeruk ingin menyimpan hasil panennya ke kotak kayu secara maksimal tanpa merusak jeruknya, agar jeruknya bisa dikirim ke tempat lain dan dijual dalam kondisi baik. Sebagai ilustrasi lihat Gambar 6 Gambar 6
Susunan Jeruk Pada Sebuah Kotak
13
Permasalahan yang muncul, jeruk tidak mempunyai ukuran yang sama, tidak seperti produksi pabrik (misal bola sepak) yang bentuknya bisa sama. Maka susunan pada jeruk menjadi susunan yang tidak teratur (irregular arrangement). Sedangkan jika bola sepak yang disimpan maka susunannya teratur (regular arrangement). Tentu saja dalam susunan teratur dan tidak teratur, akan muncul istilah homogen dan nonhomogen.
Selanjutnya, proporsi dari ruang yang terisi oleh bola-bola disebut dengan kepadatan (density) susunan (wikipedia.com). Mengacu pada Gambar 6, terlihat bahwa dalam kotak tersebut masih ada daerah-daerah yang kosong, yaitu daerah tengah
diantara
empat
bola
yang
disusun
saling
berdekatan.
Untuk
memaksimalkan isi kotak tersebut, daerah yang kosong diisi dengan bola yang ukurannya lebih kecil, artinya bola-bola yang ada dalam kotak tersebut bentuknya tidak identik lagi. Dengan cara yang sama, bisa pula diterapkan pada pengemasan lingkaran, yaitu daerah yang kosong diisi lingkaran dengan ukuran yang berbeda. Salah satu contohnya seperti yang diilustrasikan oleh Gambar 1, yaitu susunan tidak teratur dari irisan jeruk pada pengemasan lingkaran. Melalui Gambar 1, bisa dihitung berapa banyak jumlah jeruk nipis maupun jeruk sunkist yang ada dalam pengemasan lingkaran. Sehingga, diketahui proporsi masing-masing jeruk dalam kemasan. Dalam proses Poisson, proporsi ini dikenal dengan istilah intensitas.
Bentuk susunan dalam pengemasan lingkaran yang memiliki kepadatan maksimal untuk mengisi bidang adalah bentuk susunan teratur segi enam (hexagonal packing arrangement) (wikipedia.com).
14
Gambar 7
susunan teratur segi enam (hexagonal packing arrangement)
Seorang matematikawan asal Jerman bernama Carl Friedrich Gauss (1940) membuktikan bahwa susunan teratur segi enam memiliki kepadatan maksimal. Ia juga menunjukkan bahwa proporsi bidang yang terisi oleh lingkaran sebesar 90,6%. Jadi sekitar 9,4% berupa daerah yang kosong (wikipedia.com). Dalam pengemasan bola, susunan yang memberikan kepadatan maksimal adalah bentuk susunan cubic close packing3 (atau face centred cubic) dan hexagonal closes packing (wikipedia.com ; mathworld.com), lihat Gambar 8 dan 9. Johannes Kepler (1611) menduga bahwa pada kedua susunan tersebut akan memberikan kepadatan maksimal dengan proporsi ruang yang terisi bola sebesar 74,04 % (wikipedia.com). Gambar 8
Gambar 9
3
cubic close packing
hexagonal closes packing
Salah satu contoh dari cubic close packing adalah susunan bola dalam bentuk piramida (wikipedia.com)
15
2.5
Proses Titik (Point Processes)
Perdefinisi, proses titik adalah koleksi acak dari titik-titik yang terletak pada suatu daerah tertentu (Schoenberg, 2000). Berdasarkan daerah definisinya, maka proses titik dibagi menjadi dua, yaitu:
I. Proses titik pada ruang dimensi satu Pada umumnya, indeks parameter proses adalah waktu, dimana titiknya menyatakan waktu dari suatu kejadian. Proses ini dikenal dengan istilah proses titik bergantung waktu (temporal point processes). Proses titik ini, biasanya dipakai pada permasalahan antrian Gambar 10
[ 0
•
Titik-Titik Kedatangan dalam Antrian
• ••
•
•] t
Gambar 10 mengilustrasikan proses titik bergantung waktu, dimana titiknya merepresentasikan waktu kedatangan dalam suatu antrian.
II. Proses titik pada ruang dimensi lebih dari satu A. Proses titik bergantung lokasi (spatial point processes) Proses ini umumnya diamati berdasarkan lokasi, dimana titiknya menyatakan lokasi dari suatu kejadian. Proses ini, dipakai pada permasalahan kehutanan, misal lokasi pohon yang terbakar, pada masalah gempa bumi, misal pusat (epicenter) dari gempa dan lain sebagainya. Ambil contoh dalam masalah gempa bumi, maka titik dari proses dinyatakan dengan pasangan (x,y) dimana x menyatakan garis bujur (longitude) dan y menyatakan garis lintang (latitude).
16
Gambar 11
Titik Lokasi Gempa Bumi
Garis Lintang
•
•
•
• •
•• •
•
•
• • ••
(x,y) •
• • Garis Bujur
B. Proses titik bergantung waktu dan lokasi (spatial-temporal point processes) Proses titik dengan indeks parameter berupa pasangan waktu dan lokasi. Proses titik ini, dipakai pada permasalahan seperti proses titik bergantung lokasi. Tetapi bedanya, titik dari proses ini menyatakan waktu dan lokasi dari kejadian. Ambil contoh masalah gempa bumi, maka titik dari proses menyatakan pasangan (t,z) dimana t menyatakan waktu dari kejadian dan z menyatakan lokasi dari kejadian, yaitu pasangan (x,y) dengan x, y menyatakan garis bujur dan garis lintang. Gambar 12
Titik Waktu dan Lokasi Gempa Bumi
Garis Lintang
( t, (x,y) ) • •• • •
• • •
• • •
• •
•
•• • •
•
waktu
•
Garis Bujur
17
2.6
Membentuk Proses Titik Melalui Ukuran Menghitung
Berikut ini, dibahas tentang prosedur bagaimana membentuk proses titik, mengingat pada beberapa referensi belum banyak dijelaskan secara lebih dalam. Gambar 13
Skema Prosedur Membentuk Proses Titik Proses Titik
Fungsi Tangga
Ukuran Menghitung
Proses Poisson
Barisan Interval
Barisan Titik
Distribusi Eksponensial
Berdasarkan Gambar 13, proses titik dibentuk melalui 4 pendekatan, yaitu: 1. ukuran menghitung 2. fungsi tangga 3. barisan titik 4. barisan interval. Contoh trivial dari proses titik adalah proses Poisson. Umumnya dalam proses Poisson, waktu antar kejadian akan berdistribusi eksponensial. Waktu antar kejadian ini dapat direpresentasikan sebagai interval, yang dapat diperoleh jika titik waktu dari kejadian dapat diamati. Karena itu, pada Gambar 13 terlihat adanya hubungan dua arah, antara proses Poisson dengan distribusi eksponensial.
Membangun proses titik melalui 4 pendekatan di atas lebih mudah jika prosesnya didefinisikan pada ruang berdimensi 1 dan indeks parameternya berupa waktu. Akan tetapi, jika dimensinya diperluas, hanya ukuran menghitung yang menjadi pendekatan paling mudah untuk dicari contoh nyatanya. Pernyataan ini berkaitan
18
dengan proses menghitung di himpunan A ⊆ ℜd dengan d =1,2,3, seperti yang telah dibahas di Subbab 2.2. Berikut ini, penjelasan mengenai pembentukan proses titik melalui ukuran menghitung: Misal himpunan A ⊆ ℜd dengan d =1,2,3 dan N(A) menyatakan banyaknya kejadian di himpunan A. Jika himpunan A memenuhi persamaan (2.2), maka N(A) dapat dinyatakan sebagai persamaan (2.3). Pandang himpunan A ⊆ ℜd dengan d =1,2,3 dan N(A) nilainya hingga, maka ilustrasi perhitungan N(A) dapat diperlihatkan seperti Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 5. Sebagai penyederhanaan, misal himpunan A = [0,T] dan dinyatakan sebagai gabungan dari n buah subinterval yang saling lepas Ti untuk i = 1,2,...,n. Mengacu pada persamaan (2.2), maka bisa dituliskan dengan n
T = U Ti dengan T i ∩T j = φ
untuk i, j = 1,..., n
i =1
i≠ j
…(2.4)
Jika persamaan (2.4) disubstitusikan ke persamaan (2.3), diperoleh ⎛ n ⎞ n N ⎜⎜ U Ti ⎟⎟ = ∑ N (Ti ) ⎝ i =1 ⎠ i =1
…(2.5)
mengingat N(T) bernilai bulat nonnegatif dan disumsikan hingga untuk interval [0,T] (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.42). Dalam praktek, bisa saja interval [0,T] adalah interval yang pendek, sehingga Ti untuk i = 1,2,...,n adalah subinterval yang sangat pendek dan biasanya sama panjang. Pemilihan subinterval yang sama panjang, bertujuan untuk memudahkan mengetahui rata-rata banyaknya kejadian di interval [0,T], berdasarkan hasil perhitungan banyaknya kejadian di masingmasing subinterval Ti untuk i = 1,2,...,n. 19
Berikut ini, contoh aplikasi dari pendekatan ukuran menghitung di beberapa bidang ilmu, diantaranya: 1. Bidang Asuransi, khususnya pada pembuatan tabel kehidupan.
Tabel kehidupan memuat daftar dari banyaknya individu yang bertahan hidup pada usia tertentu, dimana individu awal dari suatu populasi diberikan. Misalkan individu awal dari suatu populasi diasumsikan sebanyak 100.000 orang. Dalam interval waktu satu tahun, individu yang bertahan hidup sebanyak 99.721 orang, maka banyaknya yang meninggal adalah 279 orang. Jadi, himpunan A adalah interval waktu satu tahun dan kejadiannya adalah individu yang meninggal. 2. Bidang Fisika
Misalkan dua buah partikel fisik berbenturan, menghasilkan jejak dan partikelpartikel lainnya, sebut partikel w dan partikel z, yang direkam dalam bentuk foto. Gambar 14
Foto Jejak dan Partikel-Partikel Hasil Benturan
Titik-titik pada Gambar 14 menyatakan partikel, dimana identifikasi jenis partikel berdasarkan kekuatan energi yang dimilikinya. Sedangkan, bentuk lingkaran yang semakin lama semakin mengecil menyatakan jejak partikelnya. Berdasarkan hasil foto, banyak jenis partikel tertentu bisa dihitung. Jadi, di sini himpunan A adalah sebuah foto dan kejadiannya adalah sebagai jenis partikel hasil benturan.
20
3. Bidang Demografi.
Demografi adalah ilmu yang mempelajari perubahan populasi terhadap beberapa faktor, diantaranya kelahiran, kematian, migrasi dan emigrasi. Jadi, di sini himpunan A adalah interval waktu pengamatan dan kejadiannya adalah faktor yang mempengaruhi populasi.
2.7
Membentuk Proses Titik Melalui Fungsi Tangga
Sesuai dengan pendapat Daley dan Vere-Jones (2003), maka proses titik yang dibentuk melalui pendekatan ini adalah proses yang memiliki indeks parameter waktu. Jika N(t) didefinisikan sebagai, N(t) = N[0,t] = N([0,t]),
0
…(2.6)
maka N(t) adalah fungsi riil bernilai bulat, kontinu kanan, tidak turun, dan yang utama N(t) adalah fungsi tangga. Jika daerah definisi dari t diperluas menjadi -∞ < t < ∞, maka persamaan (2.6) dapat dinyatakan sebagai berikut: ⎧ N ([0, t ]) ; t > 0 ⎪ N (t ) = ⎨ 0 ;t = 0 ⎪− N ([0, t ]) ; t < 0 ⎩
…(2.7)
Persamaan ini menyatakan bahwa fungsi N(t) bernilai bulat positif untuk t > 0, bernilai bulat negatif untuk t < 0 dan bernilai 0 (nol) untuk t = 0 (Daley dan Vere-Jones, 2003, h. 43).
2.8
Membentuk Proses Titik Melalui Barisan Titik
Sesuai dengan pendapat Daley dan Vere-Jones (2003), maka proses yang akan dibahas di sini memiliki indeks parameter waktu. Misalkan bentuk ti = inf { t > 0 : N(t) ≥ i },
i = 1,2,…
…(2.8)
21
Maka diperoleh hubungan penting ti ≤ t jika dan hanya jika N(t) ≥ i
…(2.9)
Hubungan ini memperjelas bahwa di dalam menentukan barisan titik {ti} sama halnya dengan menentukan fungsi N(t) pada persamaan (2.7) untuk kasus N(-∞,0] = 0. Jika daerah definisi dari indeks i diperluas, maka persamaan (2.8) dapat dinyatakan dalam bentuk: inf {t > 0 : N [0, t ] ≥ i} i = 1,2,... ⎧ t i = inf {t : N (t ) ≥ i} = ⎨ ⎩− inf {t > 0 : N [− t ,0] ≥ −i + 1} i = 0,−1,...
…(2.10)
Bentuk ini merupakan akibat dari barisan titik {ti} yang terurut naik, yaitu ti ≤ ti+1 untuk semua i dan t0 ≤ 0 < t1. Dalam praktek, bisa saja definisi dari ti dinyatakan dengan bentuk yang lain, seperti yang diilustrasikan melalui Gambar 15 dan Gambar 16. Penjelasan lebih lanjut dari
pendekatan ini dapat dilihat dan
dipelajari pada (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.43). Selanjutnya, akan diberikan sebuah ilustrasi mengenai pembentukan ti pada persamaan (2.10), dimana ti didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i. Pandang garis bilangan riil positif (ℜ+). Ambil i = 3, dan posisi ti diberikan sebagai berikut: Gambar 15
Posisi ti di ℜ+
kejadian kejadian kejadian terjadi terjadi terjadi …
0
t1
t2
t3
t4
t5
Jika syarat yang harus dipenuhi adalah N[0,t] ≥ 3, maka pada Gambar 15 nilai t yang memenuhi syarat adalah t3, t4, t5,… Sesuai dengan definisi infimum, yaitu batas bawah terbesar (Bartle, 2000, h.35), sehingga t3 = inf{t > 0 : N[0,t] ≥ 3}
22
dimana {t > 0 : N[0,t] ≥ 3} = {t3, t4, t5,…}. Pada ilustrasi ini, pendefinisian yang lebih tepat untuk t3 adalah t3 = min{t > 0 : N[0,t] ≥ 3}. Hal ini dikarenakan oleh keanggotaan t3 pada barisan {t > 0 : N[0,t] ≥ 3}. Selanjutnya, pandang garis bilangan riil negatif (ℜ-).Ambil i = -2 dan posisi ti diberikan sebagai berikut: Gambar 16
Posisi ti di ℜ-
kejadian kejadian kejadian … terjadi terjadi terjadi
-t4
-t3
-t2
-t1
-t0
0
Jika syarat yang harus dipenuhi adalah N [− t ,0] ≥ −i + 1 atau N [− t ,0] ≥ 3 , maka pada Gambar 16 nilai t yang memenuhi syarat adalah -t2, -t3,…, karena tanda negatif di sini hanya menyatakan bahwa proses didefinisikan pada garis
bilangan
riil
negatif.
Berdasarkan
definisi
infimum
maka
t2 = − inf {t > 0 : N [− t ,0] ≥ 3}, dimana { t > 0 : N [− t ,0] ≥ 3 } = {-t2, -t3,…}. Menggunakan cara yang sama seperti pendefinisian t3 di atas, maka untuk kasus ini pendefinisian t2 yang lebih tepat adalah t2 = − min{t > 0 : N [− t ,0] ≥ 3} . Pendekatan barisan titik dapat diaplikasikan di beberapa bidang ilmu, antara lain:
1. Bidang Asuransi Sama seperti ukuran menghitung, pendekatan ini berguna pada pembuatan tabel kehidupan, dimana titik dari proses didefinisikan sebagai waktu individu meninggal. Tetapi, pengamatan ini jarang sekali dilakukan karena sulit untuk mencatat waktu individu meninggal secara tepat.
23
2. Teknik Komunikasi Salah satu permasalahan dalam bidang komunikasi yang sering ditemukan adalah permasalahan merepresentasikan sinyal dalam bentuk sandi (signal encoding). Misalkan suatu pemancar radio akan mengirimkan sinyal (signal). Dalam perjalanan, sinyal tersebut diganggu oleh gelombang elektromagnetik, maka sinyal
yang
diterima
akan
berbeda
dengan
sinyal
yang
dikirimkan
(www.google.com ; amath.corolado.edu). Gambar di bawah ini, ilustrasi dari masalah penulisan sinyal, Gambar 17
Masalah Pengiriman Sinyal Pada Signal Encoding
sinyal yang dikirim
(gangguan)
sinyal yang diterima
Akibat adanya gangguan, pada Gambar 17 terlihat sinyal yang dikirimkan berbeda dengan sinyal yang diterima. Misal sinyal yang dikirim diasumsikan sebagai fungsi terhadap waktu, maka untuk kasus ini titik dari proses didefinisikan sebagai waktu terjadinya perubahan sinyal.
2.9
Membentuk Proses Titik Melalui Barisan interval
Seperti dua pendekatan sebelumnya, proses yang akan dibahas pada pendekatan ini memiliki indeks parameter berupa waktu. Misal didefinisikan:
τ i = t i − t i −1
...(2.11)
24
dimana t0 = 0 dan ti didefinisikan melalui persamaan (2.8) untuk i = 1, 2,..., atau lebih tepatnya ti didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.44). Aplikasi pendekatan barisan interval bisa ditemukan pada teori pembaharuan yang mempelajari barisan interval antar kejadian, dimana kejadiannya berupa penggantian suatu komponen yang rusak dengan komponen yang baru (Daley dan Vere-Jones, 2003, h.2) dan contoh komponennya bisa berupa alat produksi di suatu pabrik.
2.10
Hubungan antar 4 Pendekatan
Melalui skema dan contoh kasus, tulisan ini mencoba menghubungkan pendekatan yang satu dengan pendekatan yang lainnya. Sebelumnya, akan diambil beberapa asumsi, antara lain: 1) Proses didefinisikan di ℜ+ dengan indeks parameternya berupa waktu 2) ti didefinisikan sebagai waktu terjadinya kejadian ke-i 3) τi didefinisikan sebagai interval antar kejadian ke i-1 dan kejadian ke-i
A. Ukuran menghitung N[0,T] diketahui Contoh kasus yang diambil berupa data banyaknya kecelakaan yang dialami pekerja wanita di sebuah pabrik amunisi
25
Tabel 1
Daftar kecelakaan 647 wanita yang bekerja di sebuah pabrik amunisi selama 5 minggu
Banyaknya kecelakaan ( per orang) 0 1 2 3 4 ≥5
Frekuensi
Frekuensi Relatif
447 132 42 21 3 2 Total: 647 Rata-rata: 0.465 Std.Deviasi: 0.8311
447/647 132/647 42/647 21/647 3/647 2/647
Sumber: Greenwood dan Yule (1920)
Berdasarkan Tabel 1, jika dikaitkan dengan himpunan A yang telah disinggung pada Subbab 2.2, maka himpunan A di sini berupa interval waktu selama 5 minggu dan bisa diilustrasikan melalui Gambar 2, dimana interval waktu A = [0, 5 minggu] dengan panjang subinterval Ai untuk i = 1,…,n bisa berbeda-beda. Sedangkan N(A) di sini, menyatakan banyaknya kecelakaan yang terjadi pada setiap wanita selama interval waktu 5 minggu. Baris kedua dari Tabel 1 menyatakan bahwa selama pengamatan 5 minggu, yang tidak pernah mengalami kecelakaan sebanyak 447 wanita. Baris ketiga dari Tabel 1 menyatakan bahwa selama pengamatan 5 minggu, yang pernah mengalami 1 kali kecelakaan sebanyak 132 wanita dan demikian seterusnya. Misal kecelakaan sebanyak 4 kali diambil sebagai contoh. Berdasarkan Tabel 1, diketahui N[0, 5 minggu] = 4 kecelakaan, dialami oleh 3 orang. Misal orang pertama tercatat di minggu ke 1, orang kedua tercatat di minggu ke 3 dan orang ketiga tercatat di minggu ke 4. Jika titik ti didefinisikan sebagai waktu menemukan (tercatatnya) orang yang mengalami kecelakaan sebanyak 4 kali
26
selama 5 minggu. Maka, jika ukuran menghitung N(0, 5 minggu] diketahui, bisa diperoleh barisan titik, yaitu {t1, t2, t3} = {minggu ke 1, minggu ke 2, minggu ke 3}. Hasil yang berbeda bisa diperoleh jika kasusnya berbeda pula. Namun, dalam tulisan ini tidak akan dibahas lebih dalam. Gambar 18
Pendekatan yang diperoleh jika ukuran menghitung N[0,T] diketahui diperoleh
Ukuran menghitung N[0,T] diketahui
Barisan titik {ti}
Selanjutnya, ukuran menghitung juga bisa terjadi untuk kasus di bawah ini Tabel 2
Banyaknya lumut yang menyerang 126 daerah kuadrat pada mika
Banyaknya lumut ( per kuadrat) 0 1 2 3 4 5 ≥6
Frekuensi
Frekuensi Relatif
100 9 6 8 1 0 2 Total: 126 Rata-rata: 0.4839 Std.Deviasi: 1.1390
100/126 9/126 6/126 8/126 1/126 0 2/126
Sumber: Barnes dan Stanbury (1951)
Berdasarkan Tabel 2, jika dikaitkan dengan pembahasan di Subbab 2.2, maka himpunan A di sini didefinisikan sebagai mika yang dapat diilustrasikan melalui Gambar 5(b) dan subhimpunan Ai untuk i = 1,…,126 didefinisikan sebagai daerah kuadrat pada mika dengan satuan luas meter persegi. Sedangkan N(A) di sini, menyatakan banyaknya lumut yang menyerang di daerah kuadrat mika.
27
B. Fungsi tangga N(t) = N[0,t] diketahui Contoh kasus yang diambil adalah data dari sebuah tempat usaha fotokopi. Tabel 3
Data waktu sebuah tempat usaha fotokopi “ Darker Image” Waktu 9:00 9:12 9:14 9:17 9:19 9:21 9:22 9:38 9:39 9:41
Kejadian Tempat fotokopian buka Pelanggan ke-1 datang Pelanggan ke-2 datang Pelanggan ke-3 datang Pelanggan ke-1 pergi Pelanggan ke-2 pergi Pelanggan ke-3 pergi Pelanggan ke-4 datang Pelanggan ke-5 datang Pelanggan ke-4 pergi
Sumber: Nelson (1995) Gambar 19
Grafik data waktu sebuah tempat usaha fotokopi “ Darker Image”
Untuk kasus ini, misal sebuah kejadian didefinisikan sebagai datangnya pelanggan ke tempat fotokopi dan ti didefinisikan sebagai waktu datangnya pelanggan ke-i. Jika pengamatan dilakukan selama 20 menit, berdasarkan Tabel 3, diketahui t1 = pukul 09:12, t2 = pukul 09:14 dan t3 = pukul 09:17 dan banyaknya kejadian selama pengamatan adalah 3 pelanggan. Mengacu pada Gambar 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai interval waktu selama 20 menit, atau A = [9:00, 9:20], dengan panjang subinterval Ai untuk i = 1,…,n bisa berbeda-beda. Sehingga untuk kasus ini, jika fungsi tangga diketahui maka bisa diperoleh:
28
1. Barisan titik { t1, t2, t3 } = { 09:12, 09:14, 09:17 } 2. Barisan interval { τ1, τ2, τ3 } = { 12 menit, 2 menit, 3 menit } 3. Ukuran menghitung N[0, 20 menit] = 3 pelanggan Gambar 20
Pendekatan yang diperoleh jika fungsi tangga N(t) diketahui Barisan titik {ti}
Fungsi tangga N(t) = N[0,t] diketahui
diperoleh
Barisan interval {τi}
Ukuran menghitung N[0,T], mengingat t∈ [0,T]
C. Barisan titik {ti} diketahui Contoh kasus yang diambil adalah data dari sebuah warnet di kota Bandung. Tabel 4 Jam Masuk 08:00:00 08:47:38 09:00:10 09:02:29 10:45:37 10:45:46 10:51:30 10:51:47 10:52:16 10:52:30
Data Waktu Pengunjung Warnet “Cozy” Jam Keluar 09:17:58 10:41:07 10:41:07 11:55:23 11:40:34 12:21:49 11:12:08 11:41:12 11:41:40
Keterangan warnet buka pengunjung ke-1 pengunjung ke-2 pengunjung ke-3 pengunjung ke-4 pengunjung ke-5 pengunjung ke-6 pengunjung ke-7 pengunjung ke-8 pengunjung ke-9
Sumber: Warnet “Cozy” (2007)
Misal pengamatan dilakukan selama 90 menit, yaitu pukul 08.00-09.30, dimana sebuah kejadian didefinisikan sebagai datangnya pengunjung ke warnet dan ti didefinisikan sebagai waktu datangnya pengunjung ke-i. Jika dikaitkan dengan Gambar 2, maka himpunan A didefinisikan sebagai interval waktu selama
29
90 menit, atau A = [08:00:00, 09:30:00] dengan panjang subinterval Ai untuk i = 1,…,n bisa berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 4, diketahui {t1, t2, t3} = { 08:47:38, 09:00:10, 09:02:29 }, maka bisa diperoleh:
1. Barisan Interval
τ1 = 08:47:38 – 08:00:00 = 00:47:38 τ2 = 09:00:10 – 08:47:38 = 00:12:32 τ3 = 09:02:29 – 09:00:10 = 00:02:19 2. Ukuran menghitung N[0, 90 menit] = 3 pengunjung 3. Fungsi Tangga Gambar 21
Grafik fungsi banyaknya pengunjung warnet “Cozy” terhadap waktu kedatangan
N[0,ti] 3 2 1
08:00:00
Gambar 22
08:47:38
09:00:10 09:02:29
ti
Pendekatan yang diperoleh jika barisan titik (ti} diketahui Barisan interval {τi}
Barisan titik {ti} diketahui
diperoleh
Ukuran menghitung N[0,T], mengingat ti ∈ T
fungsi tangga N(ti) = N[0,ti]
30
D. Barisan interval {τi} diketahui Contoh kasus yang diambil berupa data waktu antar kedatangan pengunjung. Misal pengamatan dimulai pada pukul 09:00, artinya diketahui t0 = 09:00, dan ti didefinisikan sebagai waktu datangnya pengunjung ke-i. Tabel 5
Data waktu antar kedatangan pengunjung
i
τi = ti – ti-1
I
τi = ti – ti-1
1
12 menit
6
4 menit
2
2 menit
7
2 menit
3
3 menit
8
7 menit
4
21 menit
9
6 menit
5
1 menit
10
15 menit
Sumber: Nelson (1995)
Untuk kasus ini, jika barisan interval diketahui, maka bisa diperoleh:
1. Barisan titik { t1, t2, …, t10 } = { 09:12, 09:14, …, 10:13} 2. Ukuran menghitung N[0, 73 menit] = N[9:00, 10:13] = 10 pengunjung 3. Fungsi tangga Gambar 23
Grafik fungsi banyaknya pengunjung terhadap waktu kedatangan
10
3
…..
2 1
9:00
9:12 9:14
9:17 ….
10:13
31
Gambar 24
Pendekatan yang diperoleh jika barisan interval {τi} diketahui Barisan titik {ti}
Barisan interval {τi} dan nilai t0 diketahui
diperoleh Ukuran menghitung N[0,T], mengingat ti ∈ T Fungsi tangga N(ti) = N[0,ti]
32