BAB II PENGATURAN YANG DIKELUARKAN PEMERINTAH DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
A. Instrumen Hukum Pencegah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. 21 Lingkungan hidup merupakan anugerah Tuhan
Yang
Maha
Esa
yang
wajib
dilestarikan
dan
dikembangkan
kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan makhluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup itu sendiri. Dalam mengejar peningkatan kualitas hidup itu, sering terjadi pacuan pertumbuhan yang seringkali menimbulkan hal yang tidak terduga terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosial. 22 Pengelolaan pembangunan yang diperkirakan mempunyai dampak terhadap lingkungan dipersyaratkan untuk memperhatikan lingkungan hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam hal ini adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup 21
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab I, Pasal 1 angka (1). 22 Nabil Makarim, Sambutan Dalam Seminar Pemikiran Perubahan UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Jakarta: 2003), hlm. 1 .
23
Universitas Sumatera Utara
24
yang
meliputi
perencanaan,
pemanfaatan,
pengendalian,
pemelharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum (Pasal 1 angka (2) ). Walaupun pengertian ini lebih mengarah pada upaya pengendalian, namun kata sistematis dan terpadu membuktikan, undang-undang ini menghendaki adanya kesatuan sistem hukum dalam rangka pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. 23 Ketentuan umum di atas, menunjukan luasnya ruang lingkup lingkungan hidup yang diatur oleh UUPPLH . Dalam penjelasan umum ke dua UUPPLH mengandung dua makna hukum. Pertama, UUPPLH merupakan norma hukum lingkungan berarti mencakup semua bidang lingkungan hidup, termasuk kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Seluruh norma hukum bidang kehutanan, perkebunan, dan pertambangan mengacu pada UUPPLH. Kedua, sistem yang terpadu, menegaskan kedudukan UUPPLH merupakan pondasi bagi pembinaan hukum lingkungan melalui peraturan perundang-undangan lingkungan nasional. 24 Ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan dalam UUPPLH ini, yakni perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Untuk melakukan hal tersebut digunakan Instrumen yg dipakai
dalam
perencanaan,
pemanfaatan,
pengendalian,
pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum,yaitu :
23
Helmi, Op.Cit., hlm. 4. Ibid., hlm. 5.
24
Universitas Sumatera Utara
25
1. Instrumen perencanaan. 25 Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan: a. inventarisasi lingkungan hidup (Pasal 6); b. penetapan wilayah ekoregion (Pasal 7 dan Pasal 8); dan c. penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut RPPLH) (Pasal 9 sampai dengan Pasal 11). 2.
Instrumen pemanfaatan. 26 Rancangan Penyusunan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut RPPLH) digunakan sebagai dasar pemanfaatan. 27 Jika RPPLH belum tersusun, pemanfaatan SDA dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan : a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; b. keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c. keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat. 28
3. Instrumen pengendalian dalam pencegahan. 29 a. KLHS (Pasal 15 sampai dengan Pasal 18); b. tata ruang (Pasal 19); c. baku mutu lingkungan hidup (Pasal 20); 25
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab III, Pasal 5. 26 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab IV, Pasal 12. 27 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab IV, Pasal 12 ayat (1). 28 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab IV, Pasal 12 ayat (2). 29 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 14.
tentang Perlindungan dan tentang Perlindungan dan tentang Perlindungan dan tentang Perlindungan dan tentang Perlindungan dan
Universitas Sumatera Utara
26
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (Pasal 21); e. analisis dampak lingkungan ( selanjutnya disebut AMDAL) (Pasal 22 sampai dengan Pasal 33); f. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hiudp/Upaya Pemantauan Lingkungan (selanjutnya disebut UKL-UPL) (Pasal 34 sampai dengan Pasal 35); g. perizinan (Pasal 36 sampai dengan Pasal 41); h. instrumen ekonomi lingkungan hidup (Pasal 42 sampai dengan Pasal 43); i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup (Pasal 44); j. anggaran berbasis lingkungan hidup (Pasal 45 sampai dengan Pasal 46); k. analisis risiko lingkungan hidup (Pasal 47); l. audit lingkungan hidup (Pasal 48 sampai dengan Pasal 52); dan m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. 4.
Instrumen pengendalian dalam penanggulangan. 30 a. pemberian
informasi
peringatan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat ; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 31
30
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 53. 31 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 53 ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
27
5.
Instrumen pengendalian dalam pemulihan. 32 Pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan: a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 33
6.
Instrumen pemeliharaan. 34 Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya : a. konservasi SDA (Pasal 57 ayat (2)); b. pencadangan SDA (Pasal 57 ayat (3)); dan/atau c. pelestarian fungsi atmosfer (Pasal 57 ayat (4)).
7.
Instrumen pengawasan. Pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan (Pasal 71 sampai dengan Pasal 75 UUPPLH).
8.
Instrumen penegakan hukum. a. Penegakan hukum administrasi (perizinan, PTUN) Pengelolaan lingkungan hanya dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan apabila administrasi pemerintahan berfungsi secara efektif
32
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 54. 33 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 54 ayat (2). 34 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab VI, Pasal 57.
Universitas Sumatera Utara
28
dan terpadu. Pada umumnya ada dua instrumen hukum administrasi penegakan hukum lingkungan, yaitu : 1). instrumen perizinan; 2). instrumen ekonomi; 35 Instrumen perizinan merupakan sarana hukum utama untuk mencegah dan menanggulangi masalah lingkungan, misalnya persyaratan perizinan, baku mutu lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan sebagainya. Sebagai instrumen hukum administrasi, pemberian izin merupakan awal proses pengendalian hukum yang mungkin dapat berlaku efektif, ketika diikuti adanya pengawasan oleh pemerintah sebagai aparat penegak hukum, untuk menjamin bahwa pemegang izin telah dan akan tetap melaksanakan isi yang tertuang dalam izin secara konsisten. 36 Pengawasan dan sanksi administrasi diatur dalam Pasal 71 sampai Pasal 75 UUPPLH. Pengawasan ini merupakan langkah preventif untuk memaksakan pengaturan. Peraturan mengenai perizinan dalam UUPPLH terdapat dalam Pasal 36 sampai Pasal 41. Jika dalam pengawasan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan maka dapat diterapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha yang dapat dilihat dalam Pasal 76 sampai Pasal 83 UUPPLH. Pedoman penerapan sanksi administrasif di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup juga diatur dalam 35
Ahmad Husni M.D dan Bambang Sugiono, Strategi Pendekatan Hukum Dalam Penyelesaian Masalah Lingkungan, Dalam Hukum dan Lingkungan Hidup di Indonesia (Jakarta : Program Pascasarjana FH-UI, 2001), hlm. 498-499. 36 Instrumen Penegakan Hukum Lingkungan, http://Jurnal.fhunla.ac.id/ index.php/WP/article/download/50/45+&cd=5&hl=en&ct=clnk (diakses tanggal 15 Januari 2016).
Universitas Sumatera Utara
29
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 (Tindak lanjut atas ketentuan Pasal 76 ayat (1) UUPPLH yang terdiri atas 10 pasal). Instrumen ekonomi merupakan implementasi dari “prinsip pencemar membayar” yang dilahirkan oleh The Organnisation of Economic Coorperation and Development dan European Communitas . Kongres tersebut berawal dari pemikiran bahwa biaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran merupakan kunci untuk mengatasi masalah lingkungan secara tepat. Dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Pasal 42 UUPPLH. b. Penegakan instrumen hukum pidana Upaya penegakan sanksi administrasi oleh pemerintah secara ketat dan konsisten sesuai dengan kewenangan yang ada akan berdampak bagi penegakan hukum, dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sehubungan dengan hal ini, maka penegakan sanksi administrasi merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum lingkungan (primum remedium). Jika sanksi administrasi dinilai tidak efektif, barulah dipergunakan sarana sanksi pidana sebagai senjata pamungkas (ultimum remedium). Terdapat 19 pasal (Pasal 97 sampai dengan Pasal 120) di dalam UUPPLH yang menguraikan masalah sanksi pidana dalam kaitannya dengan tindak pidana lingkungan. Tindak pidana dalam undang-undang ini merupakan kejahatan. Ketentuan Pasal 97 UUPPLH, menyatakan tindak pidana yang
Universitas Sumatera Utara
30
diatur dalam ketentuan Pidana UUPPLH, merupakan kejahatan. Kejahatan disebut
sebagai
“rechtsdelicten”
yaitu
tindakan-tindakan
yang
mengandung suatu “onrecht” hingga orang pada umumnya memandang bahwa pelaku-pelakunya itu memang pantas dihukum, walaupun tindakan tersebut oleh pembentuk undang-undang telah tidak dinyatakan sebagai tindakan yang terlarang di dalam undang-undang. Terdapat beberapa ketentuan dalam UUPPLH seperti kualifikasi tindak pidana yang diatur dalam UUPPLH adalah kejahatan, sehingga tidak ada lagi sanksi pidana kurungan. Karena termasuk kejahatan maka sanksi pidana dalam UUPPLH meliputi pidana penjara, denda dan tindakan tata tertib. Dalam UUPPLH juga diatur sanksi pidana bagi pejabat yang memberikan izin tanpa memenuhi syarat, dan juga diatur bagi pejabat yang tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan usaha atau kegiatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan. c. Penegakan instrumen hukum perdata Instrumen hukum perdata bertujuan untuk menuntut ganti rugi dan/atau tindakan hukum tertentu sebagai akibat adanya perbuatan yang menimbulkan pencemaran dan perusakan lingkungan 37. Proses penegakan hukum lingkungan melalui prosedur perdata penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan tersebut
tidak
37
Abdurrahman, Hukum dan Lingkungan Hidup Indonesia (Jakarta: Program Pascasarjana FH-UI,2001), hlm. 551.
Universitas Sumatera Utara
31
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diatur dalam Pasal 85 dan Pasal 86 UUPPLH, sedangkan penyelesaian sengketa di dalam pengadilan diatur dalam 87 sampai dengan Pasal 93 UUPPLH. Perihal mengenai ganti kerugian dan tanggung jawab mutlak diatur dalam Pasal 87 dan Pasal 88 UUPPLH. Selain Hak gugat dapat diajukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, gugatan juga dapat diajukan oleh masyarakat dan organisasi lingkungan hidup dapat berupa gugatan class action. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita karena akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sedemikian rupa sehingga mempengaruhi perikehidupan pokok masyarakat, maka instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. Gugatan administratif juga diatur dalam UUPPLH pada Pasal 93 dan tata cara pengajuan gugagatan adminstratif mengacu pada hukum acara PTUN.
B. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Otonomi Daerah Otonomi adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 38 Dalam otonomi daerah terjadi pemberian wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus sendiri urusan daerahnya sendiri sesuai dengan asas
38
http://id.m.wikipedia.org (diakses pada tanggal 16 Januari 2016).
Universitas Sumatera Utara
32
desentralisasi.
Secara
prinsip
kebijakan
desntralisasi
diharapkan
dapat
menciptakan suatu iklim yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan public dan menguatnya demokrasi ditingkat lokal. Perubahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi diharapkan menjadi momentum yang dapat menumbuh kembangkan proses reformasi pada tingkat lokal dan memberikan ruang gerak pada bidang politik dan pemanfaatan sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat lokal, sehingga tercipta peningkatan di daerah terutama dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perubahan desentralisasi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dengan memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat, keterbukaan informasi, peningkatan peran masyarakat serta penegakan hukum lingkungan. Adapun perubahan penegakan hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan dapat dilihat dalam produk hukum nasional dan daerah yang telah ada sebelumnya sejak dari masa sentralisasi sampai penerapan desantralisasi yang terdapat dalam era otonomi daerah saat ini. 1.
Pengelolaan lingkungan hidup dalam produk hukum nasional Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, dikeluarkan produk
hukum daerah yang pertama, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah (selanjutnya disebut KND). Salah satu kelemahan dari undang-undang ini tidak jelasnya urusan apa saja yang diserahkan kepada daerah. Apakah urusan lingkungan hidup juga termasuk urusan yang diserahkan kepada daerah, juga tidak dapat diketahui secara jelas.
Universitas Sumatera Utara
33
Tahun 1948 dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-Undang Pokok Pemerintahan Daerah sebagai pengganti dari KND. Selanjutnya ditegaskan bahwa kewenangan daerah akan ditetapkan dalam Undang-Undang
pembentukan
dari
masing-masing
daerah.
Dalam
pelaksanaannya ternyata urusan lingkungan belum diatur penyerahannya dalam undang-undang tentang pembentukan masing-masing daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 selanjutnya digantikan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Sistem otonomi yang digunakan adalah sistem otonomi luas dalam wujud otonim riil. Ternyata undang-undang ini pun belum memuat kebijakan pengelolaan lingkungan. Sejalan dengan terjadinya perubahan sistem politik maka kembalinya Indonesia kepada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Pasca Dekrit Presiden ini Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan penetapan presiden (Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah sejalan dengan kebijakan yang sentralistik tersebut, maka pengelolaan lingkungan sama sekali tidak mendapat pengaturan dalam Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959). Sistem pemerintahan daerah yang sentralistik semakin kuat dengan kelaurnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UUPPD). Meskipun sistem otonomi yang dianut tetap sistem otonomi luas dalam wujud otonomi riil, tetapi otonomi dalam arti sebenarnya tidak ada dalam sistem UUPPD ini. Erat kaitannya dengan
Universitas Sumatera Utara
34
sistem otonomi luas yang formalitas, maka kebijakan pengelolaan lingkungan hidup dalam UUPPD sama sekali tidak mendapat pengaturan. Pemerintah pada masa orde baru menggantikan UUPPD menjadi UndangUndang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-undang ini diterbitkan tidak lepas dari politik hukum untuk menciptakan pemerintahan yang stabil, kokoh dan kuat mulai dari pusat hingga ke daerahdaerah. Untuk itu berbagai produk hukum, termasuk dalam bidang otonomi daerah tidak lepas dari politik hukum sentralistik, sehingga kewenangan daerah sangat terbatas. Kebijakan pengelolaan lingkungan sama sekali tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974. Secara hukum urusan lingkungan hidup merupakan kewenangan pemerintah pusat, meskipun dalam pelaksaannya dapat meminta bantuan pemerintah daerah. Atas dasar sistem sentralistik, maka besaran dan substansi urusan yang diserahkan kepada daerah sangat tergantung pada kebijaksaan (wisdom) dari pemerintah pusat. Berbagai produk hukum yang dikeluarkan tentang otonomi daerah sebelum berlakunya UULH sangat jelas bahwa tidak satu pun yang mengatur tentang kebijakan lingkungan secara komprehensif. Kebijakan seperti ini berlangsung sampai tumbangnya rezim Orde baru tahun 1998. Masa pemerintahan orde reformasi, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UUPD). undang-undang ini dikeluarkan pada masa berlakunya UUPLH. Sejak keluarnya UUPD ini, kebijakan pengelolaan
Universitas Sumatera Utara
35
lingkungan mulai diatur. Penegasan mengenai pengelolaan lingkungan dalam UUPD terdapat dalam Pasal 10 ayat (1) yang berbunyi : “Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional yang tersedia di wilayahnya dan bertanggung jawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Sejalan dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan utuh, maka dalam Pasal 11 ayat (2) UUPD dinyatakan bahwa urusan lingkungan hidup ditegaskan sebagai urusan pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten dan kota. Kelemahan dari ketentuan tersebut bahwa UUPD dan peraturan pelaksanaannya tidak pernah merinci secara jelas urutan yang diserahkan kepada daerah. Pasal 10 dan Pasal 11 UUPD memang telah mendelegasikan agar lingkungan hidup dan SDA di daerah diatur ddan diurus sendiri oleh daerah. Hanya ketentuan tersebut kontradiktif dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) yang menyatakan kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, dan pengecualiannya tetapi didalam pasal tersebut terdapat kalimat “serta kewenangan bidang lain”. Kewenangan lain dalam pasal ini juga mencakup mengenai pemberdayaan SDA dan konservasi. Sehingga dari ketentuan ini berarti pemberdayaan SDA dan konservasi menjadi kewenangan pusat. Ketentuan demikian selain menimbulkan kontradiksi norma, juga menimbulkan penafsiran yang beragam terhadap kewenangan daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Penafsiran yang beragam ini kadang menimbulkan ajang perebutan kewenangan antara pusat dan daerah. Ini berakibat terhadap
Universitas Sumatera Utara
36
lemahnya tanggung jawab daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup. Apalagi di satu sisi daerah dituntut kemandiriannya, tetapi di sisi lain delegasi kewenangan tersebut tidak disertai dengan pembiayaan dan kehalian sumber daya manusia yang memadai. Orientasi kebijakan yang dikeluarkan daerah cenderung untuk meningkatkan pendapatan asli daerah bukan untuk melindungi daya dukung lingkungan. Tidak lama kemudian dikeluarkanlah UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
(selanjutnya
disebut
UUPEMDA
2004)
untuk
menggantikan UUPD . Terdapat beberapa perbedaan dalam undang-undang ini, salah satunya mengenai hal penegasan secara rinci hak dan kewajiban daerah. Melestarikan lingkungan hidup adalah satu point yang diatur dalam hak dan kewajiban pemerintah daerah. 39 Tahun 2014 telah diterbitkannya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut UUPEMDA 2014) yang menggantikan UUPEMDA 2004 . Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam UU ini termasuk ke dalam urusan pemerintah konkuren yang menjadi kewenangan daerah yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan pelayanan dasar. 40 Sedangkan mengenai kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, dan sebagainya termasuk ke dalam urusan pemerintah pilihan.
39
Muhammad Akib, Politik Hukum Lingkungan : Dinamika dan Refleksinya Dalam Produk Hukum Otonomi Daerah (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 165-170. 40 Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, Bab III, Pasal 12.
Universitas Sumatera Utara
37
Pembagian tugas antara pemerintah pusat,provinsi dan kabupaten/kota di bidang lingkungan hidup dapat dilihat dalam daftar lampiran pembagianurusan pemerintahan konkuren UUPEMDA 2014 ini. Adapun yang menjadi sub bidang bagian lingkungan hidup, antara lain : 41 a. rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (selanjutnya disebut RPPLH) yang pembuatannya dilakukan secara nasional, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing; b. kajian lingkungan hidup strategis untuk kebijakan, rencana dan/atau program nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; c. pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas Daerah provinsi dan/atau lintas batas negara, sedangkan ditingkat provinsi sebatas lintas daerah kabupaten/kota dalam satu daerah provinsi, dan ditingkat kabupaten/kota pencegahan, penanggulangan dan pemulihannya sebatas dalam daerah/kota saja; d. keragaman hayati ditingkat pemerintah pusat dikelola kehayati nasional, sedangkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pengelolaannya sesuai kewenangannya masing-masing; e. pemerintah pusat mempunyai tugas sebagai pengelolaan B3 dan pengelolaan limbah B3, sedangkan pemerintah provinsi bertugas mengumpulkan limbah B3 lintas daaerah kabupaten/kota dalam 1 daerah provinsi. Pemerintah kabupaten/kota bertugas untuk penyimpanan
41
Lihat : Daftar Lampiran Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
38
sementara limbah B3 dan pengumpulan limbah B3 dalam 1 daerah kabupaten/kota; f. dan lain sebagainya. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi. Hal ini lah yang kemudian menimbulkan kontroversi, bahwa bupati dan walikota tidak lagi berwenang menetapkan wilayah usaha pertambangan (selanjutnya disebut WIUP) serta izin usaha pertambangan (selanjutnya disebut IUP) ke perusahaan. Kewenangan itu kini hanya dimiliki gubernur, dan pemerintah pusat. Untuk itu perlu kembali diatur secara jelas mengenai pembagian restribusi, pengaturan pemberian izin, dan hal-hal lain yang bersangkutan yang dirasa perlu untuk kemudian diatur di peraturan turunan lainnya dari undang-undang ini. 2.
Kebijakan pemerintah daerah dalam mengelola lingkungan hidup Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Implementasi otonomi daerah di Indonesia telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UUPEMDA 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan
Universitas Sumatera Utara
39
kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 42 Peranan lingkungan hidup sebagai aset bangsa dan negara sangat penting sehingga diperlukan suatu pendekatan yang bijak dalam pengelolaanya. Pendekatan yang bijak terhadap pengelolaan lingkungan hidup ini, berkaitan pula karena lingkungan hidup sangat bersentuhan langsung dengan aktivitas pembangunan. Menerapkan pengelolaan lingkungan hidup di suatu daerah diperlukan suatu wewenang kepada pemerintah daerah. Dengan adanya otonomi daerah, maka suatu daerah dapat melakukan kebijakan sendiri untuk mengelola lingkungan hidupnya. Guna kebijakan sendiri adalah untuk mengasilkan suatu keputusan guna pemecahan suatu masalah. Kebijakan (policy) adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian keputusan yang sifatnya berkaitan dengan hal-hal yang lebih luas dan banyak aspek, sehingga sumber kebijakan berasal dari banyak pihak dengan berbagai kepentingan dan kewenangan. Suatu kebijakan biasanya diterima sebagai suatu hasil keputusan bersama yang dikaitkan secara khusus dengan pembuatannya, sehingga penyusunannya harus melalui melalui proses yang panjang dan berkaitan dengan berbagai aspek, kepentingan dan kewenangan. 43 Pengelolaan lingkungan hidup dilakukan untuk meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan dan penegakan sistem hukum serta
42
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , bagian penjelasan huruf (c). 43 Sunoto, Analisis Kebijakan dalam Pembangunan Berkelanjutan; Bahan Pelatihan Analisis Kebijakan Bagi Pengelola Lingkungan (Jakarta : Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup,1997), hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
40
upaya rehabilitasi lingkungan. Menurut kantor menteri negara lingkungan hidup (1997), kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi : 44 a. regulasi peraturan daerah tentang lingkungan; b. penguatan kelembagaan lingkungan hidup; c. penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perizinan; d. sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup; e. meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders; f. pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan; g. memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup Peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia; dan h. peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Banyak kebijakan yang telah di cetuskan di Indonesia, namun program dan rencana, serta peran dari berbagai pihak ternyata masih saja muncul permasalahan terkait dengan SDA, dan lingkungan hidup belum juga berakhir atau bisa di katakan tetap terjadi. Sehubungan dengan hal ini, dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat kajian lingkungan strategis terhadap kebijakan, rencana dan program yang telah ada dan terkait dengan pengelolaan SDA dan lingkungan 44
Kebijakan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, http://agus93winasis.blogspot.co.id/2013/11/kebijakan-dan-pengelolaan-lingkungan.html (diakses pada tanggal 18 Januari 2016).
Universitas Sumatera Utara
41
hidup. Terdapat beberapa kebijakan pemerintah di bidang SDA dan lingkungan, salah satunya seperti kebijakan pengelolaan sumber daya dan lingkungan bidang air maupun bidang energi dan bidang-bidang lainnya. Pemerintah juga telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (selanjutnya disebut RPJM) nasional, dengan sasaran yang ingin dicapai adalah membaiknya sistem pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. Tujuannya untuk mencapai keseimbangan antara aspek pemanfaatan SDA sebagai modal
pertumbuhan
ekonomi
(kontribusi
sektor
perikanan,
kehutanan,
pertambangan dan mineral terhadap PBD) dengan aspek perlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas.
Adanya
keseimbangan
tersebut
berarti
menjamin
keberlanjutan
pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor, baik di pusat maupun di daerah, menjadi suatu keharusan. 45 Prinsip tersebut harus dijabarkan dalam bentuk instrumen kebijakan maupun investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan SDA dan lingkungan hidup. Adapun pembuatan kebijakan tersebut dijalankan dengan melakukan pembagian tugas dan wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perihal pembagian tugas dan wewenang dalam perlindungan dan pengelolaan hidup ini berlandaskan UUPEMDA 2004 yang saat ini telah digantikan dengan UUPEMDA 2014 dan
45
H. Syamsul Arifin, Aspek Hukum Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Medan : Medan Area University Press, 2014), hlm.15.
Universitas Sumatera Utara
42
perihal hal-hal yang menjadi bagiannya diatur dalam Pasal 63 dan Pasal 64 UUPPLH. C. Peranan
Pemerintah
dalam
Penerapan
Kebijakan
Mengenai
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 huruf H UUD 1945. 46 Penjelasan dalam UUPPLH itu menunjukkan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan suatu hak dasar yang sudah mutlak diterima oleh setiap warga negara, tanpa ada seorang pun yang dapat merenggut hak tersebut. Penjagaan kesehatan dan kebaikan lingkungan hidup memang sudah seharusnya diupayakan oleh setiap manusia. Pasal 33 UUD 1945 merupakan norma dasar pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, dalam ayat (3) dikatakan bahwa penggunaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebsar-besarnya kemakmuran rakyat. Penyelenggaraan perekonomian nasional juga harus berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan disamping prinsipprinsip lainnya. Adapun alasan prinsip ini dijadikan salah satu prinsip penyelenggaraan perekonomian nasional adalah sebagai upaya penjaminan hak asasi warga negara untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat . Secara teoritik kekuasaan negara atas SDA bersumber dari rakyat yang dikenal dengan hak bangsa. Negara dalam hal ini, dipandang sebagai yang memiliki karakter sebagai suatu lembaga masyarakat umum, sehingga kepadanya 46
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Penjelasan huruf (a).
Universitas Sumatera Utara
43
diberikan wewenang atau kekuasaan untuk mengatur, mengurus dan memelihara (mengawasi) pemanfaatan seluruh potensi SDA yang ada dalam wilayahnya secara intens. Menurut Van Vollenhoven negara sebagai organisasi tertinggi dari bangsa yang diberi kekuasaan untuk mengatur segala-galanya dan negara berdasarkan kedudukannya memiliki kewenangan untuk peraturan hukum.
47
Dalam hal ini kekuasaan negara selalu dihubungkan dengan teori kedaulatan (sovereignty atau souverenitet). Keterkaitan dengan hak penguasaan negara dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat akan mewujudkan kewajiban negara untuk pemanfaatan SDA sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, untuk melindungi dan menjamin hakhak rakyat dalam menikmati lingkungan hidup, mencegah pihak-pihak yang berniat merebut hak-hak rakyat dalam pemanfaatan bumi dan kekayaan alam didalamnya. Adapun dalam negara hukum Pancasila, tujuan penyelenggaran pemerintahan lebih luas, yakni berkewajiban turut serta dalam semua sektor kehidupan dan penghidupan. 48 Hak menguasai negara pada dasarnya ditafsirkan bukan dalam makna negara memiliki, tetapi dalam pengertian bahwa negara hanya merumuskan kebijakan (beleid), melakukan pengaturan (regelendaad), melakukan pengurusan (bestuursdaad),
melakukan
pengelolaan
(beheersdaad),
dan
melakukan
pengawasan (toezichthoundendaad). Mengenai penafsiran hak menguasai negaran ini telah ditetapkan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan
47
Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria (Jakarta: Bina Aksara, 1984),
hlm. 99. 48
Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur badan Peradilan Administrasi di Indonesia (Bandung : Alumni, 1997), hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
44
permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Ketenagalistrikan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Nomor 002/PUU-I/2003, dan Putusan Uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004. Perumusan kebijakan membuat harus dilakukan pengaturannya oleh negara. Seperti halnya, pemberlakuan UUPPLH, serta perlakuan peraturan lain di bidang lingkungan hidup. Peranan pemerintah sangatlah penting, didalam proses perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sangat perlunya suatu sistem yang terpadu antara kebijakan nasional, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara taat asas dan konsekuensi dari pusat sampai daerah. Adapun beberapa peranan pemerintah, antara lain : 1.
Penerapan sistem perizinan terpadu bidang lingkungan hidup. Perizinan terpadu bidang lingkungan hidup merupakan instrumen hukum
lingkungan yang manfaatnya ditentukan oleh penyelenggaraan sistem dalam perizinan itu sendiri. Jika perizinan hanya dimaksudkan sebagai sumber pendapatan bagi pemerintah, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Akibatnya kelestarian fungsi lingkungan hidup terancam dan dalam jangka panjang pembangunan berkelanjutan sulit dilaksanakan. Namun demikian, perizinan lingkungan hidup juga tidak boleh menghambat aktivitas pengelolaan lingkungan hidup. 49
49
Helmi, Op. Cit., hlm. 221.
Universitas Sumatera Utara
45
Peraturan perundang-undangan yang mengatur sektor lingkungan hidup harus dapat mengurangi tumpang tindih pemanfaatan, keselarasan peran antara pusat dan daerah serta antar sektor. Prinsip keterpaduan harus menjiwai kerangka hukum sistem perizinan terpadu lingkungan hidup. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 50 Pelaksaan perizinan terpadu bidang lingkungan hidup ini membutuhkan tindakan nyata pemerintah dalam rangka pelaksanaan pencegahan, perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup. Aktivitas perizinan bidang lingkungan hidup juga sangat membutuhkan pertimbangan yang besar, karena dalam hal pemberian izin bisa saja menimbulkan dampak negatif dan dampak positif terhadap lingkungan. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam UUPPLH dilakukan secara terpadu. Beberapa ketentuan tersebut seperti keterpaduan menjadi
asas
dalam
perlindungan
dan
pengelolaan
lingkungan
hidup.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait, seperti yang dapat dilihat dalam Pasal 2 huruf d mengenai asas keterpaduan dalam UUPPLH. Adapun ketentuan lainnya seperti perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup mencakup semua aspek lingkugan hidup termasuk sektor-sektor SDA (di antaranya kehutanan, perkebunan, dan pertambangan) yang menjadi 50
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin Lingkungan, Bab I, Pasal 1 ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
46
bagian dari lingkungan hidup. Materi muatan RPLH juga telah mencakup semua bidang-bidang/sektor lingkungan hidup dan ketentuan yang terakhir yaitu terdapatnya instrumen pencegahan dan/atau pencemaran kerusakan lingkungan hidup yang bersifat menyeluruh dan umum, yakni KLHS, tata ruang, dan baku mutu lingkungan. 51 Berdasarkan UUPPLH yang menghendaki perizinan terpadu bidang lingkungan hidup, menimbulkan implikasi hukum bagi sistem perizinan di Indonesia. Implikasi utama adalah semua peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup tidak boleh bertentangan dengan UUPPLH sebagai pedoman norma hukum. 2.
Pelaksanaan kajian lingkungan hidup strategis. Kajian lingkungan hidup strategis adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (selanjutnya disebut KLHS) wajib dilaksanakan pemerintah dan pemerintah daerah ke dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang , dan RPJM nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, KLHS juga wajib terdapat dalam kebijakan, rencana, dan/atau program
51
Helmi, Op.Cit., hlm. 224.
Universitas Sumatera Utara
47
yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. 52 KLHS memuat kajian, antara lain: 53 a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; b. perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; c. kinerja layanan/jasa ekosistem; d. efisiensi pemanfaatan SDA; e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan f. tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. Hasil dari kajian tersebutlah
menjadi dasar bagi kebijakan, rencana,
dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. Apabila hasil KLHS menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, maka kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi KLHS; dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi. 54 3.
Pembuatan rencana tata ruang oleh pemerintah harus berdasarkan KLHS yang telah dibuat sebelumnya.
52
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 15. 53 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 16. 54 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 17 ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
48
Perencanaan tata ruang ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. 55 Dengan adanya KLHS membantu daerah untuk memprioritaskan kegiatannya dan mengatur tata ruang daerahnya. 4.
Pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan yang beresiko menimbulkan kerusakan lingkungan. Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku
mutu lingkungan hidup. Pembuangan limbah ke media lingkungan boleh dilakukan oleh setiap orang dengan persyaratan harus memenuhi baku mutu lingkungan hidup serta mendapatkan izin dari menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya. 56 Penentuan kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan melalui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim. 57 Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Dokumen AMDAL memuat: a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan; b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
55
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 19. 56 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 22. 57 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 21.
Universitas Sumatera Utara
49
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan; d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut dilaksanakan; e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup; dan f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Dokumen AMDAL disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat yang terkena dampak yang terkena dampak, pemerhati lingkungan hidup, dan/atau yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL. Dalam menyusun dokumen AMDAL, pemrakarsa dapat meminta bantuan kepada pihak lain. 58 Dokumen AMDAL dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL yang dibentuk oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Komisi Penilai AMDAL wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai AMDAL dibantu oleh tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu. Berdasarkan hasil penilaian komisi penilai AMDAL, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya. 59
58
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 27. 59 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , Bab V, Pasal 31.
Universitas Sumatera Utara
50
Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan AMDAL bagi usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Bantuan penyusunan AMDAL berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan AMDAL. Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan. 60 5.
Merencanakan pembangunan dan kegiatan ekonomi serta melakukan peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi meliputi neraca SDA
dan lingkungan hidup, melakukan penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto
yang mencakup penyusutan SDA dan kerusakan
lingkungan hidup, mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkungan hidup antardaerah dan internalisasi biaya lingkungan hidup. Selain pengingkatan pembangunan kegiatan ekonomi, selanjutnya pemerintah melakukan peningkatan pendanaan pengelolaan lingkungan hidup. Pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup mencakup dana jaminan pemulihan lingkungan hidup, dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup, dan dana amanah/bantuan untuk konservasi. 6.
Pengembangan dan peningkatan akses informasi SDA dan lingkungan hidup. Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi
lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Sistem informasi lingkungan
60
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Bab V, Pasal 32.
Universitas Sumatera Utara
51
hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain. 7.
Pengawasan terpadu terhadap penegakan hukum lingkungan. Mewujudkan supremasi hukum melalui upaya penegakan hukum serta
konsisten akan memberikan landasan kuat bagi terselenggaranya pembangunan, baik dibidang ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan. Namun dalam kenyataan untuk mewujudkan supremasi hukum tersebut masih memerlukan proses dan waktu agar supremasi hukum dapat benar-benar memberikan implikasi yang menyeluruh terhadap perbaikan pembangunan nasional. Penegakan hukum dalam UUPLH, dibidang lingkungan hidup dapat diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu : a. penegakan
hukum
lingkungan
dalam
kaitannya
dengan
hukum
administrasi / tata usaha negara; b. penegakan hukum lingkungan dalam kaitannya dengan hukum perdata; dan c. penegakan hukum lingkungan dalam kaitannya dengan hukum pidana. 8.
Menghimbau
para
pelaku
usaha
untuk
melakukan
bentuk
pertanggungjawabannya terhadap eksploitasi SDA yang dilakukan. Pemerintah menjadi pengawas dalam pemakaian SDA yang ada di Indonesia. Selain mempunyai tugas dalam hal pengawasan, pemerintah juga menghimbau dan mendorong perusahaan untuk ikut melakukan kegiatan menjaga SDA yang telah dipakai. Seperti halnya melakukan kegiatan Corporate Social
Universitas Sumatera Utara
52
Responsibility (selanjutnya disebut CSR) mengingat tanggung jawab perusahaan dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) . 9.
Mensosialisasikan dengan tepat kebijakan-kebijakan kepada seluruh aspek masyarakat, agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berperan serta memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan. Sosialiasi kebijakan-kebijakan mengenai lingkungan hidup kepada
masyarakat merupakan hal penting yang harus dilakukan pemerintah. Masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial, pemberian saran, pendapat, usul, keberatan, pengaduan dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan.
Universitas Sumatera Utara