BAB II PENGATURAN DAN DOKTRIN-DOKTRIN MENGENAI HUKUM KONTRAK
A. Pengertian Kontrak Kontrak merupakan suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) diantara dua atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum. 8 Ada pula yang memberikan definisi mengenai kontrak sebagai suatu perjanjian, atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi terhadap kontrak tersebut. 9 Definisi lain mengenai kontrak yaitu suatu perjanjian tertulis antara dua pihak dalam perdagangan, sewa menyewa, dan lain sebagainya, dimana persetujuan tersebut mempunyai sanksi hukum antara dua pihak atau lebih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu kegiatan. 10 Dalam KUH Perdata tidak menyebutkan secara spesifik mengenai pengertian kontrak, akan tetapi substansi yang terkandung dalam kontrak adalah suatu perjanjian, jadi secara garis besar pasal 1313 KUH Perdata merupakan salah satu landasan dari hukum kontrak. Adapun isi dari pasal 1313 KUH Perdata memberikan pengertian kepada kontrak sebagai : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih.” 8
Munir Fuadi I, Op.Cit., hal. 4. Ibid. 10 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988, hal. 458. 9
18
Universitas Sumatera Utara
Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris “Contract” yang berarti perjanjian. Istilah kontrak lebih menunjukkan pada nuansa bisnis atau komersil dalam hubumgam hukum yang dibentuk, sedangkan istilah perjanjian cakupannya lebih luas 11. Jadi dengan kata lain kontrak merujuk pada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersil yang diperoleh kedua belah pihak,
sedangkan
perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan kedua belah pihak secara komersil. Pengertian kontrak komersil itu sendiri adalah kesepakatan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih untuk melakukan transaksi bisnis. Inti definisi yang tercantum dalam Black’s Law Dictionary bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian 12. Persyaratan kontrak biasanya dilengkapi dan dibatasi oleh hukum, dukungan dan pembatasan hukum tersebut berfungsi melindungi pihak yang mengadakan kontrak dan mendefinisikan hubungan khusus diantara mereka seandainya ketentuannya tidak jelas, mendua arti atau bahkan tidak lengkap. KUH Perdata memberi kebebasan berkontrak kepada pihak–pihak membuat konrak secara tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis maupun lisan sama–sama mengikat, asalkan memenuhi syarat–syarat yang diatur dalam pasal 1320 BW. Jadi, kontrak tidak harus dibuat secara tertulis. Treitel menyatakan definisi kontrak sebagai berikut : “A contract is an agreement giving rise to obligations which are enforced or recognized by law” 13.
11
Disertasi, Y. Sogar Simamora, Op. Cit, h 26 Salim H. S, Perkembangan Hukum Kontrak Inominat di Indonesia, cet 3, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, h 16 13 G. H. Treitel, Law of Contract, Sweat Maxwel, London, 1995, hal 1 12
Universitas Sumatera Utara
19
Selanjutnya, Charles L. Knapp dan M. Crystal mengartikan Hukum kontrak Law of Contract is : “ Our society’s legal mechanism for protecting the expectation that arise from the making of agreements for the future exchange of various types of performance, such as the compeyance of property ( tangible and untangible ), the performemance of service, and the payment of money 14. Definisi di atas kurang lebih mengandung pengertian bahwa kontrak adalah sebuah perjanjian yang mengikat para pihak. Tidak semua perjanjian dapat dikatakan sebagai kontrak, yang membedakan adalah adanya keistimewaan kontrak yang tidak dimiliki oleh semua perjanjian yaitu kewajiban hukum yang bersifat mengikat para pihak. Jika sebuah perjanjian tidak mengandung “perikatan” tersebut, maka perjanjian itu bukan kontrak, Hukum kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan–harapan yang timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan dimasa datang yang bervariasi kinerja, seperti pengangkutan kekayaan ( yang nyata maupun tidak nyata), kinerja pelayanan, dan pembayaran dengan uang. Kontrak merupakan bagian yang melekat dari transaksi bisnis baik dalam skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasiomal. Fungsinya sangat penting menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji–janji para pihak dapat terlaksana dan terpenuhi. Dalam hal terjadi pelanggaran maka terdapat kompensasi yang harus dibayar. Kontrak dengan demikian merupakan sarana untuk memastikan apa yang hendak dicapai oleh para pihak dapat diwujudkan 15. Pada prinsipnya teori liberal tentang kontrak mengajarkan bahwa
14
Salim H. S, Perkembangan Hukum Kontrak Inominat di Indonesia, cet 3, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 3 15 Disertasi, Y. Sogar Simamora, Prinsip Hukum Kontrak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah..h 26
Universitas Sumatera Utara
20
setiap orang menginginkan keamanan, sehingga seseorang harus menghormati kepada orang lain dan hartanya 16. Selain itu, kontrak mempunyai fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis kontrak adalah memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan ( hak milik ) sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi 17. Melalui kontrak terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing–masing pihak yang membuat kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi kontrak sama dengan perundang– undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Hukum kontrak pada dasarnya merupakan payung bagi kontraktan dalam penutupan setiap jenis kontrak 18. Secara hukum, kontrak dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan. Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran kontrak atau ingkar janji ( wanprestatie ), Dengan demikian penulisan ini menggunakan acuan definisi kontrak sebagai kontrak komersil (selanjutnya hanya disebut sebagai kontrak), merupakan hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain, untuk saling mengikatkan diri memenuhi hak dan kewajiban para pihak yang telah disepakatinya untuk melakukan transaksi bisnis.
16
Munir Fuady, Hukum Kontrak, dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, buku kesatu ,cet 3 , Citra Aditya Bakti, Bandung. 2002, h 11
17
Salim H. S, Op.Cit, h 35
18
Y. Sogar Simamora. Harmonisasi Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Indonesia Terhadap Sistem Perdagangan Global, Yuridika. Volume18, No. 2, Maret 2003
21 Universitas Sumatera Utara
1. Subyek Kontrak Subyek kontrak merupakan pelaksana dari suatu kontrak. Kontrak terjadi disebabkan oleh adanya hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang berada pada posisi berlawanan, dimana satu pihak menjadi pihak “kreditur” dan pihak lainnya sebagai “debitur”. Kreditur adalah pihak yang berhak atas sesuatu ( prestasi ), sedangkan debitur adalah sebagai pihak yang berkewajiban untuk memenuhi sesuatu ( prestasi ) tersebut. Selain itu terdapat pengaturan mengenai kontrak dalam Pasal 1313 BW yang menentukan bahwa : “Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Sehingga suatu pernyataan sepihak saja tidak pernah akan menimbulkan perjanjian, haruslah terdapat subyek hukum dengan subyek hukum lain yang membuat perjanjian. Sebagai subyek kontrak, kreditur dan debitur mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam perjanjian, yaitu satu pihak berkewajiban melaksanakan prestasi dan di pihak lain berhak menuntut pelaksanaan prestasi. Setiap pihak dapat memposisikan dirinya baik sebagai pihak kreditur maupun debitur, tergantung dilihat dari sisi mana. Contoh : dalam kontrak jual beli, jika dilihat dari sisi pengadaan barang, pembeli adalah kreditur yang berhak atas barang yang diperjual belikan dan penjual adalah debitur yang wajib memenuhi pengadaan barang tersebut. Sedangkan jika dilihat dari sisi pembayaran, pembeli adalah debitur yang memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran atas barang dan penjual adalah kreditur yang berhak atas pembayaran tersebut. Kreditur dan debitur terdiri dari:
22 Universitas Sumatera Utara
1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan, yaitu : a.
Natuurlijke person atau manusia tertentu;
b. Recht persoon atau badan hukum. 2. Seorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan / hak orang lain tertentu. 3. Person yang dapat diganti ( verbagbaar ), yaitu berarti kreditur yang menjadi subyek semula telah ditetapkan dalam perjanjian, sewaktu– waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur atau debitur baru, perjanjian ini berbentuk “aan order” atau perjanjian atas order / atas perintah dan perjanjian “aan toonder” atau perjanjian atas nama atau kepada pemegang / pembawa pada surat – surat tagihan utang. Dalam mengadakan perjanjian atau kontrak setiap subyek hukum haruslah memenuhi persyaratan–persyaratan tertentu. Misalnya, untuk subyek hukum “natuurlijke person” atau biasa disebut “orang”, kecakapannya diatur dalam Pasal 1320 BW, yaitu harus dewasa dan tidak di bawah pengampuan. Sedangkan untuk subyek hukum “badan hukum” haruslah memenuhi persyaratan formal suatu badan hukum. Badan hukum memiliki hak dan kewajiban yang sama selayaknya orang, namun dalam pelaksanaannya digerakkan oleh organ badan hukum.
23 Universitas Sumatera Utara
2. Obyek Kontrak Obyek perikatan adalah prestasi19. Prestasi adalah hak dan kewajiban untuk memenuhi sesuatu, yaitu debitur berkewajiban atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi, wujud dari prestasi adalah Pasal 1234 BW : a.
Menyerahkan sesuatu, bisa memberikan ( te geven )benda atau memberikan sesuatu untuk dipakai ( genoit /gebruik – pemakaian );
b.
Melakukan sesuatu ( te doen );
c.
Tidak melakukan sesuatu ( niet te doen ). “Memberikan sesuatu” ialah kewajiban seseorang untuk memberikan
sesuatu atau menyerahkan sesuatu. Memberi sesuatu dapat diartikan baik penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis, misalnya : pinjam pakai, sewa menyewa 20. “Berbuat sesuatu” adalah setiap prestasi berwujud berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu yang positif, misalnya memotong rumput, membersihkan halaman 21. “Tidak berbuat sesuatu” yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan, misalnya tidak mendirikan bangunan yang menutupi pemandangan atau supaya membiarkan saja orang mengambil air dari sumurnya 22. Menurut Purwahid Patrik, untuk sahnya perjanjian diperlikan syarat–syarat
19
Purwahid Patrik, Patrik, Purwahid, Dasar – dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994. hal.3 20
Ibid Ibid 22 Ibid hal 4 21
Universitas Sumatera Utara
24
tertentu mengenai obyek kontrak, yaitu 23 : 1.
Obyeknya harus tertentu Dalam Pasal 1320 sub 3 BW, dijelaskan obyeknya tertentu sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian.
2.
Obyeknya harus diperbolehkan Menurut Pasal 1335 jo 1337 BW, kontrak tidak memiliki kekuatan mengikat jika obyeknya palsu atau mengenai hal–hal yang terlarang. Dikatakan terlarang jika dilarang oleh Undang Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
3.
Obyeknya dapat dinilai dengan uang Sebagaimana definisi yang ditentukan untuk perikatan, yaitu suatu hubungan hukum yang letaknya dalam lapangan harta kekayaan.
4.
Obyeknya harus mungkin ( untuk dilaksanakan ) Pelaksanaan dari obyek kontrak juga harus dimungkinkan, orang tidak dapat mengikatkan diri kalau obyeknya tidak mungkin dilaksanakan dan umum sudah tidak membenarkan hal ini. Mengenai
ketidakmungkinan
mungkin menjadi
tidaknya dua
yaitu,
pelaksanaan
prestasi,
ketidakmungkinan
dibedakan
obyektif
dan
ketidakmungkinan subyektif. Pada ketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul perikatan, karena perjanjian tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan, misalnya melakukan perjalanan Surabaya–Bandung dengan mengendarai sebuah mobil ditempuh hanya dalam waktu 7 jam. Sedangkan pada ketidakmungkinan subyektif tidak menghalangi terjadinya perjanjian atau menyebabkan perjanjian batal, 23
Ibid
Universitas Sumatera Utara
25
karena hanya anggapan debitur yang bersangkutan. B. Doktrin-Doktrin Hukum Kontrak Sumber hukum merupakan segala apa saja yang menimbulkan aturanaturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar akan menimbulkan sanksi yang nyata dan tegas. Adapun sumber hukum formal yang berlaku dalam hukum positif indonesia adalah :
24
a.
Undang-undang (Statue)
b.
Kebiasaan (Custom)
c.
Keputusan-keputusan Hakim (Jurisprudentie)
d.
Traktat (Treaty)
e.
Pendapat Ahli Hukum (dotrin) Pengertian dari doktrin sendiri adalah pendapat atau teori-teori dari para
ahli hukum. Kedudukan doktrin sendiri dalam prakteknya sangatlah penting dalam mempengaruhi pengambilan keputusan hukum oleh hakim. Dalam mengambil keputusan, hakim seringkali mengutip pendapat atau teori dari seorang atau beberapa orang ahli hukum mengenai kasus yang dihadapinya, apalagi jika ahli hukum tersebut juga menyatakan mengenai bagaiaman penyelesaian suatu kasus sampai dengan selesai. Jadi dengan kata lain kedudukan doktrin merupakan sebuah sumber hukum yang sangat berpengaruh bagi keputusan-keputusan hakim selain undang-undang. 25 Dalam ilmu hukum kontrak, dikenal berbagai doktrin atau teori, yang masing-masing
mencoba
menjelaskan
berbagai
segmen
dari
kontrak
24
Cst. Kansil dan Christine Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000, hal. 19 25 Ibid., hal. 23
Universitas Sumatera Utara
26
bersangkutan. Berikut ini dikenal beberapa teori hukum kontrak sesuai dengan kelompoknya masing-masing dengan memakai kriteria tertentu, yaitu sebagai berikut :26 1. Teori-teori dasar yang klasik. 2. Teori-teori berdasarkan formulasi kontrak. 3. Teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak. 4. Teori Holmes tentang Tanggung Jawab Hukum 5. Teori liberal tentang kontrak. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara spesifik sebagai berikut dibawah ini : 1. Teori-teori dasar klasik Terdapat beberapa teori dasar yang klasik, yang merupakan tempat berpijak dari suatu kontrak, yaitu sebagai berikut : a. Teori benda Menurut teori benda ini, kontrak adalah suatu benda (thing) yang telah ada
keberadaannya
secara
objektif
sebelum
dilakukan
pelaksanaan
(performance) dari kontrak tersebut. Dengan demikian. Suatu kontrak adalah suatu benda yang dibuat, disimpangi, atau dibatalkan oleh para pihak. Teori ini merupakan teori yang mendasarkan pada formulasi kontrak, misalnya kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, sehingga seolah-olah yang menjadi benda yang dinamakan kontrak tersebut adalah kertas-kertas yang bertuliskan kontrak yang ditandatangani
26
Munir Fuady I,Op.Cit., hal 4-11.
Universitas Sumatera Utara
27
oleh masing-masing pihak tersebut. b. Teori pelaksanaan Teori ini mengajarkan bahwa yang terpenting dari suatu kontrak adalah pelaksanaan (enforcement) dari kontrak yang bersangkutan, yang dalam hal ini dilaksanakan oleh badan-badan pengadilan atau badan penyelesaian sengketa lainnya. Sebab, yang menjadi tujuan utama dari setiap pembuatan kontrak adalah bahwa untuk mendorong para pihak untuk membayar hutangnya, melaksanakan janjinya dan bertindak secara benar dalam hubungan dengan kontrak antara para pihak tersebut, sehingga untuk itu perlu tindakan-tindakan yang dapat memberikan efek yang dapat menghalanghalangi atau mencegah terjadinya wanprestasi. Sehingga pelaksanaan kontrak tersebut (termasuk pemberian sanksi bagi pihak yang mengingkari kontrak) dalam hukum kontrak sama pentingnya dengan perlindungan hak milik. c. Teori prinsip umum Menurut teori ini, suatu kontrak tetap mengacu pada efektifitas secara umum dari kontrak itu sendiri. Jadi, sungguh pun banyak kontrak yang sudah ada pengaturannya yang detil dalam perundang-undangan atau dalam draftdraft model kontrak yang diterima umum, atau yang diatur sendiri oleh para pihak berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak, tetapi secara umum tetap tidak menyimpang secara signifikan dari prinsip-prinsip umum dan universal yang terdapat dalam konsep-konsep kontrak.
2. Teori-teori berdasarkan formulasi kontrak Dalam hubungannya dengan formulasi kontrak, dalam ilmu hukum
Universitas Sumatera Utara
28
kontrak terdapat empat teori yang mendasar, yaitu : a. Teori kontrak de facto Kontrak de facto (implied in-fact), yakni yang merupakan kontrak yang tidak pernah disebutkan dengan tegas tetapi ada kenyataan, pada prinsipnya dapat diterima sebagai kontrak yang sempurna. b. Teori kontrak ekspresif Ini merupakan teori yang sangat kuat daya berlakunya, bahwa setiap kontrak yang dinyatakan dengan tegas
(ekspresif) oleh para pihak-pihak yang
bersangkutan, sejauh memenuhi syarat-syarat mengenai sahnya suatu kontrak (ditandai dengan adanya suatu penawaran dan penerimaan), dianggap sebagai ikatan yang sempurna bagi para pihak tersebut. c. Teori promissory estoppel Teori promissory estoppel atau disebut juga dengan detrimental reliance mangajarkan bahwa dianggap ada kesesuaian kehendak di antara para pihak jika pihak lawan telah melakukan sesuatu sebagai akibat dari tindakantindakan pihak lainnya yang dianggap merupakan tawaran untuk ikatan suatu kontrak. d. Teori kontrak quasi Teori kontrak quasi (quasi contract atau implied in law) ini mengajarkan bahwa dalam hal-hal tertentu, apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu, maka hukum dapat menganggap adanya kontrak di antara para pihak dengan berbagai konsekuensinya, sungguhpun dalam kenyataannya kontrak tersebut tidak pernah ada.
Universitas Sumatera Utara
3. Teori-teori berdasarkan prestasi kedua belah pihak Dilihat dari prestasi kedua belah pihak dalam suatu kontrak, terdapat berbagai teori kontrak sebagai berikut : a. Teori hasrat (Will Theory) Teori ini mempunyai akar dalam hukum romawi dan mempunyai kemajuan pesat dalam hukum negara-negara yang menganut sistem hukum eropa kontinental. Teori hasrat ini menekankan kepada pentingnya hasrat dari pihak yang memberikan janji. Ukuran dari eksistensi, kekuatan berlaku, dan klausul dari suatu kontrak diukur dari hasrat tersebut. Jadi menurut teori ini, yang terpenting dari suatu kontrak bukan apa yang dilakukan para pihak dalam kontrak tersebut, tetapi apa yang mereka inginkan. Yang terpenting adalah “manifestasi atau pemberitahuan” dari kehendak para pihak. Jadi suatu kontrak mula-mula dibentuk dahulu (berdasarkan kehendak), sedangkan pelaksanaan atau tidak dilaksanakannya suatu kontrak adalah persoalan belakangan. b. Teori sama nilai (Equivalent Theory) Teori ini mengajarkan bahwa suatu kontrak baru mengikat jika para pihak dalam kontrak tersebut memberikan prestasinya yang seimbang atau sama nilai (equivalent). Pengertian equivalent ini kemudian berkembang lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat teknik dan konstruktif. Teknik dan konstruktif di sini maksudnya adalah teknik pembuatan dan konstruksi atau susunan kontrak. c. Teori tawar menawar (Bargain Theory)
Universitas Sumatera Utara
29
Teori ini merupakan perkembangan dari teori “sama nilai” (equivalent theori) dan sangat mendapat tempat dalam negara-negara yang menganut sistem Common Law. Teori sama nilai ini mengajarkan bahwa suatu kontrak30 hanya mengikat sejauh apa yang dinegosiasikan (tawar menawar) dan kemudian disetujui oleh para pihak. d. Teori kepercayaan merugi (Injurious Reliance Theory) Teori ini mengajarkan bahwa kontrak sudah dianggap ada jika dengan kontrak yang bersangkutan sudah menimbulkan kepercayaan bagi pihak terhadap siapa janji itu diberikan sehingga pihak yang menerima janji tersebut karena kepercayaannya itu akan menimbulkan kerugian jika janji itu tidak terlaksana. Dengan kata lain masing-masing pihak sudah mengetahui resiko masing-masing jika terjadi pengingkaran terhadap kontrak yang dibuat.
4. Teori Holmes tentang tanggung jawab hukum yang berkenaan dengan kontrak. Teori-teori Holmes (ahli hukum terkenal dari Amerika) pada prinsipnya mendasari pada dua prinsip sebagai berikut : a. Tujuan utama dari teori hukum adalah untuk menyesuaikan hal-hal eksternal ke dalam aturan, dan b. Kesalahan-kesalahan moral bukan unsur dari suatu kewajiban. Karena itu, teori Holmes tentang kontrak mempunyai intisari sebagai berikut : a. Peranan moral tidak berlaku untuk kontrak. b. Kontrak merupakan suatu cara mengalokasikan resiko, yaitu resiko wanprestasi.
Universitas Sumatera Utara
31
c. Yang terpenting bagi suatu kontrak adalah standar tanggung jawab yang eksternal. Yaitu tanggung jawab dari pelaksanaan kontrak tersebut.
5. Teori Liberal tentang kontrak Pada prinsipnya teori liberal tentang kontrak mengajarkan bahwa setiap orang menginginkan keamanan. Sehingga seseorang harus menghormati kepada orang lain dan hartanya. Akan tetapi orang juga perlu suatu kerja sama, dan kerja sama ini dapat dilakukan tanpa kehilangan kebebasannya, yang dalam hal ini dilakukan melalui kepercayaan dan perjanjian. Jadi, suatu perjanjian memerlukan suatu komitmen sehingga secara moral komitmen tersebut harus dilaksanakan, padahal tanpa suatu komitmen tersebut, tidak ada kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban yang bersangkutan. Jadi berdasarkan pada uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam suatu kontrak timbul diawali dengan suatu hasrat atau keinginan para pihak untuk mengikatkan dirinya guna menghindarkan diri dari suatu resiko, yaitu resiko wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak yang bersangkutan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa daya ikat suatu kontrak terjadi jika antara kedua belah pihak tersebut memberikan suatu prestasi yang berimbang. Berimbang maksudnya antara pihak yang satu dengan pihak yang lain saling memenuhi prestasi masingmasing. Draft pembuatan suatu kontrak diatur sendiri oleh para pihak, akan tetapi secara umum tetap mengacu pada konsep-konsep kesusilaan dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Suatu kesepakatan tidak bisa disebut suatu kontrak apabila tidak terdapat suatu sanksi didalamnya. Dengan kata lain peranan sanksi moral tidak berlaku untuk kontrak.
Universitas Sumatera Utara
32
C. Penyusunan Kontrak Untuk menyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya persiapan atau perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis persiapan tersebut sudah dimulai. Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi bebrapa tahapan sejak persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut : 27 1. Prakontrak a. Negosiasi; b. Memorandum of Undersatnding (M.o.U); c. Studi kelayakan; d. Negosiasi (lanjutan). 2. Kontrak a. Penulisan naskah awal; b. Perbaikan naskah; c. Penulisan naskah akhir; d. Penandatanganan. 3. Pasca Kontrak a. Pelaksanaan; b. Penafsiran; c. Penyelesaian sengketa.
Sebelum kontrak disusun atau sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu 27
Munir Fuadi I, Op.Cit
33 Universitas Sumatera Utara
proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar berlangsung. Tahapan berikutnya pembuatan Memorandum of Understanding (MoU). MoU merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. MoU walaupun belum merupakan kontrak, penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan atau pembuatan kontrak. Setelah pihak-pihak memperoleh MoU sebagai pegangan atau pedoman sementara, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. apabila diperlukan, akan diadakan negosiasi lanjutan dan hasilnya dituangkan dalam kontrak. Dalam penulisan naskah kontrak di samping diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, juga memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis. Walaupun tidak ditentukan suatu format baku di dalam perundangundangan, dalam praktek biasanya penulisan kontrak bisnis mengikuti suatu pola umum yang merupakan anatomi dari sebuah kontrak, sebagai berikut :
34 Universitas Sumatera Utara
(1) Judul; (2) Pembukaan; (3) Pihak-pihak; (4) Latar belakang kesepakatan (Recital); (5) Isi; (6) Penutupan. Judul harus dirumuskan secara singkat, padat, dan jelas misalnya Jual Beli Sewa, Sewa Menyewa, Joint Venture Agreement atau License Agreement. Berikutnya pembukaan terdiri dari kata-kata pembuka, misalnya dirumuskan sebagai berikut : Yang bertanda tangan di bawah ini atau Pada hari ini Senin tanggal dua Januari tahun dua ribu, kami yang bertanda tangan di bawah ini. Setelah itu dijelaskan identitas lengkap pihak-pihak. Sebutkan nama pekerjaan atau jabatan, tempat tinggal, dan bertindak untuk siapa. Bagi perusahaan/badan hukum sebutkan tempat kedudukannya sebagai pengganti tempat tinggal. Contoh penulisan identitas pihak-pihak pada perjanjian jual beli sebagai berikut : 1.
Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/untuk dan atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut penjual;
2.
Nama ....; Pekerjaan ....; Bertempat tinggal di .... dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/selaku kuasa dari dan oleh karenanya bertindak untuk atas nama .... berkedudukan di .... selanjutnya disebut pembeli.
3.
Pada bagian berikutnya diuraikan secara ringkas latar belakang terjadinya kesepakatan
(recital).
Contoh
perumusannya
seperti
ini
:
dengan
35 Universitas Sumatera Utara
menerangkan penjual telah menjual kepada pembeli dan pembeli telah membeli dari penjual sebuah mobil/sepeda motor baru merek .... tipe .... dengan ciri-ciri berikut ini : Engine No. .... Chasis ...., Tahun Pembuatan .... dan Faktur Kendaraan tertulis atas nama .... alamat .... dengan syarat-syarat yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli seperti berikut ini. Pada bagian inti dari sebuah kontrak diuraikan panjang lebar isi kontrak yang dapat dibuat dalam bentuk pasal-pasal, ayat-ayat, huruf-huruf, angka-angka tertentu. Isi kontrak paling banyak mengatur secara detail hak dan kewajiban pihak-pihak, dan bebagai janji atau ketentuan atau klausula yang disepakati bersama. Jika semua hal yang diperlukan telah tertampung di dalam bagian isi tersebut, baru dirimuskan penutupan dengan menuliskan kata-kata penutup, misalnya, Demikianlah perjanjian ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya atau kalau pada pembukaan tidak diberikan tanggal, maka ditulis pada penutupan. Misalnya :Dibuat dan ditandatangani di .... pada hari ini .... tanggal .... Di bagian bawah kontrak dibubuhkan tanda tangan kedua belah pihak dan para saksi (kalau ada). Dan akhirnya diberikan materai. Untuk perusahaan/badan hukum memakai cap lembaga masing-masing. Jika kontrak sudah ditandatangani berarti penyusunan sudah selesai tinggal pelaksanaannya di lapangan yang kadangkala isinya kurang jelas sehingga memerlukan penafsiran-penafsiran.
D. Pola Pengaturan Kontrak dalam KUH Perdata Sumber hukum utama dari suatu kontrak yang berbentuk perundangundangan adalah KUH Perdata, khususnya buku ketiga yang berkaitan dengan
36 Universitas Sumatera Utara
kontrak adalah sebagai berikut : 28 1. Pengaturan tentang perikatan perdata 2. Pengaturan tentang perikatan yang timbul dari kontrak (Pasal 1313 – 1351) 3. Pengaturan tentang hapusnya perikatan 4. Pengaturan tentang kontrak-kontrak tertentu (Pasal 1457 –1864) Untuk lebih jelasnya akan diuraikan secara spesifik sebagai berikut dibawah ini : 1. Pengaturan tentang Perikatan Perdata Pengaturan tentang perikatan perdata ini merupakan pengaturan perikatan pada umumnya, yakni yang berlaku baik untuk perikatan yang berasal dari kontrak maupun yang berlaku untuk perikatan yang terbit karena undang-undang. Pengaturan tentang perikatan perdata (pada umumnya) ini terdiri antara lain diatur dalam pasal 1233 – 1312 KUH Perdata. 2. Pengaturan Tentang Perikatan yang Timbul dari Kontrak Telah disebutkan bahwa suatu perikatan dapat timbul, baik karena adanya kontrak maupun karena undang-undang. Perikatan timbul karena suatu kontrak menurut KUH Perdata diatur dalam Bab Kedua Buku Ketiga, yang pengaturannya disebutkan dalam pasal 1313 – 1351 KUHPerdata. 3. Pengaturan tentang Hapusnya Perikatan Tentang hapusnya perikatan, termasuk hapusnya perikatan yang terbit karena suatu kontrak, diatur dalam KUH Perdata dalam Bab IV Buku Ketiga yakni disebutkan dalam pasal 1381- 1456
28
ibid, hal. 13.
37 Universitas Sumatera Utara
4. Pengaturan tentang Kontrak-Kontrak tertentu Disamping yang tersebut di atas, terdapat pula ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata yang mengatur tentang kontrak-kontrak tertentu, atau yang sering disebut juga dengan kontrak bernama. Perlu juga ditegaskan di sini bahwa di samping kontrak-kontrak tertentu yang disebutkan dalam KUH Perdata seperti kontrak jual-beli, sewa, tukar menukar, dan lain-lain, masih banyak kontrakkontrak tertentu lain yang tidak termasuk dalam kontrak-kontrak tertentu versi KUH Perdata, Misalnya kontrak leasing, franchise, lisensi, dan lain sebagainya. Kontrak-kontrak tertentu yang diatur dalam KUH Perdata, yakni diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII antara lain dalam pasal 1457 sampai dengan pasal 1864. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa dalam hal ini pengaturan mengenai kontrak dalam KUH Perdata diatur dalam Buku III KUH Perdata. Akan tetapi dikecualikan dari pasal 1352-1380 KUH Perdata. Dalam hal ini mengapa penulis tidak memasukkan pasal 1352-1380 KUH Perdata sama sekali tidak berlaku untuk kontrak, dikarenakan dalam pasal-pasal tersebut mengatur mengenai perikatan yang lahir karena undang-undang. Pasal tersebut sangat kontradiktif dengan kontrak itu sendiri, dimana suatu kontrak yang dibuat malah melahirkan undang-undang. Jadi dengan kata lain kontrak tidak dilahirkan dari undang-undang tetapi kontraklah yang melahirkan undang-undang. Hal tersebut sesuai dengan pasal 1338 (1) KUH Perdata yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
38 Universitas Sumatera Utara
E. Doktrin Mengenai Wanprestasi Dalam Kontrak Mengenai pengertian prestasi dalam KUH Perdata diatur dalam pasal 1234 KUH Perdata yaitu berupa : 1. Memberikan sesuatu 2. Berbuat sesuatu 3. Tidak berbuat sesuatu Sementara itu, dengan wanprestasi
yang dimaksudkan adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk melakukan pemenuhan prestasi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pun pihak yang dirugikan karena prestasi tersebut. 14) Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya. Model-model wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut 15) : (1) Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi (2) Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi (3) Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi Dalam hal wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi dalam ilmu hukum kontrak dikenal suatu doktrin yaitu “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial” (Substansial Performance). Yang dimaksud dengan doktrin tersebut adalah sungguh pun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, 14) 15)
Amirizal, Hukum Bisnis, Risalah Teori dan Praktik, Djambatan, Jakarta, 1999, hal.36. Munir Fuady I, Op.Cit., hal. 89.
39 Universitas Sumatera Utara
tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara substansial, maka dia disebut telah tidak melaksanakan kontrak secara “material”. 15) Hal itu dimisalkan, A mengikat kontrak dengan B untuk mendirikan bangunan, misalnya A dalam membangun rumah ia tinggal memasang kunci bagi bangunan tersebut sementara pekerjaanpekerjaan lainnya telah selesai dilakukannya, maka dapat dikatakan ia telah melakukan kontrak secara substansial. Sementara kunci yang tidak belum dipasang pada bangunan tersebut bukan berarti dia telah tidak melaksanakan kontrak secara material. Akan tetapi tidak semua kontrak dapat diterapkan doktrin pelaksanaan prestasi secara substansial. Untuk kontrak jual beli atau kontrak yang berhubungan dengan tanah misalnya, biasanya doktrin pelaksanaan kontrak secara substansial tidak dapat diberlakukan Untuk kontrak-kontrak yang tidak berlaku doktrin pemenuhan prestasi secara substansial, berlaku doktrin pelaksanaan prestasi secara penuh atau sering disebut dengan istilah strict preformance rule, full preformance dan perfect tender rule. 16) Untuk mengetahui apakah suatu kontrak telah terlaksana secara substansial atau tidak, dapat diberlakukan beberapa kriteria, yaitu antara lain 17) : (1) Kelayakan kompensasi Dalam hal ini akan dilihat apakah tersedia kompensasi yang cukup
15)
Ibid., hal. 90. Ibid. 17) Ibid.,,hal 92-93. 16)
40 Universitas Sumatera Utara
memuaskan terhadap pihak yang dirugikan karena wanprestasi. Apabila tidak cukup baik tersedia kompensasi atau sulit menghitung ganti rugi, maka pelaksanaan kontrak substansial akan sulit diakui. Jadi dalam hal yang demikian, pelaksanaan kontrak akan dianggap tidak substansial, sehingga dianggap tidak terlaksananya kontrak yang material. (2) Hilangnya keuntungan yang diharapkan Dalam hal ini, semakin besar keuntungan yang hilang dari adanya pelaksanaan kontrak yang tidak sempurna, semakin besar pula kemungkinan wanprestasi
yang
material atau
substansial
terhadap
kontrak
yang
bersangkutan. Sehingga kalau kerugian kepada yang dirugikan tersebut besar, sulit dikatakan terjadi pelaksanaan kontrak yang substansial. (3) Bagian kontrak yang dilaksanakan Untuk dapat dikatakan bahwa pihak tertentu telah melaksanakan kontraknya secara substansial, dapat diukur dari bagian prestasi yang telah dilakukan. Semakin besar bagian prestasi yang dilakukan, maka semakin besar kemungkinan substansialnya pelaksanaan kontrak yang bersangkutan. (4) Kesengajaan untuk tidak melaksanakan kontrak Apabila ada bagian kontrak yang tidak dilaksanakan dengan kesengajaan (bukan karena kelalaian atau sebab-sebab lain yang mengandung unsur itikad baik), unsur kesengajaan mana biasanya terlihat dari dengan sengaja mengabaikan kontraknya, atau dengan sengaja memasang material yang tidak memenuhi standar, dapat dikatakan bahwa dia belum melaksanakan kontrak secara substansial.
41 Universitas Sumatera Utara
(5) Kesediaan untuk memperbaiki prestasi Jika pihak yang melakukan prestasi dapat memperbaiki dan mempunyai kemauan untuk memperbaiki prestasinya, maka dalam hal ini dapat dianggap tidak terjadi bukan suatu wanprestasi yang bersifat material. Berdasarkan uraian di atas penulis menarik suatu kesimpulan yaitu suatu pemenuhan prestasi harus dilaksanakan secara penuh (strict performance rule) misalnya kontrak jual-beli dimana apabila seorang penjual menyerahkan barang dengan tidak sesuai dengan kontrak, maka pihak pembeli dapat menolak barang tersebut. Dikecualikan dari hal tersebut ada suatu Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial (Substantial Performance) dimana apabila tidak adanya suatu unsur kesengajaan dan dengan ketidaksengajaan tersebut kemudian ada kompensasi bagi yang dirugikan dan dalam hal ini hal-hal substansial atau hal-hal yang menjadi pokok atau materi dari kontrak telah dilaksanakan telah dilaksanakan maka hal tersebut dianggap belum terjadi wanprestasi.
42 Universitas Sumatera Utara