BAB II LITERATURE REVIEW
2.1 Latar Belakang Industri Penerbangan
Suatu maskapai penerbangan menyediakan layanan transportasi udara untuk penumpang atau kargo. Maskapai penerbangan memiliki sendiri atau menyewa armada pesawatnya untuk mendukung layanan ini, selain membentuk kerja sama atau aliansi dengan penerbangan lain untuk menciptakan mutual benefit. Ada berbagai macam penerbangan, dari yang hanya memiliki satu pesawat untuk menerbangkan surat atau kargo, sampai penerbangan internasional yang menyediakan layanan penuh dengan ratusan pesawat. Layanan penerbangan dapat dikategorisasikan menjadi intercontinental, intracontinental, regional atau domestik dan dapat beroperasi dengan jadwal atau charter. DELAG, Deutsche Luftschiffahrts-Aktiengesellschaft (yang memiliki arti "Perusahaan Transportasi Udara Jerman") adalah penerbangan pertama di dunia. Ditemukan pada 16 November, 1909 dengan bantuan dari pemeritah dan armadanya diproduksi dari Zeppelin Corporation. Kantor pusatnya berada di Frankfurt. Empat penerbangan tertua lainnya adalah KLM dari Netherland, Aviaca dari Colombia, Quantas dari Australia, dan Mexicana dari Mexico. Banyak negara mempunyai maskapai penerbangan nasional yang dimiliki dan dioperasikan oleh pemerintah. Penerbangan swasta pun memiliki perjanjian dengan 9
10
regulasi pemerintah untuk masalah ekonomi, politik, dan keamanan. Bentuk kepemilikan dari bantuan pemerintahan berangsur-angsur hilang menjadi lebih independen, untuk profit perusahaan publik. Hal ini timbul ketika regulator mengijinkan pemilik memiliki kebebasan yang lebih besar dan bersifat nonpemerintahan, dimana langkah ini membutuhkan waktu puluhan tahun. Namun bentuk ini hanya terlihat di beberapa negara, dimana mereka memiliki deregulasi untuk penerbangan di negaranya. Hal ini membuat maskapai penerbangan menjadi lebih bebas dalam melakukan negosiasi dalam menunjuk bandara, rute masuk dan keluar secara lebih mudah, dan bebas menentukan harga tiket menurut permintaan pasar. Permintaan dari layanan penerbangan udara tergantung dari: kebut uhan bisnis seperti pengiriman kargo, permintaan penumpang bisnis, permintaan penumpang yang sedang berlibur, dan semua yang dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi. Tren permintaan secara keseluruhan meningkat dengan konstan. Di tahun 1950 dan 1960, pertumbuha n tiap tahunnya mencapai 15%. Pertumbuhan tiap tahun yang mencapai 5-6% terlihat di tahun 1980 dan 1990. Tingkat pertumbuhan tidak konsisten di semua tempat, namun negara dengan deregulasi industri penerbangan memiliki lebih banyak kompetisi dan kebebasan dalam menentukan harga. Hal ini menghasilkan harga yang rendah dan kadang perubahan yang drastis di pertumbuhan industri ini. Amerika, Australia, Jepang, Brazil, Mexico, India memiliki tren ini. Industri ini memiliki siklus. Empat atau lima tahun dari kinerja yang buruk berubah menjadi lima atau enam tahun kinerja yang meningkat. Namun profit di tahun-tahun yang baik pada umumnya rendah, dengan 2-3% net profit setelah bunga
11
dan pajak. Ketika menghasilkan profit, suatu penerbangan melakukan leasing pesawat jenis baru dan meningkatkan layanan karena adanya permintaan yang meningkat. Sejak tahun 1980, industri ini belum dapat menutup modal yang dikeluarkan pada tahun-tahun baik tersebut. Dari hal tersebut dapat dilihat hal yang lebih buruk terjadi pada tahun-tahun yang tidak menguntungkan. Ada beberapa jenis kerja sama yang dilakukan penerbangan di dunia. Namun jenis partnership yang paling umum di penerbangan adalah code sharing; satu penerbangan menjual tiket untuk penerbangan lain dibawah kode penerbangan tersebut. Contohnya adalah ketika maskapai penerbangan Jepang memiliki partnership code sharing dengan Aeroflot pada tahun 1960an dalam penerbangan dari Tokyo ke Moscow: Aeroflot mengoperasikan penerbangan dengan pesawatnya, tetapi JAL menjual tiket seakan-akan itu adalah penerbangan JAL. Hal ini membuat penerbangan dapat mengembangpan operasinya ke bagian dunia lain walau mereka belum mampu untuk membuka base atau membeli pesawat di bagian dunia tersebut.
2.1.1 Perkembangan Industri Penerbangan
Industri penerbangan, sebagai satu dari beberapa sektor riil dari sebuah infrastruktur suatu negara, memiliki pengaruh ekonomi yang sangat besar. Di tahun 2003, penerbangan berjadwal di dunia membawa 1.657 juta penumpang – ekuivalen dengan lebih dari 25% penduduk bumi – dan 34,5 juta ton kargo. Industri ini juga membawa hampir 40% lebih dari 714 juta turis internasional (data 2002). Dengan ini
12
dapat diasumsikan industri ini akan menjadi lebih penting di tahun-tahun berikutnya, terutama dalam pemindahan kargo dari satu tempat ketempat lain, dengan perhitungan sebanyak 80% dari jumlah kargo dunia pada tahun 2014. Menurut perkiraan International Civil Aviation Organization (ICAO), kontribusi langsung dari penerbangan sipil (termasuk penerbangan, transportasi udara komersial lainnya dan afiliasinya) adalah US$370 trilyun di tahun 1998. Penerbangan sipil memiliki kontribusi lebih banyak pada gross produk domestik di negara maju seperti Amerika Serikat, dimana perjalanan udara menjadi bagian yang penting dari suatu bisnis dan kehidupan personal seseorang. Sektor ini juga menjadi lebih penting untuk penduduk di negara berkembang, secara perjalanan udara pada saat ini menjadi lebih terjangkau. Beberapa dekade yang lalu, perjalanan udara merupakan hal yang mewah bagi sebagian penududuk dunia, hal ini menghasilkan perjalanan domestik di negara maju seperti Amerika Serikat membentuk suatu komponen terbesar di industri tersebut. Pasar domestik Amerika Serikat yang besar membuat pasar domestik di negara lain terlihat kecil (contohnya pasar domestik Jepang yang hanya berjumlah sepertujuh dari pasar domestik Amerika Serikat dalam jumlah penumpang), namun pada dua dekade terakhir ini, perjalanan udara internasional semakin meningkat di negara berkembang (terutama di Asia Pasifik) secara penduduk di negara berkembang tersebut semakin makmur. Trend ini terlihat pada tahun 1980 sampai 1999, dimana pertumbuhan revenue internasional penumpang-kilometer dan jumlah penumpang internasional adalah lebih dari dua kali pertumbungan gross produk domestik dunia (yang terhitung sebanyak
13
3%) dan jauh lebih cepat dari pertumbuhan jumlah penumpang secara keseluruhan. Di tahun 1991, penerbangan di Amerika Utara dan Eropa mendominasi 71.1% lalu lintas udara dunia, tetapi porsi ini menurun menjadi 63% di tahun 2002. Di periode yang sama, pangsa pasar penerbangan di Asia Pasifik meningkat dari 19.5% menjadi 26.7%. Terlebih lagi, International Air Transport Association (IATA) memprediksi akan ada sebanyak 51% penumpang internasional di tahun 2010 di pasar Asia Pasifik (Heracleous, Wirtz dan Pangarkar, 2006). Trend ini, yang secara khusus menunjuk pada meningkatnya kepentingan perjalanan internasional dan pasar Asia Pasifik, diharapkan akan terus berlanjut dengan 3 faktor kunci. Pertama, kinerja perekonomian di Asia Pasifik yang kuat dan terus berlanjut akan membawa jumlah perjalanan per kapita lebih banyak, baik untuk keperluan bisnis maupun liburan. Di negara- negara dunia ketiga (yang tiap 1 dari 100 penduduk dipastikan akan melakukan penerbangan dalam setahun) memiliki potensi untuk tumbuh. Kedua, data demografik mengindikasikan urbanisasi, hal ini menjadi kunci prediksi dari permintaan perjalanan udara yang timbul dengan cepat di perekonomian Asia Pasifik. Ketiga, banyak dari perekonomian ini memperlihatkan pertumbuhan populasi, kontras dari pertumbuhan yang lambat di banyak negara maju, terutama Eropa dan Jepang.
14
2.1.2 Tinjauan
Industri
Penerbangan
Internasional
dan
Domestik
Di Indonesia, bisnis angkutan udara adalah sebuah fenomena menarik. Bisnis ini mengalami banyak tragedi yang berujung pada penggantian Menteri Perhubungan Hatta Radjasa pada reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Di sisi lain, terjadi sejumlah perobahan kepemilikan dalam tahun 2007. Cardig International telah mengakuisisi sebagian share Mandala Airlines. Grup Bhakti Investama baru saja membeli 50 persen saham Adam Air. Bhakti juga segera mengakuisisi saham Sriwijaya Airlines dan Mandala
Airlines. Pada tingkatan global, tengah terjadi
kompetisi antara Airbus (A-380) dan Boeing (B-777) dalam produksi dan pemasaran super aircraft berdaya angkut
lebih dari 500 penumpang. Penumpang semakin
dimanjakan dengan fasilitas modern fleet seperti seri B-737 900 ER dan B-737 800 NG. Lion Air adalah operator pertama di dunia untuk B-737 900 ER.
2.1.2.1
Internasional
Tragedi World Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001 membawa dampak signifikan terhadap industri penerbangan global, dimana industri penerbangan dunia yang sebelum terjadinya tragedi WTC ini sudah dihadapkan pada sejumlah permasalahan, diantaranya penurunan load factor penumpang akibat terjadinya perang teluk – dipicu invasi Amerika Serikat ke Iraq -, wabah SARS yang
15
melanda Asia, meningkatnya biaya operasional akibat naiknya harga bahan bakar (fuel) pesawat serta harga spare parts dan biaya pemeliharaan sehingga memangkas marjin keuntungan, menjadi semakin terpuruk dengan terjadinya tragedi ini. Situasi kritis ini membawa implikasi yang cukup signifikan. Pada maskapai penerbangan yang memiliki rute internasional di kawasan Amerika dan Eropa yang semakin terpuruk, terjadi penurunan utilisasi armada-armada pesawatnya akibat semakin menurunnya load factor penumpang serta tingginya biaya operasional pesawat. Setiap bulan laporan rugi laba terus menampilkan angka-angka kerugian akibat fixed cost dan variable cost yang tidak dapat ditutup oleh revenue. Untuk mengatasi dan menyiasati hal tersebut maka banyak maskapai- maskapai penerbangan yang menempuh strategi bleeding stop dengan antara lain meminta debt rescheduling kepada kreditur, mempercepat akselerasi fleet retirementnya dengan menjual atau menyewakan pesawat-pesawatnya kepada maskapai- maskapai penerbangan lain yang membutuhkan dengan harga jual atau lease rate yang murah. Ekuilibrium pasar menjadi terganggu akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand. Akibat melimpahnya armada beberapa type pesawat yang ditawarkan kepada pasar (over supply), terjadi penurunan signifikan harga jual maupun lease rate beberapa type pesawat tersebut. Inilah yang kemudian menjadi pemicu lahirnya konsep pene rbangan murah atau Low Cost Carrier (LCC). Di Indonesia pemainnya antara lain Adam Air (PT Adam Sky Connection), Citilink (PT Garuda Indonesia), Lion Air (PT Lion Air Indonesia) dan Indonesia Air Asia, maka di Asia Pacific kita mengenal Valu Air, Cebu Pacific, Silk Air, RyanAir dan sebagainya.
16
Deregulasi dan liberalisasi sector penerbangan yang terjadi di beberapa negara seperti di negara- negara kawasan Asia, yang terjadi pada awal tahun 2000an mengakibatkan menjamurnya maskapai- maskapai penerbangan dengan konsep Low Cost Carrier (LCC). Tragedi WTC 2001 berdampak pada kemudahan bagi maskapai penerbangan LCC ini untuk mendapatkan pesawat-pesawat dengan harga yang murah, yang berasal dari beberapa maskapai penerbangan yang melakukan upaya fleet rationalitation agar bisa survive dalam situasi dan kondisi marjin industri penerbangan yang semakin menurun. Salah satu indikasi fenomena LCC adalah meningkatnya jumlah peralihan kepemilikan armada pesawat dari maskapai di negara- negara di kawasan Amerika dan Eropa ke kawasan Asia. Jumlah armada yang meningkat ini akan diikuti oleh peningkatan jumlah penumpang udara. Pasar Asia Pacific diperkirakan akan mencapai US$ 20 milyar pada tahun 2006. Perkiraan yang telah dibuat untuk perjalanan udara di Asia diadakan oleh dua (2) badan asosiasi dunia penerbangan pada tahun 1997. Organisasi International Civil Aviation pada tahun 1997 memprediksi bahwa perjalanan udara di Asia akan mengalami peningkatan sebesar 2 kali dari peningkatan persentase dunia yaitu sebesar 5 %, dan sebelum terjadi perubahan milenium telah terhitung sebanyak 40% perjalanan global (Straits Times, 1998, p.34). Pada tahun 2004, Asia mencatat sebanyak 42% adalah perjalanan udara dunia. Asosiasi International Air Transport, telah memprediksi bahwa, ekonomi Asia Pasific akan serupa dengan yang berada di Amerika Utara atau Eropa, Asia diprediksi akan mendominasi setengah dari perjalanan udara dunia pada 2010.
17
Pada masa keemasannya, banyak penerbangan Asia yang tercatat sebagai pemain dunia. Mereka mengkapitalisasi pesona Asia dan keramahan Asia sebagai kekuatan diferensiasi dalam service. Japan Airlines (JAL), All Nippon Airways (ANA), Cathay Pacific dan Singapore Airlines (SIA) dan Malaysian Airlines (MAS) sekarang merupakan penerbangan kelas dunia. Regional area juga mempunyai beberapa penerbangan nasional dengan pendapatan anual sebesar US$ 1 milyar dan dengan jaringan rute-rute yang diperluas. Penerbangan ini termasuk Qantas, New Zealand, Thai Air International.
2.1.2.2
Domestik
Di Indonesia, bisnis maskapai penerbangan mengalami pasang surut tajam 7 (tujuh) tahun terakhir. Setelah penerbangan berguguran di era krisis ekonomi 1998, pada awal tahun 2000 muncul berbagai maskapai yang menjajaki bisnis yang memiliki magnet kuat itu. Karakteristik wilayah Nusantara yang berupa kepulauan (archipelago country), dengan arus mobilitas penduduk yang terus meningkat, menjadi salah satu faktor penting tumbuh suburnya perusahaan jasa penerbangan. Pesawat menjadi moda transportasi massal. Naik pesawat bukan lagi suatu kemewahan ya ng hanya bisa dinikmati kalangan atas. Kalangan menengah ke bawah, pelajar, dan mahasiswa, sekarang sudah lazim pulang-pergi ke daerah naik pesawat. Bandara juga makin ramai, karena dari waktu ke waktu penumpang semakin besar jumlahnya.
18
Selama enam tahun terakhir ini atau sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 44 tahun 1999 maskapai penerbangan baru di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Pada tahun 1999 jumlah maskapai penerbangan hanya berjumlah 8 maskapai penerbangan meningkat menjadi 40 maskapai penerbangan di tahun 2005. Kemudahan untuk mendapatkan pesawat-pesawat dengan harga murah akibat terjadinya tragedi WTC tahun 2001 juga menjadi salah satu katalis berkembangnya maskapai- maskapai penerbangan baru di Indonesia. Selain itu dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No 3 tahun 2000 semakin memberikan kemudahan dan keleluasaan kepada maskapai- maskapai penerbangan di Indonesia untuk menentukan tipe pesawat yang akan dioperasikan sesuai dengan kemampuan dari maskapai penerbangan tersebut.
Gambar 2.1 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Dalam Negeri Di Indonesia Perioda 1993 - 2010 Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan RI. 2007.
19
Trend pertumbuhan penumpang menstimuli pertumbuhan jumlah maskapai. Semakin meningk atnya jumlah maskapai di Indonesia saat ini, merupakan peluang bagi pemasaran pesawat oleh industri manufaktur pesawat. Pesawat dapat ditawarkan kepada maskapai- maskapai penerbangan yang baru untuk memenuhi jumlah minimal armada pesawat yang akan dioperasikannya. Guna meningkatkan keselamatan dan kenyamanan penumpang, pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Perhubungan No 35 tahun 2005 yang mensyaratkan batas ”usia operasional” pesawat-pesawat yang akan masuk ke Indonesia harus dibawah 50.000 flight cycle.
Gambar 2.2 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Luar Negeri Di Indonesia Perioda 1993 - 2010 Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan RI. 2007.
Faktor-Faktor Kunci Sukses Keberhasilan Bisnis Bidang Penerbangan Faktor-faktor kritis keberhasilan bisnis penerbangan menurut Emory & Stanton (2004) adalah :
20 •
Market Supply Demand Supply dan demand terhadap seri armada pesawat tertentu merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan bisnis pengoperasian pesawat. Sejak terjadinya tragedi WTC Sept 2001, terjadi over-supply untuk secondary market baik untuk penjualan dan penyewaan pesawat seri tertentu, semisal Boeing 737-200. Over supply Boeing seri 737-200 terjadi akibat banyak maskapai penerbangan global khususnya maskapai penerbangan Amerika Serikat yang memiliki armada Boeing 737-200 yang menjual maupun menyewakan armada Boeing 737-200 miliknya untuk mensiasati peningkatan revenue dan net income setelah terjadinya penurunan load factor penumpang serta tingginya operation cost. Selain itu penjualan/penyewaan Boeing 737-200 ini merupakan salah satu program rasionalisasi aset berdasarkan fleet planning dari maskapaimaskapai penerbangan tersebut dimana usia pesawat di Amerika Serikat ditetapkan selama 20 tahun. Boeing 737-200 yang pada saat ini sudah berumur diatas 20 tahun kemudian dijual/disewakan kepada maskapaimaskapai penerbangan di negara lain yang masih memerlukan pesawat Boeing 737-200. Banyaknya jumlah armada Boeing 737-200 yang dirasionalkan mengakibatkan terjadinya over-supply, yang berakibat pada semakin menurunnya harga maupun lease rate dari Boeing 737-200.
•
Regulasi Teknis
21
Tingkat kebisingan dari engine pesawat akan mempengaruhi daya jualnya ke suatu negara. Di banyak negara yang memiliki aturan ketat masalah lingkungan dan tingkat kebisingan mensyaratkan pesawat-pesawat tertentu harus mereduksi noise atau tingkat kebisingannya. Persyaratan lainnya menyangkut safety regulation adalah cycle pesawat. Di beberapa kawasan saat ini sudah menerapkan peraturan yang mensyaratkan pengoperasian pesawat yang akan atau baru akan masuk ke suatu negara atau yang sudah beroperasi di negara tersebut dengan cycle maksimal 40.000 sampai dengan 50.000. Hal ini merupakan ancaman bagi pemasaran pesawat-pesawat yang sudah melebihi jumlah cycle maksimal seperti yang sudah disyaratkan tersebut. •
Persaingan Perusahaan-Perusahaan Manufacture Pesawat Salah satu strategi pemasaran pesawat-pesawat baru yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur pesawat terbang adalah dengan memberikan insentif- insentif kepada maskapai- maskapai penerbangan yang akan membeli atau menyewa pesawat-pesawat yang baru di produksi, agar produk-produk pesawat terbang yang baru diproduksinya sukses dipasarkan di pasar. Hal ini juga sebagai ajang pertarungan antara beberapa manufacture pesawat terbang yang besar, contohnya antara Boeing dan Airbus.
Insentif- insentif yang diberikan tersebut merupakan ancaman bagi pemasaran pesawat oleh pabrik manufaktur, karena dengan adanya insentif- insentif ini
22
maskapai- maskapai penerbangan tentunya akan membeli atau menyewa pesawatpesawat terbang dengan tahun produksi yang lebih baru karena lebih efisien dan ekonomis baik dari biaya perawatan, fuel cost maupun dari unit cost per passanger, karena umumnya dengan fleet size yang hampir sama pesawat-pesawat baru ini memiliki configurasi seat capacity yang lebih besar sehingga dapat membawa penumpang dengan volume yang lebih besar.
2.1.3 Pelayanan Kepada Pelanggan
2.1.3.1
Pelayanan Yang Diberikan Secara Umum
Sejumlah airline di Eropa mengembangkan Airline Passenger Service Commitment, yang berisi tentang ikatan komitmen yang bersifat non- legal dalam memberi standar service yang telah ditentukan kepada penumpang. Di dokumen tersebut dijelaskan ada lima area yang dicakup dalam pemberian layanan ke penumpang, yaitu:
Layanan kepada penumpang sebelum berpergian atau Pre-journey Service •
Pada saat pemesanan tiket di telepon, website, mauput outlet, calon penumpang berhak untuk tahu harga tiket terendah atau pun alternatifnya pada peneberbangan yang akan diambil. Setelah pembayaran dilakukan, harga tiket
23
tidak boleh berubah setelah tanggal, nomor penerbangan, dan kelas telah dipesan, kecuali untuk pajak dan biaya lain. Layanan kepada penumpang sebelum penerbangan atau Pre-flight Service •
Penumpang diberi beberapa alternatif check- in bila mereka tidak dapat memenuhi waktu check- in yang telah ditentukan oleh suatu airline. Contohnya seperti city check- in, telepon check- in, dan group check- in.
•
Jika terjadi keterlambatan, pembatalan maupun pengalihan penerbangan, penumpang wajib diberi tahu secepat mungkin. Maskapai penerbangan tersebut akan menyediakan bantuan seperti makanan dan akomodasi untuk penumpang yang mengalami keterlambatan pesawat lebih dari dua jam (atau lebih, tergantung dari polisi masing- masing maskapai). Namun hal ini tidak wajib
dilakukan
apabila
ada
masalah
cuaca
yang
mengakibatkan
keterlambatan penerbangan, serta pada penerbangan dengan rute kurang dari 300 km dan hanya terdiri dari 80 penumpang.
Layanan kepada penumpang selama penerbangan atau In-flight Service •
Penumpang berhak mendapat pelayanan seperti makanan, minuman, penyediaan kamar kecil, dan perawatan kesehatan (jika diperlukan) selain tentunya bant uan serta asistensi awak kabin selama penumpang berada di dalam pesawat.
24
Layanan kepada penumpang setelah penerbangan atau Post-flight Service •
Tiap maskapai penerbangan harus mampu mengantar bagasi penumpang secepat mungkin di area kedatangan. Jika terjadi sesuatu atau ada bagasi yang tidak sampai tujuan, maskapai tersebut harus dapat mengembalikan bagasi yang hilang kepada penumpang dalam 24 jam ke tujuan akhir penerbangan bagasi tersebut, tanpa biaya.
Layanan kepada penumpang setelah berpergian atau Post-journey Service •
Dalam kondisi normal tiap maskapai penerbangan sebaiknya dapat merespon komplain yang dikirimkan oleh penumpang 28 hari setelah mereka berpergian. Ketika tidak terdapat cukup waktu untuk menginvestigasi komplain yang disampaikan, maskapai harus mengirim surat pemberitahuan yang menjelaskan alasan keterlambatan dalam merespon komplain tersebut. Tiap maskapai penerbangan haruslah memberi contact yang jelas di jadwal, website, media informasi publik lainnya, serta travel agen yang ditunjuk, sehingga penumpang dapat lebih mudah mengirim komplain atau pun hal- hal yang berhubungan dengan fungsi customer service.
Maskapai
penerbangan
yang
menyetujui Airline
Passenger
Service
Commitment ini akan terus berkompetisi secara kuat dalam memenuhi kebutuhan penumpang dengan menawarkan produk dan tingkat layanan yang berbeda. Mereka
25
akan berusaha untuk menjalankan Airline Passenger Service Commitment ini sebagai hal yang mendasar dalam memberikan layanan kepada penumpang secara konsisten. Penilaian masing- masing produk dan jenis layanan yang diberikan oleh suatu maskapai penerbangan dapat diukur, sehingga terlihat maskapai mana yang memiliki produk dan layanan terdepan. Lebih dari 175 maskapai penerbangan di dunia, termasuk Garuda Indonesia memiliki acuan dalam memberikan layanan kepada pelanggannya, yakni melalui Skytrax. Skytrax Research adalah perusahaan swasta yang berbasis di London dan berdiri pada tahun 1989, merupakan spesialis dalam Research Advisors kepada industri transportasi udara. Skytrax menangani studi riset produk, layanan dan penumpang untuk suatu maskapai penerbangan, aliansi, bandara, serta supplier produk dan jasa yang berhubungan dengan transportasi udara di dunia. "Riset transportasi udara yang professional oleh profesional di transportasi udara" adalah etos yang membawa Skytrax dalam menawarkan layanan dengan standar tertinggi dan riset yang berkualitas. Beberapa atribut yang menjadi penilaian Skytrax terhadap suatu maskapai penerbangan di dunia akan memperlihatkan seberapa excellent produk dan layanan yang ditawarkan oleh suatu maskapai penerbangan dibanding kompetitornya. Atributatribut yang menjadi penilaian suatu maskapai penerbangan adalah : •
Website Maskapai Penerbangan Meliputi
kemudahan
dalam
navigasi,
informasi
mengenai
jadwal
penerbangan, harga tiket dan booking, informasi produk dan layanan, pemilihan bahasa, serta kemampuan pemesanan tiket.
26 •
Bandara Meliputi waktu tunggu, efisiensi layanan, serta perilaku staff pada saat checkin, efisiensi sistem boarding, prioritas boarding, asistensi staff dan waktu pengantaran bagasi pada saat kedatangan.
•
Lounge Meliputi
lokasi lounge, kenyamanan dan keluasan lounge,
pilihan
internet/wifi, pilihan makanan dan minuman, kualitas dari makanan, fasilitas kamar mandi, efisiensi layanan dan perilaku staff. •
Produk Onboard Meliputi kenyamanan tempat duduk, kebersihan kabin, kebersihan toilet, layanan koran, majalah maskapai penerbangan, bantal dan selimut, standar inflight entertainment, makanan dan minuman, total konsistensi produk.
•
Layanan Awak Kabin Meliputi kemampuan penguasaan bahasa, penampilan, efisiensi layanan, kehadiran awak kabin selama penerbangan, keramahanan, interaksi awak kabin dengan penumpang, perilaku awak kabin, total konsistensi layanan.
2.1.3.2
Layanan Yang Diberikan Oleh Garuda Indonesia
Garuda Indonesia merupakan salah satu full-service airline di dunia yang memberikan 5 tingkat layanan kepada pelanggannya, yakni Pre-journey, Pre-flight,
27
In-flight, Post-flight, dan Post-journey Services yang akan dijelaskan lebih detaik sebagai berikut :
Pre-journey Garuda Indonesia Layanan Pre-journey Garuda Indonesia dimulai ketika calon penumpang mencari informasi mengenai jadwal penerbangan melalui channel distribusi seperti outlet-outlet Garuda Indonesia atau tour travel, sampai proses reservation & ticketing. Layanan Reservation & Ticketing Garuda Indonesia bisa dilakukan melalui call center yang aktif 24 jam setiap harinya, selain sebagai penyedia informasi "one stop". Layanan pemesanan tiket ini telah dilengkapi dengan pemesanan melalui internet dan telepon genggam dengan pilihan pembayaran melalui internet, telepon genggam, atau ATM. Khusus untuk jenis pre-journey service yang baru diluncurkan dengan nama E-Travel, pelanggan akan lebih mudah untuk memesan dan melakukan pembayaran tiket.
Pre-flight Service Garuda Indonesia Layanan Pre-flight Garuda Indonesia dimulai dari pada saat calon penumpang sampai di bandara untuk melalui proses check-in sampai menunggu di boarding gate. Sebetulnya layanan check-in yang dimiliki Garuda Indonesia pun berbagai macam, mengikuti kebutuhan pelanggannya, seperti normal check- in yang dilakukan di bandara, city check-in, telephone check-in, check- in tanpa bagasi, group check-in, return check-in, through check- in, and louge check- in.
28
Di beberapa bandara domestik, Garuda Indonesia menyediakan executive lounge untuk penumpang kelas bisnis. Dilengkapi dengan fasilitas kantor (seperti akses internet, ruang konferensi, dan lain sebagainya), lounge ini menyediakan lingkungan yang nyaman untuk bekerja atau relaksasi bagi eksekutif bisnis.
In-flight Service Garuda Indonesia Layanan In-flight Garuda Indonesia diberikan selama penumpang berada di dalam pesawat. In- flight service yang disediakan oleh Garuda Indonesia dibedakan dari tujuan penerbangan, yakni penerbangan domestik dan internasional; kelas yang diambil oleh penumpang seperti kelas binis dan ekonomi; dan rentang waktu penerbangan. Berikut adalah daftar tabel jenis-jenis pelayanan selama penerbangan di dalam pesawat (in-flight service) untuk penerbangan domestik :
Tabel 2.1 Jenis Pelayanan Selama Penerbangan Rute Domestik Class of Service
Executive
Flight Duration Less Than 60 Min
60 - 90 Min
More Than 120 Min
Fruit Juice
Fruit Juice
Fruit Juice
Hot Towel
Hot Towel
Hot Towel
Newspaper
Newspaper
Newspaper
-
Magazine
Magazine
Short Movie
Short Movie
Short Movie
Snack
Hot Meal
Hot Meal
Chioce of Drinks
Chioce of Drinks
Chioce of Drinks
-
On Board Shopping
On Board Shopping
29
Economy
Newspaper
Newspaper
Newspaper
Short Movie
Short Movie
Short Movie
Snack Service
Hot Meal
Hot Meal (2 choices)
Choice of Drinks
Choice of Drinks
Choice of Drinks
-
On Board Shopping
On Board Shopping
Sumber: Website Garuda Indonesia, 2007.
Sedangkan daftar tabel jenis-jenis pelayanan selama penerbangan di dalam pesawat (in-flight service) untuk penerbangan internasional adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2 Jenis Pelayanan Selama Penerbangan Rute Internasional Destination to/from
Class of Service
Indonesia
Executive Class
Economy Class
Asia
Champagne & Fruit Juice
Juice
Hot Towel
-
Newspaper & Magazine
Newspaper
Hot Meal (2 choices)
Hot Meal (no choices)
Choice of Drinks
Choice of Drinks
Champagne & Fresh
Juice
Orange Juice
Hot Meal (no choices)
Hot Meal (2 choices)
Choice of Drinks
Choice of Drinks
Newspaper
Newspaper & Magazine
Metro News
Singapore
Metro News Japan, Korea & China
Champagne & Fruit Juice
Juice
Newspaper & Magazine
Newspaper
Hot Meal (3 choices)
Hot Meal (2 choices)
Choice of Drinks
Choice of Drinks
30
South West Pacific
Middle East
Newspaper & Magazine
Newspaper
Hot Meal (3 choices)
Hot Meal (2 choices)
Choice of Drinks
Choice of Drinks
Newspaper & Magazine
Newspaper
Menu Card
-
Hot Meal (3 choices)
Hot Meal (2 choices)
Choice of Drinks
Choice of Drinks
Sumber: Website Garuda Indonesia, 2007.
Tentunya in- flight service ya ng diberikan tidak terlepas dari dua aspek yang saling melengkapi yakni, software dan hardware. Dalam hal ini, software yang dimaksud adalah para awak cabin yang terlatih sehingga dapat memberikan layanan tersebut kepada penumpang dengan baik. Sedangkan ha rdware yang dimaksud adalah alat bantu dalam memberikan pelayanan tersebut seperti : •
Makanan dan minuman Makanan disajikan menurut karakteristik rute penerbangan dan disesuaikan dengan waktu keberangkatan dan waktu kedatangan, contohnya untuk penerbangan antara jam 6.00 – 8.00 makanan yang disediakan adalah untuk sarapan, jam 12.00 – 14.00 makanan yang disediakan adalah untuk makan siang dan jam 18.00 – 20.00 makanan yang disediakan adalah untuk makan malam. Di luar jam-jam tersebut makanan yang disediakan adalah hot refreshment seperti lasagna, spaghetti, dan lain- lain sesuai dengan karakteristik rute penerbangan. Sedangkan minuman yang disediakan pada umumnya sama, kecuali
31
untuk penerbangan domestik dan Timur Tengah tidak disediakan alcohol. Tentunya makanan dan minuman yang disediakan telah melewati proses customer orientation yakni melalui meal presentation dan Focus Discussion Group. •
In- flight Entertainment (IFE) – musik dan film IFE Musik yang diberikan terbagi menjadi dua yakni boarding music dan in-seat music. Boarding music adalah musik yang penumpang dengar pada saat memasuki kabin pesawat. Sedangkan In-seat music adalah 10 channel musik yang dapat didengarkan selama penerbangan internasional (penerbangan lebih dari 2 jam). IFE Film yang diberikan terdiri dari titles, non-titles, information dan news. Titles adalah film cerita dengan criteria box office, anti SARA, anti pornografi, dengan rate minimal PG/BO. Film ini diputar pada penerbangan internasional (penerbangan lebih dari 2 jam). Non-titles adalah film lepas atau seri yang diputar pada penerbangan domestik atau penerbangan singkat. Information adalah penyampaian informasi seputar airport guidance yang diputar di penerbangan international. Dan news adalah Metro News dari MetroTV yang diputar di penerbangan ke Singapore.
•
Materi bacaan – koran dan majalah Koran dan majalah yang disediakan juga disesuaikan dengan karakteristik rute penerbangan, seperti penyediaan koran-koran lokal. Pilihan koran juga berdasarkan peringkat tertinggi menurut AC
32
Nielsen. Sedangkan jenis majalah yang disediakan terdiri dari berita, ekonomi, wanita dan kesehatan. •
Materi In- flight – peralatan makan yang didesain dengan ergonomis Peralatan makan yang disediakan terdiri atas mono use, yakni peralatan makan yang hanya bisa digunakan satu kali pakai, dan multi use, yakni peralatan makan yang bisa digunakan berkali-kali.
Layanan lainnya yang tersedia selama penerbangan adalah perlengkapan toiletries seperti sikat gigi, sisir, mouth freshner, slumber mask, pelembab dan edu de parfume; serta stationary seperti post card, kertas, dan amplop. Namun peralatan toiletries dan stationery ini hanya terdapat di kelas eksekutif. Selimut, bantal dan earphone disediakan sesuai dengan permintaan penumpang, terdapat baik di kelas ekonomi maupun bisnis. Fasilitas untuk anak seperti berbagai macam mainan dan perlengkapan bayi yang terdiri dari botol makanan, botol susu, susu, sendok, mainan, bedak dan popok bayi semuanya akan disediakan sesuai dengan permintaan penumpang. Dan fasilitas kesehatan yang terdiri dari obat, stethoscope, thermometer, dan perban yang telah tersedia baik di penerbangan domestik maupun internasional.
Post-flight Service Garuda Indonesia Layanan post- flight Garuda Indonesia diberikan pada saat penumpang mulai keluar dari pesawat sampai di bandara. Untuk layanan ini Garuda Indonesia menyediakan layanan baggage delivery dan baggage claim. Di bawah ini adalah tabel yang berisi tentang standard baggage delivery time :
33
Tabel 2.3 Jenis Pelayanan Baggage Delivery Aircraft
First Baggage
Last Baggage
Wide Body
15 Minutes
30 Minutes
Narrow Body
10 Minutes
20 Minutes
Sumber: Website Garuda Indonesia, 2007.
Fasilitas baggage claim akan disediakan oleh Garuda Indonesia ketika bagasi penumpang hilang atau tersasar sehingga penumpang tidak menerimanya pada saat kedatangan.
Post-journey Service Garuda Indonesia Sementara itu post-journey yang dimaksud adalah ketika penumpang senang dan merasa puas setelah mengalami penerbangan maka penumpang akan mendaftarkan diri menjadi anggota Garuda Frequent Flyer sehingga mendapatkan privilege khusus ketika berpergian dengan Garuda Indonesia. Dalam layanan postjourney Garuda Indonesia akan memberikan loyalty program dan majalah GFF.
2.1.4 Garuda Frequent Flyer
Garuda Indonesia menawarkan hak istimewa bagi pelanggan setianya melalui Garuda Frequent Flyer (GFF), yang dibentuk pada tahun 1999. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memberi reward kepada pelanggan setia Garuda Indonesia.
34
Sampai pada tahun 2006, GFF memiliki 159,608 anggota dan memiliki 20% tingkat kontribusi terhadap penerbangan Garuda Indonesia. Untuk memberi nilai tambah kepada anggotanya, GFF bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti airlines (Northwest Airlines), non airlines (BNI, HSBC, ANZ, Standard Chartered Bank, Bank Niaga, GE Finance, BII, Aerowisata Hotel dan Inflight Shop), serta co brand partner Citibank.
Growth of GFF Member Traffic Contribution 900,000
25%
800,000
600,000
Traffic
15% 500,000
400,000 10% 300,000
200,000
GFF Contribution
20%
700,000
5%
100,000
-
Jan-05
Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05
Jul-05
Aug-05 Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05
Jan-06
Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06
GA Traffic
740,131 660,975 735,070 699,761 713,916 745,102 833,382 706,594 746,479 621,305 691,543 726,596 684,555 571,093 717,600 706,694 674,867
GFF Traffic
84,710
GFF Contribution
11%
0%
73,917 108,561 84,308 114,970 126,974 134,140 130,465 140,343 123,561 128,330 151,989 127,400 123,606 145,929 142,627 146,459 11%
15%
12%
16%
17%
16%
GA Traffic
18%
19%
GFF Traffic
20%
19%
21%
19%
22%
20%
20%
22%
GFF Contribution
Gambar 2.3 Kontribusi Anggota GFF terhadap Traffic Garuda Indonesia Sumber: Customer Relationship Garuda Indonesia, 2007.
Para anggota GFF akan memiliki keuntungan lebih besar ketika melakukan penerbangan bersama Garuda Indonesia dibanding dengan penumpang lainnya, yakni memperoleh tier miles (yang menentukan tingkat keanggotaan) dan award miles (yang dapat ditukarkan dengan penerbangan gratis, layanan kelas penerbangan yang
35
lebih tinggi atau companion awards) setiap melakukan penerbangan. Selain itu Garuda Indonesia rutin memberikan penawaran bonus khusus yang memungkinkan para anggota GFF untuk mengumpulkan mileage dengan lebih cepat, selain tentunya memperoleh mileage tamb ahan setiap kali anggota GFF melakukan penerbangan di Executive Class. Program GFF memiliki empat tingkatan status keanggotaan, yang masingmasingnya memungkinkan para anggotanya untuk menikmati lebih banyak keistimewaan dalam perjalanan, yakni : •
BLUE Sebagai anggota GFF Blue, penumpang otomatis akan memperoleh pengakuan dan bonus yang lebih besar setiap kali terbang dengan Garuda Indonesia. Sebagai contoh, mendapatkan mileage di setiap penerbangan untuk kemudian ditukarkan dengan penerbangan gratis, adanya penawaran khusus untuk penginapan dan makan malam, hingga jasa telekomunikasi dan perbankan.
•
SILVER Sebagai anggota GFF Silver, penumpang dapat menikmati keuntungan tambahan 10 kg bagasi, prioritas reservasi, dan bebas biaya pembatalan (sesuai ketentua n tiket berlaku).
•
GOLD Sebagai anggota GFF Gold, penumpang berhak mendapat akses ke semua Lounge Garuda Indonesia Domestik, ekstra bagasi 15 kg, check- in di Kelas
36
Eksekutif di semua meja Garuda Indonesia dan kepastian tempat duduk dengan GFF Guarantee Fare, selain tentunya mereka tetap mendapatkan keistimewaan yang telah mereka nikmati sebagai anggota GFF Silver. •
EC+ Keanggotaan GFF EC+ memberikan perlindungan asuransi perjalanan menyeluruh terhadap hal-hal yang tidak terduga dan berlaku selama 12 bulan mulai saat pelanggan mendaftar. Plus, hak untuk menikmati segala kesitimewaan yang ditawarkan pada keanggotaan GFF Gold.
•
PLATINUM Keanggotaan
GFF
Platinum
memberikan
pengakuan
tertinggi
yang
ditawarkan dalam program GFF. Salah satu contohnya adalah undangan VIP untuk bergabung sebagai tamu istimewa di acara-acara berkelas. Mereka juga bisa memperoleh bonus yang lebih besar lagi, termasuk kesempatan khusus untuk mendapatkan mileage di mitra usaha Garuda Indonesia. Selain itu anggota GFF Platinum juga berhak atas segala keistimewaan yang tersedia bagi anggota GFF Gold. •
GIC CARD Adalah Co-Branded Card “Garuda Indonesia Citibank Card”, yang merupakan kombinasi kartu kredit dengan kartu keanggotaan GFF pada premium level dalam satu kartu dengan privilege lebih dari sekedar kombinasi 2 kartu. Anggota dari GIC Card ini akan memiliki fasilitas seperti Premier
37
Travel Privileges, Premiere Recognition & Accessibility serta Premier Lifestyle.
Anggota GFF akan melalui setiap tingkatan di atas seiring dengan semakin banyaknya tier miles yang mereka kumpulkan atau jumlah penerbangan sekali jalan yang mereka lakukan. Sewaktu-waktu status keanggotaan mereka di sepanjang tahun dapat naik. Pada saat mereka memenuhi syarat untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi, status keanggotaan akan secara otomatis meningkat, sehingga mereka berhak untuk menikmati semua keistimewaan yang ditawarkan di tingkat tersebut.
2.2 Perilaku Konsumen
2.2.1 Definisi Perilaku Konsumen
Asosiasi Marketing Amerika mendefinisikan perilaku konsumen sebagai “interaksi yang dinamis antara afektif dan kognitif, perilaku, dan lingkungan ketika manusia melakukan pertukaran aspek-aspek dalam kehidupannya”. Dalam kata lain, perilaku konsumen melibatkan pikiran dan perasaan yang dialami seseorang dan tindakan yang dilakukannya dalam sebuah proses. Perilaku konsumen juga melibatkan semua hal dalam lingkungan yang memberi pengaruh ke pikiran, perasaan dan tindakan. Hal ini termasuk komentar dari konsumen lain, iklan, informasi harga,
38
kemasan, tampilan suatu produk, dan sebagainya. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen bersifat dinamis, melibatkan interaksi, dan pertukaran. Perilaku konsumen dikatakan dinamis karena pikiran, perasaan dan tindakan individual tiap konsumen, group konsumen yang ditargetkan, dan masyarakat secara luas terus berubah secara konstan. Perubahan perilaku konsumen yang alami ini menjadikan pengembangan strategi marketing menjadi tugas yang menantang. Suatu strategi yang berhasil di satu waktu dan pasar memiliki kemungkinan gagal di waktu dan pasar yang lain. Hal ini disebabkan karena siklus hidup suatu produk semakin singkat dari sebelumnya, banyak perusahaan harus melakukan inovasi secara terusmenerus untuk menciptakan nilai yang superior bagi konsumen dan tetap profit. Hal ini membut uhkan penciptaan produk baru, versi baru dari produk yang telah ada, merk baru, and strategi baru. Contohnya ketika Garuda Indonesia menciptakan Layanan Ekonomi Plus Plus dengan berbagai kelebihan yang didapat oleh penumpang ekonomi selama penerbangan, berbeda dari penumpang ekonomi dari maspakai penerbangan dalam negeri lainnya. Perilaku konsumen melibatkan interaksi di antara pikiran, perasaan, dan tindakan orang banyak, serta lingkungan. Untuk itu marketer perlu untuk memahami apa arti sebuah produk dan merk bagi konsumen, apa yang harus dilakukan konsumen untuk mengkonsumsi dan menggunakan produk tersebut. Semakin marketer mengetahui bagaimana interaksi ini mempengaruhi individual konsumen, target market dari konsumen yang serupa, dan masyarakat secara keseluruhan, semakin baik mereka dapat memuaskan keiinginan dan kebutuhan konsumen serta menciptakan value untuk mereka. Contohnya, perubahan besar dalam masyarakat
39
adalah mengecilnya jumlah konsumen berpenghasilan menengah dan meningkatnya group konsumen berpenghasilan rendah atau tinggi. Perubahan ini mempengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan konsumen yang memiliki implikasi untuk strategi marketing. Dapat dilihat dari strategi marketing Garuda Indonesia yang bermain dalam segmen masyarakat menengah ke atas, dimana mereka tidak akan bermain di harga namun justru menawarkan service yang lebih baik ke konsumennya. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran antara manusia. Dalam kata lain, seseorang menyerahkan sesuatu yang bernilai ke orang lain dan menerima sesuatu yang lain sebagai gantinya. Banyak perilaku konsumen melibatkan pertukaran uang dan semacamnya untuk memperoleh produk atau service, yaitu pertukaran antara pembeli (konsumen) dan penjual (marketer). Terlebih lagi, peran marketing di masyarakat adalah untuk menolong terciptanya pertukaran dengan menciptakan dan mengimplementasikan strategi marketing.
2.2.2 Hubungan Afektif dan Kognitif
Afektif dan kognitif merupakan tipe respon psikologi yang berbeda dari konsumen di sebuah situasi. Afeksi adalah respon yang melibatkan perasaan sedangkan kognitif adalah respon yang terdiri dari pikiran. Konsumen dapat memiliki kedua respon afektif dan kognitif terhadap elemen manapun dalam Wheel of Consummer Analysis – yang terdiri dari lingkungan, perilaku, atau respon afektif dan kognitif yang lain. Walaupun keduanya terpisah, namun mereka memiliki
40
interkoneksi, dan masing- masing saling berpengaruh. Karena manusia merasakan afektif di tubuhnya, sehingga afektif sendiri sudah menjadi bagian dari seseorang ketika sedang mengalaminya. Kontrasnya, manusia memiliki kognitif, pikiran, dan kepercayaan. Secara mental, kognitif tidak dirasakan di tubuh manusia.
Tabel 2.4 Tipe Respon Afektif Tipe Respon Afektif
Tingkat atau Bentuk Psikologi
Intensitas atau Kekuatan Perasaan
Contoh Akibat yang Positif dan Negatif
Emosi
Bentuk dan keaktivan lebih tinggi
Lebih kuat
Bentuk dan keaktivan lebih rendah
Lebih Rendah
Kesukaan, kecintaan Ketakutan, bersalah, kemarahan Kehangatan, apresiasi, kepuasan Muak, kesedihan Sigap, santai, tenang Sedih, tidak semangat, bosan Suka, baik, gemar Tidak suka, buruk, tidak gemar
Perasaan Tertentu Mood Evaluasi
Sumber: Peter dan Olson, 2005
Situasi afektif seseorang pada umumnya merespon secara otomatis dan cepat menuju suatu aspek yang signifikan ke lingkungan. Karakteristik yang berhubungan dari sistem afektif adalah manusia memiliki direct control yang sedikit terhadap respon afektifnya. Contohnya ketika seseorang dilayani dengan tidak sopan, sistem afektif orang tersebut memungkinkan secara otomatis dan cepat memproduksi
41
perasaan frustasi atau marah. Namun ada beberapa orang yang memiliki indircet control terhadap respon afektifnya dengan merubah perilaku yang menimbulkan suatu akibat atau pindah ke lingkungan lain. Contohnya konsumen tersebut dapat melakukan komplain akan tingkah laku pelayan yang melayaninya ke supervisornya, atau konsumen tersebut dapat langsung meninggalkan tempat tersebut ketika mereka merasa tidak nyaman, frustasi, atau marah. Sampai saat ini manusia telah berevolusi menjadi suatu sistem kognitif yang canggih, dimana dapat melakukan proses mental di tingkat yang lebih tinggi seperti pemahaman, mengevaluasi, merencanakan, memutuskan, dan berpikir. Fungsi utama dari sistem kognitif seseorang adalah untuk mengartikan, menalar, dan memahami aspek signifikan pengalaman pribadinya. Untuk itu sistem kognitif menciptakan suatu arti yang simbolik dan subjektif yang merepresentasikan interpretasi mereka dari suatu stimultan yang mereka temui. Interpretasi kognitif dapat melibatkan arti yang lebih dalam dan simbolik dari suatu produk dan perilaku.
Gambar 2.4 Hubungan Antara Sistem Afektif dan Kognitif
42
Sumber: Peter dan Olson, 2005.
Walaupun sistem afektif dan kognitif melibatkan area yang berbeda di otak manusia, namun ada jalur yang menyambungkan kedua area tersebut. Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana kedua sistem tersebut saling berhubungan. Harap diperhatikan bahwa tiap sistem dapat merespon secara cepat dan independen terhadap aspek lingkungan, dan tiap sistem dapat merespon terhadap output dari sistem lain. Contohnya, respon afektif (emosi, perasaan, atau mood) diproduksi oleh sistem afeksi dalam reaksi untuk menstimulasi suatu lingkungan dapat diinterpretasikan oleh sistem kognitif (Saya jadi berpikir kenapa saya begitu senang; Saya suka terbang dengan Garuda Indonesia karena pelayanan awak kabin yang ramah). Interpretasi kognitif ini yang digunakan untuk membuat keputusan (Saya akan terbang dengan Garuda Indonesia lagi karena pelayanannya yang ramah).
2.3 Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah perilaku emosional terhadap produk atau jasa yang dihasilkan dari membandingkan apa yang diharapkan (harapan sebelum pembelian) dengan apa yang diterima (persepsi terhadap performa). Kepuasan pelanggan ditandai ketika harapan terpenuhi (Gronroos, 1991). Menurut Goetsch dan Davis (1997), langkah- langkah yang dilakukan dalam mengukur kepuasan pelanggan, adalah sebagai berikut: •
menentukan pelanggan yang menjadi sasaran
43 •
menentukan apa saja atribut-atribut produk atau jasa yang paling penting bagi pelanggan
•
mengatur atribut-atribut tersebut berdasarkan kepentingannya bagi pelanggan
•
menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap masing- masing atribut
•
melibatkan umpan balik dari pelanggan dalam proses
•
mengembangkan sekumpulan metrik untuk mengetahui kinerja dan areaarea dalam proses yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kinerja tersebut
•
menerapkan pengukuran pada tingkat terendah dalam perusahaan
•
menindaklanjuti proses-proses di mana atribut-atribut tersebut me miliki tingkat kepentingan tinggi tetapi tingkat kepuasan pelanggannya rendah
•
menindaklanjuti area-area dalam proses yang memiliki peluang besar untuk ditingkatkan
•
memperbarui masukan dan umpan balik dari pelanggan secara berkesinambungan. Setelah perbaikan
proses
dapat
meningkatkan
kepuasan pelanggan, dilakukan perbaikan proses selanjutnya yang dianggap paling penting •
mempertahankan komunikasi terbuka secara berkesinambungan dengan semua pihak terkait
•
mengumpulkan semua pengukuran untuk peninjauan ulang secara berkesinambungan.
44
2.3.1 Formasi Kepuasan Pelanggan
Noriaki Kano membangun sebuah model tentang kepuasan pelanggan di mana dimensi kualitas dibagi menjadi 3 kelompok: kebutuhan dasar (basic needs), kebutuhan yang diharapkan (expected needs), dan pengalaman luar biasa (exciting experience). Model ini diperkenalkan Kano pada tahun 1984.
Customer satisfaction very satisfied
Exciting Experiences Expected Needs
did not do at all
unspoken
fully achieved
Degree of Achievement
Basic Needs
spoken unspoken
very dissatisfied
Gambar 2.5 Model Kano akan Kepuasan Pelanggan Sumber : King, 1989.
Basic needs hampir secara tidak sadar diharapkan oleh pelanggan. Pelanggan yang tidak puas akan kebutuhan ini akan tidak bahagia.
45
Expected needs adalah kebutuhan yang disadari dan diinginkan pelanggan tapi tidak selalu perlu. Sedangkan exciting experience adalah hal- hal yang harus dicari sendiri oleh pihak perusahaan. Hal ini adalah kejutan bagi pelanggan yang mungkin tidak membayangkannya. Perkembangan teknologi memungkinkan membuat mungkin untuk memuaskan kebutuhan pelanggan yang mungkin tidak mereka sadari.
2.4 Kesetiaan Pelanggan
Model bisnis loyalti adalah model bisnis yang digunakan di strategic management
dimana
sumber
daya
manusia
diberdayakan
sehingga
dapat
meningkatkan kesetiaan konsumen dan pemegang saham dengan harapan tujuan perusahaan dapat dicapai atau ditingkatkan. Contoh tipikal dari tipe model bisnis ini adalah kualitas dari suatu produk atau service yang mengantar kepada kepuasan pelanggan, yang akan menimbulkan kesetiaan pelanggan, dimana tentunya akan membuahkan suatu keuntungan. Model service quality dari Storbacka, Strandvik, dan Gronroos (1994) lebih detail dari dasar model bisnis loyalti tetapi menuju ke konklusi yang sama. Model ini kemudian melirik kekuatan dari hubungan bisnis; bertujuan bahwa kekuatan ini ditentukan oleh tingkat kepuasan dari pengalaman yang baru saja dialami, persepsi kualitas secara keseluruhan, komitmen pelanggan terhadap hubungan tersebut, dan ikatan antara kedua belah pihak. Pelanggan dikatakan memiliki “zona toleransi”
46
dalam hal rentan service quality antara “sulit diterima” sampai “outstanding”. Persepsi pelanggan akan kualitas produk atau pelayanan yang masih tinggi, switching cost yang tinggi, hanya adanya sedikit alternatif kepuasan, adanya komitmen dari pelanggan, dan ikatan yang membuat pelanggan dan penyedia produk atau service tersebut tidak akan mengurangi kekuatan suatu hubunga n bisnis walau terjadi sedikit pengalaman yang mengecewakan. Ada beberapa tipe ikatan, yakni : ikatan legal (yang berdasarkan kontrak), ikatan teknologi, ikatan ekonomi, ikatan pengetahuan, ikatan sosial, ikatan budaya atau etnis, ikatan ideologi, ikatan psikologi, ikatan geografi, ikatan waktu, dan ikatan perencanaan. Model ini menguji hubungan antara kekuatan hubungan dan kesetiaan pelanggan. Kesetiaan pelanggan ditentukan oleh 3 faktor : kekuatan suatu hubungan, beberapa alternatif yang disadari pelanggan, dan kejadian yang bersifat kritis. Suatu hubungan dapat berakhir jika : 1) Pelanggan pindah dari area pelayanan suatu perusahaan 2) Pelanggan tidak memiliki kebutuhan akan produk atau service perusahaan tersebut 3) Tersedianya alternatif lain yang lebih cocok 4) Kekuatan suatu hubungan melemah 5) Perusahaan menangani suatu kejadian dengan buruk. Hubungan terakhir dari model ini merupakan pengaruh dari kesetiaan pelanggan, yaitu keuntungan atau profit. Asumsi dasar dari seluruh model loyalti adalah dengan menjaga pelanggan yang sudah ada lebih murah dari pada mencari pelanggan baru. Dikatakan oleh Reichheld dan Sasser (1990) bahwa 5% peningkatan
47
dalam menarik pelanggan dapat menyebabkan peningkatan profit antara 25% dan 80% tergantung dari suatu industri. Namun pada tahun 1992 Carrol dan Reichheld tidak menyetujui kalkulasi ini, dikatakan angka tersebut adalah hasil dari kalkulasi yang salah. Walau begitu, Buchanan dan Gilles (1990) mengungkapkan peningkatan profit diasosiasikan dengan usaha membuat pelanggan terus kembali, yang timbul karena : •
Biaya dari akusisi timbul hanya pada awal dari sebuah hubungan, semakin lama suatu hubungan semakin rendah biaya amortisasi
•
Biaya pemeliharaan menurun setara dengan total biaya yang dikeluarkan (atau setara dengan persentasi dari revenue)
•
Pelanggan lama biasanya tidak suka berpindah dan tidak begitu sensitif terhadap harga. Hal ini bisa menghasilkan volume unit sales yang stabil
•
Pelanggan lama memungkinkan untuk melakukan promosi mouth to mouth dan mereferensikan produk atau jasa tersebut ke orang lain
•
Pelanggan lama pada umumnya akan mengkonsumsi produk atau service tambahan dengan margin yang tinggi
•
Pelanggan lama biasanya cukup puas dengan hubungannya dengan perusahaan tertentu sehingga jarang untuk pindah ke kompetitor
•
Pelanggan lama tidak memerlukan biaya yang tinggi karena pada umumnya mereka sudah mengerti proses yang telah ada
•
Pelanggan yang terus kembali dan setia membuat karyawan melakukan tugasnya dengan lebih mudah dan memuaskan. Hasilnya karyawan yang
48
senang memberi feed back berupa kepuasan pelanggan yang tinggi di virtuos circle.
Gambar 2.6 Siklus kesuksesan yang menunjukkan suatu standar moral yang tinggi atau dikenal juga dengan Virtuous Cycle Sumber: Schlesinger dan Heskett, 1991.
Dalam bentuk model di atas yang sudah dikembangkan, Schlesinger dan Heskett (1991) menambalkan loyalitas karyawan ke dalam dasar model customer loyalti. Mereka mengembangkan konsep “siklus kesuksesan” dan “siklus kegagalan”. Dalam siklus kesuksesan, investasi ke keterampilan karyawan untuk menyediakan layanan yang superior kepada pelanggan dapat dilihat pada gambar di atas, Virtuous Cycle. Usaha yang dilakukan dalam menyeleksi dan melatih karyawan serta menciptakan budaya perusahaan dimana mereka diberdayakan dapat menghasikan peningkatan kepuasan dan kompentensi karyawan. Hal ini akan menghasilkan layanan yang superior dan kepuasan pelanggan. Sebaik timbal balik, akan
49
menciptakan kesetiaan pelanggan, peningkatan tingkat penjualan, dan profit margin yang lebih tinggi.
2.5 Jasa
2.5.1 Definisi Jasa
Jasa diartikan sebagai setiap kegiatan yang tak dapat diidentifikasi secara pasti atau diindera secara langsung yang bertujuan untuk menyediakan pemuasan keinginan pelanggan (Stanton, 1994). Adapun karakteristik yang membedakan jasa dari barang adalah sebagai berikut: 1
Jasa tidak nyata dan sulit didefinisikan
2
Pelanggan seringkali ambil bagian dalam memproduksi jasa
3
Jasa dikonsumsi bersamaan dengan saat diproduksinya, jasa tidak dapat disimpan dalam waktu lama
4
Kepemilikan pelanggan tidak bertambah setelah membeli jasa
5
Jasa adalah bentuk aktivitas atau proses sehingga tidak dapat diuji terlebih dahulu oleh pelanggan sebelum dibeli atau sebelum transaksi terjadi
6
Jasa seringkali terdiri dari sub-sub jasa. Pelanggan merasakan totalitas dari sub-sub jasa tersebut sehingga kualitas dan daya tarik jasa berasal dari keseluruhan jasa yang dialami pelanggan.
50
Untuk jasa, kualitas ditentukan selama proses penyampaian jasa, yang biasanya terjadi dengan melibatkan pelanggan dan penghubung dari pemberi jasa. Kepuasan pelanggan dalam kualitas jasa didefinisikan dengan membandingkan persepsi terhadap jasa yang diterima dengan ekspektasi mengenai jasa yang diinginkan. Ketika ekspektasi melebihi jasa dianggap sebagai kualitas perkecualian (exeptional quality) dan juga kejutan yang menyenangkan, ketika ekspektasi tidak terpenuhi, kualitas jasa dianggap tidak dapat diterima. Ketika ekspektasi dipenuhi lewat persepsi terhadap jasa, kualitas dianggap memuaskan. Maskapai penerbangan, dalam hal ini Garuda Indonesia, merupakan bisnis yang bergerak di bidang jasa transportasi udara.
2.5.2 Dimensi Kualitas Jasa
Karena kualitas dari jasa sulit untuk dikuantisir, perusahaan sering gagal mengetahui pendapat pelanggannya. Berikut ini adalah beberapa dimensi dari jasa: •
Tangibles Mengacu pada lingkungan fisik di mana jasa disajikan termasuk juga penampilan para pegawai.
•
Reliability Adalah konsistensi dari performa dan dependabilitas, misalnya ketepatan waktu dan ketepatan jasa, informasi dan prosedur penagihan.
51 •
Responsiveness Keinginan untuk menolong pelanggan dan menyediakan jasa yang dikehendaki.
•
Competence Adalah kepemilikan akan keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukan jasa tertentu.
•
Courtesy Mengacu pada tingkah laku, kesopanan, keramahan.
•
Credibility Adalah kejujuran pihak penyedia layanan jasa sehingga mampu menarik kepercayaan pelanggan.
•
Security Adalah kebebasan dari bahaya, resiko, dan keraguan.
•
Acces Adalah kemudahan melakukan kontak, misalnya jam layanan.
•
Communication Adalah kemampuan untuk berbicara dengan cara yang dapat dimengerti pelanggan.
•
Empathy Kepedulian dan perhatian personal yang diberikan perusahaan kepada pengguna jasa.
52
WORD OF MOUTH
KEBUTUHAN PERSONAL
EXPECTED SERVICE
DIMENSI DARI KUALITAS JASA: § Reliability § Responsiveness § Assurance § Emphaty § Tangibles
PERCEIVED SERVICE
PENGALAMAN MASA LALU
PERSEPSI TERHADAP KUALITAS JASA 1. Harapan Terlebihi ES < PS (quality surprise) 2. Harapan Terpenuhi ES = PS (satisfactory quality) 3. Harapan tidak terpenuhi ES > PS (unnacceptable quality)
Gambar 2.7 Persepsi terhadap Kualitas Jasa Sumber : Parasuraman, Zeithaml dan Berry, 1985.
Dalam perkembanga n SERVQUAL, yaitu metodologi pengukuran kualitas jasa, Zeithaml (1990) menemukan bahwa beberapa dari 10 dimensi di atas saling berhubungan erat satu sama lain sehingga jumlahnya disusutkan menjadi 5 dimensi dalam SERVQUAL, yaitu: 1
Reliability
2
Assurance
3
Tangibles
4
Empathy
5
Responsiveness
53
2.6 Model Service Quality
2.6.1 Model Gronroos
Model yang dicetuskan oleh Gronroos (1983) ini menghubungkan antara pengalaman jasa pelanggan dengan ekspektasinya. Pengalaman pelanggan akan jasa bergantung pada hal berikut: •
Kualitas teknikal Adalah kualitas terkait dengan hasil dari pelayanan. Dimensi ini berhubungan dengan pertanyaan “apa” yang telah disediakan.
•
Kualitas fungsional Berhubungan dengan cara penyampaian jasa. Dimensi ini berhubungan dengan “bagaimana” jasa disediakan.
Expected Service
Experienced Quality
Experienced Service
IMAGE
Knowledge
Technical solutions Technical Quality
Attitudes Machines
Availability
ADBsystems
Functional Quality
Customer Contacts
Environment HOW?
WHAT ?
Gambar 2.8 Model Gronroons untuk Kualitas Jasa Yang Memisahkan Kualitas Teknis dan Kualitas Fungsional Sumber: Gronroos, 1991.
54
2.6.2 Model GAP
Zeithaml (1990) membahas sebuah model yang menjelaskan sebab-sebab ketidakpuasan
pelanggan.
Model
yang
dinamakan
The
Gap
Model
ini
mengilustrasikan perbandingan ekspektasi pelanggan dengan pengalaman pelanggan. Ada 4 gap atau kesenjangan yang dibahas yaitu: 1. Kesenjangan antara ekspektasi pelanggan dan persepsi manajemen terhadap ekspektasi tersebut Kesenjangan ini terjadi karena berkembangnya ketidaksepahaman karena pihak eksekutif perusahaan tidak mengerti apa yang disebut pelanggan sebagai berkualitas baik. Hal- hal yang menyebabkan kesenjangan ini antara lain: •
Kurangnya riset pemasaran
•
Komunikasi ke atas kurang memadai
•
Terlalu banyaknya level manajemen
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen akan ekspektasi pelanggan dengan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan ini amat besar di berbagai perusahaan. Mengetahui ekspektasi pelanggan tidak mencukupi karena kesulitan merespon permintaan pelanggan secara konsisten karena kurangnya komitmen manajemen puncak terhadap service quality. Penyebab kesenjangan ini antara lain: •
Kurangnya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa
55 •
Persepsi akan ketidaklayakan
•
Kurangnya standardisasi kerja
•
Tidak adanya penetapan tujuan
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dengan penyampaian jasa Kadang, pihak manajemen memahami ekspektasi pelanggan dan menetapkan spesifikasi yang dibutuhkan tapi jasa yang disampaikan tidak memenuhi ekspektasi pelanggan. Perbedaan antara spesifikasi jasa dan penyampaian jasa aktual adalah kesenjangan performa jasa yang disebabkan pegawai yang tidak bisa atau tidak mau untuk memberikan pelayanan jasa pada tingkat yang diinginkan. Peran pegawai/staf
yang
langsung
berhubungan
dengan
penyampaian jasa sangat vital. Walaupun ada panduan dalam penyampaian jasa, masih banyak terdapat variasi dalam performa pegawai. Penyebab kesenjangan ini adalah: •
Ambiguitas peran
•
Konflik peran
•
Lemahnya kemampuan pegawai
•
Lemahnya teknologi pendukung
•
Kurangnya sistem kontrol pengawasan
•
Kurangnya kerjasama
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal ke pihak pelanggan mengenai penyampaian jasa
56
Kesenjangan ini tampak antara apa yang dijanjikan perusahaan mengenai kualitas jasa dan apa yang sebenarnya disampaikan kepada pelanggan. Komunikasi perusahaan yang akurat dan tepat, periklanan, dan hubungan masyarakat yang tidak berlebihan atau menyebabkan salah persepsi sangat esensial dalam penyampaian jasa yang dianggap pelanggan sebagai berkualitas tinggi. Yang harus disadari adalah ekspektasi pelanggan sangat dipengaruhi oleh iklan di berbagai media dan berabgai bentuk komunikasi lainnya. Penyebab kesenjangan ini antara lain: •
Kurangnya komunikasi horisontal antara operasi, pemasaran, dan SDM
•
Kecenderungan untuk mengeluarkan janji berlebihan
5. Kesenjangan antara ekspektasi pelanggan dan persepsi terhadap jasa Kualitas jasa yang baik adalah yang memenuhi atau melebihi ekspektasi pelanggan. Penilaian tinggi rendahnya kualitas jasa bergantung pada persepsi pelanggan terhadap performa jasa aktual dalam konteks apa yang mereka harapkan.
57
Gambar 2.9 Model SERVQUAL Sumber : Zeithaml, Parasuraman dan Berry, 1990.
Pengukuran kesenjangan antara jasa yang diekspektasikan dan jasa yang dipersepsikan adalah proses umpan balik pelanggan yang secara rutin dilakukan oleh perusahaan jasa yang unggul.
58
2.7 SERVQUAL
Zeithaml (1990) membangun sebuah model skala multi-atribut yang dinamakan SERVQUAL untuk mengukur 5 dimensi dari kualitas jasa (reliabiliy, responsiveness, assurance, empathy, tangibles). Kedua instrumen pada model ini memiliki bagian awal untuk mencatat ekspektasi pelanggan untuk jasa tertentu diikuti oleh bagian kedua untuk mencatat persepsi pelanggan terhadap jasa tertentu. Nilai SERVQUAL = Nilai PERSEPSI – Nilai EKSPEKTASI Nilai untuk kualitas jasa diukur dengan menghitung perbedaan antara penilaian yang dilakukan pelanggan terhadap pernyataan ekspektasi dan persepsi. Nilai ini adalah GAP 5 yang tampak pada ga mbar. Nilai untuk keempat kesenjangan yang lain bisa diukur dengan cara yang sama. Alat ini telah didesain dan divalidasi untuk penggunaan dalam berbagai aktivitas jasa. Pencetus metode ini menyarankan berbagai aplikasi untuk SERVQUAL tapi fungsi yang terpenting adalah mengetahui tren kualitas jasa melalui survey pelanggan secara periodik. Untuk jasa multi layanan SERVQUAL bisa digunakan untuk menentukan apakah terdapat kualitas jasa yang buruk pada salah satu unitnya (diindikasikan lewat nilai yang rendah); jika ada, pihak manajemen bisa terjun langsung untuk memperbaiki sumber buruknya persepsi pelanggan. Pengembangan SERVQUAL yang dimulai di USA untuk kondisi Amerika, telah berhasil diaplikasikan pada lingkungan yang lain, misalnya di Hongkong dan Australia. Dengan maraknya globalisasi dalam bisnis jasa maka semakin dibutuhkan
59
usaha untuk mengerti kebutuhan pelanggan dalam berbagai lingkungan (Batonda, 1990).