BAB II LANDASAN TEORI
A. Studi Kelayakan Bisnis 1. Definisi Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis, yang juga sering disebut studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Istilah “proyek” mempunyai arti suatu pendirian usaha baru atau pengenalan sesuatu baru (barang maupun jasa) yang baru ke dalam suatu produk mix yang sudah ada selama ini.47 Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidaknya bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan.48 Studi kelayakan bisnis tidak hanya diperlukan oleh pemerkasa bisnis atau pelaku bisnis, tetapi juga diperlukan oleh beberapa pihak lain. Berikut pihak-pihak yang membutuhkan studi kelayakan dengan berbagai kepentingan:49
47
Jumingan, Studi Kelayakan Bisnis: Teori dan Pembuatan Proposal Kelayakan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 3. 48 Husein Umar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 8. 49 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 6.
39
40
a. Pelaku bisnis/ manajemen perusahaan Pihak pelaku bisnis/manajemen perusahaan memerlukan studi kelayakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan untuk melanjutkan ide bisnis atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan layak dilaksanakn maka pelaku bisnis/manajemen akan menjalankan ide bisnis tersebut untuk mengembangkan usahanya. b. Investor Pihak investor memerlukan studi kelayakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan apakah akan ikut menanamkan modal pada suatu bisnis atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan layak dilaksanakan maka investor akan menanamkan modalnya dengan harapan memperoleh keuntungan dari investasi yang ditanamkan, demikian pula sebaliknya. c. Kreditor Pihak kreditor memerlukan studi kelayakan sebagai salah satu dasar dalam mengambil keputusan, apakah akan memberikan kredit pada suatu bisnis yang diusulkan atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan layak dilaksanakan maka kreditor akan memberikan kredit dengan harapan akan memperoleh keuntungan berupa bunga, demikian pula sebaliknya.
41
d. Pemerintah Pihak pemerintah memerlukan studi kelayakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, apakah memberikan izin terhadap suatu ide bisnis atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memberikan kesempatan kerja, mengoptimalkan sumber daya yang ada, dan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka pemerintah akan memberikan izin. Sebaliknya, jika suatu bisnis memiliki dampak negatif yang lebih besar dibandingkan manfaatnya maka pemerintah tidak akan memberikan izin atas ide yang diajukan. e. Masyarakat Masyarakat memerlukan studi kelayakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan, apakah mendukung suatu bisnis atau tidak. Jika berdasarkan hasil studi kelayakan suatu ide bisnis dinyatakan akan memberikan dampak positif yang lebih besar terhadap masyarakat dibandingkan dampak negatifnya maka masyarakat akan mendukung ide bisnis tersebut. Aspek-aspek yang dinilai dalam sebuah studi kelayakan meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen dan sumber daya manusia, aspek hukum, aspek finansial, dan aspek
42
lingkungan.50 Dalam penelitian ini aspek yang akan dikaji adalah aspek pemasaran dan aspek finansial. 2. Aspek Pemasaran Analisis aspek pasar dan pemasaran memegang peranan yang sangat penting sebelum memulai bisnis karena sumber pendapatan utama perusahaan berasal dari penjualan produk yang dihasilkan.51 Studi kelayakan perlu menelaah aspek pasar dari segi kondisi permintaan dan penawaran yang ada, kondisi pasar yang sedang berkembang atau menurun, dan juga potensi berkembang.52 Sebuah gagasan usaha atau proyek yang direncanakan, kendati telah feasible untuk dikembangkan jika dilihat dari aspek teknis, manajemen, keuangan, dan lingkungan, akan tetapi bila produk yang dihasilkan tidak mempunyai pemasaran, tidak ada artinya usaha dikembangkan. 53 Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek pasar dan pemasaran jika ide bisnis tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar (dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen) dengan tingkat penjulan yang menguntungkan. 54 Definisi menurut American Marketing Association tentang pemasaran adalah 50
sebuah
fungsi
organisasi
dan
seperangkat
proses
untuk
Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 9. 51 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 81. 52 Suwinto Johan, Studi kelayakan Pengembangan Bisnis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 10. 53 Yacob Ibrahim, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), hlm. 101. 54 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 82.
43
menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pihak-pihak yang berkepentingan (stake-holders).55 Pemasaran menurut Kotler adalah suatu proses sosial manajerial yang mana individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan serta mempertukarkan produk dan nilai dengan pihak lain.56 M. Syakir Sula mendefinisikan pemasaran syari‟ah sebagai sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, dan perubahan values dari satu inisiator kepada stakeholders-nya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam.57 Dalam dunia pemasaran selalu terkait dengan yang dinamakan marketing mix (bauran pemasaran). Bauran pemasaran merupakan kombinasi dan empat variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran yang dapat dikendalikan oleh perusahaan. Dalam perusahaan dagang variabel-variabel tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok utama yang dikenal dengan 4P, yaitu:58
55
Marian Burk Wood, Buku Panduan Perencanaan Pemasaran, (Jakarta: PT. Indeks, 2008), hlm. 2. 56 Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 4. 57 Muhammad Aziz Hakim (ed), Dasar & Strategi Pemasaran Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), hlm. 15. 58 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 83-91.
44
a. Produck (produk) Produk adalah sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk yang ditawarkan ke pasar dapat berupa barang dan jasa. b. Price (harga) Harga adalah sejumlah uang dan atau barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian
jasa.
Penentuan
tingkat
harga
sangat
menentukan
keberhasilan sebuah bisnis. Pada umumnya perusahaan-perusahaan menetapkan
tingkat
harga
menggunakan
beberapa
pendekatan
penetapan harga. Pendekatan-pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Cost Based Pricing (penetapan harga berdasarkan biaya) Metode cost-based pricing merupakan metode penetapan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk tersebut. 2) Value Based Pricing (penetapan harga berdasarkan nilai) Metode value based pricing merupakan metode penetapan harga dengan menggunakan satu persepsi nilai dari pembeli (bukan dari biaya penjualan) untuk menetapkan suatu harga. 3) Competition persaingan)
Based
Pricing
(penetapan
harga
berdasarkan
45
Metode
ini
merupakan
metode
penetapan
harga
dengan
mempertimbangkan harga yang ditetapkan oleh pesaing. c. Place (distribusi) Distribusi merupakan semua kegiatan yang dilakukan perusahaan dengan tujuan membuat produk yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen dapat dengan mudah diperoleh pada waktu dan tempat yang tepat.
Penentuan
lokasi
dan
saluran
yang
digunakan
untuk
menyampaikan produk ke tangan konsumen termasuk dalam cakupan distribusi. d. Promotion (promosi) Menurut Kotler promosi sebagai semua aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produk pada target pasar. Kotler membagi alat-alat promosi sebagai berikut:59 1) Advertising (periklanan) Definisi periklanan menurut Nickles dalam Swasta adalah komunikasi nonindividu dengan sejumlah biaya melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga nonlaba, serta individu-individu. Contoh: periklanan melalui radio, televisi, surat kabar, dan majalah. 2) Personal selling (penjualan perorangan) Penjualan
perorangan
merupakan
kegiatan
penjualan
yang
dilakukan oleh para wiraniaga yang mencoba dan membujuk 59
Kotler (1997) sebagaimana yang dikutip oleh Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 90.
46
pembeli untuk melakukan pembelian. Contoh: penjualan dengan tatap muka, yaitu penjualan dengan bertemu muka-tenaga penjualan langsung menemui konsumen untuk menawarkan produknya. 3) Public relation (publisitas) Publisitas merupakan suatu kegiatan pengiklanan secara tidak langsung di mana produk atau jasa suatu perusahaan disebarluaskan oleh media komunikasi tanpa disponsori oleh perusahaan. Contoh: berita di surat kabar bahwa ada seseorang yang mendapatkan hadiah undian dari Bank Mandiri. 4) Sales promotion (promosi penjualan) Promosi penjualan adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk membantu mendapatkan konsumen yang bersedia membeli produk atau jasa suatu perusahaan, selain personal selling, periklanan, dan publisitas.
Contoh:
peragaan,
pameran,
demonstrasi,
dan
sebagainya. Restoran (Rumah Makan) adalah perusahaan atau bisnis dagang makanan, bukan manufaktur meskipun perlu pengolahan lebih lanjut dengan bahan utama, bumbu dan berbagai pernik lain dalam masakan.60 Sedangkan untuk perusahaan jasa, selain keempat bauran pemasaran tersebut di atas, ada tiga tambahan bauran pemasaran lainnya yakni People, Physical dan Process.61
60
Michell Suharli, Akuntansi untuk Bisnis Jasa dan Dagang, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 124. 61 Suwinto Johan, Studi Kelayakan Pengembangan Bisnis, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 66.
47
Bauran pemasaran 4P dalam perspektif syariah adalah:62 a. Produk (product) Al-Qur‟an mnggunakan konsep produksi barang dalam arti yang sangat luas. Tekanan Al-Qur‟an diarahkan pada manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup manusia. Di samping itu, Islam mengajarkan untuk memperhatikan kualitas dan keberadaan produk tersebut. Islam melarang jual beli suatu produk yang belum jelas (gharar) bagi pembeli. Islam juga memerintahkan untuk memperhatikan kualitas produk. Barang yang dijual harus terang dan jelas kualitasnya, sehingga pembeli dapat dengan mudah memberi penilaian. Tidak boleh menipu kualitas dengan jalan memperlihatkan yang baik bagian luarnya, dan menyembunyikan yang jelek pada bagian dalam. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah, tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah, 2:173)
62
Muhammad Aziz Hakim (ed), Dasar & Strategi Pemasaran Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), hlm. 23-27.
48
Dalam sistem ekonomi Islam tidak semua barang dapat diproduksi dan dikonsumsi. Oleh sebab itu, dilarang memproduksi dan memperdagangkan komoditas yang haram. Produk yang dihasilkan harus
memberikan
manfaat
yang baik,
tidak
mudharat
atau
membahayakan bagi konsumen, baik dari sisi kesehatan maupun moral. Nabi SAW bersabda,63 “Wahai manusia, bertakwalah pada Allah, berbuatlah yang indah dalam mencari rezeki, sesungguhnya setiap orang tidak akan mati sampai dicukupi rezekinya sekalipun terlambat, maka bertakwalah pada Allah, berbuatlah yang indah dalam mencari rezeki, ambil yang halal jauhi yang haram.” (HR. Ibnu Majah). Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al Baqarah, 2: 168) b. Harga (price) Dalam konsep Islam, penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar, yakni bergantung pada kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran. Praktik yang dilarang dalam Islam adalah ikhtikar, yakni mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya monopoly‟s rent-seeking. Sabda Nabi SAW, 63
Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 49.
49
“Tidaklah orang melakukan ikhtikar itu kecuali ia berdosa” (HR Muslim, Ahmad, dan Abu Dawud).64
Dalam praktis fiqih muamalah, pricing mengambil posisi tengah, tidak berlebih-lebihan, tidak pula merendah-rendahkan. Ini berarti dalam praktik muamalah, pricing mestinya harus proporsional. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS. Al Furqaan, 25: 67) Nabi menganjurkan umatnya untuk memanfaatkan mekanisme pasar dalam penyelesaian masalah ekonomi dan menghindari sistem penetapan harga (ta‟sir) oleh otoritas negara kalau tidak terlalu diperlukan. Pemerintah tidak boleh memihak pembeli dengan mematok harga yang lebih rendah atau memihak penjual dengan mematok harga tinggi. Sabda Nabi SAW,65 Anas berkata: “Ya Rasul! Harga barang menjadi mahal, tentukanlah harga bagi kami.” Nabi bersabda: “Allah sendirilah yang menentukan harga, Dialah yang mengekang dan melepas serta pemberi rezeki. Aku berharap akan bertemu Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang menggugat diriku karena aku pernah berbuat zalim, baik terhadap jiwa maupun harta.” (HR. Abu Daud)
64
Muhammad Abdul Aziz Hakim (ed), Dasar dan Strategi Pemasaran Syariah, (Jakarta: Renaisan, 2005), hlm. 25. 65 Ilfi Nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, (Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm. 53.
50
c. Distribusi (place) Penempatan barang adalah faktor vital dalam dunia usaha. Berkaitan erat dengan posisi ini adalah sarana transportasi dan pengangkutan.
Nabi dengan tegas melarang pemotongan jalur
distribusi dengan maksud untuk menaikkan harga. Ini bisa dimaknai bahwa jangan pernah membeli dari penjual yang belum mengetahui harga pasar. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi penjual dari penipuan mengenai barang yang sebenarnya. Fungsi distribusi jelas mempercepat sampainya barang di tangan konsumen atau pasar pada saat dibutuhkan. Sebab distribusi barang atau jasa segera sampai di tangan konsumen pada saat dibutuhkan atau diperlukan merupakan prinsip yang tepat sesuai dengan maksud dan tujuan etika yang mempermudah untuk memperoleh barang pada saat dibutuhkan.66 Sebagaimana diketahui bahwa prinsip-prinsip distribution of product ke masyarakat antara lain dimaksudkan untuk mencapai kepecapatan dan ketepatan waktu, keamanan dan keutuhan barang, sarana kompetisi memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta konsumen mendapat pelayanan yang tepat dan cepat.67 d. Promosi (promotion) Beragam promosi yang dilakukan acapkali dibungkus dengan kedok penipuan dan kebohongan. Kualitas barang tidak sesuai dengan yang dipromosikan adalah sesuatu yang jamak ditemukan. Demikian 66
Muslich, Etika Bisnis Islami Landasan Filosofis, Normatif dan Substansi Implementatif, (Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2004), hlm. 103. 67 Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), hlm. 101.
51
pula, dalam menyajian promosi lewat berbagai media seringkali dekatdekat dengan pornografi. Promosi dengan cara seperti ini dengan tegas dilarang oleh Islam. Pada prinsipnya, dalam Islam mempromosikan suatu barang diperbolehkan. Hanya saja dalam berpromosi tersebut mengedepankan faktor kejujuran dan menjauhi penipuan. Di samping itu, metode yang dipakai dalam promosi tidak bertentangan dengan syariah Islam. Jika prinsip kebenaran dan kejujuran ini yang dijadikan landasan dalam menyampaikan promosi maka dipastikan bahwa image positif akan terbangun di mata konsumen. Dan konsumen akan terbangun loyalitasnya untuk melakukan pembelian ulang secara terus-menerus dalam melakukan pembelian pada barang yang diinformasikan secara obyektif atau jujur tersebut. Hal-hal inilah yang sesuai dengan prinsip etika promosi di dalam Islam.68 3. Aspek Finansial Tujuan menganalisis aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu
68
Muslich, Etika Bisnis Islami Landasan Filosofis, Normatif dan Substansi Implementatif, (Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2004), hlm. 107.
52
yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. 69 Dalam suatu perekonomian dengan atau tanpa bunga, tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor pada suatu proyek yang prospektif dan dibolehkan (halal) dapat dijadikan sebagai tingkat diskonto yang tepat.70 Tingkat keuntungan ekspektasi pada produk deposito bank syariah dengan jatuh tempo yang berbeda dapat dijadikan sebagai proksi yang mendekati untuk tingkat preferensi waktu sehingga dapat dijadikan rate yang paling tepat untuk tujuan pendiskontoan proyek dengan jatuh tempo yang sepadan.71 Analisis aspek finansial menganalisis kebutuhan dana serta sumbernya dan penilaian kelayakan investasi dengan menggunakan analisis Average Rate of Return, Payback Period, Net Present Value, dan Profitability Index.72 a. Average Rate of Return (ARR) Metode Average Rate of Return (ARR) merupakan metode yang digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi. Tingkat keuntungan yang digunakan dalam metode ini
69
Husein Umar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007),
hlm. 178. 70
Najmudin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar‟iyyah Modern, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2011), hlm. 211. 71 Najmudin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar‟iyyah Modern, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2011), hlm. 126. 72 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 195-214.
53
adalah laba setelah pajak dibandingkan dengan total investasi. Perhitungannya dilakukan sebagai berikut: 73 ARR = Average earning after taxes (EAT) x 100% Initial Investment Kriteria : Jika ARR ≥ Tingkat keuntungan yang diharapkan, maka usaha layak dilaksanakan.74 b. Payback Period (PP) Metode Payback Period adalah perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan cash inflow yang dihasilkan oleh proyek tersebut.75 Cash inflow (arus kas masuk bersih) atau yang sering dikenal dengan istilah proceeds adalah laba setelah pajak ditambah dengan biaya penyusutan.76 Untuk menghitung Payback Period
yang
mempunyai nilai proceeds yang tidak sama setiap tahunnya maka dihitung akumulasi proceeds-nya terlebih dahulu sehingga diperoleh
73
Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 214. 74 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 217. 75 Lukman Syamsuddin, Manajemen Keuangan Perusahaan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 444. 76 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 194.
54
perhitungan sebagai berikut.77 Rumus untuk menghitung Payback Period (PP) adalah sebagai berikut:78 × 1 tahun
Kriteria: Jika PP < umur proyek, maka usaha layak dilaksanakan.79 c. Net Present Value (NPV) Metode Net Present Value (NPV) merupakan metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang (present value) dari aliran kas masuk bersih (proceeds) dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (outlays).80 Karena NPV ini memperhatikan nilai waktu uang (NWU), maka arus kas bersih (AKB) yang digunakan dalam menghitung NPV adalah AKB yang didiskontokan atas dasar tingkat diskonto, biaya modal (cost of capital) atau tingkat keuntungan yang diinginkan.81 Rumus untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut:82 ∑
77
Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 197. 78 Husein Umar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 197. 79 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 199. 80 Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 200. 81 Najmudin, Manajemen Keuangan dan Aktualisasi Syar‟iyyah Modern, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2011), hlm. 197. 82 Husein Umar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 200.
55
Keterangan: CFt = Cash flow pada periode t k
= Discount rate yang digunakan
n
= Periode yang terakhir di mana cash flow diharapkan
Io = Investasi awal pada tahun 0 Kriteria: Jika NPV≥ 0, maka usaha diterima. Jika NPV < 0, maka usaha ditolak.83 d. Profitability Index (PI) Profitability Index (PI) atau sering disebut dengan Desirability Index (DI) merupakan metode menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang (proceeds) dengan nilai sekarang investasi (outlays). Apabila proceeds suatu investasi tidak sama besarnya dari tahun ke tahun, maka harus menghitung Present Value dari Proceeds setiap tahunnya terlebih dahulu untuk dijumlahkan sehingga diperoleh jumlah Present Value dari keseluruhan proceeds yang diharapkan dari investasi. Perhitungan PI dilakukan sebagai berikut: 84 PI =
83
Husein Umar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007),
hlm. 201. 84
Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 205.
56
Kriteria: Jika PI ≥ 1, maka usaha diterima. Jika PI < 1, maka usaha ditolak.85
B. Etika Bisnis Islam 1. Definisi Etika Bisnis Istilah etika diartikan sebagai suatu perbuatan standar (standard of conduct) yang memimpin individu dalam membuat keputusan. Etika ialah suatu studi mengenai perbuatan yang salah dan benar dan pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang.86 Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkosentrasi pada standar moral, sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Standar etika bisnis tersebut diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk meproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.87 2. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam Islam memiliki pedoman dalam mengarahkan umatnya untuk melaksanakan amalan. Pedoman tersebut adalah al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Sebagai sumber ajaran Islam, setidaknya dapat menawarkan nilainilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis 85
Suliyanto, Studi Kelayakan Bisnis Pendekatan Praktis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010), hlm. 207. 86 Buchari Alma, Manajemen Bisnis Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 202. 87 Veithzal Rivai, Islamic Business and Economic Ethics, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), hlm. 4.
57
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dalam waktu.88 Prasyarat untuk meraih keberkahan atas nilai transenden seorang pelaku bisnis harus mempertimbangkan beberapa prinsip etika yang telah digariskan dalam Islam, antara lain:89 a. Jujur dalam takaran. Jujur dalam takaran ini sangat penting untuk diperhatikan karena Allah SWT sendiri secara gamblang mengatakan:
Artinya : “Celakalah bagi orang yang curang. Apabila mereka menyukat dari orang lain (untuk dirinya), dipenuhkannya (sukatannya). Tetapi apabila mereka menyukat (untuk orang lain) atau menimbang (untuk orang lain), dikuranginya.” (QS Al-Mutaffifin, 83: 1-3) Dalam bisnis untuk membangun kerangka kepercayaan itu seorang pedagang harus mampu berbuat jujur atau adil, baik terhadap dirinya maupun terhadap orang lain. Kejujuran ini harus direalisasikan antara lain dalam praktik penggunaan timbangan yang tidak membedakan antara kepentingan pribadi (penjual) maupun orang lain (pembeli). Dengan sikap jujur itu kepercayaan pembeli kepada penjual akan tercipta dengan sendirinya.
88
Muhammad, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), hlm. 7. Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 23-31. 89
58
b. Menjual barang yang baik mutunya. Salah satu cacat etis dalam perdagangan adalah tidak transparansi dalam hal mutu, yang berarti mengabaikan tanggungjawab moral dalam dunia bisnis. Padahal tanggungjawab yang diharapkan adalah tanggungjawab yang berkeseimbangan (balance) antara memperoleh keuntungan (profit) dan memenuhi norma-norma dasar masyarakat baik berupa hukum, maupun etika atau adat.90 Menyembunyikan mutu sama halnya dengan berbuat curang dan bohong.
Bukankah
kebohongan
itu
akan
menyebabkan
ketidaktentraman, sebaliknya kejujuran akan melahirkan ketenangan. Sebagaimana firman-Nya:
Artinya: “Musa menjawab: Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang zalim". (QS Al-Qasas, 28:37)
c. Dilarang menggunakan sumpah. Seringkali ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dikalangan para pedagang kelas bawah apa yang dikenal dengan obral sumpah. Mereka terlalu mudah menggunakan sumpah dengan maksud untuk meyakinkan pembeli bahwa barang dagangannya benar-benar 90
George Chryssiders & John EH Kaler (1993) sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Djakfar, Etika Bisnis Dalam Perspektif Islam, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hlm. 26.
59
berkualitas, dengan harapan agar orang terdorong untuk membelinya. Dalam Islam perbuatan semacam itu tidak dibenarkan karena juga akan menghilangkan keberkahan. Longgar dan bermurah hati. Dalam transaksi seorang penjual diharapkan bersikap ramah dan bermurah hati kepada setipa pembeli. Dengan sikap ini seorang penjual akan mendapat berkah dalam penjualan dan akan diminati oleh pembeli. Kunci suksesnya adalah satu yaitu service kepada orang lain. Sebaliknya, jika penjual bersikap kurang ramah apalagi kasar dalam melayani pembeli, justru mereka akan melarikan diri, dalam arti tidak akan mau kembali lagi. Dalam hubungan ini bisa direnung, firman Allah SWT yang berbunyi:
Artinya: “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” (QS Ali „Imran, 3: 159) d. Membangun hubungan baik antar kolega. Islam menekankan hubungan konstruksif dengan siapa pun, inklud antar sesama pelaku dalam bisnis. Islam tidak menghendaki dominasi pelaku yang satu di atas yang lain, baik dalam bentuk monopoli, oligopoly, maupun bentuk-bentuk lain yang tidak mencerminkan rasa keadilan atau pemerataan pendapatan. Dengan silaturrahim menurut
60
ajaran Islam akan diraih hikmah yang dijanjikan yakni akan diluaskan rezeki
dan
diperpanjangkan
umurnya
bagi
siapa
pun
yang
melakukannya. e. Tertib administrasi. Dalam dunia perdagangan wajar terjadi praktik pinjam meminjam. Dalam hubungan ini al-Quran mengajarkan perlunya administrasi hutang piutang tersebut agar manusia terhindar dari kesalahan yang mungkin terjadi. f. Menetapkan harga dengan transparan. Harga yang tidak transparan bisa mengandung penipuan. Untuk menetapkan harga dengan terbuka dan wajar sangat dihormati dalam Islam agar tidak terjerumus dalam riba. Dengan kendali syariah, bisnis dalam Islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu sebagai berikut:91 a. Target Hasil; profit materi dan benefit nonmateri Tujuan bisnis tidak selalu untuk mencari mencari profit (nilai materi), tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri, baik bagi pelaku bisnis sendiri maupun pada lingkungan yang lebih luas, seperti terciptanya suasana persaudaraan, kepedulian sosial dan sebagainya.
91
hlm. 13.
Veithzal Rivai, Islamic Business and Economic Ethics, (Jakarta: PT. Bumi Aksara),
61
b. Pertumbuhan Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syariat. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi, seiring dengan perluasan pasar dan peningkatan inovasi agar bias menghasilkan produk baru, dan sebagainya. c. Keberlangsungan Pencapaian
target hasil dan pertumbuhan terus diupayakan
keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu dalam koridor syariat Islam. d. Keberkahan Faktor keberkahan atau upaya mencari ridho Allah, merupakan puncak kebahagian hidup musim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan bisnis selalu berada dalam kendali syariat dan diraihnya keridhoan Allah. 3. Etika Pemasar (Syariah Marketer) Apapun yang dilakukan oleh aktivitas pemasaran adalah berorientasi pada kepuasan pasar. Kepuasan pasar adalah kondisi saling ridha dan rahmat antara pembeli dan penjual atas transaksi yang dilakukan. Dengan adanya keridhaan ini, maka membuat pasar tetap loyal terhadap produk perusahaan dalam jangka waktu yang panjang.92
92
Muhammad, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2004), hlm. 99.
62
Ada Sembilan etika pemasar, yang akan menjadi prinsip-prinsip bagi syariah marketer dalam menjalankan fungsi-fungsi pemasaran:93 a. Memiliki Kepribadian Spriritual (Takwa) Seorang Muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka sedang sibuk dalam aktivitas mereka. Ia hendaknya sadar penuh dan responsive terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Kesadaran akan Allah ini hendaklah menjadi sebuah kekuatan pemicu (driving force) dalam segala tindakan. Misalnya saja, ia harus menghentikan aktivitas bisnisnya saat datang panggilan shalat, demikian juga dengan kewajiban-kewajiban yang lain. b. Berperilaku Baik dan Simpatik (Shidq) Al-Quran
mengajarkan
untuk
senantiasa
berwajah
manis,
berperilaku baik, dan simpatik. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Hijr, 15: 88)
Berperilaku baik, sopan santun dalam pergaulan adalah fondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai dengan nilai yang tinggi, dan mencakup semua sisi manusia. Sifat ini
93
Hermawan Kertajaya dan Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), hlm. 67-97.
63
adalah sifat Allah yang harus dimiliki oleh kaum Muslim. Seorang syariah marketer harus berperilaku sangat simpatik, bertutur kata yang manis, dan rendah hati. c. Berlaku Adil dalam Bisnis (Al-„Adl) Berbisnis secara adil adalah wajib hukumnya, bukan hanya imbauan dari Allah SWT. Sikap adil (al-„adl) termasuk di antara nilainilai yang telah ditetapkan oleh Islam dalam semua aspek ekonomi Islam. Al-Quran telah menjadikan tujuan semua risalah langit adalah untuk melaksanakn keadilan. Dalam bisnis modern, sikap adil harus tergambarkan bagi semua stakeholder, semuanya harus merasakan keadilan. Tidak boleh ada satu pihak pun yang hak-haknya terzalimi, terutama bagi tiga stakeholder utama, yaitu pemegang saham, pelanggan, dan karyawan. Mereka harus selalu terpuaskan (satisfied) sehingga dengan demikian bisnis bukan hanya tumbuh dan berkembang, melainkan juga berkah di hadapan Allah SWT. d. Bersikap Melayani dan Rendah Hati (Khidmah) Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa sikap melayani, yang melekat dalam kepribadiannya, dia bukanlah seorang yang berjiwa pemasar. Melekat dalam sikap melayani ini adalah sikap sopan, santun, dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan, dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya.
64
e. Menepati Janji dan Tidak Curang Amanah bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu dengan ketentuan. Seorang pebisnis syariah harus senantiasa menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya. Demikian juga dengan seorang syariah marketer, harus dapat menjaga amanah yang diberikan kepadanya sebagai wakil dari perusahaan dalam memasarkan dan mempromosikan produk kepada pelanggan. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya (8). Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya (9). Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi, (10). (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya (11).” (QS. Al-Mu‟minuun, 23:8-11) f. Jujur dan Terpercaya (Al-Amanah) Di antara akhlak yang harus menghiasi bisnis syariah dalam setiap gerak-geriknya
adalah
kejujuran.
Tak
diragukan
bahwasannya
ketidakjujuran adalah bentuk kecurangan yang paling jelek. Orang yang tidak jujur akan selalu berusaha melakukan penipuan pada orang lain, kapan pun dan di mana pun kesempatan itu terbuka bagi dirinya. AlQuran dengan tegas melarang ketidakjujuran itu. Allah SWT berfirman:
65
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al Anfaal, 8: 27) g. Tidak Suka Berburuk Sangka (Su‟uzh-zhann) Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW yang harus diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. Tidak boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha yang lain, hanya bermotifkan persaingan bisnis. Akan lebih mulia jika seorang syariah marketer justru menonjolkan kelebihan-kelebihan saudaranya, rekan sekerjanya, perusahaanya, atau bahkan jika perlu pesaingnya. Di sini akan tergambar sebuah akhlak yang indah, yang justru menarik simpati pelanggan maupun mitra bisnis kita. h. Tidak Suka Menjelek-jelekkan (Ghibah) Ghibah disebut juga suatu ejekan yang merusak, sebab sedikit sekali orang yang lidahnya dapat selamat dari cela dan cerca. Allah SWT berfirman:
66
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujuraat 49: 12) Bagi seorang syariah marketer, ghibah adalah perbuatan sia-sia, dan membuang-buang waktu.
Akan lebih
baik
baginya
jika
menumpahkan seluruh waktunya untuk bekerja secara professional, menempatkan semua prospeknya sebagai sahabat yang baik, dan karenya ia harus memperhatikan terlebih dahulu bagaimana menjadi sahabat yang baik, berbudi pekerti, dan memiliki akhlaq karimah (akhlak yang mulia). i. Tidak Melakukan Sogok (Risywah) Dalam syariah, ,menyuap (risywah) hukumnya haram, dan menyuap termasuk dalam kategori makan harta orang lain dengan cara batil. Memberikan sejumlah uang dengan maksud agar kita dapat memenangkan tender suatu bisnis, atau memberikan sejumlah uang kepada hakim atau penguasa agar kita dapat memperoleh hukuman yang lebih ringan atau termasuk dalam kategori suap (risywah). Islam mengharamkan suap (risywah) dan memberi peringatan keras terhadap siapa saja yang bersekutu atau bekerja sama dalam proses penyuapan. Sebab, meluasnya penyuapan di masyarakat akan menyebabkan meluasnya kerusakan dan kezaliman.