BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kesiapan menjadi Guru Profesional 2.1.1 Pengertian Guru Mengajar dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan guru. Guru sebagai membuat suatu keputusan dan sebagai ahli berpikir menganalisis. Peran guru sangat penting bagi semua orang untuk memberikan pengetahuan baru atau mengajarkan tentang hal-hal yang baru. Menurut Usman (1990 : 1). “guru merupakan profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai pengajar”. Definisi guru menurut usman dapat dijelaskan bahwa guru merupakan suatu profesi disebut profesi karena pekerjaan mengajar merupakan tindakan yang benar dilakukan oleh dalam jiwa, keahlian guru dalam bertanya dan berpikir adalah pusat dari yang lain-lain. Menurut Danim (2010:17) “guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal”. Definisi guru menurut Danim dapat diartikan bahwa seorang guru harus memiliki keahlian dalam mengelola jati diri siswa. Dalam hal ini konteks guru lebih ditekankan pada pendidikan formal seperti disekolah. Di dalam UU No 20 Tahun 2003. “kata guru dimasukkan ke dalam genus pendidik. Sesunggguhnya guru dan pendidik merupakan dua hal yang berbeda. Kata pendidik spesialisasi di bidang pendidikan atau ahli kependidikan. Kata guru merupakan seseorang yang mengajar, khususnya di sekolah”.
8
Menurut UU No 20 Tahun 2003 dapat dijelaskan bahwa lebih melihat guru sebagai seseorang yang lebih mengutamakan kegiatan hanya di dunia pendidikan formal seperti di sekolah. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa guru adalah profesi yang memiliki keahlian khusus yang terlibat dalam tugas pendidikan untuk mendidik,
mengajar,
membimbing,
mengarahkan,
melatih
menilai
dan
mengevaluasi peserta didik. 2.1.2 Tugas Utama Guru Disamping memiliki tugas utama sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan pelatih, maka tugas utama guru menurut Depdikbud (dalam Darmadi: 1984:7). 1. Tugas profesional yaitu mendidik dalam rangka menyumbangkan kepribadian, mengajar dalam rangka menyimbangkan kemampuan berpikir, kecerdasan dan melatih dalam rangka membina ketrampilan. 2. Tugas manusiawi yaitu membina anak didik dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan martabat diri sendiri, kemapuan manusiawi optimal serta pribadi yang mandiri. 3. Tugas kemasyarakatan yaitu dalam rangka mengembangkan terbentuknya masyarakat indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dari raian diatas dapat disimpulkan, tugas guru adalah tugas profesional melatih siswa tentang kecerdasan dan keahlian, tugas manusiawi membina anak tentang
kemampuan
pribadi
yang
mandiri,
tugas
kemasyarakatan
mengembangkan manusia berlandaskan pancasila dan UUD 45. 2.1.3 Kompetensi Guru Dalam Konteks Keprofesional Kompetensi guru dalam konteks keprofesian menurut Udin S (dalam fajar: 2006 : 47) dalam Bahasa Inggris mengandung makna :
9
1. “competence (n) is being competent, ability (to do the work)” 2. “competenst (adj.) refers to (person) having ability, power, authority, skill, knowledge, etc. (to do what is needed)” 3. “competency is rational performance which satisfactorily meets the objectives for a desired condition” Definisi pertama menunjukan bahwa kompetensi itu pada dasarnya menunjukan kepada kecakapan definisi atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sedangkan definisi kedua menunjukan lebih lanjut bahwa kompetensi itu pada dasarnya merupakan suatu sifat (karakteristik) orang-orang (kompeten) ialah yang memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (keterampilan), pengetahuan, dsb. Kemudian definisi ketiga lebih lanjut lagi ialah bahwa kompetensi itu menunjukan kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi itu masuk dalam konteks kecapakan, memiiliki keahlian khusus , dalam melaksanakan pekerjaan harus mencapai pada tujuan yang telah diharapkan. 2.1.4. Kompetensi Guru Empat jenis kompetensi guru yang harus dimiliki oleh setiap guru maupun calon guru. Kompetensi tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang profesional. Kompetensi-kompetensi tersebut selaras dengan kompetensi yang disebutkan dalam UU No. 14 tahun 2005 dalam Hadi (2015). Subkompetensi dan indikator esensialnya dijabarkan sebagai berikut : 1. Kompetensi Kepribadian Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. 2. Kompetensi Pedagogik Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
10
3. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi kelimuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. 4. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan seorang guru untuk berkomunikasi yang meliputi kemampuan peserta didik, sesama pendidik, orang tua atau wali siswa dan masyarakat disekitar. Dari hal diatas dapat disimpulkan untuk menjadi guru profesional harus mempunyai 4 kompetensi yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik , kompetensi profesional dan yang terakhir kompetensi sosial. Empat kompetensi tersebut menjadi penentu siap tidaknya mahasiswa menjadi guru yang profesional. 2.2 Gaya Belajar 2.2.1 Pengertian Gaya Belajar Kemampuan setiap orang dalam menerima pelajaran berbeda-beda, ada yang cepat dan ada yang sedang. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan dalam menerima informasi dan melaksanakan tugas atau dalam menyelesaikan suatu masalah dalam konteks pembelajaran. Dapat disadari hal itu terjadi karena tidak mengetahui gaya belajar bagaimanakah yang harus dilakukan. Gaya belajar merupakan suatu kombinasi dari bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta mengolah informasi (DePorter & Hernacki, 2011:110). Dapat dijelaskan gaya belajar merupakan ketergantungan kita dalam menerima suatu informasi dan dapat mengelola sesuai dengan apa yang diharapkan. Dunn & Dunm dalam Sugihartono (2007: 53) menjelaskan bahwa gaya belajar merupakan kumpulan karakteristik pribadi yang membuat suatu pembelajaran efektif untuk beberapa orang dan tidak efektif untuk orang lain.
11
Dapat diartikan bahwa gaya belajar merupakan suatu karakter pada diri seseorang pribadi jadi yang mengetahui adalah pribadi masing-masing yang membuat pembelajaran lebih efektif bagi yang menerapkan gaya belajar namun ada yang tidak afektif karena pribadi seseorang berbeda- beda jadi cara menerima informasi juga berbeda tergantung pada bagaimana cara mengelola dengan baik. Keef dalam sugihartono (2007: 53) menyatakan bahwa gaya belajar berhubungan dengan cara anak belajar, serta cara belajar yang disukai. Keef lebih menekankan pada cara belajar yang nyaman, gaya belajar ini diberikan kepada masing-masing pribadi terserah bagaimana nyamannya dia menerima informasi, misal dengan cara membaca, menulis, praktek dll. Gaya belajar adalah cara yang konsisten yang dilakukan oleh seorang murid dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal (S. Nasution, 2003: 94). Dalam hal ini gaya belajar menekankan pada kebiasaan yang konsisten tidak merubah cara menerima informasi, cara mengingat, serta memecahkan masalah Beberapa definisi gaya belajar di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara yang secara sadar disenangi oleh siswa dan siswa dapat mengkombinasi dari bagaimana ia menangkap menyerap dan mengelola informasi serta memecahkan masalah secara efektif. 2.2.2 Macam-macam gaya belajar Ada beberapa gaya belajar yang harus diketahui oleh mahasiswa supaya dapat mengenali gaya belajar apakah yang ia pakai. Menurut DePorter & Hernacki (2011: 112) terdapat tiga gaya belajar seseorang yaitu gaya belajar
12
visual, auditorial, dan kinestetik. Walaupun masing-masing siswa belajar dengan menggunakan ketiga gaya belajar ini, kebanyakan siswa lebih cenderung pada salah satu diantara gaya belajar tersebut. 1) Gaya Belajar Visual Siswa yang bergaya belajar visual, yang memegang peranan penting adalah mata/penglihatan (visual), mereka cenderung belajar melalui apa yang mereka lihat. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video. Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.(DePorter & Hernacki, 2011: 116). 2) Gaya Belajar Auditorial Siswa yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya). Siswa yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru katakan. Mereka dapat mencerna dengan baik informasi yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori. Anakanak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset. (DePorter & Hernacki, 2011: 118). 3) Gaya Belajar Kinestetik Siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Siswa seperti ini tidak tahan untuk duduk berlama-lama mendengarkan pelajaran dan merasa bisa belajar lebih baik jika prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, mereka memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh. (DePorter & Hernacki, 2011: 120) Dari macam-macam gaya belajar diatas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar berkerja sesuai dengan indra kita, dari visual mengutamakan menggunakan menglihatan,
dalam
menerima
informasi
dan
menyelesaikan
masalah
menggunakan indra penglihatan. Serta terdapat mahasiswa yang lebih memanfaatkan indra pendengaran untuk menerima rangsangan apa saja sesuatu
13
yang didengar akan menjadi lebih diterima dengan baik. Ada juga mahasiswa yang lebih senang langsung turun kelapangan atau praktek supaya lebih memahami informasi dan dapat langsung menerapkan dalam kehidupannya. 2.2.3 Indikator Gaya Belajar Mengacu pada teori dan ciri-ciri gaya belajar menurut DePorter & Hernacki (2011: 116-120) seperti yang diuraikan di atas maka diketahui indikator-indikator dari masing-masing gaya belajar sebagai berikut: 1) Indikator gaya belajar visual a) Belajar Indikator gaya belajar visual, b) Mengerti baik mengenai posisi, bentuk, angka, dan warna. c) Rapi dan teratur siswa visual mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun kondisi lingkungan di sekitarnya. d) Tidak terganggu dengan keributan e) Sulit menerima intruksi verbal mudah lupa dengan sesuatu yang disampaikan secara lisan 2) Indikator gaya belajar auditorial a) Belajar dengan cara mendengar b) Baik dalam aktivitas lisan. c) Memiliki kepekaan terhadap musik Mereka mampu mengingat dengan baik apa yang didengar d) Mudah terganggu dengan keributan e) Lemah dalam aktivitas visual Informasi tertulis terkadang sulit diterima oleh siswa bergaya belajar auditori. 3) Indikator gaya belajar kinestetik a) Belajar dengan aktivitas fisik b) Peka terhadap ekspresi dan bahasa tubuh c) Berorientasi pada fisik dan banyak bergerak d) Suka coba-coba dan kurang rapi e) Lemah dalam aktivitas verbal Cenderung berbicara dengan perlahan, sehingga perlu berdiri dekat ketika berbicara dengan orang lain Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa indikator dalam gaya belajar ada beberapa bagian yang pertama gaya belajar visual cederung menggunakan menglihatan, mengutamakan tentang beberapa hal yang dapat dilihat. Gaya belajar auditorial belajar menggunakan pendengaran, sangat peka terhadap rangsangan telinga dapat menerima informasi lebih cepat melalui suara.
14
Gaya belajar kinestetik lebih mengutamakan kegiatan fisik, dalam kegiatan lebih senang langsung praktek. 2.3 Kemandirian 2.3.1 Pengertian Kemandirian Belajar Kegiatan belajar mandiri dilakukan atas kesadaran terhadap diri sendiri. Belajar apabila dipaksa oleh orang lain tidak akan secara sadar dan sungguhsungguh ingin belajar atau mencari informasi. Menurut Haris Mudjiman ( dalam Eviana 2011:9). “belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif, yang di dorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki”. Belajar mandiri menurut haris dapat diartikan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan dengan niat dalam diri memiliki motivasi dalam diri guna mengatasi masalah yang dibangun oleh bakat yang dimiliki. Tahar dan Enceng dalam Astuti,dkk (2006: 93). “berpendapat bahwa, “Kemandirian belajar adalah aktivitas belajar yang dilakukan oleh seseorang dengan kebebasannya dalam menentukan dan mengelola sendiri bahan ajar, waktu, tempat, dan memanfaatkan sumber belajar yang diperlukan”. Dapat diartikan kegiatan belajar seseorang dengan bebas mengelola bahan, waktu, tempat dan dapat memanfaatkan sumber yang ada. Sedangkan Pengertian kemandirian belajar menurut Khosun dalam Astuti,dkk (2011), “diartikan sebagai sifat dan sikap serta kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk memecahkan masalah yang dijumpainya di dunia nyata”. Dapat diartikan bahwa mahasiswa yang melakukan kegiatan belajar secara mandiri berdasar kemanuan dalam diri sendiri untuk menguasai kompetensi dalam
15
hal ini dapat dikaitkan dengan 4 kompetensi guru, supaya mahasiswa siap menjadi guru yang profesional dikehidupan nyata. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah aktifitas belajar yang dilakukan secara sadar oleh diri sendiri dalam hal ini tidak ada paksaan dari pihak lain misal orang tua atau yang lain. Melainkan kesadaran untuk ingin mengelesaikan masalah atau ingin menambah informasi. Belajar mandiri bermanfaat di masa depan untuk menghadapi tantangan kehidupan yang semakin lama semakin keras, serta masalah yang dihadapi juga semakin banyak. 2.3.2 Ciri-ciri kemandirian Menurut Chabib Thoha ( dalam Eviana :1996:123-124) mengemukakan ciri-ciri kemandirian antara lain : a) b) c) d) e)
Mampu berpikir secara kritis Tidak mudah terpegauh oleh pendapat orang lain Tidak lari dan menghindari masalah Memecahkan maslaah dengan berfikir yang mendalam Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain f) Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain g) Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan h) Bertanggung jawab atas tindakanya sendiri Berdasar pada rangkaian ciri-ciri kemandirian diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang telah belajar mandiri pola pemikiran yang kritis, dapat menghadapi
masalah
dengan
tenang dalam
melakukan
tindakan
tidak
sembarangan akan benar-benar dipikirkan. Orang yang mandiri lebih tegas, tertanggung jawab dan cenderung mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
16
2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian Menurut
Masrun
(dalam
Eviana:
1986:4)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kemandirian dibedakan menjadi dua antara lain : a. Faktor Dari Dalam Faktor dari dalam yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain : 1. Usia Pengaruh dari orang lain akan berkurang secara perlahan-lahan pada saat anak menginjak usia lebih tinggi. Pada usia remaja mereka lebih berorientasi internal, karena percaya bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidupnya ditentukan oleh tindakannya sendiri. Anak-anak akan lebihtergantung pada orang tuanya, tetapi ketergantungan itu lambat laun akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya usia seseorang. Anak-anak usia muda merasa belum mampu untuk melakukan sesuatu secara sendiri karena kemampuan yang dimiliki masih terbatas. 2. Jenis Kelamin Keinginan untuk berdiri sendiri dan mewujudkan dirinya sendiri merupakan kecenderungan yang ada pada setiap remaja. Perbedaan sifatsifat yang dimiliki oleh pria dan wanita disebabkan oleh perbedaan pribadi individu yang diberikan pada anak pria dan wanita. Perbedaan jasmani yang menyolok antara pria dan wanita secara psikis menyebabkan orang beranggapan bahwa perbedaan kemandirian antara pria dan wanita. Seorang anak perempuan memiliki dorongan untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, tetapi dengan statusnya sebagai seorang perempuan, maka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda dengan anak lelaki yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak lakilaki. 3. Konsep diri Konsep diri yang positif mendukung adanya perasaan yang kompeten pada individu untuk menentukan langkah yang diambil. Individu yang memandang dan menilai dirinya mampu, cenderung memiliki kemandirian dan sebaliknya individu yang memandang dan menilai dirinya sendiri kurang atau cenderung tidak mampu, maka akan menggantungkan dirinya pada orang lain. Kemampuan bertindak dan mengambil keputusan tanpa bantuan orang lain hanya dapat dimiliki oleh orang yang mampu berpikir dengan seksama tentang tindakannya. b. Faktor Dari Luar Faktor dari luar yang mempengaruhi kemandirian seseorang antara lain: 1. Pendidikan Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga orang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Dengan belajar seseorang
17
dapat mewujudkan dirinya sendiri, sehingga orang memiliki keinginan sesuatu secara tepat tanpa tergantung dengan orang lain. Menurut Thoha (1996) sistem pendidikan yang diterapkan disekolah yang dalam prosesnya tidak dapat mengembangkan demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi juga akan menghambat perkembangan kemandirian remaja sebagai siswa. 2. Keluarga Pengaruh keluarga terhadap kemandirian anak terkait dengan peranan orang tua. Dalam hal ini, ayah dan ibu mempunyai peran nyata bahwa dari rasa kasih sayang dan rasa kuatirnya seorang ibu tidak berani melepaskan anaknya untuk berdiri sendiri sehingga menjadikan anak tersebut untuk selalu ditolong, selalau tergantung kepada ibu karena selalu dimanjakan mengakibatkan tidak dapat menyesuaikan diri dan perkembangan watak mengarah pada keragu-raguan. 3. Interaksi sosial Kemampuan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial serta mampu melakukan penyesuaian diri dengan baik akan mendukung perilaku remaja yang bertanggung jawab, mempunyai perasaan aman dan mampu menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi dengan baik, tidak mudah menyerah, maka akan mendukung untuk dapat berperilaku mandiri. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan kemandirian berpengaruh terhadap beberapa factor, yang pertama faktor dari dalam yaitu usia setiap orang akan bertambah usia yang menimbulkan kesadaran bahwa kemandirian itu penting, tentang jenis kelamin dalam hal ini wanita dan laki-laki kemandirian lebih menonjol laki-laki karena berpikiran memiliki tanggung jawab yang lebih tinggi, selanjutnya faktor dari dalam adalah diri sendiri yang membuat kemandirian itu ada karna adanya dorongan dari diri sendiri. Terdapat faktor dorongan dari luar yang pertama dari orang tua apabila tidak ada kesadaran untuk pribadi yang mandiri kita akan selalu bergantung pada orang tua, faktor pendidikan didapat dari guru, guru dapat memupuk diri siswa untuk menjadi pribadi yang mandiri misal dalam mengerjakan tugas dll. Faktor interaksi sosial kebiasaan berbuat baik dengan orang lain dalam meyelesaikan masalah sosial
18
dihadapi
dengan
kemandirian
akan
menciptakan
rasa
mandiri
dalam
menyelesaikan segala sesuatu dengan rasa yang bertanggung jawab. 2.4 Penelitian Relevan 1. Penelitian yang dikakukan oleh Sintha Sih Dewanti, S.Pd.Si., M.Pd.Si. Yang berjudul “Analisis Kesiapan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Sebagai Calon Pendidik Profesional” Penelitian ini mendeskripsikan kesiapan mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika sebagai calon pendidik profesional di bidang matematika melalui matakuliah Praktik Pembelajaran Mikro (PPM). Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sudah siap menjadi calon pendidik profesional di bidang matematika menurut kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Faktor yang paling mempengaruhi kesiapan mahasiswa sebagai calon pendidik profesional di bidang matematika adalah kemampuan penguasaan materi prasyarat matakuliah PPM terutama pada matakuliah kependidikan matematika. 2. Penelitian yang dikakukan oleh Selmi R.A Nggaji , Yang berjudul “Hubungan Anatar Prestasi Belajar dan Kondisi Sosial Ekonomi Orang tua Dengan Kesiapan Menjadi guru Profesional Di Kalangan Mahasiswa Pendidikan Ekonimi FKIPUKSW Salatiga” Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Ada hubungan positif dan signifikan antara prestasi belajar (X1) dengan kesiapan menjadi guru profesional (Y) mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP-UKSW Salatiga koefisisen korelasinya sebesar 0,483 (positif) pada kategori sedang dan a (0,05) (0,000 < 0,05) signifikan. (2) Ada hubungan positif dan tidak signifikan antara kondisi sosial ekonomi orang tua (X2) dengan kesiapan menjadi guru profesional (Y)
19
mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP-UKSW Salatiga dengan koefisien korelasi 0,054 (positif) pada kategori sangat rendah dan a (0,05) (0,691 > 0,05) sehingga tidak signifikan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Eviana Wicaksari yang berjudul “Hubungan Antara Penggunaan Media Pembelajaran Dengan Kemandirian Belajar Mahasiswa Fkip-Pe Uksw Salatiga Angkatan Tahun 2008-2009 Semester II Tahun Ajaran 2011-2012 Hasil uji Korelasi Spearman dengan bantuan program SPSS release 16.0 for windows diperoleh hasil r = 0,537 dan α = 0,002. Diketahui nilai z0 = 2,95 > za/2 = 1,96, sehingga H0 ditolak pada α terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara penggunaan media pembelajaran dengan kemandirian belajar Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga angkatan tahun 2008-2009 Semester II tahun ajaran 2011-2012. Arah hubungan positif, semakin tinggi penggunaan media pembelajaran, semakin tinggi kemandirian, dan semakin rendah penggunaan media pembelajaran, semakin rendah kemandirian belajar. Dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima. 2.5 Kerangka Berpikir Menurut Sugiyono, (2010:91). “Kerangka pikir penelitian merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”. Berdasarka pada hasil landasan teori dan penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan diatas, untuk lebih memudahkan pemahaman tentang kerangka pemikiran penelitian ini,maka dapat dilihat dalam gambar-gambar berikut ini:
20
Gaya Belajar (X1)
R
Kesiapan Menjadi Guru Profesional (Y)
Kemandirian (X2)
Gambar 2.1 Peta Konsep Hubungan Gaya Belajar dan Kemandirian dengan Kesiapan Menjadi Guru Profesional Keterangan:
Gaya Belajar (X1)
= Variabel bebas
Kemandirian (X2)
= Variabel bebas
Kesiapan Menjadi Guru Profesional (Y) = Variabel terikat
R
= Analisis korelasi Ganda
= Hubungan
2.6 Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2010 : 96) “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara gaya belajar dan kemandirian dengan kesiapan menjadi guru profesional di kalangan Mahasiswa FKIP-PE UKSW Salatiga .
21
2.6.1 Hipotesis Kerja1 H0 = μ
Kesiapan menjadi guru profesional dikalangan
mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga adalah tinggi yaitu lebih dari 29,25 Ha = μ < 29,25 Kesiapan menjadi guru profesional dikalangan mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga adalah rendah yaitu kurang dari 29,25 2.6.2 Hipotesis Kerja 2 Ho = Tidak ada hubungan positif antara Gaya Belajar dengan Kesiapan menjadi Guru Profesional Dikalangan Mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga. Ha = Terdapat hubungan positif antara Gaya Belajar dengan Kesiapan menjadi Guru Profesional Dikalangan Mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga. 2.6.3 Hipotesis Kerja 3 H0 = Tidak ada hubungan positif antara Kemandirian dengan Kesiapan menjadi Guru Profesional Dikalangan Mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga. Ha = Terdapat hubungan positif antara Kemandirian dengan Kesiapan menjadi Guru Profesional Dikalangan Mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga. 2.6.4 Hipotesis Kerja 4 H0 = Tidak ada hubungan positif antara Gaya Belajar dan Kemandirian dengan Kesiapan menjadi Guru Profesional Dikalangan Mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga. Ha = Terdapat hubungan positif antara Gaya Belajar dan Kemandirian dengan Kesiapan menjadi Guru Profesional Dikalangan Mahasiswa FKIP Progdi Pendidikan Ekonomi UKSW Salatiga.
22