BAB II LANDASAN TEORI
A. KELOMPOK A.1. Definisi Kelompok Kelompok adalah sebuah unit yang berisi sejumlah organisme terpisah yang berbeda-beda yang memiliki persepsi yang sama mengenai kebersamaan mereka dan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk berperilaku secara bersama-sama dalam lingkungan mereka (Smith, dalam Shaw, 1979). Menurut Bass, kelompok adalah sekumpulan individu dimana keberadaan mereka sebagai kumpulan menguntungkan bagi individu tersebut (Shaw, 1979). Titik berat pengertian ini lebih pada adanya reward dari kelompok terhadap individu dalam kelompok. Selain pengertian kelompok di atas, ada pula pengertian kelompok yang didasari atas tujuan kelompok tersebut, seperti yang dikemukakan oleh Mills (dlam Shaw, 1979) yang menyatakan kelompok adalah unit yang tersusun dari dua orang atau lebih yang berinteraksi untuk tujuan tertentu dan memandang interaksi tersebut berarti. Fiedler (dalam Shaw, 1979) menyatakan kelompok sebagai sekumpulan individu yang berbagi nasib yang sama, yaitu mereka yang saling bergantung dimana satu kejadian yang mempengaruhi salah satu anggota turut mempengaruhi anggota yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan definisi-definisi diatas, peneliti mendefinisikan kelompok sebagai sekumpulan individu yang memiliki persepsi yang sama mengenai kebersamaan mereka, memiliki tujuan dan nasib yang sama dan melakukan tugas dimana hasil kerja tiap anggota mempengaruhi anggota lainnya.
A.2. Macam-macam Kelompok Santosa (1999) membagi kelompok menjadi dua bagian, yaitu: 1. Peer Group/Kelompok Sebaya Menurut Santosa (1999), dalam kelompok sebaya (peer group), individu merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainnya seperti di bidang usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok itu. Peer group tidak mementingkan adanya struktur organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Individu dalam peer group juga merasa menemukan dirinya (pribadi) serta dapat mengembangkan rasa sosialnya sejalan dengan perkembangan kepribadiannya. a. Latar belakang timbulnya peer group Individu hidup dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Menurut Havinghurst, individu tumbuh dan berinteraksi dalam dua dunia sosial yaitu dunia orang dewasa dan dunia sebayanya (peer group) (dalam Santosa, 1999). Dalam dua dunia sosial tersebut maka timbullah latar belakang dari peer group:
Universitas Sumatera Utara
i. Adanya perkembangan proses sosialisasi. Pada usia remaja, individu mengalami proses sosialisasi, dimana mereka itu sedang belajar memperoleh kemantapan sosial dalam mempersiapkan diri untuk menjadi orang yang dewasa baru, sehingga individu mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, dimana individu dapat saling berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok. ii. Kebutuhan untuk menerima penghargaan. Secara psikologis, individu butuh penghargaan dari orang lain, agar mendapat kepuasan dari apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu, individu bergabung dengan teman sebayanya yang mempunyai kebutuhan psikologis yang sama yaitu ingin dihargai, sehingga individu merasakan kebersamaan/kekompakan dalam kelompok teman sebayanya. iii. Perlu perhatian dari orang lain. Individu perlu perhatian dari orang lain terutama yang merasa senasib dengan dirinya. Hal ini dapat ditemui dalam kelompok sebayanya, dimana individu merasa sama satu dengan lainnya, mereka tidak merasakan adanya perbedaan status, seperti jika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa.
Universitas Sumatera Utara
iv. Ingin menemukan dunianya. Dalam peer group individu dapat menemukan dunianya, dimana berbeda dengan dunia orang dewasa. Mereka mempunyai persamaan pembicaraan di segala bidang. b. Fungsi peer group Peer group adalah kelompok anak sebaya yang sukses dimana mereka dapat berinteraksi. Hal-hal yang dialami oleh anak-anak tersebut adalah hal-hal yang menyenangkan saja. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut: i. Mengajarkan kebudayaan. Dalam peer group diajarkan kebudayaan yang berada di tempat tersebut. ii. Mengajarkan mobilitas sosial. Mobilitas sosial adalah perubahan status yang lain. iii. Membantu peranan sosial yang baru. Peer group memberi kesempatan bagi anggotanya untuk mengisi peranan sosial yang baru. iv. Peer group sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk masyarakat. Kelompok teman sebaya di sekolah dapat sebagai sumber informasi bagi guru dan orang tua tentang hubungan sosial individu. Peer group dapat menjadi sumber informasi di masyarakat jika salah satu anggotanya berhasil, maka di mata
Universitas Sumatera Utara
masyarakat peer group tersebut berhasil atau bila peer group tersebut sukses, maka anggota-anggotanya juga baik. v. Dalam peer group, individu dapat mencapai ketergantungan satu sama lain. Peer group dapat merasakan kebersamaan dalam kelompok, mereka saling tergantung satu sama lainnya. vi. Peer group mengajar moral orang dewasa. Anggota peer group bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa, untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka belajar memperoleh kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti orang dewasa, tapi mereka tidak mau disebut dewasa. Mereka ingin melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan orang dewasa, mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga bisa berbuat seperti orang dewasa.
vii. Dalam peer group, individu dapat mencapai kebebasan sendiri. Kebebasan pada konteks ini diartikan sebagai kebebasan berpendapat, bertindak atau menemukan identitas diri. Anggotaanggota yang lain dalam kelompok tersebut juga mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. Berbeda dengan kalau anak bergabung dengan orang dewasa, maka anak akan sulit untuk mengutarakan pendapat atau untuk bertindak, karena status orang dewasa selalu berada di atas dunia anak sebaya.
Universitas Sumatera Utara
viii. Dalam peer group, anak-anak mempunyai organisasi sosial yang baru. Anak belajar tentang tingkah laku yang baru, yang tidak terdapat dalam keluarga. Pada keluarga yang strukturnya lebih sempit, anak belajar bagaimana menjadi anak dan saudaranya. Sekarang dalam peer group mereka belajar tentang bagaimana menjadi teman, bagaimana mereka berorganisasi, bagaimana berhubungan dengan anggota kelompok yang lain, dan bagaimana menjadi seorang pemimpin dan pengikut. c. Ciri-ciri peer group Adapun cirri-ciri dari peer group adalah sebagi berikut: i. Tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Peer group terbentuk secara spontan. Di antara anggota kelompok mempunyai kedudukan yang sama, tetapi ada satu di antara anggota kelompok yang dianggap sebagai pemimpin dimana semua anggota beranggapan bahwa dia memang pantas dijadikan sebagai pemimpin, biasanya anak yang disegani dalam kelompok itu. Semua anggota merasa sama kedudukan dan fungsinya. ii. Bersifat sementara. Tidak ada struktur yang jelas, maka kelompok ini kemungkinan tidak bisa bertahan lama, lebih-lebih jika yang menjadi keinginan masing-masing anggota kelompok tidak tercapai, atau karena
Universitas Sumatera Utara
keadaan yang memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah. iii. Peer group mengajarkan individu tentang kebudayaan yang luas. Individu-indivudi berasal dari lingkungan yang berbeda-beda dengan aturan atau kebiasaan yang berbeda pula. Individu-individu tersebut akan memasuki peer group, sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasaan dan dipilih yang sesuai dengan kelompok kemudian dijadikan kebiasaan-kebiasaan kelompok. iv. Anggotanya adalah individu yang sebaya. Individu tersebut mempunyai keinginan dan tujuan serta kebutuhan yang sama.
2. Community/Masyarakat Menurut Soerjono Soekanto (dalam Santosa, 1999), istilah community dapat diterjemahkan sebagai “masyarakat setempat”, istilah mana menunjuk pada warga-warga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa. Bentuk kelompok ini tidak dijelaskan secara lanjut karena defenisi kelompok yang relevan terhadap penelitian ini adalah bentuk kelompok pertama.
Universitas Sumatera Utara
A.3. Aspek-aspek Kelompok Menurut Baron dan Byrne (2003), aspek-aspek yang memainkan peran utama dalam kelompok adalah : 1) Peran Peran mengacu pada satu set perilaku yang diharapkan dilakukan oleh individu yang memiliki posisi spesifik dalam suatu kelompok. Peran dapat membantu memperjelas tanggung jawab dan kewajiban anggota kelompok. Pada saat mendapatkan perannya, individu cenderung menginternalisasikan
peran
tersebut
ke
dalam
dirinya
dan
menghubungkannya dengan aspek-aspek kepribadian mereka. Hal ini menyebabkan individu tetap menjalani perannya walaupun berada di luar kelompok. 2) Status Status adalah posisi atau tingkatan individu dalam kelompok. Peran atau posisi yang berbeda dalam suatu kelompok yang dihubungkan dengan tingkatannya dalam kelompok. 3) Norma Norma adalah peraturan di dalam suatu kelompok yang mengindikasikan bagaimana anggota-anggota seharusnya atau tidak seharusnya bertingkah laku. Menuruzt Kallgren, Reno, dan Cialdini (dalam Baron & Byrne, 2004), norma mempengaruhi tingkah laku hanya jika norma-norma tersebut dirasakan penting dan dijadikan fokus perilaku oleh individu.
Universitas Sumatera Utara
4) Kohesifitas Kohesifitas adalah semua kekuatan (faktor-faktor) yang menyebabkan anggota kelompok bertahan dalam kelompok, seperti kesukaanpada anggota lain dalam kelompok dan keinginan untuk menjaga atau meningkatkan status dengan menjadi anggota dari kelompok tertentu (Festinger dalam Baron & Byrne, 2004).
B. ALIRAN MUSIK EMO B.1. Definisi Aliran Musik Emo Kesesuaian antara semua pendekatan teori musik adalah konsep emosional pada musik. Musik memiliki kekuatan untuk menimbulkan respon-respon mental, fisik, emosional dan spiritual dalam diri individu. Banyak penelitian menunjukkan bahwa efek ini akan semakin besar bila musik tersebut memiliki arti tertentu terhadap individu yang mendengarkannya. Bila dikaitkan dengan hal emosi, musik menciptakan lingkungan mood dimana kita merespon secara tidak sadar. Reaksi emosi kita terhadap musik menciptakan reaksi fisik seperti menangis, detak jantung yang lebih cepat atau berhenti bernafas untuk sesaat (Wilgram, 2004). Musik memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, mulai dari mengurangi stres, mengembangkan diri, sampai meningkatkan kemampuan akademis (Merritt, 2003). Menurut Rosenfeld (dalam Strouse,1995), musik juga merupakan media kuat yang dapat membangkitkan emosi tertentu, membantu pendengar mengalami pembentukan atau perubahan perilaku tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Musik yang memiliki ritme yang tidak teratur, memberikan tekanan pada irama terakhir, memiliki jeda yang pendek sebelum memasuki irama pertama yang biasa disebut musik anapestik, memiliki pola irama yang tidak sama dengan pola irama tubuh manusia pada umumnya dan dapat menyebabkan gangguangangguan terhadap sistem saraf dan sistem kekebalan tubuh, stres, depresi, perilaku hiperaktif dan kelelahan (Diamond dalam Merritt, 2003). Emo merupakan singkatan dari emotional atau emo-core, sebuah generasi musik dari punk rock. Komunitas ini ditandai dengan potongan rambut dengan poni yang panjang menutupi sebagian wajah dan penggunaan make-up dan pakaian wanita pada pria emo (Marni, 2008). Banyak orang tidak tahu mengenai emo. Hal ini terjadi karena catatan dan dokumentasi perkembangan emo sebagian besar disosialisasikan secara terbatas dan hanya pada kalangan tertentu (Radin, 2008). Aliran musik emo memiliki karakter musik punk, cepat dan bersemangat tetapi memiliki karakter vokal yang diubah. Vokal dalam emo terkesan kehabisan napas dan terengah-engah yang menimbulkan kesan emosional dan lelah. Terkadang vokal dalam aliran musik emo ini juga menggunakan jeritan dan teriakan yang sangat keras di puncak lagu-lagu mereka (Radin, 2008). Beberapa kelompok musik emo yang terkenal belakangan ini seperti My Chemical Romance, Dashboard Convensional, Fall Out Boy, Funeral for a Friend, dan lainlain yang secara kelihatan memberikan gambaran mengenai emo.
Universitas Sumatera Utara
B.2. Sejarah Emo Dalam Wikipedia (2008) terdapat sejarah emo, yaitu sebagai berikut: Gelombang pertama (1985-1994) Tahun 1985 di Washington D.C., Ian MacKaye dan Guy Picciotto, dua orang veteran musik hardcore memutuskan untuk berpindah haluan dari gaya dasar hardcore yang meninggikan kekerasan. Hasilnya, grup musik mereka membentuk sebuah revolusi yang dikenal dengan istilah “Revolution Summer” yang memperbaharui semangat eksperimen dan penemuan musik baru. Istilah emo sebenarnya tidak memiliki asal yang jelas, tapi awalnya istilah ini muncul pada majalah Flipside untuk menggambarkan musik baru ini. Pada awal tahun 90-an, istilah ini mengacu pada emo-core, yang juga tidak diketahui kapan waktu persis istilah ini berubah. Awal tahun-tahun ini banyak grup musik emo yang bermunculan dengan kesamaan tema dalam politik dan sosial. Disaat yang bersamaan, wilayah lain di Amerika juga mengalami perubahan yang serupa. Bahkan di San Diego, terjadi perubahan ke arah emo yang lebih kasar dan agresif yang sering disebut screamo.
Gelombang kedua (1994-2000) Sejalan dengan semakin berkembangnya emo di awal tahun 90-an, grupgrup musik baru bermunculan. Momen kunci perkembangan ini adalah pelepasan album “Diary” oleh Sunny Day Real Estate pada tahun 1994. Dukungan label yang lebih besar juga memberi peluang bagi mereka untuk muncul dalam acara televisi yang menghasilkan perhatian masyarakat luas.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun-tahun berikutnya, beberapa lingkupan luas “indie emo” muncul. Yang paling signifikan terjadi pada pertengahan 90-an. Banyak grup musik yang dipengaruhi oleh sumber yang sama, tapi dengan musik yang lebih temperamen. Sebagaimana “indie emo” semakin dikenal dunia, sejumlah tindakan yang dianggap bukan emo mulai disebut sebagai emo karena kesamaannya dalam musik. Akhir 90-an, gerakan emo lebih ke arah nasional daripada regional, labellabel rekaman besar mulai berpaling kepada emo dengan harapan dapat menarik keuntungan dari kepopuleran emo saat itu. Hal ini menciptakan konflik bagi grupgrup musik yang berusaha loyal pada jenis musiknya yang independen. Konflikkonflik ini sering berujung pada pecahnya grup-grup musik emo. Tahun-tahun ini menjadi tahun hilangnya emo dari hadapan publik.
Gelombang III (2000- Sekarang) Walaupun sudah hampir hilang secara keseluruhan, istilah musik emo tetap ada dan biasanya selalu dikenalkan pada grup-grup musik emo yang berasal dari tahun 90-an yang masih memainkan musik mereka.
B.3. Karakteristik Kelompok Emo Kelompok emo menunjukkan karakteristik atau gaya tersendiri yang dimiliki oleh komunitas kelompok emo tersebut hampir secara universal dan biasanya dapat dibagi dalam tiga bagian utama (Marni, 2008; Radin, 2008), yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Secara psikologis memiliki emosi yang sangat sensitif dan dramatis, kecenderungan untuk menjadi pesimis dan depresif, sifat suka menolong kesulitan lewat bantuan secara emosional, menarik diri, dan merasa diabaikan. 2. Secara fisik memiliki potongan rambut panjang di bagian depan yang dibuat menutup sebagian besar wajah, biasanya di-rebonding dan dicat hitam pekat, rambut bagian belakang pendek dan dibuat acak-acakan atau spikey. Pakaian sempit, pria biasanya menggunakan pakaian wanita seperti celana jeans ketat dan kaos-kaos sempit hitam, memakai sepatu hitam yang sengaja dibuat kotor, memakai gelang-gelang karet yang berwarna hitam. Mempertahankan tubuh yang kurus. Kacamata tebal dengan gagang hitam. 3.
Berdasarkan musik dan perilaku yang menyangkut musik mereka, yaitu penggunaan make-up yang menekankan bagian mata agar terlihat lelah dan tertekan saat berada di atas panggung, cara penyampaian lirik lagu yang membuat seolah-olah mereka tercekik atau sangat menderita akibat kesedihannya, lirik lagu yang sangat depresif dan pesimis namun dengan tempo yang biasanya cepat.
Universitas Sumatera Utara
C. LOCUS OF CONTROL Locus of control pertama kali dikemukakan oleh Dr. Julian Rotter sekitar tahun 1960-an. Menurutnya, locus of control merupakan keyakinan individu mengenai sumber dari kontrol reinforcement yang individu terima (dalam Schultz, 1994). Locus of control terbagi atas 2 bagian besar (Schultz, 1994) yaitu internal dan eksternal. Locus of control internal mengindikasikan keyakinan individu bahwa reinforcement datang atas kontrol yang terdapat pada individu itu sendiri; kita yang mengatur reinforcement yang kita terima. Locus of control eksternal, sebagai kebalikan dari internal, mengindikasikan keyakinan individu bahwa reinforcement yang diterimanya berada di bawah kuasa orang lain, nasib, atau keberuntungan semata. Robinson dan Shaver (dalam Lina dan Rasyid, 1997) mengelompokan faktor yang mempengaruhi pengembangan locus of control menjadi 2, yaitu episodic antecendents dan accumulative antecendents. Episodic antecendents mengacu pada kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi perkembangan locus of control seseorang seperti kecelakaan atau kematian orang-orang yang berarti.
Accumulative
antecendents
mengacu
pada
faktor-faktor
seperti
diskriminasi sosial, perasan tidak berdaya, dan pola asuh. Menurut Lina dan Rasyid (1997), locus of control tidak bersifat tipologik melainkan kontinyu dimana internalitas yang tinggi akan diikuti dengan eksternalitas yang rendah, dan sebaliknya, internalitas yang rendah akan diikuti eksternalitas yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
C.1. Locus of Control Eksternal Schultz
(1994)
berpendapat
bahwa
locus
of
control
eksternal
mengindikasikan kepercayaan bahwa reinforcement berada di bawah kendali orang lain, nasib atau keberuntungan. Individu dengan locus of control eksternal cenderung menyalahkan lingkungan luar terhadap kesalahan yang mereka lakukan dan menganggap keberhasilan yang mereka dapat lebih sebagai keberuntungan daripada hasil usaha mereka sendiri. (Crawford, 2003) Terdapat beberapa karakteristik orientasi pada kedua locus of control, yaitu: 1. Internal lebih mengarah pada pencapaian yang tinggi dalam bekerja sementara eksternal membuat tujuan kerja yang rendah. 2. Internal lebih dapat menahan diri dibandingkan eksternal. 3. Internal lebih tahan terhadap tekanan. 4. Internal lebih toleran terhadap situasi-situasi yang ambigu. 5. eksternal kurang suka mengambil resiko untuk bekerja dalam pekerjaan yang lebih membangun, dan memperbaiki diri lewat latihan-latihan dibandingkan internal. 6. Internal mendapatkan lebih banyak keuntungan dari dukungan sosial 7. Internal menunjukkan penyembuhan masalah mental yang lebih baik dalam penyesuaian jangka panjang pada ketidakmampuan fisik.
Universitas Sumatera Utara
8. Internal cenderung lebih memilih permainan yang membutuhkan kemampuan, sementara eksternal cenderung memilih permainan yang didasari peluang atau keberuntungan.
Rotter (dalam Schultz, 1994) mengemukakan 3 aspek locus of control eksternal, yaitu kesempatan, tindakan orang lain dan faktor yang tidak dapat dikontrol.
D. GAMBARAN LOCUS OF CONTROL PADA KELOMPOK ALIRAN MUSIK EMO Terdapat hubungan yang signifikan, walaupun belum didasari penelitian ahli, antara locus of control eksternal dengan kelompok emo. Kelompok emo dikenal dengan karakteristik yang emosional, depresif dan beberapa waktu terakhir dicurigai sebagai pemicu terjadinya perilaku bunuh diri pada peminat musik mereka (Marni, 2008; Radin, 2008; Yancy, 2008; Levy, 2008). Karakteristik di atas terdapat pula dalam karakteristik umum locus of control eksternal (Schultz, 1994; Sacks & Krupat, 1988; Martin, 2005; Crawford, 2003). Hasil observasi dan wawancara singkat dengan anggota kelompok ini juga memberikan hasil yang mendukung signifikansi hubungan ini. Wawancara yang pertama memberikan kesimpulan bahwa itee sangat membutuhkan dukungan emosional saat mendapatkan tekanan, hal ini sesuai dengan karakteristik yang dikemukakan oleh Crawford (2003) yang mengatakan bahwa eksternal cenderung mencari opini terhadap masalah-masalah mereka, dan pendapat Sacks & Krupat
Universitas Sumatera Utara
(1988) bahwa locus of external kurang aktif dalam menghadapi masalah kehidupan. Wawancara kedua juga menghasilkan kesimpulan yang serupa. Kedua wawancara dilakukan pada pria emo, padahal menurut Rotter (Inlightimes, 2006), pria cenderung lebih internal daripada perempuan.
Universitas Sumatera Utara