7
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Konsep Belajar Dalam proses pengajaran, unsur belajar memegang peranan yang penting atau
vital. Oleh karena itu, penting sekali bagi setiap guru untuk memahami sebaikbaiknya tentang proses belajar tersebut. Dengan demikian, seorang guru hendaknya mengetahui terlebih dahulu mengenai pengertian dari istilah belajar itu sendiri, sehingga seorang guru dapat melaksanakan proses pengajaran secara baik dan profesional. Pertama-tama kita akan melihat terlebih dahulu mengenai pengertianpengertian belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Sudjana dan Arifin (1987:17) mengemukakan bahwa: Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan kemampuannya, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Selanjutnya, Sumadi dalam Yusuf dkk (1993:4) mengemukakan bahwa: a) Belajar itu membawa perubahan (perubahan perilaku baik akal, maupun potensial, b) perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru,
c) perubahan
itu terjadi karena usaha (dengan sengaja). Kemudian Witherington dalam Yusuf dkk (1993:4) mengartikan “Belajar sebagai suatu perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam perubahan penguasaan-penguasaan pola respon
8
atau tingkah laku yang mungkin berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, kemampuan atau pemahaman”. Piaget dalam Dahar (1996:19 mengemukakan bahwa: “Belajar merupakan proses perubahan struktur kognitif lama menjadi struktur kognitif baru melalui asimilasi dan akomodasi”. Selain pengertian dari para ahli, terdapat pula pengertian belajar dari beberapa pendapat, diantaranya Rusyani (1994:8) menyatakan bahwa: Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan, dan penilaian terhadap atau mengenai sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi. Proses disini dalam arti adanya hubungan interaksi antara individu dengan suatu sikap, nilai atau kebiasaan, pengetahuan dan keterampilan dalam hubungannya dengan dunianya sehingga individu itu berubah. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, terkandung makna bahwa belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengetahui dan mengingat fakta, melainkan mampu mengembangkan kemampuan peserta diklat untuk berperan dalam proses belajar yang dilaksanakan didalam kelas. Setelah kita mengetahui mengenai pengertian-pengertian dari istilah belajar, maka seorang guru dapat menentukan teori belajar yang digunakan di kelas, sehingga proses belajar mengajar dapat terlaksana secara baik dan profesional. Menurut Syah (1996:103), “Teori belajar adalah pandangan yang amat mendasar, sistematis dan menyeluruh tentang proses bagaimana manusia, khususnya anak didik berhubungan dengan lingkungannya”. Secara pragmatis teori belajar dapat
9
dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar. Dibawah ini akan dijelaskan secara sepintas beberapa teori belajar.
1.
Teori Koneksionisme Teori koneksionisme adalah teori yang dikemukakan dan dikembangkan oleh
Edward L. Thorndike (1874-1949). Teori ini mempunyai doktrin pokok, yaitu hubungan antara hubungan antara stimulus dan respons, asosiasi-asosiasi dibuat antara kesan pengadaan dan dorongan untuk berbuat. Itulah sebabnya, teori koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”. Disamping itu teori ini juga terkenal dengan sebutan “Trial and Error Learning”. Istilah ini menunjuk pada panjangnya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam mencapai suatu tujuan (Muhibbin Syah, 1996:103).
2.
Teori Psikologi Kognitif Teori psikologi kognitif adalah bagian dari sains kognitif yang telah memberi
kontribusi yang sangat berarti dalam perkembangan psikologi pendidikan. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah), meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap perostiwa belajar peserta diklat (Muhibbin Syah, 1996:109).
10
3.
Teori “Organisme” atau Gestalt mengenai belajar Belajar menurut teori bukanlah menghafal fakta-fakta akan tetapi dengan
menghadapi masalah-masalah atau problema yang dipecahkan dengan menggunakan “The Method of Intelligence”. Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur ini berada dalam keseluruhan menurut struktur dan saling berinternalisasi satu sama lain (Hamalik, 1996:46).
4.
Teori Belajar Kondisioning Teori belajar classical condisioning merupakan teori belajar kategori
Stimulus-Respons (S-RO tipe S). Esensi berlakunya classical condisioning adalah dua stimulus yang berpasangan. Satu stimulus dinamakan conditioned stimulus (CS), stimulus ini dinamakan stimulus netral sebab kecuali untuk menjaga respon yang pertama kali diberikan dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lain adalah unconditioned stimulus (US) yang menghasilkan respon yang sifatmya reflek. Hasil daripada pasangan stimulus ini adalah dimulainya respon yang sama yaitu respon yang tidak berkondisi (Sudjana, 1990:66).
B.
Konsep Mengajar Para ahli psikologi pendidikan memberikan batasan atau pengertian mengajar
yang berbeda-beda rumusannya. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan titik pandang terhadap makna atau hakikat mengajar. Rumusan mengajar dikemukakan
11
Sudjana
(1990:7)
bahwa:
“Mengajar
adalah
membimbing,
mengatur
dan
mengorganisasikan lingkungan yang ada pada peserta diklat sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan peserta diklat untuk melakukan kegiatan belajar”. Sementara itu, Hamalik (1991:1) menyatakan bahwa: “Mengajar adalah usaha pemberian bimbingan kepada peserta diklat untuk belajar”. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Burthon (Rusyan, dkk, 1994:26), bahwa “Mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan, pengarahan, dan dorongan kepada peserta diklat agar terjadi proses belajar”. Berdasarkan pendapat tersebut, mengajar diartikan sebagai kegiatan guru untuk menciptakan situasi dan kondisi belajar, serta membimbing peserta diklat untuk melakukan belajar secara aktif. Mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak hanya penyampaian pengetahuan dari guru kepada peserta diklat karena penyampaian pengetahuan hanya merupakan satu aspek saja dari tujuan pendidikan, sedangkan yang menjadi tujuan pendidikan adalah pembentukan seluruh pribadi peserta diklat. Mengajar juga dapat dikatakan sebagai perbuatan yang kompleks yaitu penggunaan secara integratif sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan. Nasution (2000:5) merangkum hal-hal yang penting berhubungan dengan pengertian mengajar sebagai berikut: 1. Mengajar berarti membimbing aktivitas anak. Bahwa anak dapat berenang dengan berenang sendiri, jika melakukan kegiatan itu sendiri, setiap orang dapat menerima dan memahaminya. Tak masuk diakal bahwa seseorang akan dapat belajar berenang hanya dengan membaca buku Learning by doing, demikian anjuran Dewey. 2. Mengajar berarti membimbing pengalaman anak. Pengalaman adalah interaksi dengan lingkungan. Dalam interaksi itulah anak itu belajar.
12
Berkat pengalaman itulah anak-anak memperoleh pengertian-pengertian, sikap, penghargaan, kebiasaan, kecakapan, dan lain-lain. 3. Mengajar berarti membantu anak berkembang dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada dasarnya kegiatan belajar mengajar tidak dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi keduanya saling mengisi dan saling terkait serta berkelanjutan. Hal ini sejaland engan pendapat Sudjana (1987:17) bahwa: “Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan pengajaran. Belajar mengacu kepada apa yang dilakukan guru sebagai pemimpin belajar”. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar adalah proses komunikasi antara guru dengan peserta diklat dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri peserta diklat setelah melakukan kegiatan belajar.
C.
Metode Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 652), metode dapat diartikan
sebagai cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, atau dapat diartikan juga cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode pemelajaran merupakan salah satu Mata Diklat, yang harus dikuasai oleh guru apabila proses belajar mengajar yang dilakukan ingin berjalan dengan baik. Metode pemelajaran juga diartikan sebagai suatu cara yang terstruktur yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan pendidikan. Pemilihan metode pemelajaran yang
13
tepat akan sangat membantu tingkat ketercapaian tujuan pemelajaran yang telah ditetapkan Ada beberapa metode pemelajaran yang bisa digunakan oleh guru, untuk menunjang keberhasilan siswa dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar. Beberapa diantaranya adalah:
1.
Model Pembelajaran Konvensional Model Pembelajaran ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan
hubungan dengan peserta diklat pada saat berlangsungnya pengajaran menurut Nana Sudjana (1989). Oleh karena itu peranan metode mengajar sebagai alat untuk menciptakan proses belajar dan mengajar. Dengan metode ini diharapkan tumbuh berbagai kegiatan belajar peserta diklat sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru berperan sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan peserta diklat berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses interaksi ini akan berjalan baik kalau peserta diklat yang banyak aktif dengan guru. Oleh karenanya metode pembelajaran yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar mengajar. Model Pembelajaran konvensional diartikan sebagai suatu proses belajar mengajar yang dilaksanakan dengan cara ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dengan langkah sebagai berikut: a. Orientasi. b. Mengkonformasikan dan memunculkan gagasan konsep pemahaman peserta diklat.
14
c. Perumusan dan penjelasan konsep. d. Penerapan konsep dan evaluasi.
2.
Metode Ceramah Ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Metode ini tidak
senantiasa jelek bila penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung dengan
alat
dan
media,
serta
memperhatikan
batas-batas
kemungkinan
penggunaannya. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan metode ini, yakni: a. Menetapkan
apakah
metode
ceramah
wajar
digunakan
dengan
mempertimbangkan hal- hal sebagai berikut: 1) Tujuan yang hendak dicapai. 2) Bahan yang akan diajarkan termasuk buku sumbernya yang tersedia. 3) Alat, fasilitas, waktu yang tersedia. 4) Jumlah murid beserta taraf kemampuannya. 5) Kemampuan guru dalam penguasaan materi dan kemampuan berbicara. 6) Pemilihan metode mengajar lainnya sebagai metode bantu. 7) Situasi pada waktu itu. b. Langkah-langkah menggunakan metode ceramah. Pada umumnya tiga langkah pokok yang harus diperhatikan, yakni: persiapan atau perencanaan, pelaksanaan, dan kesimpulan. Langkah metode ceramah yang diharapkan adalah sebagai berikut:
15
1) Tahap persiapan, artinya tahap guru untuk menciptakan kondisi belajar tang baik ebelum mengajar dimulai. 2) Tahap penyajian, artinya tiap guru menyampaikan bahan ceramah. 3) Tahap asosiasi (komparasi), artinya memberikan kesempatan kepada peserta diklat untu menghubungkan dan membandingkan bahan ceramah yang telah diterimanya. Untuk itu pada tahap ini diberikan atau disediakan waktu untuk tanya jawab dan diskusi. 4) Tahap generalisasi atau kesimpulan. Pada tahap ini kelas menyimpulkan hasil ceramah, umumnya peserta diklat mencatat bahan yang telah diceramahkan. 5) Tahap aplikasi atau evaluasi. Tahap terakhir ini, diadakan penilaian terhadap pemahaman peserta diklat mengenai bahan yang telah diberikan guru. Evaluasi bisa dalam bentuk tulisan, tugas dan lain-lain. Perlu diperhatikan, bahwa ceramah akan berhasil baik bila didukung atau dibantu oleh metode-metode yang lain, misalnya tanya jawab, latihan dan lain-lain. Metode ceramah ini wajar digunakan apabila: 1) Ingin mengajarkan topik baru, 2) Tidak ada sumber bahan pelajaran bagi peserta diklat. 3) Menghadapi sejumlah peserta diklat yang cukup banyak.
16
3.
Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya
komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan peserta diklat. Guru bertanya peserta diklat menjawab, atau peserta diklat bertanya guru menjawab. Dalam komunikasi ini terlihat adanya hubungan timbal balik secara langsung antara guru dan peserta diklat. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam metode tanya jawab ini antara lain: a. Tujuan yang akan dicapai dari metode tanya jawab, antara lain: 1) Untuk mengetahui sampai sejauh mana materi pelajaran telah dikuasai oleh peserta diklat. 2) Untuk merangsang peserta diklat berfikir. 3) Memberi kesempatan pada peserta diklat untuk mengajukan masalah yang belum dipahami. b. Jenis pertanyaan. Pada dasarnya ada dua pertanyaan yang perlu diajukan, yakni pertanyaan ingatan dan pertanyaan pikiran. 1) Pertanyaan ingatan, dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan sudah tertanam pada peserta diklat. Biasanya pertanyaan berpangkal kepada apa, kapan, dimana, berapa dan yang sejenisnya.
17
2) Pertanyaan pikiran, dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana cara berfikir anak dalam menanggapi suatu persoalan. Biasanya pertanyaan ini dimulai dengan kata mengapa dan bagaimana. c. Teknik mengajukan pertanyaan. Berhasil tidaknya metode tanya jawan, sangat bergantung kepada teknik guru dalam mengajukan pertanyaan. Hal pokok yang harus diperhatikan antara lain: 1) Perumusan pertanyaan harus jelas dan terbatas, sehingga tidak menimbulkan keraguan pada peserta diklat. 2) Pertanyaan hendaknya diajukan pada kelas sebelum menunjuk peserta diklat untuk menjawabnya. 3) Beri kesempatan atau waktu pada peserta diklat untuk memikirkannya. 4) Hargailah pendapat atau pertanyaan dari peserta diklat. 5) Distribusi atau pemberian pertanyaan harus merata.
4.
Metode Latihan (Drill) Metode drill merupakan salah satu metode pengajaran yang bertujuan
memelihara pengetahuan akan materi pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya dengan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkrit berupa penyediaan latihan-latihan soal untuk menguji kemampuan penampilan peserta diklat melalui kecepatan menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan oleh guru. Asumsi yang
18
harus dipenuhi oleh metode drill ini adalah prosedur, kaidah atau konsep yang harus disampaikan atau diajarkan sebelumnya (Arsyad, 2004:97). Banyak orang yang percaya bahwa drill digunakan terbatas pada arithmantic dan spelling, tetapi tujuan drill adalah penyediaan latihan-latihan yang dapat diaplikasikan pada semua tipe pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Alessi (1985:135), bahwa: “Drills may be applied to simple paired-associated learning, such as spelling of foreign word translation: to verbal information , such as definition, historical facts, or scientific concepts and principles: to simple problem solving, such as aritmetic facts: and to complexs solving, such as problems in the physical and social sciences.” Drill dapat diaplikasikan pada belajar asosiasi sederhana (seperti: mengeja atau menerjemahkan bahasa asing), belajar informasi verbal (seperti: definisi, fakta sejarah, konsep ilmiah dan prinsip-prinsip), pemecahan masalah sederhana (seperti: fakta aritmatik) dan pemecahan masalah kompleks (seperti: masalah-masalah dalam ilmu fisika dan sosial).
Keuntungan Metode Drill : Pemberian informasi mengenai kemajuan peserta diklat ketika peserta diklat selesai mengerjakan soal-soal yang ditampilkan oleh metode drill dapat menarik perhatian dan meningkatkan minat peserta diklat untuk menyelesaikan program secara cepat. Berbagai kelebihan maupun keuntungan dari latihan banyakk dikemukakan oleh para ahli. Bahri dalam Nuraeni (2004:15) mengemukakan bahwa:
19
“Metode latihan merupakan suatu cara yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik. Selain itu juga, metoda ini dapat digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan dan kesempatan dan keterampilan”. Sedangkan Arif (1986:73) mengemukakan bahwa “latihan adalah suatu upaya untuk mengembangkan keterampilan dengan meminta mengerjakan secara berulangulang, sehingga terjadi mekanistik dan pembiasaan”. Selain itu Sinamora (1995:287) mengemukakan bahwa “latihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman atau perubahan sikap seorang individu”. Dengan latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dapat memperkuat memori tentang materi pembelajaran yang terdahulu dan kesiapan untuk menerima materi yang selanjutnya akan diberikan. Melalui latihan dapat mendorong para peserta didik untuk belajar melalui langkah-langkah melihat, mendengar, berbuat dan memeriksa proses dan hasil belajarnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Hudojo (2001:157), bahwa: “Latihan perlu dijalankan sehingga peserta diklat mudah lupa segala yang dipelajarinya, sehingga menjamin tercapainya memori yang kuat terhadap konsep dan teorema yang telah dipelajari dan menghadirkan penguatan yang dapat menimbulkan respon benar”. Setelah dilakukan latihan diharapkan munculnya peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta adanya perubahan sikap peserta diklat. Dengan demikian dapat disimpulkan, latihan adalah serangkaian proses belajar mengajar yang terencana untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap peserta diklat
20
sehingga terjadi mekanistik dan pembiasan yang akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar.
E.
Prestasi Belajar Hasil belajar peserta diklat dapat dilihat dari prestasi yang diraih, prestasi
peserta diklat merupakan kecakapan nyata peserta diklat setelah menempuh kegiatan belajar mengajar dalam kurun waktu tertentu. Dalam perjalanannya, peserta diklat menerima materi yang telah disesuaikan ke dalam kurikulum, yang didalamnya meliputi berbagai kecakapan. Baik itu berupa kecakapan afektif, kognitif maupun psikomotor. Engkoswara (1981: 2) berpendapat bahwa, “Prestasi belajar dapat berupa penguasaan, penggunaan dan penilaian tentang sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan keterampilan dengan berbagai disiplin ilmu”. Sementara itu Sudjana (1983: 12) mengemukakan bahwa: “Prestasi belajar merupakan suatu perilaku hasil belajar yang dihubungkan dengan standar kesempurnaan (standard of excellence), jadi dalam prestasi terkandung suatu pertimbangan, tentang kesempurnaan itu bersifat relatif berdasarkan individu sendiri maupun norma kelompok”. Sedangkan menurut Syamsudin (1981: 44) mengemukakan sebagai berikut: “Kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga karena merupakan hasil usaha atau belajar pemahaman (cognitive), keterampilan (psychomotor) dan sikap-sikapnya (attitudes) dengan menggunakan alat ukur (instrument of measure) yang disebut test prestasi”. Prestasi belajar merupakan perpaduan antara keberhasilan mengajar guru dan keberhasilan belajar peserta diklat. Dalam hal ini, adanya keterkaitan yang utuh antara guru sebagai pengajar dan peserta diklat sebagai subjek ajar. Setelah prestasi
21
diraih peserta diklat, maka prestasi ini merupakan suatu kecakapan yang nyata yang dapat langsung didemonstrasikan dan diuji. Adapun prestasi, indikatornya berupa nilai dan nilai ini didapat setelah dilakukan serangkaian ujian (test). Dalam buku yang diterjemahkan oleh Hendrawati (1987: 24-25), seorang ahli; Machr berpendapat bahwa prestasi belajar memiliki karakteristik tertentu. Berikut di bawah ini karakteristik-karakteristik prestasi belajar:
Prestasi belajar merupakan suatu perubahan perilaku yang dapat diukur (measurable). Untuk mengukur perubahan tingkah laku tersebut dapat digunakan test prestasi belajar (achievement).
Prestasi menunjukkan kepada individu sebagai sebab (causal agent) artinya individu sebagai pelakunya.
Prestasi belajar dapat dievaluasi tinggi rendahnya, baik didasarkan atas kriteria yang diterapkan menurut standar maupun yang ditetapkan oleh kelompoknya.
Prestasi belajar menunjuk kepada hasil dari kegiatan yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Dari paparan para ahli di atas, dapatlah disimpulkan bahwa prestasi belajar
merupakan kecakapan yang diperoleh peserta diklat setelah menempuh kegiatan belajar. Prestasi belajar ini meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Adapun prestasi peserta diklat merupakan hasil dari proses belajar yang kebenarannya telah diuji melalui serangkaian test. Sehingga kecakapan ini (prestasi) merupakan sesuatu yang dapat diukur (measurable).
22
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar peserta didik adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Berikut ini adalah tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi : Tabel 2.1 Jenis, Indikator, dan Cara Evaluasi Prestasi Ranah/Jenis Prestasi Indikator A. Ranah Cipta (Kognitif) 1. Pengetahuan 1. Dapat menunjukkan; 2. Dapat membandingkan; 3. Dapat menghubungkan.
Cara Evaluasi
1. Tes lisan; 2. Tes tertulis; 3. Observasi.
2. Ingatan
1. Dapat menyebutkan; 1. Tes lisan; 2. Dapat menunjukkan; 2. Tes tertulis; kembali. 3. Observasi.
3. Pemahaman
1. Dapat menjelaskan; 1. Tes lisan; 2. Dapat mendefiniskan 2. Tes tertulis. dengan lisan sendiri
4. Aplikasi/Penerapan
1. Dapat memberikan 1. Tes tertulis; contoh; 2. Pemberian tugas; 2. Dapat menggunakan 3. Observasi. secara tepat.
5. Analisis 1. Dapat menguraikan 1. Tes tertulis (Pemeriksaan dan 2. Dapat mengklasifikasikan/ 2. Pemberian tugas Pemilihan secara memilah-milah teliti) 1. Dapat menjabarkan 2. Dapat menyimpulkan
6. Sintesa
B. Ranah (Afektif) 1. Penerimaan
1. Tes tertulis; 2. Pemberian tugas; 3. Observasi.
Rasa 1. Menunjukkan
sikap 1. Tes tertulis;
23
menerima; 2. Menunjukkan menolak;
2. Tes skala sikap; sikap 3. Observasi.
2. Sambutan
1. Kesediaan berpartisipasi/terlibat; 2. Kesediaan memanfaatkan.
1. Tes skala sikap; 2. Pemberian tugas; 3. Observasi.
3. Apresiasi (Sikap menghargai)
1. Menganggap penting dan 1. bermanfaat; 2. Menganggap indah dan 2. harmonis; 3. 3. Mengagumi.
4. Internalisasi (Pendalaman)
1. Mengakui dan meyakini; 2. Mengingkari.
5. Karakterisasi (Penghayatan)
1. Melembagakan atau 1. Pemberian tugas meniadakan; ekspresif dan proyektif; 2. Menjelmakan dalam 2. Observasi. perilaku dan pribadi sehari-hari
Tes skala penilaian sikap; Pemberian tugas; Observasi.
1. Tes skala sikap; 2. Pemberian tugas ekspresif (yang menyatakan sikap) dan tugas proyektif (yang menyatakan ramalan atau perkiraan).
C. Ranah Karsa (Psikomotrik) 1. Keterampilan 1. Kecakapan 1. Observasi; bergerak dan mengkoordinasikan gerak 2. Tes tindakan. bertindak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya. 2. Kecakapan ekspresi 1. Kefasihan melafalkan/ 1. Tes lisan; verbal dan nonmengucapkan; 2. Observasi; verbal 2. Kecakapan membuat 3. Tes tindakan. mimik dan gerakan jasmani. Sumber: Syah (2004 : 214)
24
F.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar peserta diklat merupakan kecakapan nyata yang langsung
dapat didemonstrasikan dan dapat diukur. Kecakapan ini tidak dapat diraih jika tidak ada usaha yang keras daris peserta diklat dalam belajar. Dalam perjalanannya, banyak faktor yang dapat menunjang bahkan menghambat peserta diklat dalam meraih prestasi belajar. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Dahlan (1983: 3) adalah sebagai berikut: “Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses belajar peserta diklat, yaitu: (1) faktor peserta diklat, (2) faktor guru dan pembimbing studi, (3) faktor interaksi guru-peserta diklat, (4) faktor jenis kelamin, (5) faktor pendorong dari luar”. Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta diklat menurut Oemar Hamalik (1975: 139) adalah sebagai berikut:
Faktor yang bersumber dari diri peserta diklat Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah Faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga Faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat Suharsimi Arikunto (1993: 21) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar adalah: Faktor yang bersumber dari dalam diri manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor biologis dan faktor psikologis. Yang dapat dikategorikan faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan, sedangkan yang dapat dikategorikan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi minat dan kebiasaan belajar.
25
Faktor yang berasal dari luar diri manusia yang belajar dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan dan lingkungan fisik.
G. Anggapan Dasar Anggapan dasar pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1.
Nilai-nilai
atau
skor-skor
yang
dicapai
siswa
merupakan
refleksi
(pencerminan) dari hasil belajar melalui pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini. 2.
Seluruh siswa
yang mendapat perlakuan
penelitian telah memiliki
pengetahuan prasyarat untuk mempelajari mata diklat dalam penelitian ini dilihat dari nila-nilai yang diperoleh siswa pada mata diklat prasyarat. 3.
Kelas kontrol dan kelas eksperimen mendapatkan perlakuan yang sama dalam proses pembelajarannya, kecuali pada metode pembelajaran yang digunakan.
26