BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat modern, komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang memegang peranan penting terutama dalam proses penyampaian informasi dari satu pihak kepada pihak lain. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memudahkan masyarakat dalam menerima informasi – informasi tentang peristiwa – peristiwa, pesan, pendapat, berita, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Untuk menyebarkan informasi – informasi kepada khalayak yang bersifat massal diperlukan sebuah media. Media yang dapat mengakomodir semua itu adalah media massa. Menurut Effendy (1993 : 24) “media massa memiliki kemampuan untuk menimbulkan keserempakan (Simultanety) pada pihak khalayak dalam menerima pesan – pesan yang disebarkan”. Media massa dapat dibagi menjadi dua yaitu media cetak dan media elektronik (Pareno, 2002 : 32). Media penyampai pesan seperti televisi dan radio sangat penting bagi kehidupan masyarakat dewasa ini. Terlebih media televisi yang menggabungkan antara audio dan visual sehingga para komunikan lebih mudah dan lengkap dalam menerima suatu pesan. Karena itulah isi berita media elektronik televisi yang memberi informasi dapat mempengaruhi sikap masyarakat,
baik sikap, perilaku, dan hal – hal
lainnya. Termasuk dalam hal mempengaruhi kepedulian, kecemasan pemirsa terhadap situasi yang ada. Sikap sendiri terdiri dari kognitif, afektif, dan konatif, sedangkan kecemasan merupakan bagian dari sikap afektif. Seperti yang
Universitas Sumatera Utara
dikatakan Yuliandri (2000 : 18), salah satu efek dari penerimaan pesan (informasi) adalah perasaan cemas yang berkaitan dengan efek afektif. Disini peneliti ingin mengetahui efek pemberitaan televisi sebagai salah satu bentuk media massa terhadap kecemasan masyarakat setelah menyaksikan mengenai berbagai kejadian/fenomena tertentu. Salah satu fenomena pemberitaan yang menjadi objek penelitian adalah tentang kasus Flu H1N1 (Swine Flu). Belum habis pembicaraan masyarakat tentang Flu Singapura, ancaman baru datang dari flu babi / H1N1 (Swine Flu). Mewabahnya flu babi (Swine Flu) ini berasal dari Meksiko sejak pertengahan April lalu, dan menjadi hottest issue di berbagai media massa saat ini. Pemerintah Kesehatan Meksiko melansir, menambah dua korban tewas flu A-H1N1 sehingga menjadi 121 orang. Jumlah kasus flu di negara itu menjadi 2.282, meningkat dari 2.059 kasus. Dan di Amerika Serikat (AS) sendiri telah melampaui Meksiko, dilaporkan sejumlah 3.009 orang yang dites positif tertular virus A-H1N1 di 45 dari 50 negara bagiannya, dengan jumlah 221 kasus kematian. (http://www.detiknews.com/read/2009/07/12/073124/1163357/10/tambah-6jumlah-korban-tewas-di-argentina-jadi-94-orang) Penyebaran kasus virus flu H1N1 ini juga telah sampai ke Eropa dan Asia. Satu badan kesehatan Eropa, menyatakan 334 kasus baru flu babi A-H1N1 dilaporkan di beberapa negara bagian
Eropa. Pusat bagi Pemantauan dan
Pencegahan Penyakit Eropa (ECDC) melaporkan di antara kasus A-H1N1 baru tersebut, 145 kasus dikonfirmasi di Jerman, 159 di Swedia dan 19 di Swiss, sementara sisa 11 kasus dilaporkan di Finlandia, Malta, Polandia dan Slowakia.
Universitas Sumatera Utara
(http://www.tvone.co.id/berita/view/21957/2009/09/03/334_kasus_baru_flu_h1n1 _dikonfirmasi_di_eropa#) Sedangkan kasus penularan flu A-H1N1 di Inggris tergolong yang paling parah. Sebanyak 14 warga Inggris yang terinfeksi dilaporkan telah meninggal akibat virus ini. Departemen Kesehatan Inggris menyebutkan bahwa sekarang terdapat 9.718 kasus positif penularan A-H1N1 dan masih ada 335 penderita flu yang dirawat di rumah sakit di seluruh Inggr is. Dengan banyaknya jumlah kasus itu, Inggris kini berada di tempat ketiga kasus flu terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat dan Meksiko. Menurut Direktur Jenderal di Departemen Kesehatan Inggris, meningkatnya penyebaran infeksi flu A-H1N1 dikhawatirkan mendekati tingkat epidemi. Selain di Inggris, jumlah kasus penularan flu A-H1N1 juga meningkat di Thailand. Jumlah kematian akibat flu itu di Thailand dilaporkan menjadi 14 orang dan 146 kasus baru sehingga total jumlah kasus A-H1N1 di Thailand mencapai 3.071 orang. Karena begitu maraknya pemberitaan tentang kasus flu H1N1 ini tak urung pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia siaga satu sekaligus cemas, akankah virus ini menyebar menjadi masalah global seperti halnya saat pandemi flu yang membunuh jutaan orang di seluruh dunia pada tahun 1918,1957 dan 1968. Bahkan badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) telah menetapkan sebagai kondisi akut atau darurat. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal WHO Margaret Chan dalam penjelasannya, mengatakan bahwa wabah yang tidak pernah dilihat sebelumnya, virus ini memiliki "potensi menyebar keseluruh dunia (Pandemi)".
Universitas Sumatera Utara
Flu H1N1 (Swine Flu) ini salah satu turunan flu Spanyol yang menyebabkan pandemi pada manusia sangat efektif sekitar tahun 1918-1919, yang menyebabkan kematian
hampir 100.000 orang lebih. Penyakit ini
menunjukkan gejala-gejala, demam lebih dari 39 derajat Celcius, badan nyeri, batuk, sakit tenggorokan, pembengkakan (Congestion) jalan pernafasan, dan dalam beberapa kasus, muntah dan diare, dan akhirnya bisa menyebabkan kematian. (http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/07/11/05402869/440.tewas.oleh.ah1n1) Virus H1N1 ini biasanya hanya terdapat dan menginfeksi babi dan meyebabkan penyakit pada binatang tersebut, namun sekarang dapat ditemukan pada manusia penderita penyakit influenza. Hal itu karena virus tersebut mengalami mutasi dan berubah strain genetiknya dan akhirnya dapat tumbuh dan hidup dalam tubuh manusia, serta menimbulkan penyakit
baru, yang
kemungkinan lebih ganas dari flu burung. Selanjutnya dapat menyebar baik dari babi ke manusia maupun antar manusia. Sehingga wabah flu babi berpotensi menjadi pandemi dan kecemasan dunia. Data terakhir WHO menyebutkan virus ini telah menginfeksi sebanyak 168 Negara di dunia, dan 182.166 kasus positif flu A-H1N1 dengan 1.799 kematian (angka kematian (CFR)= 0,98%) yang tersebar di semua benua. Untuk jumlah kasus positif Flu A-H1N1 di Indonesia sendiri semakin hari semakin terus meningkat. Data terakhir dari Departemen Kesehatan (Depkes) menunjukkan jumlah Kumulatif Flu A-H1N1 di Indonesia sampai dengan 23 Agustus 2009 sebanyak 1.005 orang positif tertular flu tersebut, dengan 5 orang di antaranya
Universitas Sumatera Utara
telah meninggal dunia. Dengan semakin meluasnya penyebaran flu baru H1N1 dituntut peningkatan kegiatan surveilans influenza dalam menghadapi virus flu baru A-H1N1 ini. (http://www.depkes.go.id/h1n1/) Untuk jumlah terduga penderita H1N1 di Sumatera Utara sendiri yakni daerah Medan dan sekitarnya sebanyak 21 orang dan salah satu diantaranya adalah warga dari desa Helvetia yang telah menjadi suspect flu H1N1 tersebut . Sebanyak 11 orang dirawat di ruang isolasi RSUP Adam Malik Medan. Dan sembilan orang dikarantina di rumah masing-masing sampai ada pemeriksaan lebih lanjut dari pihak rumah sakit atau departemen kesehatan Sumatera Utara. (http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/07/04/11082242/jumlah.terduga.flu. h1n1.menjadi.21.orang) Hampir semua media massa dunia, termasuk Indonesia terus diwarnai oleh pemberitaan tentang kasus flu babi atau sekarang disebut Influenza A-H1N1. Banyak pemberitaan khususnya di televisi yang membahas seputar suspect flu AH1N1 ini, terlebih semenjak penyakit tersebut telah masuk ke Indonesia dan menyerang beberapa warganya. Virus H1N1 ini sebelumnya hanya menjangkiti ternak babi, namun virus tersebut kemudian dapat ditularkan dari babi ke manusia. Media massa terus gencar melansir berita tentang isu – isu seputar flu H1N1 (Swine Flu) ini. Mulai dari pola penyebaran virus sampai tentang penderitanya seperti halnya kasus kalangan selebritis, saat kelompok musik dari Elfa’s Music School yang terkena virus influenza A-H1N1 saat ikut festival Paduan Suara Asia di Seoul, Korea Selatan .
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemberitaannya, media massa seakan memiliki agenda untuk merekonstruksi pikiran dan perhatian khalayak kepada sebuah isu tertentu yang diinginkan. Tentu saja, dapat diketahui maksudnya agenda media ini adalah untuk meyakinkan semua orang bahwa flu babi (A-H1N1) itu nyata dan ada di sekitar kita. Satu yang diharapkan media adalah bagaimana sikap dan respons dari pemerintah terhadap penyebaran virus flu baru ini agar tidak semakin meluas di masyarakat dan masyarakat dapat lebih paham dan menghindar terhadap penularan flu H1N1 tersebut. (http://www.tvone.co.id/berita/view/17968/2009/07/13/korsel_evakuasi_83_wni_ peserta_paduan_suara/) Pemerintah telah melakukan berbagai langkah antisipatif, salah satunya pengecekan ke maskapai – maskapai penerbangan, terutama yang berasal dari luar negeri seperti Meksiko, Amerika Serikat, dan negara-negara yang telah tertular flu babi. Selain itu diberitakan, untuk berjaga-jaga pemerintah juga memasang alat deteksi suhu tubuh (Thermal Scanner) di 10 bandar udara dan pelabuhan Indonesia. Alat yang bisa mendeteksi suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius itu, antara lain dipasang di Medan, Batam, Bali, Makassar, Jakarta, Surabaya, dan Kalimantan Selatan. Seperti otoritas kesehatan pelabuhan Batam juga memasang Body Clean Disinfection Health Quarantine, mesin pembersih virus yang melekat di tubuh para pendatang. Pemerintah juga telah memperkuat kapasitas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk memantau mobilisasi penduduk dari luar ke dalam negeri dan melakukan deteksi dini penyakit influenza. Pemerintah juga menyiagakan kembali
Universitas Sumatera Utara
100 rumah sakit yang sebelumnya dijadikan rujukan penanganan kasus flu burung serta laboratorium – laboratorium pemeriksaan spesimen. (http://www.indosiar.com/ragam/79837/flu-babi-berpotensi-menjadi-pendemi) Untuk itu peran televisi dalam menyampaikan berita tentang kasus flu H1N1 ini sangatlah penting. Karena berita itu dapat mempengaruhi aktifitas masyarakat, seperti menimbulkan rasa cemas dan takut. Oleh karena itu, fenomena ini menjadi menarik untuk diangkat dalam penelitian ini yaitu ketika realitas sosial yang disampaikan melalui media elektronik (televisi) dapat menyebabkan kecemasan masyarakat dalam melakukan aktifitas kesehariannya. Media televisi swasta ataupun nasional yang ada di Indonesia sangat banyak dan hampir semua selalu memberitakan tentang kasus flu babi (Swine Flu) ini. Sedangkan untuk pemilihan daerah lokasi penelitian di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang yaitu karena sebagian besar di daerah tersebut penduduknya memiliki peternakan hewan babi sebagai mata pencaharian mereka. Sehingga dengan kondisi seperti itu dapat menimbulkan kecemasan bagi masyarakat sekitar terutama bagi mereka yang tidak memiliki peternakan. Maka dari uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh terpaan media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Sejauh manakah pengaruh terpaan media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang ?“
I.3. Pembatasan Masalah Sesuai dengan masalah penelitian yang telah dirumuskan, berikut ini peneliti merumuskan pembatasan masalah penelitian. Adapun maksudnya agar permasalahan yang diteliti menjadi jelas, terarah, dan tidak terlalu luas, sehingga dapat dihindari salah pengertian tentang masalah penelitian. Maka pembatasan masalah yang akan diteliti adalah : a. Penelitian ini bersifat korelasional, yaitu mencari atau menjelaskan pengaruh terpaan media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang. b. Masalah yang diteliti adalah pengaruh terpaan media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang. c. Media komunikasi yang diteliti adalah media televisi swasta dan nasional. d. Batasan orang yang diteliti adalah masyarakat umum di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1
Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang.
I.4.2
Manfaat Penelitian
a. Secara akademik, penelitian ini disumbangkan kepada FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu Komunikasi dalam rangka memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan. b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti terhadap penelitian. c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau kontribusi kepada pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini.
I.5. Kerangka Teori Sebelum melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti (Nawawi, 1997 : 40). Teori menurut F.M Kerlinger (dalam Rakhmat, 1997 : 6) merupakan himpunan konstruk (konsep), definisi, dan preposisi yang mengemukakan
Universitas Sumatera Utara
pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Dengan adanya kerangka teori peneliti akan memiliki landasan dalam menentukan tujuan arah penelitiannya.
I.5.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa Menurut Harold Lasswell, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Dari defenisi tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur, yakni: a. Komunikator (communicator, source, sender) b. Pesan (message) c. Media (channel, media) d. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) e. Efek (effect, impact, influence) (Effendy, 1992 : 10). Sedangkan Komunikasi Massa Mulyana (2001 : 75) menyatakan bahwa, “komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik(radio, televisi) yang dikelola suatu lembaga atau orang yang dilembagakan yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim,dan heterogen”. Sedangkan Wright, dalam Severin dan Tankard (2005 : 4) bahwa komunikasi massa dapat didefinisikan dalam tiga ciri yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Komunikasi massa diarahkan kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim. 2. Pesan – pesan yang disebarkan secara umum sering dijadualkan untuk bisa mencapai sebanyak mungkin anggota audiens secara serempak dan sifatnya sementara. 3. Komunikator cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang mungkin membutuhkan biaya yang besar. Beberapa ciri komunikasi massa menurut Effendy (2002 : 51) : 1. Sifat komunikatornya yang melembaga dan terorganisasi. 2. Sifat media massanya yang serempak cepat, maksudnya pesan yang disampaikan kepada masyarakat dapat dilakukan dalam waktuyang cepat dan bersamaan. 3. Sifat pesannya yang umum (public), maksudnya pesan yangdisampaikan oleh media massa dapat diakses oleh siapapun. 4. Sifat komunikannya, ditujukan kepada khalayak yang jumlahnya relatif besar, heterogen dan anonim. 5. Sifat efek dari komunikasi massa yang timbul pada komunikan bergantung pada tujuan komunikasi yang dilakukan oleh komunikator. Apakah tujuannya agar komunikan hanya tahu saja, atau agar komunikan berubah sikap dan pandangannya.
Universitas Sumatera Utara
I.5.2. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa. Media massa merupakan saluran atau media yang dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan massa. Yang termasuk media massa disini adalah televisi, surat kabar, majalah, radio, dan film. Media massa dapat digolongkan sebagai media elektronik dan media cetak yang keseluruhannya sering juga disebut pers. Istilah televisi terdiri dari “tele” yang berarti jauh da “visi” (vision) yang berarti penglihatan. Televisi adalah salah satu bentuk media komunikasi massa yang selain mempunyai daya tarik yang kuat, disebabkan unsur-unsur kata, musik dan sound effect, juga memiliki keunggulan yaitu unsur visual berupa gambar hidup yang dapat menimbulkan pesan mendalam bagi pemirsanya (Effendy, 1994 : 192). Sebagai media massa yang didukung oleh teknologi yang modern, televisi mempunyai banyak keunggulan yang diantaranya ialah siaran yang dipancarkan melalui televisi dapat menjangkau seluruh lapisan yang ada di masyarakat. Sedangkan kekurangan dari media massa elektronik ini adalah berbagai macam informasi yang disajikan hanya bersifat sekilas saja. Dalam arti bahwa yang muncul pada pesawat televisi tidak dapat dikaji ulang, berbeda dengan pesanpesan media cetak. Menurut sosiolog Marshall Luhan, kehadiran televisi membuat dunia menjadi “Desa Global” yaitu suatu masyarakat dunia yang batasannya diterobos oleh media televisi (Kuswandi, 1996 : 20).
Universitas Sumatera Utara
Adapun ciri-ciri televisi antara lain adalah (Effendy, 1994 : 21) : 1. Berlansung satu arah. 2. Komunikasi melembaga. 3. Pesan bersifat umum. 4. Sasarannya menimbulkan keserempakan. 5. Komunikannya bersifat heterogen.
I.5.3. Efek Komunikasi Massa Efek komunikasi massa adalah bagaimana media massa dapat menambah pengetahuan, mengubah sikap dan menggerakkan perilaku khalayak” (Rakhmat, 2005 : 219). Ada tiga macam efek komunikasi massa, yaitu : 1. Efek Kognitif Efek ini terjadi apabila komunikasi massa memberikan perubahan pada apa yang diketahui, dipahami ataupun dipersepsi oleh khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan dan informasi. 2. Efek Afektif Efek ini terjadi apabila komunikasi massa memberikan perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi ataupun dibenci oleh khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap ataupun nilai. 3. Efek Behavorial Efek behavorial merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, seperti polapola tindakan, kegiatan dan kebiasaan berperilaku. Afektif ini berkaitan dengan perasaan atau emosi yang timbul sebagai respon dari stimulus yang diterima (Rakhmat, 2005 : 219).
Universitas Sumatera Utara
I.5.4. Kecemasan. Atkinson dan Hilgrad dalam bukunya Introduction of Psychology, mendefinisikan
“kecemasan
sebagai
suatu
keadaan
emosi
yang
tidak
menyenangkan yang ditandai oleh perasaan takut, tercekam, khawatir, dan bingung” (Atkinson, 1993 : 403). Permasalahan kecemasan adalah bentuk kecemasan yang lebih berat dari perasaan cemas biasa. Kecemasan ini timbul lebih kuat, lebih sering atau lebih lama dan dapat menjadi kebiasaan yang sangat sulit dihilangkan. Kecemasan yang terlalu kuat atau kronis dapat membuat orang menghantikan kegiatan sehari-hari yang biasa dijalani. Permasalahan kecemasan bukan hanya penyakit fisik tetapi masalah kesehatan yang berkembang apabila kecemasan berlangsung dalam waktu yang lama. Depresi semakin menjalar dan sistem kekebalan tubuh menjadi tidak bekerja untuk melawan penyakit. Dampak dari masalah kecemasan ini akan terlihat pada meningkatnya tekanan darah yang akan berakibat pada penyakit liver, masalah pencernaan yang dapat menyebabkan digestive disorders, kondisi kulit juga berhubungan dengan kecemasan, dan beberapa orang mengalami kerontokan rambut. Ketika mengalami kecemasan, tubuh akan bereaksi yang akan mengatur rasa cemas yang timbul. Pikiran kita mempercayai akan ada bahaya yang akan terjadi dan perasaan ini akan memproduksi hormon-hormon dan mempersiapkan tubuh untuk mengalami bahaya atau kejahatan. Tubuh dan pikiran akan bereaksi sama seperti ketika kita menghadapi bahaya sesungguhnya, misalnya perampokan di jalanan atau mendengar cerita tentang peristiwa kejahatan saat mengantri di sebuah supermarket. (University of Dundee, 2004)
Universitas Sumatera Utara
I.5.5. Terpaan Media ( Media Exposure ) Rosengren mengemukakan bahwa terpaan tayangan diartikan sebagai penggunaan media oleh khalayak yang meliputi jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai media, jenis media, jenis isi media, media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara khalayak dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan (Rakhmat, 2004 : 66). Terpaan media berusaha mencari data khalayak tentang penggunaan media baik jenis media, frekuensi penggunaan maupun durasi penggunaan atau longevity. Frekuensi penggunaan media mengumpulkan data khalayak tentang berapa kali sehari seorang menggunakan media dalam satu minggu (untuk meneliti program harian), berapa kali seminggu seseorang menggunakan media dalam satu bulan (untuk program mingguan) serta berapa kali sebulan seseorang menggunakan media dalam satu tahun (untuk program bulanan), dalam penelitian ini program yang diteliti merupakan program mingguan. Untuk pengukuran variabel durasi penggunaan media menghitung berapa lama khalayak bergabung dengan suatu media (berapa jam sehari) atau berapa lama (menit) khalayak mengikuti suatu program (Ardianto & Erdinaya, 2004 : 164). Sedangkan hubungan antara khalayak dengan isi media meliputi attention atau perhatian. Kenneth E. (2005) Andersen mendefinisikan perhatian sebagai proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol atau kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah. Penelitian dari Sulistyadewi (1995 : 23) menyatakan bahwa intensitas menonton dapat dihitung memakai parameterparameter baku seperti frekuensi, durasi, dan atensi pemirsa. Dengan demikian,
Universitas Sumatera Utara
dapat diambil kesimpulan bahwa terpaan media dapat diukur melalui frekuensi, durasi, dan atensi. Berdasarkan pengertian terpaan media yang telah dijelaskan oleh Rosengren dalam Rakhmat (2001 : 66), maka cara mengukur terpaan media dari kasus flu virus H1N1 dengan melihat frekuensi, durasi dan atensi menonton/ menyaksikan seseorang terhadap tayangan berita kasus flu H1N1 di televisi.
I.5.6. Berita (News) Menurut Maulsby ( dalam Pareno, 2002 : 6) mendefinisikan berita sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi yang dapat menarik perhatian para pembaca di surat kabar tersebut. Sedangkan Hepwood (dalam Pareno, 2002 : 7) memberikan pengertian berita sebagai laporan pertama dari kejadian yang penting sehingga dapat menarik perhatian umum. Secara umum berita adalah laporan dari kejadian yang baru saja terjadi dari kejadian yang penting dan disampaikan secara benar dan tidak memihak sehingga dapat menarik perhatian para pembaca berita. Unsur pokok berita dapat diungkapkan melalui pertanyaan pokok jurnalistik, yaitu 5W + 1H (What, Who, Why, Where, When + How) : apa, siapa, mengapa, di mana, bilamana, dan bagaimana. Itulah yang dimaksud unsur – unsur berita. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut : a. Apa merupakan pertanyaan yang akan menjawab apa yang terjadi. b. Siapa merupakan pertanyaan yang akan mengundang fakta yang berkaitan dengan setiap orang yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan kejadian. c. Mengapa akan menjawab latar belakang atau penyebab kejadian.
Universitas Sumatera Utara
d. Di mana menyangkut tempat kejadian. e. Bilamana menyangkut waktu kejadian. f. Bagaimana akan memberikan fakta mengenai proses kejadian yang diberikan (Suranto, dan Lopulalan, 2000 : 7 – 9).
I.5.7. Teori Kultivasi ( Cultivation Theory ) Teori Kultivasi adalah salah satu teori komunikasi massa. Teori Kultivasi pertama kali diperkenalkan oleh George Gerbner pada pertengahan tahun 60-an. Media mempengaruhi penonton dan penonton meyakininya. Tentu saja, tidak semua pecandu berat televisi (heavy viewers) terkultivasi secara sama. Menurut teori ini televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya. Teori ini di awal perkembangannya lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya memfokuskan pada tema-tema kekerasan di televisi. Tetapi pada perkembangannya, ia juga bisa digunakan di luar tema-tema kekerasan. (Nurudin, 2003 : 57). Menurut Julia T. Wood (2004 : 244 – 245) menuliskan : “Cultivation is thecumulative process by which television fosters beliefs about social reality. According to the theory, television portrays the world as more violent anddangerous than really is. Thus, goes the reasoning, watching television promotesdistorted views of life”. Kultivasi menjadi skala memproses dimana televisi membantu perkembangan kepercayaan tentang kenyataan sosial. Menurut teori tersebut, televisi melukiskandunia sebagai sesuatu yang lebih berbahaya dan kejam dibanding dengan kenyataan sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori kultivasi, media khususnya televisi merupakan salah satu sarana utama dimana para penonton televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur lingkungannya (Nurudin, 2003:157). Melalui kontak dengan televisi (dan juga media lainnya) penonton dapat belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilainilainya serta adat kebiasaannya. Menurut Hirsch (1980), beberapa lebih mudah dipengaruhi televisi daripada yang lainnya. Pengaruh ini bergantung bukan hanya pada seberapa banyak orang menonton televisi tetapi juga pada faktor pendidikan, penghasilan dan jenis kelamin pemirsa. Misalnya, pemirsa ringan berpenghasilan rendah melihat kejahatan sebagai masalah serius dibandingkan pemirsa ringan berpenghasilan tinggi (Ardianto & Erdinaya, 2004 : 65). Menurut Signorielli and Morgan (1990 : 25) : “It represents a particular set of theoretical and methodological
assumptions and procedures designed to assess the contributions of television viewing to people’s conceptions of social reality” Cultivation Analysis mewakili satu set khusus asumsi dan prosedur teori dan metode yang didesain untuk menilai kontribusi menonton televisi terhadap konsep orang-orang terhadap realitas sosial.
“ There is general (though not universal) acceptance of the conclusion that there are statistical relationships between how much people watch television and what they think and do”. Secara umum walaupun tidak secara universal menerima kesimpulan bahwa Cultivation Analyisis menjelaskan secara statistik ada hubungan antara seberapa banyak atau jumlah seseorang menonton televisi dengan apa yang mereka pikirkan dan lakukan. Berkaitan dengan penelitian ini, teori kultivasi digunakan untuk menjelaskan bahwa ada pengaruh antara terpaan media di televisi terhadap sikap seseorang. Efek kultivasi memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri individu. Dominic pada tahun 1990 menyebutkan salah satu contoh mengenai penelitian seorang mahasiswa Amerika di sebuah
Universitas Sumatera Utara
Universitas yang pernah mengadakan pengamatan tentang para pecandu opera sabun. Para pecandu ini ternyata lebih memungkinkan melakukan affairs atau menyeleweng, bercerai, atau menggugurkan kandungan daripada mereka yang bukan pecandu opera sabun (Nurudin, 2003 : 157). Maka dapat terlihat bahwa televisi memberikan dampak yang sangat kuat kepada pemirsanya.
I.5.8. Teori S-O-R ( Stimulus Organism Response Theory ) Teori S-O-R singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi. Asumsi dasar dari model ini adalah: media massa menimbulkan efek yang terarah, segera dan langsung terhadap komunikan. Stimulus Organism Response Theory atau S-O-R Theory model ini menunjukkan bahwa komunikasi merupakan proses aksi-reaksi. Artinya model ini mengasumsikan bahwa kata-kata verbal, isyarat non verbal, simbol-simbol tertentu akan merangsang orang lain memberikan respon dengan cara tertentu. Pola S-O-R ini dapat berlangsung secara positif atau negatif; misal jika orang tersenyum akan dibalas tersenyum ini merupakan reaksi positif, namun jika tersenyum dibalas dengan palingan muka maka ini merupakan reaksi negatif. Model inilah yang kemudian mempengaruhi suatu teori klasik komunikasi yaitu Hypodermic Needle atau teori jarum suntik. Asumsi dari teori inipun tidak jauh berbeda dengan model S-O-R, yakni bahwa media secara langsung dan cepat memiliki efek yang kuat tehadap komunikan. Artinya media diibaratkan sebagai jarum suntik besar yang memiliki kapasitas sebagai perangsang (S) dan menghasilkan tanggapan ( R) yang kuat pula.
Universitas Sumatera Utara
Menurut stimulus response ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur – unsur dalam model Stimulus Organism Response Theory ini adalah sebagai berikut : a) Pesan (Stimulus, S). b) Komunikan (Organism, O). c) Efek (Response, R).
I.6. Kerangka Konsep Nawawi (1997 : 40) mengatakan bahwa langkah yang harus dilakukan setelah sejumlah teori diuraikan adalah merumuskan kerangka konsep sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai, dan sebagai bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesa penelitian. Kerangka konsep dari satu gejala sosial yang memadai diperlukan untuk menyajikan masalah penelitian dengan cara yang jelas dan dapat diuji, karena itu variabel – variabel yang penting harus didefenisikan dengan jelas, setidaknya beberapa
variabel
yang
harus
didefenisikan
secara
operasional
untuk
memungkinkan dalil – dalil yang dapat diuji. Jadi kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep – konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.
Universitas Sumatera Utara
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel Bebas atau Independent Variable (X). Variabel Bebas yaitu segala gejala, faktor atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur lain (Nawawi, 1997 :40). Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tayangan terpaan media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi.
2. Variabel Terikat atau Dependent Variable (Y). Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor maupun unsur yang ada ataupun muncul dipengaruhi atau ditentukannya adanya variabel bebas dan bukan karena adanya variabel lain. Variabel Terikat yaitu variabel yang merupakan akibat atau yang dipengaruhi oleh variabel yang mendahului (Rakhmat, 1997 : 12). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan masyarakat.
3. Variabel Antara (Z). Adapun sejumlah gejala yang tidak dapat dikontrol, akan tetapi dapat diperhitungkan pengaruhnya terhadap variabel bebas (Nawawi, 1995 : 58). Variabel antara berada diantara bebas dan variabel terikat, yang berfungsi sebagai penguat atau pelemah hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel antara dalam penelitian ini adalah karakteristik responden.
Universitas Sumatera Utara
I.7. Model Teoritis Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka model teoritisnya adalah sebagai berikut :
Karakteristik responden :
Variabel Terikat
Variabel Bebas Terpaan Media :
1. Jenis Kelamin
1. Frekuensi menonton.
2. Umur
2. Durasi.
3. Agama
3. Atensi.
Tingkat Kecemasan Masyarakat : 1. Khawatir. 2. Panik dan gelisah. 3. Rasa takut dan
4. Pekerjaan.
menghindar
Gambar : Model Teoritis
I.8. Variabel Operasional Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep di atas, maka dibuat operasional variabel yang berfungsi untuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel Variabel Operasional
Variabel Teoritis
Variabel Operasional 1. Frekuensi menonton.
Variabel Bebas (X) Terpaan Media
Variabel Terikat (Y)
2. Durasi. 3. Atensi. 1.
Khawatir.
2.
Panik dan gelisah.
3.
Rasa takut dan menghindar.
1.
Jenis Kelamin
2.
Umur
3.
Agama
4.
Pekerjaan.
Tingkat Kecemasan Masyarakat
Variabel Antara (Z) Karakteristik Responden
I.9. Definisi Variabel Operasional Definisi Operasional adalah unsur penelitian yang memeritahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun 1995 : 46).
Universitas Sumatera Utara
Definisi Operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Bebas (Terpaan Media), terdiri dari : a) Frekuensi menonton. Melalui frekuensi menonton tayangan berita tentang kasus Flu H1N1 di televisi, dapat diihat pengaruhnya terhadap tingkat kecemasan masyarakat ( public). Seberapa sering menonton tayangan berita tentang kasus Flu H1N1 yang ditayangkan di televisi setiap harinya. b) Durasi. Lama atau durasi menonton berita. Mengetahui seberapa lama komunikan menonton tayangan berita khusunya berita tentang kasus Flu H1N1 di televisi Apakah komunikan menonton beberapa program berita dengan durasi tertentu. c) Atensi. Perhatian atau atensi yang diberikan komunikan untuk menonton tayangan berita tentang kasus Flu H1N1 yang ditayangkan di televisi. Apakah komunikan melakukan kegiatan lain sambil menonton atau hanya menonton berita saja.
2. Variabel Terikat (Tingkat Kecemasan), terdiri dari : a) Khawatir. Rasa khawatir dan ingatan tidak menyenangkan. Seberapa besar tayangan berita tentang kasus Flu H1N1 yang ditayangkan di televisi membuat
Universitas Sumatera Utara
penonton khawatir dan menimbulkan ingatan tidak menyenangkan yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari.
b) Panik dan Gelisah. Seberapa besar tayangan berita tentang kasus Flu H1N1 yang ditayangkan di televisi menimbulkan kegelisahan dan kepanikan dalam kehidupan sehari-hari komunikan atau pemirsanya.
c) Rasa Takut dan Menghindar. Seberapa besar tayangan berita tentang kasus Flu H1N1di televisi membuat komunikan atau penontonnya takut dan menghindari keadaan sekitar atau lingkungannya. Misalnya semakin takut terhadap penularan penyakit Flu H1N1 sehingga takut dan menghindar dari lingkungan yang dekat dengan
peternakan babi, atau mengkonsumsi daging babi bagi
mereka yang mengkonsumsinya.
3. Variabel Antara (Karakteristik Responden), terdiri dari : a) Usia, yaitu tingkatan umur responden. b) Jenis Kelamin, yaitu kelamin pria atau wanita yang dijadikan sampel atau responden. c) Pekerjaan, yaitu pekerjaan yang menjadi sumber kehidupan responden. d) Agama, yaitu keyakinan yang dipeluk oleh masing – masing responden.
Universitas Sumatera Utara
I.10. Hipotesa Hipotesa adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan karena merupakan instrument kerja dari teori (Singarimbun, 1995 : 43). Hipotesa adalah kesimpulan yang masih belum final, dalam arti masih harus dibuktikan atau diuji kebenarannya (Nawawi, 1995 : 44). Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ho
:
Tidak terdapat pengaruh terpaan media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang.
Ha
:
Terdapat pengaruh terpaan media tentang kasus “Flu H1N1” di televisi terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Desa Helvetia Kecamatan Sunggal Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara