BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi 1. Pengertian Motivasi Berprestasi Mc Clelland (dalam Opnanningtyas, 2010) menyatakan bahwa motivasi
berprestasi
merupakan
kecenderungan
seseorang
dalam
mengarahkan dan mempertahankan tingkah laku untuk mencapai suatu standar prestasi. Pencapaian standar prestasi digunakan oleh siswa untuk menilai kegiatan yang pernah dilakukan. Siswa yang menginginkan prestasi yang baik akan menilai apakah kegiatan yang dilakukannya telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001)
mendefinisikan motivasi
berprestasi sebagai motivasi yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence). Sedangkan menurut Murray (dalam Beck, 1998), motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan untuk berusaha melakukan sesuatu yang sulit dengan baik dan secepat mungkin. Sementara itu Atkinson (dalam Petri, 2001) menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi
tinggi berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya. Motivasi yang muncul dari dalam diri individu tidak terlepas dari adanya kebutuhan. Faktor utama yang menyebabkan timbulnya suatu kebutuhan dalam kehidupan individu adalah untuk mempertahankan hidup dan memelihara keseimbangan psikis (homeostatis). Adanya kebutuhan tersebut yang akan menimbulkan dorongan atau motif dalam diri individu untuk melakukan tindakan. Sudarsono (dalam Opnanningtyas, 2010) motivasi adalah tenaga yang mendorong seseorang berbuat sesuatu keinginan, kecenderungan organisme untuk melakukan sesuatu sikap atau perilaku yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya,sifatnya sebagai alat pengontrol terhadap dirinya sendiri. Komarudin (1994) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi meliputi: pertama kecenderungan atau upaya untuk berhasil atau mencapai tujuan yang dikehendaki; kedua keterlibatan ego individu dalam suatu tugas; ketiga harapan suatu tugas yang terlihat oleh tanggapnya subyek; keempat motif untuk mengatasi rintangan atau berupaya berbuat sesuatu dengan cepat dan baik. Edwards (dalam Putu, 2008) mengartikan motivasi berprestasi sebagai suatu kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses untuk
mencapai prestasi yang lebih tinggi. Heckhausen (dalam Martaniah, 1987) menyatakan bahwa seseorang yang motivasi berprestasinya tinggi mempunyai disposisi penilaian antara lain: a. Jika motivasi berprestasi lebih kuat, perbedaan antara bayangan diri yang nyata dan yang ideal akan lebih besar. b. Orang yang berorientasi sukses akan lebih mengharapkan kemungkinan sukses, dan yang berorientasi gagal akan lebih mengharapkan
kemungkinan
kegagalan
dalam
mencapai
kegagalan. c. Tingkat aspirasi yang berorientasi sukses biasanya hanya sedang, dan yang berorientasi gagal biasanya terlalu tinggi atau terlalu rendah. d. Subjek yang dimotivasi sukses menganggap sukses sebagai akibat faktor yang mantap seperti kemampuan dan menganggap kegagalan bukan karena faktor tersebut, tetapi sebagai akibat kurangnya usaha yang momental. Pengertian kebutuhan untuk berprestasi menurut Mc Clelland (dalam Sobur, 2003) adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang lebih baik, lebih cepat, lebih efektif, dan lebih efisien daripada kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Ini disebabkan oleh virus mental. Dari pendapat tersebut Alex Sobur mengartikan bahwa dalam psikis manusia, ada daya yang mampu mendorongnya ke arah suatu
kegiatan yang hebat sehingga dengan daya tersebut, ia dapat mencapai kemajuan yang teramat cepat. 2. Aspek Aspek Motivasi Berprestasi Mc Clelland (dalam Mangkunegara, 2001) mengemukakan enam karakteristik orang yang mempunyai motivasi tinggi. 1.Memiliki tingkat tanggung jawab pribadi yang tinggi; 2.Berani mengambil dan memikul resiko. 3.Memiliki tujuan yang realistic. 4.Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan 5. berjuang untuk merealisasikan tujuan. 6.Memanfaatkan umpan balik yang kongkret dalam semua kegiatan yang dilakukan. 7.Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi Menurut Mc Clelland (1987) mengungkapkan bahwa terdapat faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, meliputi: 1. Faktor Individual Dalam hal ini, faktor individual yang dimaksud terutama adalah factor intelegensi dan faktor penilaian individu tentang dirinya. Intelegens merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki seseorang dan merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dilakukan individu. Apabila
individu mempunyai taraf intelegensi diatas rata-rata maka kemungkinan motivasi berprestasinya tinggi dan apabila individu mempunyai taraf intelegensi di bawah ratarata maka kemungkinan taraf motivasi berprestasinya rendah. Taraf kecerdasan (intelegensi) yang
dimiliki
indviidu
juga
akan
turut
menentukan
atau
mempengaruhi prestasi yang dicapainya. Faktor lainnya adalah penilaian individu mengenai dirinya sendiri.
2. Faktor Lingkungan Maksud dari faktor lingkungan disini adalah segala sesuatu yang berada diluar diri individu, yang turut mempengaruhi motivasi berprestasinya. Faktor lingkungan ini dibagi menjadi 3, yaitu :
a.
Lingkungan Keluarga Relasi
yang
menimbulkan
kurang
harmonis
gangguan-gangguan
dalam
keluarga
emosional
pada
dapat anggota
keluarga, termasuk anak sebagai anggota sebuah keluarga. Gangguan emosional seringkali berupa bentuk-bentuk ketegangan atau konflik yang dirasakan dalam diri individu. Keadaan seperti ini akan menyebabkan berkurangnya fungsi perhatian individu sehingga daya konsentrasi dalam menghadapi tugas-tugas yang menuntut
kemampuannya
menurun.
Akibatnya,
sekalipun
mahasiswa mempunyai tingkat intelegensi tinggi namun bila
individu tersebut mengalami gangguan emosional maka motivasi berprestasinya akan cenderung rendah. Sebaliknya, bila relasi dalam keluarga berlangsung harmonis dan dapat memberikan rasa aman, maka individu akan merasa bebas untuk bereksplorasi dan mengekspresikan diri. Individu yang diberi kesempatan untuk mengekpresikan diri dan ternyata berhasil, maka individu akan merasa tertantang untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi. Bila mengalami
kegagalan,
lingkungan
karena
individu
menyadari
tidak bahwa
akan
menyalahkan
kegagalan
tersebut
disebabkan oleh kurangnya usaha dalam mencapai prestasi yang diinginkan.
b. Lingkungan Sosial Merupakan lingkungan sekitar tempat individu hidup dan bergaul sehari-hari. Lingkungan sekitar yang banyak memberikan rangsangan akan membantu meningkatkan rasa ingin tahu individu sehingga akan mengembangkan dan meningkatkan motivasi berprestasinya.
Di
samping
itu,
lingkungan
sekitar
yang
memberikan kesempatan pada individu untuk dapat lebih mengekspresikan kemampuannya, akan membuat individu lebih percaya diri, sehingga meskipun mengalami kegagalan, individu akan terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik lagi.
c. Lingkungan Akademik Lingkungan akademik menyangkut sejauh mana sebuah institusi pendidikan dapat memenuhi kebutuhan individu sebagai siswa berprestasi di sekolahnya, meliputi fasilitas yang disediakan, hubungan antara siswa dan guru, dan hubungan antar siswa sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa banyak faktor pendukung untuk memotivasi sesorang untuk berprestasi. Oleh karena itu sebagai tenaga pendidik harus memahami setiap latar belakang permasalahan sehingga ketika mendampinggi sesorang yang kurang termotivasi berprestasi tenaga pendidik mampu membuat treatment. Dan membuat sesorang bersemangat untuk lebih berprestasi. Dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah usaha yang dilakukan individu
untuk
mempertahankan
kemampuan
pribadi
setinggi
mungkin, untuk mengatasi rintangan-rintangan, dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dalam suatu ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan dapat berupa prestasi sendiri sebelumnya atau dapat pula prestasi orang lain.
B. Pengetahuan Tentang Kecerdasan Dalam Pendidikan Musik Menurut Arthur Harvey (dalam Anggraeni, 2005) seorang pendidik musik harus mengetahui 3 perkembangan yang terjadi baru-baru ini untuk memperkuat posisi pendidik musik dalam mengembangkan musik secara signifikan.
1. Semakin luasnya penelitian tentang kinerja otak dengan menggunakan musik. Penelitian yang dimulai pada awal tahun 1900-an melahirkan pernyataan bahwa saat ini meupakan “Dekade Otak”. 2. Gardner (1991) mengembangkan teori “Multiple Intelligences”, dengan menyediakan 8 model kecerdasan manusia untuk mereformasi bidang pendidikan dengan memberi tempat yang layak bagi pengembangan dan program pendidikan musik. 3. Publikasi besar-besaran hasil penelitian Frances Rauscher, Gordon Shaw dan koleganya di Univesitas California, Irvine, tentang “Efek Mozart”, menunjukkan ada hubungan kausal antara musik dan aspek kecerdasan. Seiring dengan momentum tersebut, penting untuk diketahui pula data penelitian rasional dan ilmiah untuk mendukung asumsi bahwa musik penting dalam pendidikan anak. Saat ini minat terhadap hubungan antara musik dan otak dari berbagai perspektif telah berkembang luas dan dapat diketahui dari beberapa publikasi. Gardner, seorang psikolog kognitif dari Universitas Harvard yang mengembangkan Teori Kecerdasan dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences yang terbit tahun 1983, menyebutkan bahwa manusia memiliki 8 kecerdasan dasar yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematika, kecerdasan musikal, kecerdasan spatial, kecerdasan
kinestik
tubuh,
kecerdasan
intrapersonal,
kecerdasan
interpersonal, dan kecerdasan naturalistik. Kemudian pada tahun 1993
dipublikasikannya Multiple Intelligences: The Theory in Practice, sebagai pengembangan dari teori lamanya. Thomas Armstrong menyatakan, kedelapan kecerdasan dasar Gardner
merupakan kerangka kerja yang
tepat dalam praktek pendidikan. (dalam Anggraeni, 2005) Gardner
(dalam
Suparno
2004)
mendefinisikan
multiple
intelligences sebagai; „ Kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yangbermacam-macam dan situasi yang nyata.‟ Berdasarkan pengertian tersebut, sangat jelas bahwa intelegensi bukan hanya kemampuan seseorang untuk menjawab suatu tes IQ dalam ruangan tertutup yang lepas dari lingkungannya. “Intelegensi memuat kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang bermacam macam. Suparno (2004) juga menyatakan bahwa; “untuk mengerti intelegensi seseorang yang menonjol perlu dilihat bagaimana orang tersebut menghadapi persoalan nyata dalam hidup, bukan hanya dengan tes di atas meja”, selain itu, Suparno (2004) menyatakan bahwa; “Intelegensi seseorang bisa dikembangkan lewat pendidikan dan intelegensi itu banyak jumlahnya.” Suatu
studi (dalam
Armstrong,
2004)
menunjukkan
bahwa
sekelompok siswa yang kepadanya diperdengarkan musik selama delapan bulan mengalami peningkatan IQ sebesar 46%, sementara kelompok kontrol yang tidak diperdengarkan musik hanya meningkat 6%. Mungkin
sering terlihat ada siswa atau orang yang lebih suka belajar bila ada musik yang didengarkan (Gaya belajar Auditory). Pada usia Sekolah Dasar, anak mulai suka memainkan alat musik. Dia juga melihat teman temannya memainkan alat musik sehingga menggugah minatnya untuk mempelajari. Lie (dalam Rustikawati, 2011) menuliskan beberapa manfaat musik bagi anak usia Sekolah Dasar : 1. Pada masa ini kecerdasan musikal masih dapat dan perlu dikembangkan. 2. Belajar alat musik mengajarkan anak untuk mengembangkan sikap disiplin, ketekunan, dan bekerja keras. 3. Bermain musik memberikan kenikmaan dan mengalihkan anak dari kejenuhan. Susan Black (1997) dalam “The Musikal Mind” mengenai penelitiannya terhadap neuromusikal membuktikan semua bayi telah memiliki mekanisme saraf yang secara eksklusif terfokus pada musik. Demikian pula dengan pentingnya pelatihan musik sejak dini yang akan membantu pengorganisasian dan perkembangan otak anak pada tahap selanjutnya. Penelitian John Langstall dan Elizabeth Mayer 1996 (dalam Anggraeni, 2005), menunjukkan secara rasional pentingnya pendidikan musik pada anak sejak dini, karena pada usia 11 tahun, sirkuit neuron yang mengolah semua jenis persepsi dan diskriminasi sensori, seperti kemampuan mengidentifikasi pitch dan irama, akan tertutup. Ditambahkan
pula, kalau tidak digunakan maka selamanya anak akan mengalami buta nada dan irama.
C. Kecerdasan Musikal 1. Pengertian Kecerdasan Musikal Kecerdasan musikal merupakan bagian dari kecerdasan majemuk yang di uraikan oleh Gardner (dalam Suparno, 2004) menjelaskan bahwa: kecerdasan musikal (musical intelligence) merupakan kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Di dalamnya termasuk kepekaan akan ritme, melodi dan intonasi; kemampuan memainkan alat musik, kemampuan menyanyi, kemampuan untuk mencipta lagu, kemampuan untuk menikmati lagu, musik, dan nyanyian.Sedangkan menurut Wijanarko (2010) kecerdasan musikal merupakan kemampuan seorang dalam memahami suara dalam hal irama, birama, tangga nada, ketukan atau secara sederhana kemampuan seseorang di bidang musik. Gardner (dalam Suparno, 2004) menjelaskan bahwa seseorang dengan IQ tinggi belum tentu sukses dalam bertanding olah raga ataupun musik. Menurut Gardner hal ini disebabkan karena pengukuran IQ lebih ditekankan pada intelegensi matematis-logis dan linguistik, sehiingga kurang memperhatikan intelegensi intelegensi lain. Seorang anak kecil yang mempunyai kecerdasan musikal (musical intelligence) tinggi akan dengan cepat menirukan, bahkan mungkin
menyanyikan suatu lagu dari televisi meski dia tidak mengerti bahasanya. Anak ini mudah sekali menirukan orang yang menyanyi. Bahkan, bila mendengar suatu lagu dengan mudah ia akan bergerak-gerak seirama dengan lagu tersebut. Selain hal itu Suparno juga mengemukakan bahwa: Siswa yang memiliki kecerdasan musikal tinggi kentara dalam penampilannya bila sedang bernyanyi di kelas, juga dalam tugas-tugas berkaitan dengan musik. Mereka biasanya bernyanyi dengan baik, dapat memainkan suatu alat musik bila ada, mudah mempelajari not dan lagu. Dan yang menarik, siswa ini akan mudah mempelajari suatu mata pelajaran lain bila mata pelajaran itu diterangkan dengan suatu lagu atau musik (Suparno, 2004)
2. Cara Cara Meningkatkan Kecerdasan Musikal Armsrong
(2004)
juga
menuliskan
beberapa
cara
unuk
mengembangkan kecerdasan musikal. Hal tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan kegiatan sebagai berikut: 1. Dengarkanlah sebanyak mungkin jenis musik. 2. Bernyanyilah bersama keluarga dan teman. 3. Mainkanlah permainan musikal bersama keluarga dan teman. 4. Tontonlah pagelaran musik setiap kali ada kesempatan. 5. Ciptakanlan atau improvisasikan instrumen instrumen dengan apa pun yang ada di rumahmu. 6. Ikutilah les musik untuk instrumen kegemaranmu.
3. Aspek Aspek Kecerdasan Musikal Gardner (dalam Suparno, 2004) menuliskan beberapa kemampuan yang menonjol yang terkait dengan kecerdasan musikal adalah : 1. Peka terhadap musik dan suara. 2. Tahu struktur musik dengan baik. 3. Mudah menangkap musik. 4. Menciptakan melodi. 5. Peka terhadap intonasi dan ritmik. 6. Menyanyi / pentas musik 7. Pemain alat musik. Setiap kemampuan ini secara umum dimiliki oleh orang orang yang memiliki kecerdasan musikal. Oleh karna itu, kemampuan kemampuan ini akan digunakan sebagai kisi kisi dalam pembuatan lembar inventori untuk mengukur tingkat kecerdasan musikal. Dari penjelasan mengenai kecerdasan musikal tersebut, dapat dijabarkan secara sederhana bahwa kecerdasan musikal sangat penting dalam dunia pendidikan.
D. Hubungan Musikal Dan Motivasi Jurnal Application of Research in Music Education (dalam Anggraeni, 2005) melaporkan bahwa konsep-diri, kepercayaan diri, sikap kooperatif, empati, motivasi dan keterampilan sosial dapat ditingkatkan melalui musik dan sebagai hasil dari pendidikan, sedangkan sebuah jurnal The American Musik Teacher
(dalam Rustikawati, 2011) menyebutkan
bahwa musik Mozart dapat mempengaruhi perkembangan intelektual dan kreatifitas anak yaitu salah satunya adalah meningkatkan ketenangan atau suasana hati dan memelihara motivasi. Sebuah penelitian tentang musik dan motivasi pernah dilakukan Ismanadi (2008) di Malang yang meneliti “Pengaruh Musik Populer Terhadap Minat Dan Motivasi Siswa Kelas VIII di SMP Negeri 1 Wajak”. Penelitian yang memilih sampel secara acak atau random smpling ini menunjukkan koefisien korelasi 0,756 dengan taraf sig 1%, dengan ini hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara musik dan motivasi siswa kelas VIII tersebut.
E. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan hasil kajian empirik di atas maka hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan musikal dengan motivasi berprestasi siswa kelas V SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga.