21
BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Mudharabah 1. Pengertian Pembiayaan Mudharabah Dalam Undang-Undang Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008 pasal 1 ayat (25) yang dimaksud pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, sewa-menyewa, jual beli, pinjam meminjam, dan transaksi sewa menyewa jasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah/UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai/diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.1 Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua berdasar sifat penggunaannya, yaitu: a.
Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk
1
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
22
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. b.
Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, pembiayaan produktif
dapat dibagi menjadi dua hal berikut : a.
Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan poduksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah
hasil
produksi,
maupun
secara
kualitatif,
yaitu
peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi; dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b.
Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.2 Secara terminologi, para ulama mendefinisikan mudharabah
adalah pemilik modal menyertakan modalnya kepada pekerja (pengusaha) untuk diinvestasikan, sedangkan keuntungan yang diperoleh menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan bersama.3
2
Muhammad Syafi’i Antonio. .Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 160. 3 AH. Azharudin Lathif, Fiqih Muamalah, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), hlm. 134.
23
Mazhab Hanafi, mudharabah adalah Akad atas suatu syarikat dalam keuntungan dengan modal harta dari satu pihak dan dengan pekerjaan (usaha) dari pihak yang lain. Mazhab Maliki, mudharabah adalah 'Suatu pemberian modal (taukil) untuk berdagang dengan mata uang tunai yang diserahkan (kepada pengelola) dengan mendapatkan sebagian dari keuntungan jika diketahui jumlah dan keuntungan. Mazhab Syafi'i, mudharabah adalah Suatu akad yang memuat penyerahan modal kepada orang lain untuk mengusahakannya dan keuntungannya dibagi antara mereka berdua. Mazhab Hambali, mudharabah adalah 'Penyerahan suatu modal tertentu dan jelas jumlahnya atau semaknanya kepada orang yang mengusahakannya dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya.4 Menurut Muhammad Syafi’i Antonio Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan (Mudharib) nasabah bertindak selaku pengelola usaha dalam bentuk dan jenis usaha serta pembagian keuntungan yang telah disepakati dalam kontrak. Apabila nasabah mengalami kerugian akan ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut akibat kelalaian
4
Muhammad,. Tehnik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm.47
24
atau kecurangan si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.5 Sedang menurut fatwa Dewan Syariah MUI No. 07/DSNMUI/IV/2000,6 pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif, dimana LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. Jadi definisi yang representatif sebagai jalan tengah kelengkapan definisi dari beberapa ahli maupun mazhab menurut penulis, mudharabah adalah suatu akad (kontrak) kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola dimana keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi menurut kesepakatan bersama. Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: a. Mudharabah Muthlaqoh Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shohibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan tempat usaha. Pada pembiayaan mudharabah muthalaqah ini, pihak BMT atau shohibul maal tidak menentukan bentuk usaha, dan waktu. Hal 5
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, hlm. 95 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). 6
25
ini diserahkan sepenuhnya kepada pelaku usaha untuk menjalankan usahanya,
atau
dengan
kata
lain
pembiayaan
mudharaah
muthalaqah ini investasi yang bersifat tidak terikat. b.
Mudharabah Muqayyadah Mudharabh muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/ specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shohibul maal dalam memasuki jenis usaha.7
2. Landasan Hukum Mudharabah Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayatayat dan hadits berikut ini. 1. Al-Qur’an
ِ ِ األر .... ض ِل اللَّ ِه ْ َض يَ ْبتَ غُو َن ِم ْن ف ْ َآخ ُرو َن ي َ َو.... ْ ض ِربُو َن في “…Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT...” (Qs Al-Muzammil ayat 20).8 Dari ayat di atas, yang menjadi wujud atau argumen dari surat Al-Muzammil adalah adanya kata yadhribun yang sama akar mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Secara 7 8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, hlm. 95. Al-Qur’anul Karim, surat Al-Muzammil ayat 20, Juz ke 29, hlm. 575.
26
umum
mengandung
arti
kebolehan
akad
mudharabah,
yang
bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi. 2. Al-Hadist Hadist yang diriwayatkan oleh Shuhaib:
ُ ثَ ََل: لّلاُ َعلَي ْي ِو َو َسلَ َم قَا َل ُ ث فِ ْي ِه َّه الَب َر َك َ ّ صلّى البَ ْي ُع إِلَى: ت َ أَ َّن النَّبِ ّي ت ََل لِلّبَي ِْع َ َو ْال ُمقَا َر, أَ َج ِل ِ ّ َو ْال ِحطّ ْالب ُِر بِال َّش ِعي ِْر لِ ْلبَي, ُضة ) (رواه ابه ماجو عه صهيب Dari Shuhaib R.A bahwa nabi SAW bersabda: “ ada tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan:(1) jual beli tempo,(2) muqaradhah, (3) mencampur gandum dengan jagung untuk makanan bukan untuk dijual. “( HR. Ibnu Majah).9 3. Rukun dan Syarat Mudharabah Mudharabah sebagai kegiatan kerja sama ekonomi antara dua pihak mempunyai beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam rangka mengingat jalinan kerja sama tersebut dalam kerangka hukum. Adapun unsur (rukun) dan syarat perjanjian mudharabah tersebut adalah.10 1. Ijab dan Qabul Pernyataan kehendak yang berupa ijab dan qabul antara kedua pihak memiliki syarat-syarat, yaitu. 9
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 138. Muhammad, Sistem dan Prosedur Oprasional Bank Syariah, (yogyakarta : ULL Press, 2001), hlm. 84. 10
27
a.
Ijab dan qabul itu harus jelas menunjukan maksud untuk melakukan kegiatan mudharabah.
b.
Ijab dan qabul harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama sampai dan diketahui oleh pihak kedua. Artinya ijab yang diucapkan pihak pertama harus diterima dan disetujui oleh pihak kedua sebagai ungkapan kesediaan bekerja sama.
c.
Ijab dan qabul harus sesuai maksud pihak pertama cocok dengan keinginan pihak kedua.
2. Adanya dua pihak (pihak penyedia dana dan pengusaha) Pada pihak (shahib al-maal dan mudharib) disyaratkan: a. Capak bertindak hukum secara syar’i. Artinya shohibul maal memiliki kapasitas untuk menjadi pemodal dan mudharib memiliki kapasitas menjadi pengelola. b. Memiliki
wilayah
kewenangan
al-tawkil
mewakili/
wa
memberi
al-wikalah kuasa
dan
(mekiliki menerima
pemberian kuasa), karenapenyerahan modal oleh pihak pemberi modal kepada pengelola modal merupakan suatu bentuk pemberian kuasa untuk mengolah modal tersebut. 3. Adanya Modal Modal ialah sejumlah uang atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a.
Modal harus jelas jumlah dan jenisnya, dan diketahui oleh kedua belah pihak pada waktu dibuatnya akad mudharabah
28
sehingga tidak menimbulkan sengketa dalam pembagian laba karena ketidakjelasan jumlah. b.
Dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika dalam bentuk aset, harus dinilai pada waktu akad.
c.
Tidak berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
4. Adanya Usaha Kegiatan
usaha
oleh
pengelola
(mudharib),
sebagai
pertimbangan modal yaang disediakan oleh penyedia dana harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Kegiatan usaha adalah hak ekslusif, mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengolah sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah yaitu keuntungan.
c.
Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
5. Adanya Keuntungan Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal, dengan syarat yang harus dipenuhi:
29
a.
Harus diperuntukan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan untuk satu pihak.
b.
Bagian keuntungan proposional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.
Penyedia dana menanggung semua akibat dari mudharabah dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan. Menurut Muhammad, Kerugian dalam mudharabah adalah
ketidakmampuan mudharib dalam membayar cicilan pokok senilai pembiayaan yang telah diterimanya atau jumlah seluruh cicilan lebih kecil dari pembiayaan yang telah diterimanya. Kerugian ditanggung oleh pemilik modal, kecuali akibat11: a.
Nasabah melanggar syarat yang telah disepakati;
b.
Nasabah lalai dalam menjalankan modalnya; misalnya nasabah dalam menjalankan usahanya tidak sesuai dengan perjanjian di awal akad, seperti usaha yang diharamkan oleh syariah.
11
Muhammad, Etika Bisnis Islam, (Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 2004), hlm.74.
30
B. Pengertian Modal Kerja 1. Modal Kerja, yaitu modal untuk memenuhi kebutuhan: a.
Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif yaitu peningkatan kualitas dan mutu hasil produksi.
b.
Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 12
2. Ada pun Jenis Modal Kerja yaitu: Menurut WB. Taylor dan Bambang Rianto (1995) Modal Kerja digolongkan dalam beberapa jenis yaitu : 1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Modal kerja permanen yaitu modal kerja yang ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, modal kerja ini terdiri dari : a. Modal kerja primer (Primary Working Capital) Modal kerja primer merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjaga kontinuitas usahanya atau modal kerja yang secara terus menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. b. Modal kerja normal (Normal Working Capital) Modal kerja normal adalah modal kerja yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan proses produksi yang normal.
12
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, hlm.160.
31
2. Modal Kerja Variabel (Variable Working Capital) Yaitu Modal Kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan, modal kerja ini terdiri dari : a. Modal Kerja musiman (Seasonal Working Capital) Modal Kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi musim. b. Modal kerja siklis (Cyclical Working Capital) Yaitu Modal Kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi konjungtur. c. Modal kerja darurat (Emergency Working Capital) Yaitu Modal Kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perobahan keadaan ekonomi yang mendadak).
C. Pengertian UKM (Usaha Kecil Menengah) Usaha adalah kegiatan dengan mengarahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud. Kecil adalah kurang besarnya (keadaannya) dari pada yang biasa; pedagang yang sedikit modalnya. Menengah : kalangan orang-orang yang tidak kaya dan tidak miskin. Usaha yang dimaksud adalah suatu yang merupakan suatu kegiatan usaha yang terorganisir untuk menghasilkan (laba) atau menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan
32
masyarakat dalam skala yang tidak besar atau luas.13 UU No.09 Tahun 1995 mendefinisikan usaha kecil adalah sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undangundang ini.14 Kriteria umum UKM dilihat dari ciri-cirinya pada dasarnya bisa dianggap sama, yaitu sebagai berikut:15 1. Struktur organisasi yang sangat sederhana 2. Tanpa staff yang berlebihan 3. Bagian kerja yang “kendur” 4. Memiliki manajerial yang pendek 5. Aktifitas sedikit yang formal, dan sedikit menggunakan proses perencanaan 6. Kurang membedakan asset pribadi dari asset perusahaan Dalam perkembangannya di Indonesia, UKM mempunyai banyak hambatan atau kendala yang dihadapi dalam beberapa aspek yang berkaitan langsung dengan kegiatan usahanya. Adapun hambatanhambatan tersebut antara lain:16
13
Muhammad, Etika Bisnis Islam, hlm. 256. Undang-Undang No.09 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil 15 Tiktik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejoedona, Ekonomi Skala Kecil/Menengah & Koperasi, Cet.II, (bogor: ghalia indonesia, 2004), hlm.15. 16 Tulus T.H. Tambunan, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia,Beberapa Isu Penting, Edisi I (Jakarta : salemba, 2002), hlm.73-81. 14
33
1. Keterbatasan pemasaran 2. Keterbatasan finansial 3. Keterbatasan sumber daya manusia 4. Keterbatasan bahan baku 5. Keterbatasan teknologi Sedangkan keunggulan yang dimiliki oleh UKM dibanding dengan usaha besar antara lain sebagai berikut: 1. Inovasi dalam teknologi yang mudah terjadi dalam pengembangan produk 2. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil 3. Kemampuan
menciptakan
kesempatan
kerja
cukup
banyak
/
penyerapannya terhadap tenaga kerja 4. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis 5. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan Sedangkan jenis penggolongan usaha kecil antara lain sebagai berikut:
Pedagang daging dan ikan
Pedagang tekstil dan pakaian
Pedagang sayur dan rempah-rempah
Pedagang buah-buahan
34
D. Pengertian Fatwa DSN-MUI tentang Mudharabah Fatwa Dewan Syariah Nasional No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Mudharabah adalah penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun, kecuali diakibatkan dari kesalahan di sengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 tenatang Pembiayaan Mudharabah Yang didalammnya disebutkan sebagai berikut.17 1. Adapun Ketentuan Pembiayaan Mudharabah a. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh (Lembaga Keuangan Syariah) LKS b. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu epada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. c. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). d. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah dan LKS tidak ikut
17
Dewan Syari’ah Nasional No: 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
35
serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. f. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. h. Kriteria
pengusaha,
prosedur
pembiayaan,
dan
mekanisme
pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. i. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. j. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan. 2. Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah 1) Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
36
2) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: 3) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). 4) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. 5) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 6) Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. b) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. c) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 7) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: a) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan
37
harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 8) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. b) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu. 3. Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan Mudharabah 1) Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. 2) Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
38
3) Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 4) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan
di
antara
kedua
belah
pihak,
maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.