BAB II KONSEP DASAR
I.
Konsep Penyakit A. Pengertian Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh salmonella thypii, yang dapat ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii. ( Hidayat, 2006 ) Demam thypoid adalah infeksi demam sistemik akut yang nyata pada fogosit mononuclear dan membutuhkan tatanama yang terpisah (Smeltzer, 2001). Demam enterik adalah sindrom klinis sitemik yang dihasilkan oleh organisme salmonella tertentu. ( Nelson, 1999 ). Thypoid adalah suatu penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran ( Mansjoer, 1999 )
B. Fisiologi Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus - menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi. Sistem pencernaan dimulai pada saat makanan masuk kedalam mulut dan di hancurkan oleh gigi. Penglihatan, penciuman dan pengecap makanan
6
mencetuskan saliva oleh reflek saraf. Saliva melumaskan makanan dan memungkinkan makanan untuk diubah menjadi massa yang lunak atau bolus.
Sebagian
makanan
dihancurkan
kemudian
dapat
lebih
menstimulasi reseptor-reseptor pengecap. Selain fungsi ini saliva juga mengandung enzim ptialin yang memulai pemecahan karbohidrat menjadi gula sederhana. Saliva di sekresi oleh 3 kelenjar utama yaitu : a. Kelenjar parotis yang menghasilkan saliva yang banyak mengandung air. b. Kelenjar sublingual. c. Kelenjar submandibular yang menghasilkan saliva berair dan berlendir ( Mansjoer, 1999 ).
C. Etiologi Tifus abdominalis disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C ( Mansjoer, 1999 ). Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang - kurangnya tiga macam antigen yaitu : a. Antigen O ( Ohne Hauch ) yaitu somatic antigen ( tidak menyebar ), terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida. b. Antigen H ( Hauch / menyebar ) terdapat pada flagella. c. Antigen Vi merupakan polisakarida kapsul verilen.
7
Ketiga jenis antigen tersebut didalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut aglutinin.
D. Patofisiologi Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sebagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos ( hidup ), kemudian kuman masuk kedalam usus ( plag payer ) dan mengeluarkan endotoksin sehingga
menyebabkan
bakterimia
primer
dan
mengakibatkan
peradangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh limfe akan menuju keorgan RES terutama pada organ hati dan limfe. Diorgan RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk kedalam pembuluh darah sehingga menyebar keorgan lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrient dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh akibatnya tubuh menjadi mudah lelah. Selain itu endotoksin yang masuk kepembuluh darah kapiler menyebabkan roseola pada kulit dan lidah hipermi. Konstipasi bisa menyebabkan komplikasi intestinal ( perdarahan usus, perfarasi,
8
peritonitis ) dan ekstra intestinal ( pneumonia, meningitis ). Endotoksi salmonella typhi membatu terjadiya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Namun pada typhi di sebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinya merangsang sintesis dan
pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang dalam perkembangbiakan kuman dapat mengakibatkan hipertropi splenomegali terjadi penekanan pada usus menyebabkan nyeri ( Mansjoer, 1999 ).
E. Manifestasi Klinik Manifestasi klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan dari pada orang dewasa. Masa tunas: 10 - 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala., pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul manifestasi klinik yang biasa ditemukan ialah : 1.
Demam Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur - angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam; pada
9
minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga. 2.
Gangguan pada saluran pencernaan Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya iemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
3.
Gangguan kesadaran Umumnya kesadaran pasien menurun walapun tidak berapa dalam, yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopora koma atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan ). Disamping gejala – gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik – bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar
10
F. Komplikasi Dapat terjadi : 1.
Pada usus halus a.
Pendarahan usus. Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda – tanda ranjatan.
b.
Perforasi usus Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritontis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum
c.
Peritonitis Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri tekan.
2.
Di luar usus Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis ( bakteremia ), yaitu meningtis, kolesistitis, ensefolopati. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumonia
11
G. Penatalaksanaan Pengobatan demam thypoid terdiri atas 3 bagian yaitu: 1.
Perawatan Pasien demam thypoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadi komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakuakan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah - ubah pada waktu - waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih
2.
Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga di berikan makanan lunak. Beberapa penelitian manunjukan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk- pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar ) dapat di berikan dengan aman.
12
3.
Obat. Obat – obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah: a.
Kloramfenikol. Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4 x 500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata - rata setelah 5 hari.
b.
Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypid sama dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun setelah rata - rata 5 - 6 hari.
c.
Ko-trimoksazol ( kombinasi dan sulfamitoksasol ). Dosis itu orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam ( 1 tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol ). Dengan kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata - rata setelah 5 - 6 hari.
d.
Ampicillin dan Amoksisilin. Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam thypid dengan leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75 150 mg / kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas
13
demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata - rata setelah 7 - 9 hari. e.
Sefalosforin generasi ketiga. Beberapa uji klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam thypoid, tatapi dan lama pemberian yang oktimal belum diketahui dengan pasti.
f.
Fluorokinolon. Fluorokinolon efektif untuk untuk demam thypoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
Obat-obat Simtomatik: 1.
Antipiretika Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien demam thypoid, karena tidak dapat berguna.
2.
Kortikosteroid pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap ( Tapering off ) selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.
14
H. Pathways Makanan terkontaminasi salmonella Mulut HCL ( Lambung ) Hidup
Tidak hidup
Usus terutama plag peyer Kuman meneluarkan endotoksin Bakteriema primer Difogosit
Tidak difogosit
Mati
Bakteriema sekunder
Pembuluh darah
usus halus
Hipotalamus
Kapiler
peradangan
menekan
Procesia
Tidak
pada kulit
hiperemi
Perubahan nutrisi
Mal absorbsi
termoreguler
nutrien
Hipertermi
Hiperperistaltik
cepat lelah
Usus
Intoleransi
Kurang dari
Diare
Kebutuhan tubuh
bedrest
Hepar Hipotasplenom endotoksin merusak hepar
SGOT / SGPT
aktifitas
reinterkasi usus Intestinal
komplikasi
ekstraintestinal
- perdarahan usus
- pneumonia
- peritonitis
- meningitis
15
I. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi 2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus 3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare 4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
J. Intervensi 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi Intervensi: 1a. Dorong tirah baring Rasional: Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi 1b. Anjurkan istirahat sebelum makan Rasional: Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan 1c. Berikan kebersihan oral Rasional : Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan
16
1d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan Rasional: Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan 1e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat Rasional: Nutrisi yang adekuat akan membantu proses 1f.
Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi Rasional: Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal sementara memberikan nutrisi penting.
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus Tujuan: Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal Intervensi: 2a. Pantau suhu klien Rasional: Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut 2b. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi Rasional: Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal 2c. Berikan kompres mandi hangat Rasional : Dapat membantu mengurangi demam 2d. Kolaborasi pemberian antipiretik
17
Rasional : Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus 3. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare Tujuan : Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal Intervensi: 3a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat Rasional : Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan
elektrolit
penyakit
usus
yang
merupakan
pedoman untuk penggantian cairan 3b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi 3c. Kaji tanda vital Rasional : Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan 3d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring Rasional : Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus
18
3e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral Rasional : Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan 4. Intoleransi aktivitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi akut Tujuan : Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas Intervensi: 4a. Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung Rasional : Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan 4b. Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit yang baik Rasional : Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan 4c. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi Rasional : Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan karena keterbatasan aktifitas yang menganggu periode istirahat 4d. Berikan aktifitas hiburan yang tepat (nonton TV, radio) Rasional : Meningkatkan relaksasi dan hambatan energi
19
II. Konsep Keluarga A. Definisi Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. ( DepKes, 2003, google. com, diakses tanggal 19 Maret 2009 )
B. Tipe / bentuk keluarga 1.
Keluarga inti ( Nuclear Family ), adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.
2.
Keluarga Besar (Extended Family ), adalah keluarga inti ditambah dengan satu saudara., misalnva nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, parnan, bibi, dan sebagainya.
3.
Keluarga bcrantai ( Serial Family ), adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lcbih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti
4.
Keluarga duda / janda (Single Family ), adalah keluarga yang terjadi kerena perceraian atau kematian.
5.
Keluarga berkomposisi ( Composite Family ), adalah keluarga perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
6.
Keluarga kabitas ( Cahabitation Family ), adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga
20
C. Tugas Keluarga 1.
Tugas keluarga dalam bidang kesehatan, yaitu sebagai berikut: a)
Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya
b) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat. c)
Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang tertalu muda.
d) Mempertahankan
suasana
dirumah
yang
menguntungkan
kesehatan perkembangan kepribadian anggota keluarga. e)
Mempertahankan hubungan timbai balik antara keluarga dan lembaga kesehatan. yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas kesehatan yang ada.
2.
Pada dasarnya tugas keluarga ada delapan, tugas pokok tersebut adalah, sebagai berikut: a) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya. b) Pemeliharaan sumber - sumber daya yang ada dalam keluarga. c) Pembagian tugas masing - masing anggotanya sesuai kedudukan masing - masing. d) Sosialisasi antar anggota keluarga. e) Pengaturan jumlah anggota keluarga. f) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga. g) Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas. h) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
21
D. Peran keluarga 1. Peran formal Keluarga a) Peran parental dan perkawinan Delapan peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami ayah dan istri - Ibu: 1) Peran sebagai provider ( penyedia ). 2) Peran sebagai pengatur rumah tangga. 3) Peran perawatan anak 4) Peran sosialisasi anak. 5) Peran rekreasi. 6) Perart persaudaraan ( kinship ) memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal. 7) Peran terapeutik ( memenuhi kebutuhan afektif pasangan ) 8) Peran seksual b) Peran perkawinan Kebutuhan bagi pasangan memelihara suatu hubungan perkawinan yang kokoh itu sangat penting. Anak - anak terutama dapat mempengaruhi hubungan perkawinan, menciptakan situasi dimana suami dan istri membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara suatu hubungan perkawinan yang memuaskan rnerupakan salah satu tugas perkembangan yang vital dari keluarga.
22
c) Peran informal 1) Pengharmonis : menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota, menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat. 2) Inisiator – kontributor : mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan tujuan kelompok. 3) Pendamai ( compromiser ) : merupakan salah satu bagian dari konflik dan ketidaksepakatan, pendamai inenyatakan kesalahan posisi
dan
mengakui
kesalahannya,
atau
menawarkan
penyelesaian " setengah jalan ". 4) Perawat keluarga : orang yang terpanggil untuk merawatm dan mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya. 5) Koordinator keluarga : mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga, berfungsi - mengangkat keterikatan / keakraban
E. Fungsi Keluarga 1. Fungsi biologis a) Untuk meneruskan keturunan. b) Memelihara dan membesarkan anak. c) Memenuhi kebutuhan grzi keluarga. d) Memelihara dan merawat anggota keluarga.
23
2. Fungsi Psikologis a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman. b) Mcmberikan perhatian diantara anggota keluarga. c) Memelihara dan merawat anggota keluarga. d) Memberikan identitas keluarga. 3. Fungsi Sosialisasi a) Membina sosialisasi pada anak. b) Membentuk norma - norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak. c) Meneruskan nilai - nilai budaya keluarga. 4. Fungsi Ekonomi a) Mencari sumber-sumber pcnghasilan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga. b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk mernenuhi kebutuhan keluarga. c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan dating misalnya pendidikan anak, jaminan hari tua dan sebagainya. 5. Fungsi pendidikan a) Menyekolahkan
anak
hntuk
memberikan
pengetahuan,
ketrampilan, dan membentuk prilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. b) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
24
c) Mendidik anak sesuai dengan tingkat - tingkat perkembangannya. 6. Fungsi perlindungan Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 7. Fungsi perasaan Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan perasaan anak dan anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 8. Fungsi religius Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah didunia ini. 9. Fungsi rekreatif Tugas keluarga dalam fungsi rekreatif ini tidak selalu harus pergi ketempat rekreasi, tetapi yang penting bagairnana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan kepribadian masing - masing anggotanya.
25
F. Keperawatan Kesehatan Keluarga 1. Definisi Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipnsatkan pada keluarga sebagai unit atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan mclalui perawatan sebagai saran / penyalur ( Murwani, 2007 ). 2. Alasan Keluarga sebagai unit pelayanan. a.
Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga yang menyangkut kehidupan masvarakat.
b.
Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya.
c.
Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
d.
Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu ( Pasien ), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan para anggotanya.
e.
Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk berbagai upaya kesehatan masyarakat.
26
G. Pengkajian Fokus 1.
Biodata Keluarga Fokus pengkajian untuk biodata keluarga berkaitan dengan umur, jenis kelamin, dan jumlah anggota keluarga yang ada pada keluarga. Umur sangat berkaitan dengan kejadian thypoid yaitu pada usia 3 – 19 tahun. Dan thypoid juga lebih sering menyerang anak – anak usia sekolah dasar, ini dikarenakan mereka lebih suka jajan yang belum tentu bersih dalam pengolahan bahan makanan, dari pada makan dirumah. Anak usia sekolah rata – rata tidak tahu penyebab dari penyakit thypoid abdominalis, ini diperburuk dengan para orang tua tidak memperhatikan pola jajan dari anak – anak mereka.
2.
Riwayat Keluarga Thypoid bisa disebabkan karena adanya riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit thypoid. Mengingat penularan salmonella thypi salah satunya adalah pasien dengan carier orang yang sembuh dari demam thypoid dan terus mengekspres salmnella thypi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun.
3.
Karakteristik Lingkungan Lingkungan sangat berpengaruh terhadap penyebab terjadinya Thypoid, yaitu lingkungan yang kotor akan beresiko tinggi untuk terkena penyakit thypoid.
27
4.
Fungsi Perawatan Kesehatan Pada keluarga yang pernah menderita thypoid perawatan kesehatan perlu dilakukan seperti mengatur diit nya yaitu jangan makan yang keras – keras, pedas dan masam. Pada keluarga Tn.S jika sakit selalu periksa ke Puskesmas atau ke pelayanan kesehatan terdekat
H. Proses Keperawatan Keluarga Proses keperawatan keluarga adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu yang telah dilaksanakan terhadap keluarga ( Friedman, 1998 ). 1. Pengkajian Keluarga Membagi proses pengkajian keperawatan keluarga ke dalam tahap – tahap meliputi identifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga. 2.
Mengidentifikasi Data Data –data dasar yang digunakan oleh perawat untuk mengukur keadaan pasien dengan memakai norma kesehatan keluarga maupun sosial yang merupakan sistem integrasi dan kesanggupan untuk mengatasinya
28
Pengumpulan data pada keluarga dengan Thypoid difokuskan pada komponen – komponen yang berkaitan dengan Thypoid. 3.
Data Identitas a.
Usia Usia sangat berkaitan dengan kejadian thypoid yaitu pada usia 3 – 19 tahun. Dan thypoid juga lebih sering menyerang anak – anak usia sekolah dasar, ini dikarenakan mereka lebih suka jajan yang belum tentu bersih dalam pengolahan bahan makanan, dari pada makan dirumah. Anak usia sekolah rata – rata
tidak tahu penyebab dari penyakit
thypoid abdominalis, ini diperburuk dengan para orang tua tidak memperhatikan pola jajan dari anak – anak mereka. b.
Jenis Kelamin Pada pria lebih bresiko terkena penyakit thypoid ataupun terpapar dengan kuman salmonella typhi dibandingkan wanita karena aktivitas di luar rumah lebih banyak pria dari pada wanita. ( Artikel Mahasiswa Fakultas Kedokteran UH, 2005, google.com, diakses tanggal 10 Maret 2009 ).
c.
Lingkungan Penyakit thypoid merebak didaerah yang kebersihan lingkungannya kurang diperhatikan, misalnya saja didaerah yang kumuh atau kotor dan banyak lalat. Banyaknya lalat didaerah yang kumuh akan menjadi perantara pindahnya kuman
29
ke manusia, dimana penyebaran salmonella thypi ini melalui muntahan, urine, dan kotoran dari penderita yang kemudian terbawa oleh lalat, lalat itu megontaminasi makanan, minuman, sayuran maupun buah – buahan yang terbuka, sehingga orang yang mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi dengan kuman salmonella thypi akan beresiko terkena penyakit thypoid. ( Artikel Mahasiswa Fakultas Kedokteran UH, 2005, google. com, diakses tanggal 10 Maret 2009 ). d.
Pekerjaan Orang yang bekerja pada lingkungan yang kumuh dan kotor lebih beresiko terkena penyakit thypoid, misalnya pemulung.
e.
Pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi fungsi kognitif karena dengan pendidikan yang rendah, daya ingat klien, afektif dan psikomotorik dalam pengelolaan penderita thypoid mereka tidak mengenal tentang thypoid dan akibat serta pentingnya fasilitas kesehatan.
f.
Hubungan (genogram). Dalam anggota keluarga penularan kuman salmonella thypi melalui 2 sumber yaitu adanya anggota leluarga yang saat itu sedang menderita penyakit thypoid dan adanya anggota keluarga dengan carier (orang yang sembuh dari penyakit
30
thypoid dan terus mengeksresi salmonella thypi, tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun. (Artikel Mahasiswa Fakultas Kedokteran UH, 2005, google. com, diakses tanggal 10 Maret 2009 ). g.
Kebiasaan. Kebiasaan yang paling berpengaruh pada
proses
terjadinya penyakit thypoid yaitu hygiene personal yang kurang. Kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan ataupun kebiasaan memelihara kuku yang panjang akan mempermudah masuknya kuman kedalam tubuh. (Artikel Mahasiswa Fakultas Kedokteran UH, 2005, google. com, diakses tanggal 10 Maret 2009 ). 1. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga a. Tahap Perkembangan Keluarga Tahap
perkembangan
keluarga
yang
beresiko
mengalami masalah thypoid adalah tahap perkembangan keluarga dengan anak usia sekolah, karena pada fase ini umumnya keluarga mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk dan kurang memperhatikan pola jajan dari anak mereka.Dimana dalam pengolahan bahan makanan tersebut belum tentu bersih dari pada makan dirumah. Anak usia sekolah rata – rata tidak tahu penyebab dari penyakit thypoid.
31
2. Riwayat Kesehatan Keluarga Thypoid tidak ada kaitannya dengan penyakit yang lain misalnya penyakit hipertensi, DM, dan lain – lain, karena penyakit thypoid kaitannya adalah dengan lingkungan ( lingkungan yang kotor dan kumuh ) meskipun thypoid adalah penyakit menular, namun penularan penyakit thypoid yaitu melalui carier atau orang yang sembuh dari penyakit thypoid dan masih mengekskresi salmonella thypii dalam kemih selama lebih dari satu tahun. 3. Data Lingkungan a) Kondisi Rumah atau Karakteristik Rumah Penataan perabot rumah yang kurang diperhatikan atau tidak teratur seperti tempat makanan dan tempat sampah yang dibiarkan terbuka akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit thypoid, karena penyakit thypoid sering terjadi pada daerah yang kebersihan lingkungannya kurang diperhatikan misalnya saja dilingkungan yang kumuh dan kotor serta banyak lalat. b). Karakteristik Lingkungan dan Komunitas, menjelaskan tentang karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat c). Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana keluarga berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
32
d). Sistem pendukung Pengelolaan pasien post opname thypoid dikeluarga sangat membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga dan petugas dari pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat. Semuanya berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan mengontrol perkembangan kesehatan anggota keluarga yang habis menderita penyakit thypoid. 4. Struktur Keluarga a. Pola Komunikasi Adanya komunikasi yang terbuka antara keluarga sangat berpengaruh terhadap
kesembuhan penyakitnya, karena
dengan komunikasi yang terbuka dapat mengetahui masalah kesehatan keluarga secara dini. b. Struktur Pengambilan Keputusan Kekuasaan dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang tepat untuk merawat anggota keluarga yang sakit, karena pengambilan keputusan yang tepat dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut. c. Peran Peran kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan keluarga terutama dalam penyediaan kebutuhan anggota keluarga yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
33
d. Nilai atau Norma Nilai atau norma yang dianut oleh keluarga sangat berpengaruh terhadap cara perawatan anggota keluarga yang sakit. 5. Fungsi Keluarga 1) Fungsi Afektif Kekurangan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit mengakibatkan penderita thypoid tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan, sehingga dapat menimbulkan terjadinya komplikasi lebih lanjut. 2) Fungsi Sosial Untuk memperoleh informasi yang tepat tentang thypoid dan cara penanggulangannya. 3) Fungsi Perawatan Keluarga Pendidikan ataupun pengetahuan yang kurang mempunyai kecenderungan
lebih
tinggi
untuk
menderita
thypoid
(Friedman, 1998). a) Mengenal Masalah Kesehatan Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah thypoid adalah salah satu faktor penyebab karena apabila keluarga tidak mampu mengenal masalah thypoid, penyakit tersebut akan mengakibatkan komplikasi.
34
b) Merawat Anggota Keluarga yang Sakit Ketidakmampuan
keluarga
dalam
merawat
anggota
keluarga yang sakit thypoid dikarenakan oleh ketidaktahuan tentang penyakit, misalnya penyebab, gejala, perawatan, pencegahan, komplikasi, serta diit thypoid. c) Memodifikasi Lingkungan Ketidakmampuan keluarga memelihara dan memodifikasi lingkungan dapat beresiko untuk dilihat dari kebiasaan An. B yang tidak sehat yaitu menjalankan diit yang salah dan memelihara kuku yang panjang serta keadaan tempat sampah yang terbuka. 4) Fungsi Reproduksi Dalam keluarga penyakit thypoid merupakan penyakit yang dapat ditularka kepada anggota keluarga yang lain. 5) Fungsi Ekonomi Keadaan ekonomi yang rendah menyebabkan penyakit thypoid tidak
diperhatikan
perawatan
ataupun
pengobatannya,
sementara penyakit thypoid juga sering diderita oleh kalangan ekonomi menengah kebawah.
35
I. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan SGOT dan SPGT Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya demam thypoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan pembatasan pengobatan. 2.
Pemeriksaan Leukosit Pada demam thypod terdapat Leukopenia dan Limfositosis relatif , tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kehanyakan kasus demam thypoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada dalam batas normal, malahan kadang-kadang terjadi leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Leukositosis : Peningkatan jumlah Leukosit Leukopenia : Penurunan jumlah Leukosit Nilai normal Leukosit : Dewasa : Total :4500-10000 µL Anak usia 2 tahun : 6000-17000 µL Bayi baru lahir : 9000-30000 µL
3.
Biakan Darah Biakan darah positif memastikan demam thypoid tetapi biakan darah negatif tidak menunjukan demam thypoid. Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor : a.
Teknik Pemeriksaan Laboratorium
36
Hasil pemeriksaan laboratorium satu dengan yang lain berbeda. Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan tehnik dan media biakan yang digunakan karena jumlah kuman yang bcrada dalam darah hanya sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah ( dewasa 5 - 10 ml, anak 2-5 ml ) dan darah tersebut harus segera ditanam dalam media biakan sewaktu berada di sisi pasien
dan
langsung
dikirim
ke
laboratorium.
Waktu
pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada waktu bakteriemia berlangsung b.
Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit Pada demam tifoid biakan darah terhadap Salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya, pada waktu kambuh biakan dapat positif lagi.
c.
Vaksinasi dimasa Lampau Vaksinasi pada masa lampau menimbulkan antibody dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia, hingga biakan darah mungkin negative.
d.
Pengobatan dengan obat antimikrobia Bila pasien sebelum biakan darah sudah mendapat obat antimikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negative
37
e.
Kepekaan Salmonella typhi terhadap obat antimikrobia Penelitian di laboratorium kesehatan perum
bio farma
menunjukaan bahwa selama 1984 – 1990 Salmonella typhi dan Salmonella. paratyphi A masih 100% sensitive terhadap Kloramfeniol 83,3%-100% sensitive terhadap ampisilin dan 97% - 100% sensitive terhadap kotrimoksasol. 4.
Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibobodi ( aglutinin ). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah tertular salmonella dan pada orang yang pernah difaksinasi terhadap demam thypid. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita thypoid.Akibat infeksi Salmonella typhi pasien membuat antibody (aglutinin), yaitu : a.
Aglutinin O , yang dibuat Karena rangsang antigen O ( berasal dari tubuh kuman )
b.
Aglutinin H, karena rangsangan antigen H ( berasal dari flagella kuman )
c.
Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi ( berasal dari simpai kuman ) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya agglutinin 0 dan H yang
ditemukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin
38
besar kemungkinan pasien menderita demam thypoid. Pada infeksi yang aktif, titer uji widal akan meningkat. Pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selang paling sedikit 5 hari. Perlu diketahui bahwa ada jenis dari demam thypoid yang mempunyai gejala hampir sama, hanya bedanya demam biasanya tidak terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang terdapat pada paratifoid A, B, C, untuk menemukan kuman penyebab perlu pemeriksaan darah seperti pasien thypoid. Interpretasi Uji Widal Tidak ada konsensus baku mengenai tingginya titer uji widal yang mempunyai nilai diagnostik yang pasti untuk demam thypoid. Biakan darah positif memastikan demam thypoid, tetapi biakan darah negative tidak menyingkirkan demam tifoid. Peningkatan titer uji widal selama 2 sampai 3 minggu, memastikan diagnosis demam thypoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibody O 1/320 atau titer antibody H 1/640 menyokong diagnosis demam thypoid pada pasien dengan gambaran klinis yang sama.
39
1