BAB II KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN Ada beberapa pengertian yang menjelaskan tentang mola hidatidosa. Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan hidrofili (Sarwono, 1997). Mola hidatidosa adalah kehamilan dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan edematus (Sarwono, 1997). Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologi dari korion yang ditandai dengan : a. Degenerasi kistis dari villi disertai pembengkakan hidropik. b. Avaskularitas atau tidak adanya perubahan darah janin. c. Proliferasi jaringan trofoblastic (Ben-Zion, 1994). Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan dimana setelah fertilisasi hasil konsepsi tidak berkembang menjadi embrio tetapi terjadi proliferasi dari villi korealis disertai dengan degenerasi hidrofik (Saifuddin, 2000).
B. KLASIFIKASI MOLA HIDATIDOSA Menurut Cuningham, 1995. Mola hidatidosa terbagi menjadi dua yaitu : 1. Mola hidatidosa komplek (klasik), jika tidak ditemukan janin. Villi korealis diubah menjadi masa gelembung-gelembung bening yang
1
besarnya berbeda-beda. Masa tersebut dapat tumbuh membesar sampai mengisi uterus yang besarnya sama dengan kehamilan normal lanjut. Struktur histologinya mempunyai sifat : a. Degenerasi hidropik dan pembengkakan stroma villi. b. Tidak terdapat pembuluh darah di dalam villi yang bengkak. c. Proliferasi sel epitel trofoblas dengan derajat yang beragam. d. Tidak terdapat janin dan amnion. 2. Mola Hidatidosa Partialis Bila perubahan mola hanya lokal dan tidak berlanjut dan terdapat janin atau setidaknya kantung amnion, keadaan tersebut digolongkan mola hidatidosa partialis. Terdapat pembengkakan villi yang kemajuannya lambat, sedangkan villi yang mengandung pembuluh darah yang lain yang berperan dalam sirkulasi fito placenta, jarang Hiperflasi trofoblas hanya lokal tidak menyeluruh (Jacobs, 1982).
2
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Gambar : Alat Reproduksi Wanita Bagian Dalam (Sumber : Ester, 1998). Alat kelamin dalam terdiri dari : 1. Liang senggama (Vagina) 2. Rahim (uterus) 3. Saluran telur (Tuba Falopi) 4. Indung telur (Ovarium)
1. Liang Senggama (Vagina) Suatu saluran yang menghubungkan rahim dengan aurat. Terletak antara kandung seni dan poros usus (rectum). Dinding depan liang senggama (9 cm) lebih pendek dari dinding belakang (11 cm). Pada puncak liang senggama menonjol leher rahim (serviks uteri) yang disebut porsio uteri.
3
Faal dari liang senggama yaitu : a. Sebagai alat persetubuhan b. Sebagai saluran keluar dari rahim, merupakan jalan keluar dari darah haid dan getah dari rahim c. Sebagai jalan lahir pada waktu persalinan 2. Rahim (Uterus) Merupakan alat yang berongga dan berbentuk seperti bola lampu yang pipih. Pada wanita dewasa belum pernah melahirkan ukurannya seperti berikut : a. Panjang : + 7,5 cm b. Lebar
: + 5 cm
c. Tebal
: + 2,5 cm
d. Berat
: + 50 gr
Terletak diantara kandung seni dan poros usus. Terdiri dari : badan rahim (korpus uteri) dan leher rahim (serviks uteri) Bagian-bagian dari rahim : a. Dasar rahim Bagian dari badan rahim yang terletak antara kedua pangkal saluran telur. b. Rongga rahim (kavum uteri) Berbentuk segitiga, lebar di daerah dasar rahim dan sempit ke arah leher rahim. Diliputi oleh selaput lendir yang dinamakan endometrium. c. Saluran leher rahim (kanalis servikalis)
4
Hubungan antara rongga rahim dan saluran leher rahim disebut rahim dalam (Ostium Uteri Infernum). Muara saluran leher rahim ke dalam vagina disebut mulut rahim luar (Ostium Uteri Eksternum). d. Dinding rahim Terutama terdiri dari otot polos yang disusun sebegitu rupa hingga dapat mendorong isinya keluar pada waktu persalinan. 3. Saluran Telur (Tuba Falopi) Ada 2 saluran telur kiri dan kanan. Berjalan dari tanduk rahim kanan kiri (kornu uteri) ke arah sisi (lateral). Panjangnya 12 cm. Ujung dari saluran telur berumbai disebut Umbai (Fimbria). Faal utama saluran telur adalah untuk membawa telur yang dilepaskan oleh indung telur ke jurusan rongga rahim. Umbai berperan dalam menangkap telur yang dikeluarkan oleh indung telur. 4. Indung Telur (Ovarium) Ada 2 indung telur, kanan dan kiri. Berbentuk seperti kemiri yang pipih. Indung telur mengandung sel-sel telur muda, folikel primordial, folikel degraaf, badan kuning (korpus luteum), badan putih (korpus albikans). Indung telur membentuk zat-zat hormon : estrogen dan progesteron, yang berperan dalam peristiwa haid.
5
D. ETIOLOGI Menurut Moechtar, 1990. Penyebab mola hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab adalah : 1. Faktor ovum Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan. 2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya. 3. Parietas tinggi Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat diidentifikasikan dan penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal). 4. Kekurangan protein Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada waktu hamil sangat meningkat
6
apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal. 5. Infeksi virus Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.
E. PATOFISIOLOGI Menurut Sarwono, 1994, Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak sempurnanya peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur kehamilan 3 – 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi. Dan menurut Cuningham, 1995. Dalam stadium pertumbuhan mola yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal, namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat perubahan sebagai berikut : 1. Perdarahan Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten
7
selama berminggu-minggu atau setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai. Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai. 2. Ukuran uterus Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya. Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita multipara, khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal. Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak. 3. Aktivitas janin Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta yang kembar pada kehamilan mola hidatidosa komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup. 4. Embolisasi Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar dari dalam uterus dan masuk aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang
8
terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut trofoblas ini dapat menginfasi parenkin paru. Sehingga terjadi metastase yang terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja (corio carsinom metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proliferasi dan menimbulkan kematian wanita tersebut tidak mendapatkan pengobatan yang efektif. 5. Ekspulsi Spontan Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang lebih dari 28 minggu.
F. MANIFESTASI KLINIK Menurut Wiknjosastro, 2002. Manifestasi klinik dari kehamilan Mola hidatidosa adalah: 1. Hampir sebagian besar kehamilan mola akan disertai dengan peningkatan pada HCG.
9
2. Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus iminen tetapi gejala mual muntah lebih hebat, sering disertai gejala seperti pre eklamsi. 3. Pemeriksaan USG, akan menunjukkan gambaran seperti sarang tawon tanpa disertai adanya janin. 4. Diagnosa pasti, adalah dengan melihat jaringan mola, baik melalui ekspulsi spontan ataupun biopsy spontan pasca perasat hanifa dan acosta sisson.
G. KOMPLIKASI Menurut Wiknjosastro, 1999. Komplikasi dari kehamilan Mola hidatidosa yaitu: PTG (Penyakit Trofoblast Ganas)
H. PENATALAKSANAAN Berhubungan dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa itu menjadi ganas maka terapi bagi wanita yang masih mengiginkan anak maka setelah diagnosa mola dipastikan dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan disertai dengan pemberian infus oksitosin intra vena. Sesudah itu dilakukan kerokan dengan karet tumpul untuk mengeluarkan sisa konsepsi sebelum mola dikeluarkan sebaiknya dilakukan pemeriksaan rontgen paru-paru untuk menentukan ada tidaknya metastase di tempat tersebut. Setelah mola dilahirkan dapat ditemukan bahwa kedua ovarium membesar menjadi kista tuba uteri. Kista ini tumbuh karena pengaruh hormonal dan mengecil sendiri (Moechtar, 1990).
10
Mola hidatidosa diobati dengan 4 tahap sebagai berikut : 1. Perbaikan umum Pengeluaran gelembung mola yang disertai perdarahan memerlukan transfusi sehingga penderita tidak jatuh syok. Disamping itu setiap evakuasi jaringan mola dapat diikuti perdarahan. Hingga persiapan darah menjadi program vital pada waktu mengeluarkan mola dengan curetage dipasang infus dan uretoronika dulu sehingga pengecilan rahim dapat mengurangi perdarahan. 2. Pengeluaran jaringan mola hidatidosa a. Evakuasi jaringan mola hidatidosa Dilakukan dengan vakum curetage yaitu alat penghisap listrik yang kuat hingga dapat menghisap jaringan mola yang cepat. Penggunaan alat listrik mempunyai keuntungan cepat menghisap dan mengurangi perdarahan. Evakuasi jaringan mola hidatidosa dilakukan dua kali dengan interval satu minggu. b. Histerektomi Dengan pertimbangan umur (diatas 35 tahun) parietas diatas 3 maka penderita mola hidatidosa dilakukan tindakan radikal histerektomi. 3. Pengobatan profilaksis dengan sitostatika Mola hidatidosa merupakan penyulut trofoblas yang berkelanjutan menjadi koriokarsinoma. Untuk menghindari terjadinya degenerasi ganas diberikan profilaksis
dengan
sitostatika
metotraksan
atau
aktinomicyn
D.
Pengobatan profilaksis sitostatika memerlukan perawatan rumah sakit.
11
4. Pengawasan lanjut Pengawasan lanjutan pada wanita dengan mola hidatidosa yang uterusnya dikosongkan sangat penting karena mungkin timbul tumor ganas. Penentuan kadar kuantitatif HCG subyektif unit beta dilakukan tiap minggu.
I. PENGKAJIAN FOKUS Menurut Doenges, 1999. Pengkajian fokus yang mungkin terjadi pada pasien Mola hidatidosa yaitu sebagai berikut : 1. Sirkulasi Perdarahan yang berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan volume cairan dalam tubuh. Sehingga sirkulasi darah dalam tubuh terganggu, serta dapat mengakibatkan Syok hipovolemik. 2. Integritas ego Dapat mengekspresikan perasaan tidak adekuat. 3. Makanan / Cairan Penambahan berat badan mungkin tidak sesuai dengan masa gestasi (penambahan yang lebih kecil dapat berakibat negatif bagi janin). Diabetes dependen-insulin pada ibu. Adanya gangguan pola makan (misal: anoreksia nervosa, bulimia, atau obesitas). 4. Keamanan Infeksi (misal: penyakit hubungan kelamin [PHS], penyakit inflamasi pelvis). Adanya gangguan kejang, derajat / metode kontrol. Pemajanan
12
bermakna pada radiasi, kimia toksin, atau infeksi teratogen (misal: rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus, human immunodeficiency virus / AIDS dan PHS lain), infeksi pascanatal (misal: meningitis, ensefalitis), kekurangan stimulasi / nutrisi pascanatal. Presentasi bokong (khususnya pada anensefali). 5. Seksualitas Riwayat pernah melakukan aborsi dua kali atau lebih pada trimester pertama, kematian janin, atau anak dengan abnormalitas kromosom. Trauma kelahiran atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat diidentifikasi. Penggunaan stimulan ovulasi seperti klomifen atau menotropins (pergonal). 6. Interaksi Sosial Pernikahan antar-keluarga (konsanguinitas). Rasa bersalah / menyalahkan diri sendiri atau pasangan yang membawa gen defektif. 7. Penyuluh / Pembelajaran Riwayat keluarga yang positif diketahui ada penyimpangan genetic atau penyimpangan keturunan (misal: sel sabit, fibrosis, kistik, hemofilia, phenilketonuria, cacat kraniospinal, malformasi ginjal, talasemia, korea Huntington), penyimpangan pada keluarga (kanker, penyakit jantung, diabetes, alergi), abnormalitas congenital (sindrom down, retardasi mental, kerusakan tuba neural), atau penyimpangan metabolic bawaan dari lahir (misal: penyakit urin sirup maple, penyakit Tay-Sachs).
13
Latar belakang etnik pada risiko penyimpangan khusus (misal: Black African, Mediteranian, Ashkenazi Jewish). Penggunaan obat (alcohol, obat bebas, diresepkan atau obat jalanan, obat antikonvulsan).
14
J. PATHWAYS KEPERAWATAN MOLA HIDATIDOSA Ovum yang sudah atropi, sosial ekonomi yang rendah (kekurangan gizi), infeksi virus, parietas yang tinggi, imunoselektif dari trofoblast
Hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur 3 – 5 minggu
Pembuluh darah villi tidak berfungsi
Penimbunan cairan di dalam jaringan chorialis
Perdarahan yang terus menerus
Pre Curetage
Kehilangan cairan darah yang banyak
Kekurangan volume darah atau cairan
Curetage
Psikologis
Fisik
< pengetahuan
Perlukaan jalan lahir
Cemas
Perdarahan
Nyeri Resti Infeksi
Resti Syok Hipovolemik
Kehilangan darah
Perubahan volume cairan
Resti Syok Hypovolemik
Lemah
Kurang perawatan diri di i
Sumber : Cuningham, 1995 dan Moechtar, 1990
15
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Mola hidatidosa adalah sebagai berikut : 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan. 2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri. 3. Resti infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervaginam yang abnormal, dan perlukaan jalan lahir. 4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi serviks. 5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keadaan umum yang lemah. 6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.
L. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL 1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler berlebihan ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekuensi nadi, penurunan urine. Kriteria hasil : Mendemonstrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan. Intervensi
:
a. Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah Rasional
: Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa.
b. Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava manuver koitus.
16
Rasional : Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas peningkatan tekanan atau abdomen atau orgasme (yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat merangsang perdarahan. c. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, terlentang. Rasional : Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak d. Catat tanda-tanda vital (TD, Nadi, RR, Suhu) Rasional
: Membantu menentukan beratnya kehilangan darah
e. Pantau aktivitas uterus dan adanya nyeri tekan abdomen Rasional : Membantu menentukan sifat hemoragi dan kemungkinan hasil dari peristiwa hemoragi. 2. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian pada diri sendiri ditandai dengan pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan stimulasi simpatis. Kriteria
: Melaporkan / menunjukkan berkurangnya ketakutan atau hasil perilaku yang menunjukkan ketakutan.
Intervensi
:
a. Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien atau pasangan. Rasional : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi. b. Pantau respon verbal dan non verbal klien / pasangan Rasional : Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien / pasangan. c. Dengarlah masalah klien dan dengarkan secara aktif.
17
Rasional : Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan solusi sendiri. d. Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan sebanyak mungkin. Rasional : Menjadi
mampu
melakukan
sesuatu
untuk
membantu
mengontrol situasi dapat menurunkan rasa takut. e. Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala Rasional : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi 3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pengeluaran darah pervagina yang abnormal. Kriteria hasil : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh Intervensi
:
a. Catat suhu, catat jumlah bau, warna darah pervagina Rasional : Kehilangan
darah
berlebihan
dengan
penurunan
Hb,
meningkatkan resiko klien untuk terkena infeksi. b. Catat masukan / keluaran urin, catat berat jenis urine. Rasional : Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan keluaran urine. c. Pantau respon merugikan pada pemberian produk darah. Rasional : Pengenalan dan intervensi dini dapat mencegah situasi yang mengancam hidup.
18
d. Berikan informasi tentang resiko penerimaan produk darah Rasional : Komplikasi seperti hepatitis dan (HIV/AIDS) dapat tidak bermanifestasi selama perawatan di rumah sakit. e. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian penggantian cairan. Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi untuk mengatasi kehilangan cairan atau syok. f. Kolaborasi pemberian antibiotik secara parental Rasional : Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan infeksi.
4. Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot atau dilatasi servik ditandai dengan melaporkan nyeri dan perilaku disfraksi. Kriteria hasil : Melaporkan nyeri / ketidaknyamanan hilang / terkontrol. Intervensi
:
a. Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri Rasional
: Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan.
b. Kaji stress psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap kejadian. Rasional : Ansietas
sebagai
respon
terhadap
situasi
darurat
dapat
memperberat derajat ketidaknyamanan. c. Berikan lingkungan yang tenang dan aktivitas untuk mengalihkan rasa nyeri. Rasional : Dapat membantu dalam menurunkan tingkat ansietas dan karenanya mereduksi ketidaknyamanan.
19
d. Kolaborasi untuk tindakan curetage bila diindikasikan. Rasional : Untuk menghilangkan nyeri.
5. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keadaan umum yang lemah ditandai dengan keadaan umum pasien lemah. Kriteria hasil : - Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aktivitas perawatan diri. - Pasien
dapat
mewujudkan
kebersihan
optimal
sesudah
perawatan dengan dibantu. Intervensi : a. Kaji penyebab atau penunjang. Rasional : Mengetahui penyebab masalah yang muncul pada pasien. b. Tingkatkan partisipasi optimal. Rasional : Melatih kemampuan atau partisipasi
dan toleransi pasien
terhadap aktivitas. c. Tingkatkan harga diri dan inisiatif diri. Rasional : Memberikan motivasi pada pasien tentang pentingnya Personal hygiene. d. Evaluasi keterbatasan untuk berpartisipasi dalam perawatan diri (makan, berpakaian, mandi, dan toileting). Rasional : Mengevaluasi pasien tentang keterbatasan untuk berpartisipasi dalam pemenuhan Personal hygiene.
20
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan dan tidak mengenal sumber-sumber informasi. Kriteria hasil : Mengungkapkan dalam istilah sederhana, patofisiologi dan implikasi situasi klinis Intervensi
:
a. Jelaskan tindakan dan rasional yang ditentukan untuk kondisi hemoragic. Rasional : Memberikan informasi, memperjelas kesalahan konsep dan dapat membantu menurunkan stress yang berhubungan. b. Berikan kesempatan bagi klien untuk mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan kesalahan konsep. Rasional : Memberikan klasifikasi dari konsep yang salah, identifikasi masalah-masalah dan kesempatan untuk mulai mengembangkan ketrampilan koping. c. Diskusikan kemungkinan implikasi jangka pendek dan jangka panjang dari keadaan perdarahan. Rasional
: Memberikan informasi tentang kemungkinan komplikasi.
d. Tinjau ulang implikasi jangka panjang terhadap situasi yang memerlukan evaluasi dan tindakan tambahan Rasional : Kadar HCG harus dipantau selama 1 tahun setelah pengeluaran mola hidatidosa.
21