MOLA HIDATIDOSA LAPORAN KASUS
Oleh : dr.Yusni Waty Simbolon Pembimbing : dr.Sudarmanto, Sp.Rad
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................ 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
BAB III
LAPORAN KASUS......................................................................... 11
BAB IV
PEMBAHASAN ............................................................................. 15
BAB IV
KESIMPULAN .............................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 23 LAMPIRAN .......................................................................................................... 25
ii
BAB I PENDAHULUAN
Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal ditandai dengan villi korialis yang mengalami perubahan hidrofobik membentuk kelompok-kelompok menyerupai buah anggur.1,2,3 Mola Hidatidosa ( MH ) merupakan salah satu tipe penyakit trofoblas gestasional (Gestational Trophoblast Disease, GTD), yakni
penyakit
berasal dari sel yang pada keadaan normal berkembang menjadi plasenta pada masa kehamilan,
meliputi berbagai penyakit yang berasal dari sel-sel trofoblast yang
diklasifikasikan World Health Organization sebagai mola hidatidosa parsial (Partial Mola Hydatid, PMH), mola hidatidosa komplit ( Complete Mola Hydatid, CMH), koriokarsinoma,
mola
invasif,
dan placental
site
trophoblastic
tumors.
Molahidatidosa adalah tipe GTD tersering ditemukan dan merupakan neoplasma jinak dari sel trofoblast.1,2,4,5 Mola dianggap sebagai lesi prakanker karena 15-20% dari mola hidatidosa lengkap (CMH) dan 1% dari mola hidatidosa parsial (PMH) mengalami transformasi maligna.1,2,6 Insidensinya lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika latin jika dibandingkan dengan insidensi di Amerika Serikat, Australia dan negara-negara di Eropa. Angka kejadian mola hidatidosa di Amerika Serikat ialah 1 kejadian kehamilan mola dari 1.000
- 1500 kehamilan. Insidensi mola di Asia
dilaporkan terjadi 2 kejadian kehamilan mola dari 1000 kehamilan. Di Timur Jauh bahkan tercatat 1 kejadian dalam 90 kehamilan. Kehamilan mola dapat terjadi di semua umur wanita hamil, angka kejadian tersering adalah pada wanita hamil berusia kurang dari 20 tahun dan berusia antara 40 sampai 50 tahun.1,5,7,8 Persangkaan terhadap pasien GTD didasarkan adanya gejala klinis berupa perdarahan pervaginam, pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan disertai peningkatan kadar serum human chorionic gonadotrophyn ( hCG ). Simptom kehamilan mola seperti pembesaran uterus, perdarahan pervaginam, hipertensi yang 1
diinduksi kehamilan, hiperemesis, anemia dan ketiadaan denyut jantung janin tidaklah spesifik dan masih mungkin tidak muncul sebelum kehamilan trimester kedua. Pemeriksaan ultrasonografi (US)
merupakan modalitas pilihan dalam
penegakan diagnosis serta adanya peningkatan kadar serum hCG. Gambaran klasik pemeriksaan
US
kasus
kehamilan
mola
komplit
menampilkan
gambaran
“snowstorm”.4,5 Alasan pemilihan kasus ini karena merupakan kasus yang sangat jarang didapatkan di instalasi radiologi. Tujuan pemilihan kasus ini agar kita dapat mengetahui dan memahami gambaran mola hidatidosa dengan modalitas US paling sederhana.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan fisiologi Uterus adalah organ berongga yang tebal, berotot, panjang kurang lebih 7,5 cm dan lebar 5cm dengan berat 30 – 40 gram. Terletak dalam rongga panggul minor di antara kandung kemih dan anus, ototnya disebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritoneum menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, posisi uterus pada wanita dewasa bervariasi tergantung dari kondisi kandung kencing dan rectum. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan di bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterine. Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu : fundus yang terletak di atas muara tuba uterine; korpus uteri yang melebar dari fundus ke serviks; isthmus terletak antara korpus dan serviks, bagian bawah uterus yang sempit disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga korpus uteri melalui ostium uteri interna dan bersambung dengan rongga vagina melalui ostium uteri eksterna.9 Sekitar 5 hari setelah pembuahan terjadi dalam tuba fallopi, blastosit mencapai uterus. Blastosit terdiri atas inner cells dan outer cells, inner cells dari blastosit kemudian akan berkembang menjadi fetus. Bagian luar blastosit (outer cells) dilapisi sel yang disebut trofoblast. Plasenta berkembang dari blastosit trofoblas dan merupakan organ pertama kehamilan yang berdiferensiasi.
Trofoblast akan
berkembang menjadi bermacam sel yang ditemukan di placenta. Selain itu, trofoblast plasenta memediasi terjadinya implantasi, merangsang produksi hormon kehamilan ( β-Human Chorionic Gonadotrophyn ), memberikan perlindungan sistem kekebalan tubuh bagi janin dan meningkatkan aliran darah vaskuler dari ibu ke plasenta. Sel-sel trofoblast yang terletak di kutub embrio blastosit mulai menembus mukosa rahim pada hari ke-6. Hari ke-9 perkembangannya, blastosit tertanam lebih dalam ke 3
endometrium.Trofoblast memperlihatkan kemajuan besar dalam perkembangannya, terutama di kutub embrio dimana vakuola muncul dalam syncytium (hari 9). Awal bulan ke-2, trofoblas ditandai oleh sejumlah besar vili sekunder dan tersier yang memberikan tampilan radial. Pada kutub embrio, vili banyak dan terbentuk dengan baik sedangkan pada kutub seberangnya vili yang terbentuk sedikit dan kurang berkembang. Awal bulan ke-4, plasenta memiliki dua komponen yaitu di kutub janin terbentuk frondosum korion (chorionic plate) dan di kutub ibu dibentuk oleh desidua basalis ( basal plate ) yang dijembatani oleh korda umbilikalis.8,10 Ketika plasenta telah terbentuk sempurna akan terjadi koneksi penting antara ibu dan janin yang sedang berkembang untuk memungkinkan pertukaran gas penting dan nutrisi. Satusatunya fungsi plasenta adalah untuk kelangsungan hidup janin.Ketika dilahirkan, plasenta terdiri atas dua sisi yaitu sisi maternal dan sisi fetus. Sisi maternal akan terlihat dengan permukaan yang tidak rata yang terdiri atas kotiledon-kotiledon dan sisi fetus akan terlihat lebih halus dan mengkilap.10,11 Disamping berfungsi dalam pemenuhan kebutuhan gas dan nutrisi bagi janin, plasenta menghasilkan hormon steroid yaitu estrogen dan progesteron. Human chorionic gonadotrophyn ( hCG ) merupakan luteneizing hormone yang dihasilkan oleh syncytiotrophoblasts dari plasenta di awal kehamilan, sebab itulah adanya hormon ini dalam darah dan urin seorang wanita menjadi tanda awal adanya kehamilan. Saat plasenta menghasilkan hormon-hormon steroid maka sekresi hCG segera mengalami penurunan.8,10
B. Etiopatologi Penyebab terjadinya MH tidak diketahui dengan pasti, diperkirakan adanya peranan kelainan kromosomal.5,12 Sel sperma membuahi ovum abnormal yang tidak memiliki nukleus (atau kromosom) pada CMH. Penyebab terbentuknya ovum abnormal tersebut tidak diketahui. Bila fertilisasi dengan kondisi tersebut berlangsung, perkembangan normal tidak akan terjadi, tidak akan terbentuk chorion, amnion atau korda umbilikalis dan fetus juga tidak terbentuk. Sebaliknya sel 4
trofoblast pembentuk plasenta akan berkembang pesat menjadi CMH.1,2 Embrio atau janin pada PMH secara parsial berkembang tetapi biasanya tidak bertahan hidup sampai rata-rata minggu kedelapan akan mati. Kebanyakan kehamilan dianggapberisiko tinggi dan dapat berakibat fatal terhadap ibu.8,12 CMH dapat berkembang setelah terjadinya abortus ataupun dari sisa-sisa sel trofoblast setelah kehamilan aterm.12 Beberapa faktor resiko yang banyak disebutkan yaitu usia kehamilan di atas 35 tahun dimana kemungkinan terjadi MH menjadi dua kali lipat, usia setelah 40 tahun kemungkinannya menjadi 5-10 kali lipat (Moore). Faktor resiko terhadap kehamilan sebelum usia 16 tahun juga meningkat (Vorvick). Faktor lainnya adalah intake prekursor vitamin A ( beta karoten ), konsumsi protein dan lemak hewani yang rendah diperkirakan erat kaitan terhadap terjadinya CMH, paritas, riwayat pernah mengalami ataupun dalam keluarga mengalami kehamilan mola dan kondisi tingkat sosioekonomi dan edukasi yang rendah. Faktor lainnya yang sebenarnya belum jelas benar hubungannya antara lain penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang, golongan darah, pernah abortus dan kesulitan memiliki keturunan.1,7,12
C. Klasifikasi dan epidemiologi Mola hidatidosa terbagi atas dua tipe, yakni mola hidatidosa komplet (CMH) dan mola hidatidosa parsial (PMH). Mola hidatidosa komplet dapat terjadi sebagai hasil dari fertilisasi oleh 1 atau 2 sel sperma terhadap sel telur yang tidak memiliki DNA ( an empty egg cell ) sehingga uterus tidak berisi jaringan fetus. Semua kromosom nya berasal dari paternal. Pada mola hidatidosa komplet, vili khoriales memiliki ciri khas menyerupai buah anggur dan secara total mengganti jaringan yang semestinya terbentuk sebagai plasenta serta ditemukan hiperplasia tropoblastik. Sebanyak 1 dari 5 wanita akan mengalami persistensi jaringan mola dimana kebanyakan menjadi mola invasif, tetapi dapat pula menjadi koriokarsinoma, suatu bentuk ganas (kanker) dari GTD.1,2 5
Mola hidatidosa parsial terbentuk dari fertilisasi sel ovum normal oleh 2 sel sperma dengan kariotipe triploid sehingga dapat ditemukan adanya jaringan fetus yang selanjutnya bertumbuh menjadi janin dengan multiple anomali dan biasanya dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dan abortus yang tejadi kemudian selalu disertai adanya jaringan janin. Hanya sebagian vili khoriales yang mengalami perubahan hidrofobik sedangkan sebagian masih berupa jaringan placenta yang normal.2,8 Insidensi MH disebutkan sebesar 1,1 per 1000 kehamilan, akan tetapi ada juga literature yang mengatakan lebih spesifik untuk tiap 1000 kelahiran hidup. Insidensi tersebut tidak dapat pula menjelaskan angka pasti untuk CMH maupun untuk PMH. Penyebab kesulitan tersebut adalah masih sulitnya membedakan degenerasi hidrofobik parsial atau komplit. Penyebab lainnya juga oleh karena adanya kerancuan terhadap kemungkinan kelainan kromosom bawaan janin.3 Insidensi GTD secara umum yang pernah dipublikasikan mulai dari yang terendah yaitu 0,5 per 1000 kehamilan di Amerika Serikat sampai yang tertinggi di Taiwan. Walaupun insidensi secara pastinya bervariasi antara satu penelitian terhadap penelitian lainnya, insidensi pada populasi Asia tetap selalu yang tertinggi dibandingkan dengan etnik lainnya. Alasan tingginya insidensi pada populasi Asia belum sepenuhnya dapat dipahami tetapi kemungkinan erat kaitannya dengan basis genetik, kondisi sosioekonomi dan basis lingkungan. Distribusi usia yang sering dilaporkan adalah kehamilan pada usia sebelum 20 tahun dan setelah 40 tahun.4 D. Manifestasi klinis Tahap awal perkembangannya kehamilan mola menunjukkan karakteristik klinis yang sulit dibedakan dengan gejala kehamilan normal. Kemudian pada trimester 1 dan terutama selama trimester ke-2 sejumlah perubahan terjadi, yang paling umum adalah perdarahan pervaginam berwarna kecoklatan yang sering disertai dengan jaringan-jaringan menyerupai buah anggur, pembesaran ukuran uterus biasanya lebih besar untuk usia kehamilan terutama pada kasus CMH (4 minggu lebih 6
tua), dan denyut jantung janin tidak ditemukan. Anemia terjadi pada kasus-kasus prolonged bleeding yang ditandai dengan gejala fatique dan sesak nafas,
pre-
eklampsi yang ditandai dengan hipertensi dapat terjadi sebelum usia kehamilan kurang dari 24 minggu. Tanda lainnya yang dapat ditemukan pada kehamilan mola adalah hipertiroid dan terbentuknya kista ovarium yang disebabkan tingginya kadar β-hCG perdarahan terutama pada CMH.1,5,8
E. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik yang ditemukan, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan pemeriksaan histologis. Trias temuan klinis pada mola hidatidosa komplit yaitu yang pertama adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan, dimana biasanya lebih besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang kedua adalah tanda adanya perdarahan pervaginam dan yang ketiga adalah adanya peningkatan kadar β-hCG persisten sampai melebihi usia kehamilan 9-12 minggu yang didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium dan sering mengakibatkan hiperemesis gravidarum dini. Pemeriksaan laboratorium lainnya yang perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah lengkap, fungsi pembekuan darah, fungsi tiroid.12,13 Pemeriksaan histologis memperlihatkan tidak adanya jaringan fetus pada mola komplit, proliferasi trofoblastik yang nyata, villi koriales yang hidrofik dengan kromosom 46,XX atau 46,XY. Temuan peningkatan faktor pertumbuhan antara lain c-myc, epidermal growth factor dan c-eb B-2 jika dibandingkan pada plasenta yang normal juga merupakan penanda mola komplit.14 F. Pemeriksaan Ultrasonografi Kebanyakan mola sudah dapat dideteksi pada trimester awal kehamilan sebelum onset tanda klasik muncul dengan bantuan alat penunjang ultrasonografi ( USG ) yang beresolusi tinggi. Karakteristik USG mola adanya gambaran badai salju ( snowstorm ) yang mengindikasikan villi koriales yang hidrofik. Pencitraan 7
ultrasonografi merupakan pemeriksaan pilihan untuk awal diagnosa untuk selanjutnya diperkuat dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan nilai β-hCG yang tinggi ( > 100,000 mIU per milliliter ) dan dari hasil pemeriksaan histopatologi.8.14,15 Pemeriksaan doppler arteri intrauterin pada kehamilan normal menunjukkan bentuk gelombang impedansi tinggi dengan kecepatan diastolik rendah selama trimester pertama. Aliran dengan impedansi rendah hanya muncul di lokasi implantasi , mungkin terkait dengan invasi vaskular fisiologis jaringan trofoblas. Saat kehamilan berlanjut sampai trimester kedua invasi lebih lanjut arteri oleh jaringan trofoblas terjadi, hal tersebut akan berlanjut mereduksi impedansi vaskular. Pada trimester ketiga, invasi vaskular fisiologis berkembang sedemikian rupa dengan kecepatan tinggi, pola aliran impedansi rendah. Pada kehamilan mola , invasi arteri miometrium oleh jaringan trofoblas juga terjadi , tetapi proses ini didominasi oleh proliferasi trofoblas yang abnormal.Pemeriksaan doppler menunjukkan kecepatan aliran yang tinggi, impedansi aliran rendah pada trimester awal dan kedua. Meskipun adanya jaringan mola pada ultrasonografi skala abu-abu, dikombinasikan dengan tingkat hCG meningkat, merupakan diagnostik mola hidatidosa, temuan doppler memberikan peranan penting dalam konfirmasi diagnosis.8 G. Penatalaksanaan Suction curettage adalah metode penanganan optimal untuk evakuasi jaringan mola terutama bagi wanita yang masih ingin mempertahankan fungsi organ reproduksinya. Tindakan ini juga memperkecil secara signifikan kemungkinan terjadinya perdarahan hebat, infeksi dan resiko tertahannya residu jaringan mola dibandingkan dengan metode induksi oksitosin maupun prostaglandin. Antigen RhD yang ditemukan pada trofoblast diatasi dengan pemberian Rh immune globulin pada pasien Rh negative bersamaan dengan tindakan kuretase. Pasien-pasien yang tidak menginginkan
kehamilan
lagi
dilakukan
tindakan
histerektomi.
Tindakan
histerektomi sendiri tidaklah menutup kemungkinan terjadinya metastase walaupun histerektomi sudah cukup untuk menghambat perkembangan invasi lokalis. 8
Monitoring kadar hormon β-hCG paska kuretase sampai tidak terdeteksi selama 3 minggu atau 6 bulan berturut-turut sangat dibutuhkan untuk memastikan tidak terjadinya persistent gestational trophoblastic neoplasia1,14
H. Komplikasi dan Prognosis Pasien yang didiagnosis dengan kehamilan mola harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya komplikasi medis seperti anemia, toksemia, atau hipertiroidisme. Semua pasien harus menjalani pemeriksaan fisik lengkap dan pemeriksaan laboratorium rutin, termasuk penentuan golongan darah, fungsi tiroid, hati, dan ginjal.14 Pemeriksaan radiologis x-rays, magnetic resonance imaging dan computed tomography thorax, pelvis, otak dan abdomen juga sangat dibutuhkan untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya metastase jauh.1,12 Data yang pernah didapatkan dari beberapa sentra disebutkan terjadinya rekurensi peningkatan kadar βhCG sebesar kurang dari 1% pada pasien yang telah dinyatakan bebas selama 6 bulan berturut-turut.14 Mola dianggap sebagai lesi prakanker karena 15-20% dari mola hidatidosa lengkap (CMH) dan 1% dari mola hidatidosa parsial (PMH) mengalami transformasi maligna.1,2,6 Jaringan trofoblas menginvasi sistem pembuluh darah ibu dan dapat diangkut ke organ ekstrauterine lokal seperti vagina
dan panggul, tetapi dapat
mencapai organ yang lebih jauh seperti paru-paru dan otak. Metastase yang sangat langka yaitu ke sumsum tulang belakang dan jaringan paraspinal juga pernah dilaporkan. Metastase ekstrauterin biasanya terdeteksi secara klinis beberapa bulan setelah evakuasi kehamilan mola. Koriokarsinoma biasanya dapat mencapai hitungan tahun paska evakuasi kehamilan mola baru terdeteksi secara klinis.4 Di Amerika Serikat, sebagian besar pusat kanker menggunakan sistem skor persistent gestational trophoblastic neoplasia berdasarkan pada beberapa faktor resiko ( akan ditampilkan dalam bentuk tabel pada lampiran ). Wanita dengan skor kurang dari atau sama dengan 6 memiliki prognosis yang baik dan berespon sangat 9
baik dengan kemoterapi. Wanita dengan skor 7 diperkirakan memiliki prognosis buruk, respon terhadap kemoterapi kurang walaupun tumor belum menyebar luas.1
10
BAB III LAPORAN KASUS
Dilaporkan seorang wanita, umur 43 tahun, datang ke RSUD Tuapejat Mentawai tanggal 28 februari 2013 pukul 17.00 WIB, dengan keluhan utama keluar darah dari organ kewanitaan sejak bulan desember ( lk 2 bulan lalu ) dan semakin banyak dalam 3 hari belakangan sampai harus berganti sarung 4 kali dalam sehari. Darah terkadang disertai dengan gumpalan-gumpalan daging berwarna agak bening, coklat dan merah dengan tekstur lembek. HPHT os tanggal 21 Oktober 2012 dan sejak bulan November rutin pemeriksaan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Sikakap oleh bidan desa di posyandu setempat. Os merasa kehamilan ini membuat perutnya membesar sangat cepat, jika dibandingkan dengan 7 kehamilan sebelumnya mirip dengan usia kehamilannya saat bulan ke 6-7. Os juga merasa aneh dengan tidak adanya gerakan bayi yang dikandungnya, hal tersebut sudah pernah dikeluhkan kepada Bidan. Lima hari sebelum dirujuk ke RSUD Tuapejat ( 23 – 02 – 2013 ), os merasa perut bagian bawah tidak nyaman seperti mau melahirkan yang diikuti kemudian dengan keluarnya jaringan bergumpal berwarna agak keputihan yang ditimbang oleh Bidan seberat kurang lebih 1.700 gram. Sejak itu pasien kemudian diobservasi di Poskesdes oleh Bidan dan oleh karena darah yang keluar dari vagina serta terkadang disertai jaringan-jaringan seperti daging masih berlangsung maka diputuskan untuk dirujuk. Anamnese dan pemeriksaan fisik untuk status kebidanan yang dilakukan dokter triage dan bidan di RSUD Tuapejat dijelaskan sebagai berikut : wanita dengan G8P7A0 AH7, HPHT 21 Oktober 2012, Taksiran Persalinan 28 Juli 2013, kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, heart rate 78 kali/menit, respiratori rate 20 kali/menit, suhu 36°C, mata anemia (+), iketrik (-), suara nafas vesikuler normal, abdomen soepel dengan TFU 4 jari di bawah pusat (perkiraan usia kehamilan 22 11
minggu ). Pemeriksaan inspekulo yang dilakukan tampak adanya darah di vagina dengan porsio uteri tampak terbuka. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan kehamilan metode rapid test (test pack untuk mendeteksi β hCG pada urin) dan didapatkan hasil yang positif, pasien dikonsulkan untuk pemeriksaan ultrasonografi kebidanan ke Instalasi Radiologi dengan kiriman klinis sebagai abortus inkompletus. Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukkan hasil dalam batas normal kecuali nilai hemoglobin sebesar 8,9 mmHg. Pemeriksaan USG kemudian dilakukan pada hari yang sama dengan alat USG skala abu-abu, transduser yang digunakan adalah transduser melengkung berfrekuensi 5 MHz. Hasil pemeriksaan USG skala abu-abu adalah
Tampak adanya massa solid intrauterine, batas tegas, tepi ireguler dengan lesi anekoik multipel menyebar ukuran bervariasi yang memberikan gambaran snow storm terutama pada US real time.
Tampak myometrium aspek posterior dengan batas yang mengabur dengan lesi.
Tak tampak adanya janin intrauterin.
Kesan : Suspek mola hidatidosa Saran : dilakukan pemeriksaan foto thorax proyeksi PA Pemeriksaan selanjutnya hasil dari pemeriksaan foto sinar X thorax proyeksi Postero-Anterior ( PA ) adalah :
Pulmo dan besar jantung normal
Tak tampak gambaran pulmonal metastase.
12
Foto USG pasien :
13
Foto Thorax PA pasien :
Pertimbangan komplikasi perdarahan serta belum ada pembuktian secara histologis sebagai baku emas penegakkan diagnosa mola hidatidosa, maka pasien dirujuk ke RSUP Propinsi Sumatera Barat di Padang. Kuretase dan pengambilan sampel guna pemeriksaan histopatologi di RSUP Padang memberikan diagnosa defenitif sebagai kasus mola hidatidosa.
14
BAB IV PEMBAHASAN
Selama dekade terakhir kemajuan teknologi bidang radiologi dengan pengenalan modalitas pencitraan mengubah evaluasi panggul perempuan oleh ginekologis. Ultrasonografi (USG) ginekologis pertama kali digunakan oleh Donald Etal tahun 1958 untuk mendiagnosis massa abdomen. Ultrasonografi merupakan modalitas pemeriksaan pelengkap yang penting dalam mengevaluasi massa panggul. Dalam beberapa kasus jenis tumor, USG dapat mendeteksi dan membedakan asal dan posisi massa panggul.16 WHO merekomendasikan USG sebagai modalitas dasar radiologi yang penting terutama untuk negara-negara sedang berkembang. USG digambarkan sebagai teknologi berkelanjutan untuk negara berkembang dengan sumber daya rendah, karena harga yang relatif murah , biaya pemeliharaan relatif rendah, memiliki portabilitas luas, dan daya tahan dibandingkan dengan semua modalitas pencitraan radiologi lainnya. Pada akhirnya outcome yang diharapkan oleh WHO untuk negara berkembang adalah
mengurangi angka kematian ibu dan
perinatal.17 Namun kelemahan dari sonografi termasuk keterbatasan teknis yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan alat tergantung dari spesifikasi alat USG berbagai tipe,
keterampilan operator. Kekurangan tadi tentunya akan sangat
mempengaruhi kemampuan menampilkan karakteristik suatu penyakit atau massa panggul baik pemindaian USG Mode-B maupun pemindaian USG real time.16 Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal ditandai dengan villi korialis yang mengalami perubahan hidrofobik membentuk kelompok-kelompok menyerupai buah anggur.1,2,3 Persangkaan klinis kasus mola hidatidosa adalah munculnya trias klasik adanya pembesaran uterus yang tidak sesuai usia kehamilan, dimana biasanya lebih besar 4 minggu dari usia sebenarnya, yang kedua adalah tanda adanya
18
perdarahan pervaginam dan yang ketiga adalah adanya peningkatan kadar β-hCG persisten sampai melebihi usia kehamilan 9-12 minggu.12,13 Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari organ kewanitaan sejak kurang lebih selama 2 bulan dengan pola hilang timbul dan merasa pembesaran perutnya yang sangat cepat dan dibandingkan dengan kehamilannya sebelumnya seperti kehamilan berusia 6-7 bulan. Pemeriksaan pendukung lainnya yang dilakukan di bangsal kebidanan dengan tes pack membuktikan masih tingginya kadar β-hCG di usia kehamilan os yang telah memasuki usia >12 minggu (berdasarkan HPHT). Berdasarkan perhitungan HPHT pasien, usia kehamilannya adalah 20 minggu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TFU 4 jari di bawah pusat, diperkirakan usia kehamilan adalah 22 minggu (Mochtar & Lutan, 2002). Lima hari sebelum dirujuk ke RSUD Tuapejat, os merasa perut bagian bawah tidak nyaman seperti mau melahirkan yang diikuti kemudian dengan keluarnya jaringan bergumpal berwarna agak keputihan yang ditimbang oleh Bidan seberat kurang lebih 1.700 gram. Dapat diasumsikan bahwa enam hari sebelumnya TFU lebih tinggi dari 4 jari di bawah pusat. Trias klinis adanya kehamilan mola terpenuhi sehingga dapat disangkakan. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap os ditemukan kadar hemoglobin darah sebesar 8,9 mmHg. Hal ini menandakan telah terjadi anemia yang disebabkan prolonged bleeding. CMH sulit dibedakan dengan awal kehamilan normal atas dasar gejala dan tanda klinis. Kadar β-HCG yang masih positif dalam urin, adanya perdarahan pervaginam serta anemia bukanlah tanda yang spesifik. Gerakan janin yang tidak dirasakan terkadang lebih bersifat subjektif dan tidak spesifik dan dalam beberapa kasus kehamilan normal beberapa penilaian klinis tersebut masih mungkin akan muncul pada usia kehamilan sampai trimester kedua.15 Trias klinis dengan atau tanpa anemia masih dapat ditemukan pada abortus inkompletus dengan adanya retensi hasil konsepsi dalam rahim.17
19
USG adalah pemeriksaan pilihan untuk diagnosis awal. CMH memberikan gambaran sonografi klasik dalam skala abu-abu, yaitu gambaran badai salju ( snowstorm appearance ) yang mengindikasikan villi koriales yang hidrofik. Tampilan badai salju tersebut memberikan gambaran massa solid heterogen di endometrium dengan lesi-lesi anekoik yang merupakan tampilan vili koriales yang membengkak dan berisi cairan (hidrofobik). Lesi-lesi anekoik tersebut memiliki diameter antara 1 sampai 30 mm, Ukuran vili koriales berbanding lurus dengan usia kehamilan mola tersebut. Gambaran tersebut akan tampak pada CMH trimester kedua, sedangkan awal CMH masih akan sulit dibedakan awal kehamilan. Gambaran USG PMH akan menampilkan plasenta yang membesar dengan lesi-lesi anekoik terlokalisir, sehingga masih ditemukan bagian plasenta yang memberikan ekogenitas yang normal. Janin biasanya nonviable atau abnormal dan menunjukkan tanda-tanda kelainan terkait gen triploidy, yang meliputi beberapa cacat bawaan dan pertumbuhan yang abnormal.8,15 Mola invasif pada pemeriksaan USG skala abu-abu dicurigai apabila tampak adanya nodul jaringan lunak di myometrium. Identifikasi dengan doppler akan menampilkan area kistik fokal disertai bagian-bagian tertentunya yang berwarna di dalam myometrium.4 Mola invasif, disebut juga dengan
"chorioade- noma
destruens,". Umumnya merupakan bentuk dari persistensi trofoblast, hampir mirip dengan choriocarcinoma, dapat muncul de novo ataupun ikutan setelah , kehamilan normal, missed abortion, kehamilan ektopik ataupun kehamilan mola. Pasien biasanya datang dengan keluhan perdarahan berkepanjangan dan kadar β-hCG yang tinggi.2 Choriocarcinoma adalah GTD yang paling parah dan merupakan kehamilan mola yang sangat ganas. Bentuk ini sangat tipikal dengan adanya metastase jauh, termasuk paru-paru, ginjal, otak, hati dan vagina. Metastase ini dapat menyebar secara hematogen, sistem limfatik ataupun konduksi secara langsung.2
20
Modalitas US tranvaginal menjadi modalitas pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan US tranabdominal. Dimana dapat memvisualisasikan massa dalam kanal endometrium dengan sangat baik. Dalam beberapa penelitian dilaporkan dapat memvisualisas adanya rekurensi lokal. Kista theca lutein bilateral sering ditemukan pada kasus – kasus kehamilan mola, terdapat pada 30-50% kasus. Ukuran kista berukuran antara 4-8 cm. Kista membutuhkan waktu selama 4 bulan untuk berkurang setelah operasi evakuasi kehamilan mola. Pertumbuhan kista ini berhubungan dengan tingginya kadar βBhCG.2 Hasil pemeriksaan USG skala abu-abu intraabdominal dengan transduser melengkung 5 mHz yang dilakukan terhadap os menampilkan gambaran khas USG CMH yaitu ditemukannya gambaran massa solid intrauterin dengan lesi anekoik multipel ukuran bervariasi yang memberikan tampilan snow storm appearance. Tak ditemukan adanya gambaran plasenta normal maupun adanya janin, sehingga menyingkirkan diagnosis PMH. Temuan ini menguatkan persangkaan CMH pada pasien. Temuan adanya batas yang mengabur antara lesi dan myometrium aspek posterior pada hasil USG pasien mengarahkan ke mola invasif ataupun kemungkinan koriokarsinoma yang belum dapat disingkirkan. Karena keterbatasan modalitas USG yang tersedia sehingga tidak dapat dilakukan pemeriksaan doppler sehingga diagnosa radiologis yang ditegakkan adalah suspek ( persangkaan ) dengan saran dilakukan foto thorax PA. Foto thorax PA os yang tidak menampilkan adanya pulmonal metastase untuk menyingkirkan adanya choriocarcinoma.
21
BAB V SIMPULAN
Telah dilaporkan seorang wanita, 43 tahun, dengan keluhan keluar darah dari organ kewanitaan sejak lk 2 bulan, terkadang disertai dengan gumpalan-gumpalan daging berwarna agak bening, coklat dan merah dengan tekstur lembek. Os dinyatakan hamil sejak 21 Oktober 2012. Os merasa perutnya membesar sangat cepat dan tidak adanya gerakan bayi yang dikandungnya. Lima hari sebelum masuk RS mengalami gejala mirip keguguran tetapi tanpa ada janin yang keluar selanjutnya perdarahan terus berlangsung dan selalu beserta daging yang lembek bentuk bulatbulat. Hasil pemeriksan fisik dan periksa dalam oleh dokter triage ditegakkan dengan diagnosa abortus inkomplitus dengan status obstetric : G8P7A0 AH7 , TFU 4 jari di bawah pusat (perkiraan usia kehamilan 22 minggu). Pada pemeriksaan USG intraabdominal, tampak gambaran snow storm appearance intrauterin, dikesankan sebagai suspek mola hidatidosa. Pemeriksaan foto thorax normal, pemeriksaan rapid test hCG (+) pada usia kehamilan > 12 minggu memperkuat diagnosa persangkaan mola hidatidosa. Hasil pemeriksaan histopatologi ditegakkan sebagai suatu kehamilan mola. Gambaran ultrasonografi skala abu-abu mola hidatidosa khas adalah sebagai massa solid endometrium intrauterin yang tampak hiperekoik dengan lesi anekoik multipel, ukuran bervariasi dan menyebar dengan tampilan snow storm appearance. Pencitraan ultrasonografi skala abu-abu merupakan pemeriksaan pilihan awal dan sederhana dalam menegakkan diagnosa untuk selanjutnya diperkuat dengan hasil pemeriksaan β-hCG yang tinggi di usia kehamilan >12 minggu. Diagnosa definitif ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. American Cancer Society. Gestational Trophoblastic Disease. Available from: www.cancer.org. ( 20 Maret 2013 ) 2. McLennan M.K. Molar pregnancy (hydatidiform mole; gestational trophoblastic disease. JANVIER 1999; 45: 49-62 3. Sellmyer MA, Desser TS, Maturen KE, Jeffrey B, Kamaya A. Physiologic, Histologic, and Imaging Features of Retained Products of Conception. RadioGraphics 2013; 33:781–96 4. Zhou Q, Lei XY, Xie Q, Cardoza JD. Sonographic and Doppler Imaging in the Diagnosis and Treatment of Gestational Trophoblastic Disease. J Ultrasound Med 2005; 24:15–24 5. Betel C, Atri M, Arenson AM, Khalifa M, MD, Osborne R, MD, Tomlinson G. Sonographic Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease and Comparison With Retained Products of Conception. J Ultrasound Med 2006; 25:985–93 6. Mott DD. Hydatidiform Mole Imaging. Available from: http://www.medscape.org/. ( 20 Maret 2013 ) 7. Bugti QA, Baloch N, Baloch MA. Gestational Trophoblastic Disease in Quetta. Pakistan J. Med. Res. 2005; 44(2): 92-5 8. Green CL, Angtuaco TL, Shah HR, Parmley TM. Gestational Trophoblastic Disease: A Spectrum of Radiologic Diagnosis. RadioGraphics 1996; 16:137184 9. Anonymous. The Uterus. Available from: http://education.yahoo.com/reference/gray/subjects/subject/268. (1 April 2013) 10. Wilson B. Sonography of the Placenta And Umbilical Cord. Radiologic Technology 2008; 79( 4): 333S-45S 11. Anonymous. Developmental Of The Plasental Villi. Available from: http://www.embryology.ch/anglais/fplacenta/villosite01.html. (1 Maret 2013) 12. Anonymous. Hydatidiform-Mole. Availabel from: http://guideline.gov/content.aspx?id=15781&search=(gestational+trophoblasti c+disease+or+hydatidiform+moles+or+molar+pregnancy)+and+ultrasound . (1 Maret 2013) 13. Anonymous. . Available from: http://www.learningradiology.com/archives2010/COW%20425Molar%20Pregnancy/molecorrect.htm. (1 Maret 2013) 14. Berkowitz RS, Goldstein DP. Molar Pregnancy. N Engl J Med 2009;360:1639-45 23
15. Lazarus E, Hulka CA, Siewert B, Levine D. Sonographic Appearance of Early Complete Molar Pregnancies. J Ultrasound Med 1999: 18:589–93 16. Wani S, Hammad MK. Ultrasonography In Diagnostic Evaluation Of Ginaecology Pelvic Mass. JK-Practitioner 2002; 9(4): 239-41 17. Wiafe YA, Odoi AT, Dassah ET. The Role of Obstetric Ultrasound in Reducing Maternal and Perinatal Mortality. Komfo Anokye Teaching Hospital Ghana 18. Williams PL, Laifer-Narin SL, Ragavendra N. US of Abnormal Uterine Bleeding. RadioGraphics 2003; 23:703–18
24
LAMPIRAN
Gambar 1 . USG transabdominal menampilkan lesi hiperekoik dengan multipel lesi anekoik di endometrium, myometrium dapat divisualisaikan dengan baik.8
Gambar 2. Gambaran invasif mola ke myometrium aspek posterior (kepala panah)8
25
Gambar 3. Lesi hiperekoik di endometrium dengan multipel lesi anekoik dalam berbagai ukuran yang menampilkan gambaran snow 14 storm.
Gambar 4. Gambaran Partial Mola Hydatid trimester 1.14
Gambar 5. US transvaginal tanpa dan dengan doppler pasien yang sama, pada doppler tampak adanya invasi pada myometrium dengan gambaran pembuluh-pembuluh 5 darahnya.
26
Gambar 6. Gambar USG potongan longitudinal menampilkan adanya gestational sac dengan bentuk ireguler berada di segmen inferior uterus pada kasus abortus yang sedang berlangsung.18
Gambar 7. Gambar usg potongan sagital wanita post partus 3 hari sebelumnya menampilkan adanya penebalan endometrium yang heterogen, pada pemeriksaan doppler tampak low-resistance arterial flow . Pemeriksaan 27 histopatologi membuktikan sebagai sisa-sisa hasil konsepsi yang tertinggal.18 conception.
Gambar 6. Skema perkembangan gestasional mulai pembuahan, perkembangan blastosit, trophoblast dan janin pada trimester 1.8
28
Gambar 7. Foto thorax penderita GTD menampilkan multipel nodul yang diperkirakan adalah darah, pada pemeriksaan histopatologi terbukti 8 sebagai choriocarcinoma.
Tabel scoring prognosis di USA.1 29
Tabel 1. Diagnosa banding CMH post trimester satu Parameter
CMH
PMH
Mola Invasif Sisa konsepsi
1
Temuan
USG Massa
skala abu-abu
Massa
Massa solid Penebalan
hiperekoik
hiperekoik
di
dengan
dengan
myometrium endometrium
komponen
komponen
dengan
kistik multipel kistik
2
Kista
komponen
di
multipel
endometrium.
endometrium. pembuluh
Plasenta
Plasenta
normal (-)
normal (+)
Janin (-)
Janin (+)
theca ++
heterogen
di kistik berisi
darah
+/-
++
-
Tinggi
Tinggi
Tak
lutein 3
Kadar β-hCG > Tinggi 12 minggu usia
terdeteksi
kehamilan
30