BAB II KETENTUAN TENTANG DIVESTASI SAHAM ASING PADA PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL DI INDONESIA
A. Pengertian dan Dasar Hukum Divestasi Istilah divestasi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu divestment. Pengertian divestasi ditemukan dalam Pasal 1 Angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah dan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PM.05/2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Divestasi terhadap Investasi Pemerintah. Divestasi adalah: “Penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain.” 43 Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai jual-beli. Subjeknya adalah pemerintah dengan pihak lainnya. Pihak lainnya berupa orang atau badan hukum. Hal yang menjadi objek jual-belinya, yaitu surat berharga dan aset pemerintah. Definisi lain tentang divestasi dikemukakan oleh Sally Wehmeir, yaitu: “The act ot selling the shares you have bought in company or taking money away from where you have invested.” 44 (Divestasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang penjualan saham yang dimiliki oleh perusahaan atau cara mendapatkan uang dari investasi yang dimiliki oleh seseorang). Ahli lain yang menganalisis tentang pengertian divestasi adalah Miriam Flickinger. Divestasi didefinisikan:
43 44
H. Salim HS, Op. Cit., hal. 32. Ibid, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
“As a firm’s decision to dispose of a significant portion of its ases, can increase the strength of a firm by changing its ase structure and its resource allocation patterns.” 45
Dalam definisi ini, divestasi dikonstruksikan sebagai keputusan perusahaan untuk meningkatkan nilai penting aset yang dimiliki perusahaan. Tujuannya dapat meningkatkan kekuatan perusahaan dalam mengubah struktur aset dan pengalokasian sumber daya. Pada dasarnya, divestasi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah semata-mata, tetapi juga oleh badan hukum, terutama badan hukum asing yang menanamkan investasinya di bidang pertambangan. Biasanya modal yang dimiliki oleh badan hukum asing terdiri dari 80% (delapan puluh persen) modal asing dan 20% (dua puluh persen) modal domestik. Divestasi tidak hanya dapat dilakukan dalam bentuk jual beli, tetapi juga dilakukan dalam bentuk hibah atau testament. Jeff madura menyajikan pengertian divestasi, yaitu: “Pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan. Ini adalah kebalikan dari investasi pada aset yang baru.” 46 Setyo Wibowo mendefinisikan divestasi yaitu: 47 “Suatu transaksi penjualan aset kepemilikan/saham suatu entitas ekonomi yang dikuasai pemerintah oleh institusi yang ditunjuk seperti 45
Ibid. Ibid, hal. 32. 47 Ibid. 46
Universitas Sumatera Utara
BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) atau PT. Perusahaan Pengelola Aset (Persero). Aset-aset ini sebelumnya menjadi ‘investasi pemerintah’ sebagai konsekwensi dari program-program penyehatan ekonomi yang dijalankan pemerintah, seperti: program penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS), program-program penyehatan bank (rekapitalisasi, merger, pembekuan), program penjaminan pemerintah, dan sebagainya.”
Abdul Moin juga memberikan pengertian divestasi, yaitu: “Menjual sebagian unit bisnis atau anak perusahaan kepada pihak lain untuk
mendapatkan
dana
segar
dalam
rangka
menyehatkan
perusahaan secara keseluruhan.” 48
B. Tujuan Pengaturan Divestasi Saham Asing William J. Gole dan Paul J. Hilger mengemukakan tentang pertimbangan divestasi, sebagaimana disajikan berikut ini: 49 1. Penjualan unit yang berjalan dengan baik, tetapi tidak strategis. Tampilan keuangan yang kuat tidak sama dengan kesehatan strategis. Namun, tampilan yang kuat dapat merintangi keputusan untuk melakukan divestasi karena keadaan ini menutupi kekurangan kesehatan strategis dan ini dapat menyebabkan pengelola memilih pembiayaan jangka pendek. Oleh Karena itu, keputusan menjual unit usaha yang berjalan baik memerlukan tingkat disiplin yang tinggi pada pihak pengelola, dan biasanya diberikan dalam tautan dengan strategi investasi untuk beralih dari penjualan tersebut. 2. Penjualan unit yang tidak berjalan baik (underperforming) yang merusak pertumbuhan yang terkonsolidasi dan profitabilitas. Alasan ini umumnya didasarkan pada pengakuan pengelola bahwa unit yang ditargetkan tidak lagi memiliki hubungan baik dengan pasarnya dan tidak merupakan suatu kemungkinan yang baik bagi investasi di masa datang. Dalam keadaan demikian, tidak berinvestasi atau rendahnya investasi sangat mungkin menimbulkan lingkaran menurun yang merusak bekerjanya unit tersebut, mempercepat ketiadaan investasi, dan terus-menerus memperburuk kinerja. 48 49
Ibid, hal. 33. Ibid, hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
Jika tidak adanya property dihubungkan dengan pasarnya, investasi berikutnya dimaksudkan untuk menimbulkan harapan-harapan yang tidak dipenuhi dan penyalahgunaan sumber daya material dan finansial. Berdasarkan keadaan ini, manajemen pada umumnya akan melepaskan unit tersebut. 3. Penjualan unit yang sehat atau dapat memberikan keuntungan untuk memperoleh uang tunai. Organisasi biasanya menjual harta kekayaan yang dapat memberikan keuntungan dan secara strategis bagus untuk memperoleh uang tunai. Ini biasanya dilakukan untuk memungkinkan organisasi membayar utang dan merestrukturisasi posisi keuangannya. Dalam kasus yang relatif jarang, ini dapat dilakukan untuk memperoleh uang tunai operatif, suatu pertimbangan yang menyarankan problem bisnis struktural. 4. Penjualan unit yang diterima oleh pasar yang menyebabkan salah perkiraan seluruh perusahaan penjual. Strategi organisasi dan struktur bisnis tidak berada dalam ruang kosong dan tunduk kepada analisis kritis oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti organisasi pemegang saham, himpunan investasi pada umumnya. Manajemen harus mempertimbangkan bahwa pasar keuangan melakukan penilaian sendiri mengenai kelayakan dan nilai strategis dan bahwa penilaian tersebut mungkin berdampak negatif terhadap para pemegang saham dan nilai perusahaan. Dalam keadaan himpunan investasi menganggap bahwa suatu unit bisnis yang ada merusak nilai perusahaan yang lebih besar, manajemen mungkin merasa penting atau sangat diperlukan untuk melakukan koreksi dalam bentuk divestasi. Karena semua pertimbangan ini, perusahaan yang melakukan divestasi tidak boleh dilihat sebagai transaksi pembiayaan tersendiri yang dilakukan untuk menghapuskan unit bisnis yang tak dikehendaki atau benar-banar untuk memperoleh uang tunai. Divestasi adalah suatu tindakan yang dapat merefleksikan strategi penting untuk mereposisi dan merestrukturisasi suatu organisasi dengan tujuan meningkatkan nilai organisasi tersebut.
Patricia Ajeng Pebrikasari melakukan penelitian dengan judul pengaruh pengumuman dan karakteristik transaksi divestasi dan aliansi terhadap kemakmuran pemegang saham perusahaan yang listed di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 50
50
Ibid, hal. 79.
Universitas Sumatera Utara
“Transaksi divestasi dan aliansi di Bursa Efek Jakarta ini memberikan kemakmuran bagi pemegang saham perusahaan yang melakukan aktivitas tersebut, walapun karakteristik transaksi yang memberikan pengaruh signifikan terhadap cumulative abnormal return yang diperoleh hanyalah nilai transaksi. Sementara itu, karakteristik perusahaan tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap cumulative abnormal return yang diperoleh.”
Penelitian Patricia Ajeng Pebrikasari difokuskan pada tingkat kemakmuran dari pemegang saham yang melakukan divestasi di Bursa Efek Jakarta. Dengan melakukan divestasi saham, pemegang saham yang melakukan divestasi akan memperoleh uang kontan. Dengan diperolehnya uang kontan tersebut, pemegang saham akan dapat mengembangkan usahanya secara optimal. 51 Pavel Trisch menyajikan hasil penelitiannya yang berkaitan dengan divestasi. Pavel Trisch mengemukakan bahwa divestasi bertahap dapat menyebabkan hasil yang lebih tinggi dari pada satu transaksi divestasi terhadap seluruh aset. Hal ini mungkin terjadi dalam hubungan dunia nilai informasi apakah lengkap dan tidak lengkap dan didistribusikan secara sistematis. 52 Penelitian yang dilakukan oleh Pavel Trisch difokuskan pada divestasi kepemilikan saham di perusahaan yang terafiliasi dalam konteks hubungan berbasis sistem keuangan. Model ini diterapkan pada divestasi yang terjadi di Jerman setelah ditetapkan The Tax Reduction Act tahun 2000. Penelitian ini hanya menganalisis nilai
51 52
Ibid. Ibid, hal. 79-80.
Universitas Sumatera Utara
jual saham atau aset yang dilakukan secara bertahap. Penjualan secara bertahap akan memberikan hasil yang tinggi jika dibandingkan dengan divestasi secara total. 53 Naga Lakshmi Damaraju melakukan penelitian, dengan judul Why and How do Firms Divest. Naga Lakshmi Damaraju menyajikan tentang pengaruh teori keputusan nyata dari pengambilan keputusan untuk divestasi. Naga Lakshmi Damaraju mengemukakan sebagai berikut: 54 1. Ketidakmenentuan yang tinggi dalam lingkungan unit bisnis memiliki hubungan negatif secara signifikan terhadap keputusan untuk melakukan divestasi terhadap unit bisnis. Bertambahnya ketidakmenentuan memperjelas asosiasi negatif dengan keputusan untuk melakukan divestasi, sedangkan menurunnya ketidakmenentuan tidak relavan dengan keputusan untuk divestasi. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa keputusan perusahaan untuk melakukan divestasi unit usaha mungkin didorong oleh pertimbangan-pertimbangan pilihan, khususnya jika kondisi lingkungan divestasi dalam keadaan tidak menentu. 2. Ketidakmenentuan adalah tidak signifikan dengan keputusan yang terkait dengan penjadwalan divestasi. Hal ini merupakan hasil yang sangat menarik karena menegaskan bahwa teori pilihan nyata mungkin tidak dapat diaplikasikan dalam hal divestasi, sebagaimana dalam kasus investasi. 3. Ide mungkin dalam kondisi tertentu, pilihan pertimbangan mungkin lebih penting untuk keputusan divestasi dari pada meningkatnya perhatian karena informasi asimetris (tidak seimbang). Secara keseluruhan ketiga uraian di atas memberikan kontribusi penting pada teori pilihan nyata secara umum, dan khususnya pada kajian literatur divestasi. Penelitian yang dilakukan Naga Lakshmi Damaraju bertujuan untuk menguji teori keputusan nyata dalam investasi dan divestasi. Ada dua inti teori keputusan nyata, yaitu sebagai berikut: 55
53
Ibid. Ibid, hal. 90-91. 55 Ibid, hal. 81. 54
Universitas Sumatera Utara
1. Perusahaan-perusahaan akan menghindari untuk melakukan investasi yang mahal dalam kondisi yang sangat tidak menentu/tidak menguntungkan; 2. Jika investasi yang telah dilakukan dalam kondisi yang sangat tidak menentu, investasi yang dilakukan secara bertahap akan lebih disukai (preferred) contohnya joint venture sebagai upaya untuk menghindari investasi total, karena patungan ini lebih bersifat fleksibel dalam menghadapi ketidakmenentuan. Khusus bidang usaha pertambangan divestasi diatur dalam Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menentukan bahwa pemegang IUP dan IUPK setelah lima tahun sejak berproduksi harus mendivestasikan sahamnya secara bertahap sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki peserta Indonesia. Tujuan peraturan pemerintah diartikan sebagai kebangkitan industri pertambangan nasional. Penanaman modal asing memberikan investasi besar dan divestasi diberlakukan secara bertahap, karena selama ini perusahaan tambang nasional tidak pernah mendapat kesempatan investasi di pertambangan besar. Dengan demikian perusahaan modal asing wajib mendivestasi sahamnya kepada Peserta Indonesia paling sedikit 51% (lima puluh satu persen).
C. Pelunakan Persyaratan Divestasi Modal Asing Dalam usaha untuk lebih menarik minat dan meningkatkan peran penanaman modal asing dalam pembangunan di bidang ekonomi, semakin dirasakan perlu adanya berbagai kebijakan dan langkah-langkah untuk mewujudkan iklim yang memadai bagi usaha penanaman modal asing di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah
Universitas Sumatera Utara
pengaturan yang jelas dan mampu memberi kepastian hukum mengenai pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing tersebut. Perkembangan hubungan modal asing dengan negara penerima modal pada umumnya dikuasai oleh suatu prinsip bahwa semakin rendah tingkat perkembangan ekonomi suatu negara, berarti kebutuhan pembangunan akan lebih besar, sehingga untuk itu memerlukan dana atau sumber modal, teknologi dan keahlian dari pemodal asing yang lebih besar. 56 Dengan latar belakang pemikiran itulah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing disusun. Melalui pengaturan mengenai persyaratan pemilikan saham pada perusahaan seperti di atas, cara dan bentuk kegiatan penanaman modal asing memperoleh arahan yang jelas. Termasuk di dalamnya, pengaturan mengenai kapan dan bagaimana syarat-syarat yang harus dipenuhi bilamana usaha penanaman modal asing tersebut dilakukan sepenuhnya dan seluruh modal sahamnya dapat dimiliki oleh pihak asing. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 ditentukan bahwa persetujuan dalam rangka penanaman modal asing pada dasarnya dapat diberikan, apabila jumlah modal yang akan ditanamkan tidak lebih kecil dari US $ 1.000.000.(satu juta dollar Amerika Serikat). Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut Perusahaan PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan 56
Hendrik Budi Untung, Hukum investasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hal. 29-30.
Universitas Sumatera Utara
persyaratan bahwa pemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu persen) dalam waktu 20 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya. Perusahaan PMA dapat didirikan dengan jumlah modal yang ditanamkan sekurang-kurangnya US $ 250.000.- (dua ratus lima puluh ribu dollar Amerika Serikat) apabila memenuhi salah satu persyaratan sebagai berikut: 1. Padat karya dengan jumlah tenaga kerja langsung sekurang-kurangnya 50 orang (lima puluh), dan: a. Sekurang-kurangnya 65% (enam puluh lima persen) hasil produksi untuk diekspor; atau b. Menghasilkan bahan baku atau bahan penolong atau barang setengah jadi atau komponen untuk memenuhi kebutuhan industri lain; 2. Melakukan kegiatan di bidang usaha jasa tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perusahaan PMA yang memenuhi syarat di atas dapat didirikan dengan persyaratan bahwa pemilikan modal saham peserta Indonesia pada saat perusahaan didirikan sekurang-kurangnya 5% (lima persen) dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada saat didirikan dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 20%
Universitas Sumatera Utara
(dua puluh persen) dari seluruh nilai modal saham perusahaan dalam jangka waktu 10 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial sebagaimana tercantum dalam izin usahanya. Modal saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud di atas ditingkatkan lagi menjadi sekurang-kurangnya 51% (lima puluh satu persen) dari seluruh nilai modal saham perusahaan dalam waktu 20 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi secara komersial. Dalam rangka pengembangan iklim usaha, pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing ini dikaitkan pula dengan upaya untuk meningkatkan potensi nasional. Hal ini meliputi baik menyangkut pelaku-pelaku kehidupan ekonomi, sektor usaha, maupun peningkatan kemampuan usaha dalam perekonomian nasional. Lebih dari itu, pengaturan mengenai pemilikan saham ini pun dikaitkan pula dengan pemikiran untuk mendorong pelaksanaan kegiatan dan pertumbuhan ekonomi pada umumnya secara lebih merata di wilayah Indonesia. 57 Sehubungan dengan hal tersebut, perlu melakukan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing yakni dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1993 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor
57
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing.
Universitas Sumatera Utara
17 Tahun 1992 Tentang Persyaratan Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing. Dengan terjadinya perubahan struktur politik dan ekonomi di berbagai bagian dunia, serta meluasnya globalisasi perekonomian dunia, banyak negara yang dulunya sangat tertutup bagi penanaman modal asing, sekarang telah membuka kesempatan yang sebesar-besarnya kepada modal asing dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, pertumbuhan dan memperluas kegiatan ekonominya. Keadaan tersebut telah menimbulkan persaingan yang semakin tajam dalam penanaman modal asing untuk peningkatan dan perluasan investasi. Perubahan di berbagai belahan dunia dimaksud berlangsung dengan cepat, sehingga mendorong banyak negara melakukan efisiensi perekonomiannya agar kelangsungan peningkatan dan perluasan investasi serta peningkatan produktivitas dapat terjamin, keadaan ini telah menimbulkan pula persaingan yang sangat tajam dalam perdagangan dunia. Keadaan di atas berlangsung bersamaan dengan upaya bangsa Indonesia untuk lebih meningkatkan dan memperluas kegiatan ekonomi serta memperbaharui pembangunan nasionalnya dengan memberikan peranan yang semakin besar kepada masyarakat dan dunia usaha dalam pembiayaan pembangunan. Peran tersebut antara lain untuk lebih meningkatkan investasi dan produktivitas serta perluasan pasar ekspor dengan peningkatan daya saing, sehingga terjadi dampak ganda seperti
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, penyerapan bahan/barang yang dihasilkan masyarakat dan peningkatan penerimaan negara dari pajak. 58 Untuk
mendorong
partisipasi
masyarakat
dan
dunia
usaha
dalam
meningkatkan daya saing dalam investasi dan perdagangan dunia serta alih teknologi, kemampuan managerial dan modal agar semakin mampu meningkatkan investasi, pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi di berbagai daerah, maka dipandang perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, yakni dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 ditentukan bahwa Penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk: 1. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau 2. Langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan/atau badan hukum asing.
Jumlah modal yang ditanamkan dalam rangka penanaman modal asing ditetapkan sesuai dengan kelayakan ekonomi kegiatan usahanya. Kepada perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing diberikan izin usaha untuk jangka waktu 30 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi komersial. Izin usaha dapat 58
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam rangka Penanaman Modal Asing.
Universitas Sumatera Utara
diperbarui oleh Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal, apabila perusahaan sebagaimana PMA masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian dan pembangunan nasional. Perusahaan PMA dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom dan mass media.
D. Ketentuan Divestasi Saham Modal Asing Yang Dituangkan Dalam Kontrak Karya
1. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya Secara terminologi, pengertian kontrak karya adalah kontrak antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Penanaman Modal Asing yang memuat persyaratan teknis, finansial dan persyaratan lain untuk melakukan usaha pertambangan bahan galian di Indonesia. 59 Dalam naskah kontrak karya memuat ketentuan-ketentuan yang mengatur soal-soal yang mencakup: aspek hukum, teknis, kewajiban di bidang keuangan dan perpajakan, ketenagakerjaan, perlindungan dan pengolahan lingkungan, hak-hak khusus pemerintah, penyelesaian sengketa, pengakhiran kontrak, soal-soal umum (antara lain: promosi kepentingan nasional, pengembangan wilayah) dan ketentuan-
59
H. Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hal. 146.
Universitas Sumatera Utara
ketentuan lain. Semua ketentuan-ketentuan itu diberlakukan selama jangka waktu kontrak. 60 Pasal 1 Angka 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 Tentang Tata dan Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, kontrak karya adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pengusaha berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batu bara. 61 Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut: “Kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional.’
Definisi ini ada kesamaan dengan definisi yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Sri Woelan Aziz mengartikan kontrak karya adalah: 62
60
Ibid, hal. 147. Pasal 1, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 Tentang Tata dan Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara. 62 H. Salim HS, Op. Cit., hal. 128. 61
Universitas Sumatera Utara
“Suatu kerja sama dimana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional.”
Kedua pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, di dalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum Indonesia dalam pelaksanaan kontrak karya. Dengan demikian, definisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan sehingga yang dimaksud kontrak karya adalah suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak. Definisi ini merupakan definisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu: 63 1. Adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para pihak; 2. Adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau golongan antara pihak asing dengan pihak Indonesia; 63
Ibid, hal. 130.
Universitas Sumatera Utara
3. Adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi; 4. Dalam bidang pertambangan umum; dan 5. Adanya jangka waktu di dalam kontrak karya. Dengan adanya Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 Tentang Tata dan Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, maka Pemerintah Daerah, tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia. Sementara itu, kedudukan Gubernur dan Bupati/Walikota sebagai salah satu pihak dalam kontrak karya. Secara yuridis formal tidak terdapat aturan mengenai bentuk perjanjian divestasi yang dibuat antara penanam modal asing dengan pihak lainnya. Ini berarti bahwa kontrak divestasi saham dapat dilakukan dalam bentuk lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH Perdata). Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Kontrak ini juga dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta notaris. Akta di bawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak, sedangkan akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau dihadapan notaris. Dalam praktiknya, kontrak dalam divestasi saham antara penanam modal asing dengan peserta Indonesia berbentuk tertulis dengan nama sales and purchase
Universitas Sumatera Utara
agreement (SPA). Kontrak ini dibuat antara PT. Newmont Nusa Tenggara dengan peserta Indonesia, yaitu PT. Maju Daerah Bersaing (PT. MDB). 64 Ada dua jenis kontrak dalam SPA, yaitu: 65 a. Sale contract (kontrak penjualan); dan b. Purchase contract (kontrak pembelian).
Sementara itu, dalam sistem hukum Indonesia, hanya disebut dengan perjanjian jual-beli saja, tanpa ada kata “dan”. Pengertian contract of sale yaitu: “A legal contact an exchange of goods, services or property to be exchange from seller (or vendor) to buyer (or purchaser) for an agreed upon value in money (or money equivalent) paid or the promise to pay same. It is a specific type of legal contract.” 66 Ada tiga objek dalam kontrak ini, yaitu: 67 a. Peralihan barang; b. Jasa; c. Properti.
Subjek dalam kontrak ini meliputi penjual dan pembeli, sementara itu, harga yang telah disepakati itu dibayar dalam bentuk uang atau yang setara dengan uang. Dalam Bussines Dictionary.com, ditemukan pengertian contract of sale, yaitu: 68
64
Ibid, hal. 133-134. Ibid, hal. 134. 66 Ibid. 67 Ibid. 65
Universitas Sumatera Utara
“Formal contract by which a seller agrees to sell and a buyer agrees to buy, under certain terms and conditions spelled out in writing in the document signed by both parties. An invoice, for example, is a contract of sale. Also called agreement of sale, contract for sale, sale agreement, or sale contract.”
Unsur-unsur yang tercantum dalam kontrak penjualan ini meliputi sebagai berikut: 69 a. Unsur-unsurnya memiliki bentuk formal, baik kontrak penjualan bawah tangan maupun autentik. b. Para pihaknya adalah penjual dan pembeli. Para pihak setuju untuk menjual dan membeli. c. Syarat-syarat dan kondisinya dijabarkan secara tertulis dalam bentuk dokumen. Faktur merupakan sebuah contoh kontrak penjualan. d. Ditandatangani oleh para pihak. Kontrak penjualan disebut juga kontrak untuk menjual, perjanjian penjualan, atau kontrak penjualan. Menurut Elizabeth Weintraub, kontrak pembelian (purchase contract) adalah: “A binding agreement (between two or more parties with legal capacity) to purchace real property. It is based on legal consideration.” 70 Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian ini meliputi sebagai berikut: 71 a. Ada kesepakatan antara dua pihak atau lebih; b. Para pihak harus cakap untuk melakukan perbuatan hukum; c. Objeknya adalah property. 68
Ibid. Ibid, hal. 134-135. 70 Ibid, hal. 135. 71 Ibid. 69
Universitas Sumatera Utara
Pengertian kontrak penjualan dan pembelian dijumpai dalam peraturan perundangan Inggris dan Amerika Serikat. Dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Penjualan Barang Inggris (Sale of Goods Act 1979) telah dirumuskan pengertian kontrak pembelian barang. Kontrak pembelian barang (a contract of sale of goods) adalah: 72 “A contract by which the seller transfers or agrees to transfer the property in goods to the buyer for a money consideration, called the price.” Artinya kontrak dimana penjual menyetujui untuk mengalihkan hak milik (property) atas barang kepada pembeli, dan pembeli berkewajiban untuk memenuhi prestasi/konsiderasi, yaitu dengan membayar harganya. 73 Pengertian di atas senada dengan pengertian kontrak penjualan (contracts to sell and sales) sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Penjualan Seragam Amerika Serikat (The Uniform Sales Act of 1906). Kontrak penjualan barang (a conrtact to sell goods) adalah: 74 “A contract where by the seller agrees to transfer the property in goods to the buyer for a consideration called the price.” Artinya suatu kontrak dimana penjual menyetujui untuk mengalihkan hak milik atas barang kepada pembeli, dan pembeli menyetujui melaksanakan konsiderasi (prestasinya), yang disebut dengan harga. Kontrak ini dapat dilakukan secara mutlak atau bersyarat.
Sementara itu, subjek yang tidak berwenang untuk melakukan kontrak jual beli, yaitu: 75
72
Ibid. Ibid. 74 Ibid, hal. 136. 75 Ibid. 73
Universitas Sumatera Utara
a. Anak di bawah umur; b. Ketidakmampuan mental; c. Mabuk.
Paparan di atas hanya menyajikan tentang konsep kontrak jual dan beli barang. Dalam kedua kontrak ini, yang menjadi objeknya yaitu barang. Barang dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu: 76 a. Bergerak; b. Tidak bergerak. Yang menjadi subjeknya, yaitu: 77 a. Penjual; dan b. Pembeli.
Dalam berbagai definisi di atas, tidak tergambar tentang kontrak yang berkaitan dengan divestasi saham dari penanam modal asing kepada peserta Indonesia. Adapun judul kontrak yang berkaitan dengan divestasi saham ini, yaitu sale and purchase agreement (SPA). Pengertian sales and purchase agreement adalah: 78 “A legal contract that obligates a buyer to buy and a seller to sell a product or service. SPAs are found in all types of businesses but are
76
Ibid. Ibid. 78 Ibid, hal. 137. 77
Universitas Sumatera Utara
most often associated with real estate deals as a way of finalizing the interests of both parties before closing the deal.”
Yang menjadi subjek hukum dalam kontrak ini, yaitu penjual dan pembeli. Objeknya, yaitu produk atau jasa. Fokus kontrak ini pada transaksi yang berkaitan dengan bisnis, terutama transaksi real estate (perumahan). Sementara itu, pengertian perjanjian jual beli dijumpai dalam Pasal 1457 KUH Perdata. Perjanjian jual beli adalah: 79 “Suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli, dimana pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga, dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.” Unsur-unsur yang tercantum dalam kedua definisi di atas adalah: 80 a. Adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli; b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; dan c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli.
Dalam kedua pengertian di atas, tidak tergambar secara jelas tentang pengertian sales and purchase agreement (SPA) saham yang didivestasikan oleh
79 80
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
penanam modal asing kepada peserta Indonesia. Dengan demikian, pengertian sales and purchase agreement saham dapat dirumuskan sebagai berikut: 81 “Kontrak atau perjanjian yang dibuat antara penjual atau penanam modal asing kepada peserta Indonesia, dimana penanam modal asing menyerahkan sahamnya kepada peserta Indonesia, sedangkan peserta Indonesia berkewajiban untuk membayar harga sesuai dengan yang telah disepakati keduanya.”
Dalam kontruksi ini, subjek SPA ini, yaitu penanam modal asing dan peserta Indonesia. Objeknya, yaitu saham dan harganya. Jumlah saham yang harus didivestasikan oleh penanam modal asing kepada peserta Indonesia, yaitu sebesar 31% (tiga puluh satu persen). Pengalihan ini baru dilakukan setelah berproduksi secara komersial. 82 Perjanjian jual beli saham antara penanam modal asing dengan peserta Indonesia tunduk pada sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, perjanjian jual beli saham ini tunduk pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Peraturan perundangundangan itu meliputi: 83 a. Buku III KUH Perdata (Pasal 1457 s.d Pasal 1450 KUH Perdata Tentang Jual Beli); b. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;
81
Ibid. Ibid. 83 Ibid, hal. 138. 82
Universitas Sumatera Utara
c. Pasal 79 dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. e. Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, khusus mengenai pertambangan.
Perencanaan divestasi saham adalah sesuai dengan perjanjian yang secara kontraktual telah dinyatakan. Karena perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari Undang-Undang diadakan oleh Undang-Undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak dimaksudkan agar diantara para pihak terkait suatu perikatan hukum dan para pihak terikat satu sama lain karena janji yang telah para pihak berikan.
2. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Divestasi Saham Modal Asing Para pihak atau subjek dalam hukum divestasi, yaitu: 84 a. Pemerintah; b. Penanam modal asing; dan c. Pihak lainnya. Pemerintah dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 85 a. Pemerintah pusat; dan
84 85
Ibid, hal. 5. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemerintah daerah. Penanam modal asing terdiri dari: 86 a. Perseorangan warga negara asing; b. Badan usaha asing; dan/atau c. Pemerintah asing. Pihak lainnya, dapat berupa: 87 a. Badan usaha; b. BLU; c. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota; d. BLUD; e. Badan hukum asing.
Secara yuridis normatif, para pihak dalam divestasi saham asing telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan badan hukum asing. Dalam Pasal 112 UndangUndang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara telah ditentukan pihak-pihak dalam divestasi yang dimiliki pihak asing. Ada dua pihak yang terkait dalam transaksi divestasi saham, yaitu pemilik modal asing dengan pihak lainnya. Pihak lainnya telah ditentukan secara rinci, yaitu: 88
86
Ibid. Ibid. 88 Ibid, hal. 121. 87
Universitas Sumatera Utara
a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah; c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); d. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); atau Badan Usaha Swasta Nasional.
Penentuan secara rinci ini dimaksudkan bahwa pemilik modal asing harus menawarkan pertama sekali kepada Pemerintah Pusat. Namun, apabila Pemerintah Pusat belum mampu membelinya, barulah ditawarkan kepada Pemerintah Daerah. Apabila Pemerintah Daerah belum mampu juga untuk membelinya, barulah ditawarkan kepada BUMN, BUMD, atau Badan Usaha Swasta Nasional sesuai dengan urutan-urutannya. Dalam Pasal 24 Kontrak Karya yang telah ditandatangani pada tanggal 2 Desember 1886 telah ditentukan pihak-pihak yang akan menawarkan dan menerima tawaran divestasi saham. Saham yang dimiliki oleh PT. Newmont Nusa Tenggara akan ditawarkan untuk dijual atau diterbitkan kepada: 89 a. Pemerintah Indonesia; b. Warga Negara Indonesia; dan c. Perusahaan Indonesia yang dikendalikan oleh Warga Negara Indonesia.
PT. Newmont Nusa Tenggara telah menawarkan sahamnya kepada Pemerintah Indonesia pada tanggal 14 Juli 2006. Namun, Pemerintah Indonesia belum dapat membeli saham yang ditawarkan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara 89
Ibid, hal. 122.
Universitas Sumatera Utara
dengan alasan kemampuan keuangan yang masih relatif terbatas. Pemerintah Indonesia telah menawarkan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa. Apabila tawaran yang disampaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara ditolak oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa, Pemerintah Indonesia harus menawarkan kepada : (1). Warga Negara Indonesia atau (2). Perusahaan Indonesia yang dikendalikan oleh Warga Negara Indonesia. Apabila Warga Negara Indonesia dan Perusahaan Indonesia yang dikendalikan Warga Negara Indonesia juga menolak, barulah PT. Newmont Nusa Tenggara menawarkannya ke Pasar Modal. Mengenai para pihak dalam divestasi saham pemerintah, ada dua pihak yang terkait yaitu pemerintah dengan pihak lainnya. Pihak lainnya meliputi: 90 1. Badan usaha; 2. BLU; 3. Pemerintah provinsi/kabupaten/kota; 4. BLUD; 5. Badan Hukum Asing.
3. Jumlah dan Jangka Waktu Divestasi Modal Asing Objek hukum divestasi adalah aset atau saham yang dimiliki oleh pemerintah ataupun yang dimiliki oleh penanam modal asing. Mengenai saham yang ditanamkan
90
Ibid, hal. 91.
Universitas Sumatera Utara
oleh penanam modal asing dalam melakukan investasi dalam berbagai bidang usaha yang terbuka untuk investasi asing, dapat 100% (seratus persen) modalnya dimiliki oleh investor asing dan dapat juga 80% (delapan puluh persen) dimiliki oleh investor asing. Apabila modal itu dimiliki oleh investor asing 100% (seratus persen), maka investor asing itu harus melakukan divestasi sebanyak 51% (lima puluh satu persen). Akan tetapi, apabila investasi yang ditanamkan oleh investor asing sebesar 80% (delapan puluh persen), maka investor asing itu harus melakukan divestasi sahamnya sebanyak 31% (tiga puluh satu persen), sementara yang 20% (dua puluh persen) telah dikuasai oleh badan hukum domestik. Penguasaan itu dilakukan pada saat investor asing melakukan investasi pertama kalinya karena harus melakukan kontrak joint venture (perjanjian patungan) antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik. 91 Jumlah saham yang harus ditawarkan oleh penanam modal asing kepada pihak lainnya telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan kontrak karya yang dibuat dan ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan penanam modal asing. Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang jumlah saham yang wajib ditawarkan oleh penanam modal asing kepada pihak lainnya, yaitu: 92 a. Pasal 27 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Ketentuan ini menggunakan kata-kata wajib memberi kesempatan partisipasi bagi modal nasional secara efektif setelah jangka waktu tertentu dan menurut imbangan yang ditetapkan oleh pemerintah.
91 92
Ibid, hal. 6. Ibid, hal. 122.
Universitas Sumatera Utara
b. Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan ini diatur jumlah saham yang harus ditawarkan kepada pihak lainnya. Jumlah saham yang harus didivestasi adalah sebagian (50% (lima puluh persen)). c. Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada ketentuan lama, jumlah saham yang harus ditawarkan oleh penanam modal asing kepada pihak Indonesia adalah sebanyak 51% (lima puluh satu persen), sementara dalam Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, jumlah saham yang ditawarkan oleh penanam modal asing kepada peserta Indonesia sebanyak 20% (dua puluh persen). 93 Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 kemudian diubah dengan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menentukan bahwa pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing setelah 5 tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki peserta Indonesia. Ini berarti bahwa ketentuan lama lebih menguntungkan pihak Indonesia karena penanam modal asing hanya menguasai saham sebanyak 49% (empat puluh 93
Ibid, hal. 124.
Universitas Sumatera Utara
sembilan persen), sedangkan dalam ketentuan baru yang diuntungkan adalah penanam modal asing karena penanam modal asing dapat menguasai saham mayoritas sebanyak 60% - 80% (enam puluh persen sampai delapan puluh persen). Dengan demikian, penanam modal asing akan menjadi pemilik saham minoritas. Disamping itu, yang memegang kendali perusahaan tetap pada pemegang saham mayoritas. Pandangan para ahli tentang besarnya divestasi saham sebanyak 20% (dua puluh persen) disajikan sebagai berikut. Tjatur Sapto Edy mengatakan bahwa: 94 “Besaran divestasi yang dibatasi hanya 20% (dua puluh persen) tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Suasana kebatinan yang terjadi ketika Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba itu menghendaki kepemilikan pihak nasional, baik BUMN, BUMD, maupun swasta secara mayoritas. Jadi, sebelumnya Undang-Undang ini ingin menggedor supaya BUMN dibesarkan. Kalau dibatasi 20% (dua puluh persen) dan hanya menawarkan saja, artinya pemerintah tidak punya kehendak untuk memperjuangkan penguasaan tambang.” Aviliani mengatakan bahwa: 95 “Divestasi saham di sektor pertambangan lebih baik diarahkan untuk BUMN atau BUMD. Hal itu untuk menghindari penggunaan dana APBN atau APBD sebagai sumber pembiayaan saham tersebut selain itu, pembelian saham divestasi oleh pemerintah pusat atau pemerintah bisa berbahaya karena kemungkinan ada intervensi dan unsur politik di dalamnya.”
94 95
Ibid. Ibid, hal. 125.
Universitas Sumatera Utara
Pri Agung Rakhmanto mengemukakan: 96 “Kendati tanggung, besaran 20% (dua puluh persen) memang terlihat rasional apabila hanya dilandaskan pada tujuan untuk memiliki dan mendapatkan penerimaan bagi pihak Indonesia. Namun, bila tujuan divestasi lebih pada penguasaan nasional terhadap kekayaan alam besaran itu relatif kecil. Kalau hanya untuk menambah penerimaan, 20% (dua puluh persen) itu masuk akal. Namun, kalau tujuannya supaya suatu saat menjadi milik nasional mesti lebih dari 20% (dua puluh persen).” Disamping itu, Pri Agung Rakhmanto juga mempertanyakan rencana kebijakan pemerintah yang tidak akan menerapkan sanksi apabila divestasi tidak terealisasi sesuai dengan jadwal. Pembatasan kewajiban hanya pada tahap penawaran justru menimbulkan kesan kebijakan yang abu-abu. 97
4. Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak Karya Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah: 98 a. b. c. d. e. f. g.
Memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional; Meningkatkan pendapatan Asli Daerah (PAD); Menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; Meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang; Meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; Meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat lingkar tambang; Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.
96
Ibid. Ibid. 98 H. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 57. 97
Universitas Sumatera Utara
Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah: 99 a. b. c. d. e. f.
Kehancuran lingkungan hidup; Penderitaan masyarakat adat; Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; Meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; Kehancuran ekologi pulau-pulau; dan Terjadi pelanggaran hak asasi manusia pada kuasa pertambangan. Ida Bagus Rahmadi Supancana mengemukakan hasil penelitian yang
berkaitan dengan sumber potensi sengketa menyangkut divestasi, yaitu kelemahan rumusan kontrak karya dan ketentuan tentang mekanisme penyelesaian sengketa. 100 Ada tiga kelemahan dalam kontrak karya, yaitu: 101 a. Tidak menjelaskan bagaimana mekanisme divestasi, apakah melalui pasar modal atau melaui private placement dengan mengundang strategic partner; b. Tidak menjelaskan peran pemerintah dalam proses divestasi; c. Tidak ada ketentuan tentang apa kriteria yang digunakan dalam penetapan harga saham.
Kelemahan-kelemahan ketentuan kontrak karya tersebut sangat berpotensi memunculkan sengketa karena ketidakjelasan isi kontrak akan mengakibatkan masing-masing pihak berupaya untuk menafsirkan sesuai dengan kepentingannya. Masing-masing merasa benar sesuai dengan penafsiran dan justifikasinya. Hal ini tidak hanya menyebabkan terhambatnya proses divestasi dan timbulnya sengketa, namun juga menciptakan ketidakpastian hukum.
99
Ibid. Ibid, hal. 77. 101 Ibid, hal. 78. 100
Universitas Sumatera Utara
Aspek ketidakpastian hukum karena tidak berfungsinya sistem hukum di Indonesia berpotensi meningkatkan risiko investasi di Indonesia. Ini merupakan salah satu faktor yang membuat daya saing investasi Indonesia rendah. Secara umum, dapat dikatakan bahwa jika dalam suatu hubungan bisnis muncul perbedaan pendapat atau masalah, penyelesaian yang paling baik dilakukan sendiri oleh pihak-pihak yang terkait. Untuk mengatasi perbedaan pendapat dan masalah itu, antara lain melalui negosiasi. 102 Negosiasi adalah suatu proses dimana dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. Pertentangan kepentingan memberikan alasan terjadinya suatu negosiasi. Persamaan kepentingan juga memberikan alasan terjadinya negosiasi atas dasar motivasi untuk mencapai kesepakatan. 103 Mekanisme penyelesaian sengketa pada dasarnya menekankan pada penyelesaian melalui cara-cara perundingan, konsultasi, dan konsiliasi. Jika cara-cara tersebut telah dilakukan melebihi jangka waktu 90 hari dan tetap tidak dapat menyelesaikan sengketa para pihak akan menyelesaikannya melalui arbitrase. Kelemahan ketentuan arbitrase dalam kontrak karya, yaitu sebagai berikut: 104 a. Ketentuan tentang arbitrase tersebut sangat umum sehingga dapat menimbulkan: 1) Penafsiran yang berbeda, baik mengenai forum penyelesaian sengketa; 2) Peraturan dan prosedur yang diterapkan; 102
Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 37. 103 Heron, dkk, Negosiasi Efektif Sebuah Panduan Praktis, (Jakarta: Perwakilan Indonesia, 2002), hal. 1. 104 H. Salim HS, Op. Cit., hal. 78.
Universitas Sumatera Utara
3) Keanggotaan ataupun sifat keputusan arbitrase. b. Ketentuan tentang penyelesaian sengketa dalam kontrak karya tidak jelas karena: 1) Sama sekali tidak mengacu kepada forum arbitrase mana sengketa tersebut harus diselesaikan; 2) Sifat keputusan yang diambil, apakah final and binding ataukah hanya bersifat rekomendasi, juga tidak jelas; 3) Susunan dan keanggotaan majelisnya tidak jelas, apakah tunggal atau terdiri dari 3 orang. Ketentuan tentang arbitrase tersebut juga sangat umum sehingga dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda, baik mengenai forum penyelesaian sengketa, peraturan dan prosedur yang diterapkan, keanggotaan, maupun sifat keputusan arbitrase. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional merupakan cara pengakhiran sengketa yang telah disepakati antara pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Kesepakatan ini telah dituangkan dalam dokumen kontrak karya PT. Newmont Nusa Tenggara. Cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa itu adalah melaui lembaga Arbitrase Uncitral di New York. 105 Tujuan Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan melalui Arbitrase Uncitral di New York adalah: 106 a. Menjaga iklim investasi; dan b. Sikap menghormati kontrak. Untuk mengajukan sengketa pada lembaga Arbitrase Uncitral, Pemerintah Indonesia harus menyatakan default kepada PT. Newmont Nusa Tenggara. Default
105 106
Ibid, hal. 164. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mendaftarkan gugatannya pada tanggal 29 Juli 2008. Isi gugatannya, yaitu sebagai berikut: 107 a. Pemegang saham mayoritas PT. Newmont Nusa Tenggara telah melakukan wanprestasi terhadap kontrak karya (contract of work) yang mewajibkan divestasi saham kepada Pemerintah RI dilakukan secara bertahap 3% (tiga persen) pada tahun 2006, 7% (tujuh persen) pada tahun 2007, dan 7% (tujuh persen) pada tahun 2008 karena sampai saat ini kewajiban kontraktual tersebut masih belum dilaksanakan; dan b. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata, Pemerintah RI menuntut agar kontrak karya tersebut diakhiri sehingga pengoperasian tambang sepenuhnya dikuasai kembali oleh Pemerintah RI. Pihak yang bertindak sebagai arbiter dalam gugatan perkara divestasi ini terdiri dari tiga arbiter, yakni: 108 a. Robert Briner; b. M. Sonarajah; dan c. Stephen M. Scwebel
Robert Briner merupakan arbiter independent. Robert Briner berasal dari swiss. Robert Briner akan menjadi penengah proses arbitrase dalam sidang akhir putusan arbitrase divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara. M. Sonarajah berasal dari Singapura. Robert Briner ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia. Arbiter Judge Stephen M. Scwebel berasal dari AS. Robert Briner mewakili Sumitomo Corporation dan Newmont Corp. 109
107
Ibid, hal. 164-165. Ibid, hal. 165. 109 Ibid. 108
Universitas Sumatera Utara
Sidang perdana telah dilakukan pada tanggal 10 Desember 2008 di Hotel JW Marriot Jakarta. Dalam sidang arbitrase uncitral ini, telah didengar saksi-saksi dan berbagai dokumen penawaran dan jawaban, baik yang disampaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara maupun Pemerintah Indonesia. Saksi-saksi yang telah didengar dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 110 a. Saksi yang berasal dari pemohon atau Pemerintah Indonesia; dan b. Saksi yang berasal dari PT. Newmont Nusa Tenggara. Saksi-saksi yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terdiri dari: 111 a. b. c. d. e. f. g.
K.H. Zulkifli Muhadli; Mahendra Asoka dan Shamil Shamsuddin; Simon F. Sembiring; MS. Marpaung; H. Lalu Serinata; G.P. Aji Wijaya; M. Lutfi; Saksi dari PT. Newmont Nusa Tenggara terdiri dari: 112
a. b. c. d. e.
Russel Ball; Britt Banks; Martiono Hadiato; Rio Ogawa; dan Rahmat Sadeli Soebagia Soemadipradja. Disamping itu, dikenal juga saksi fakta. Saksi fakata merupakan saksi-saksi
yang mengtahui tentang proses divestasi dan fakta-fakta yang berkaitan dengan divestasi saham PT. Newmont Nusa Tenggara. Saksi fakta tersebut antara lain: 113
110
Ibid. Ibid. 112 Ibid, hal. 165-166. 113 Ibid, hal. 166. 111
Universitas Sumatera Utara
a. b. c. d. e. f. g.
Muh. Amin; Russel Ball; Martiono Hadiato; Kent Rowey; Malik Salim; Rahmat Sadeli Soebagia Soemadipradja; dan Arifin Umar. Dari hasil pemeriksaan, baik dari saksi-saksi maupun bukti surat, Majelis
Arbitrase telah menetapkan putusan tentang sengketa divestasi antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Putusan itu ditetapkan pada tanggal 31 Maret 2009. Isi putusan itu meliputi sebagai berikut: 114 a. PT. Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk menjamin bahwa saham yang akan dialihkan/dijual kepada Pemerintah Indonesia sesuai dengan Pasal 24 Ayat (3) Kontrak Karya adalah bebas dari gadai. b. PT. Newmont Nusa Tenggara diwajibkan untuk melakukan divestasi saham sebesar: (a). 3% (tiga persen) pada tahun 2006; dan (b) 7% (tujuh persen) pada Tahun 2007 kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa, atau perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah. Pengaturan sumber dana yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah tersebut dan/atau perusahaan yang ditunjuknya bukan merupakan urusan PT. Newmont Nusa Tenggara. c. Mengenai 7% (tujuh persen) saham divestasi tahun 2008. PT. Newmont Nusa Tenggara wajib untuk menyerahkan saham tersebut kepada pemerintah, yaitu Pemerintah RI atau Pemerintah Daerah atau perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah RI atau Pemda jika sesudah persetujuan mengenai harga penyerahan saham, Pemerintah melaksanakan haknya berdasarkan ketentuan Pasal 24 Ayat (3) Kontrak Karya. d. PT. Newmont Nusa Tenggara diberikan jangka waktu 180 hari, sejak putusan untuk melakukan divestasi saham kepada Pemerintah RI. e. Biaya: 1) PT. Newmont Nusa Tenggara diperintahkan untuk membayar kepada Pemerintah RI dalam jangka waktu 30 hari sesudah pemeritahuan keputusan ini uang sejumlah USD 190,306.25 untuk biaya arbitrase, ditambah bunga 6% (enam persen) per tahun terhitung sejak 12 November 2008. 2) PT. Newmont Nusa Tenggara diperintahkan untuk membayar kepada pemerintah RI dalam jangka waktu 30 hari sesudah pemeritahuan keputusan 114
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
ini uang sejumlah USD 1,658,243 untuk biaya perwakilan dan bantuan hukum. f. Tuntutan lainnya tidak dikabulkan. Gugatan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia adalah meminta untuk diakhiri kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara. Namun, gugatan yang dihajatkan oleh Pemerintah Indonesia tidak dikabulkan oleh Majelis Arbitrase. Tuntutan yang dikabulkan oleh Majelis Arbitrase, yaitu: 115 a. Saham yang digadaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara; b. Kewajiban divestasi; dan c. Biaya perkara. Ketiga hal itu dijelaskan sebagai berikut: a. Kedudukan hukum gadai saham Setiap tindakan atau perbuatan hukum apa pun yang dilakukan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara harus meminta persetujuan kepada Pemerintah Indonesia. Begitu juga dengan masalah saham yang digadaikan kepada bank. Pada tahun 1997, PT. Newmont Nusa Tenggara telah mengajukan surat permohonan kepada Pemerintah Indonesia agar dapat menggadaikan saham yang dimilikinya kepada pihak lainnya. Atas dasar permohonan itu, Pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyetujui
115
Ibid, hal. 167.
Universitas Sumatera Utara
permohonan tersebut. Persetujuan itu telah dituangkan dalam surat bernomor 4064/03/M.SI/1997, tertanggal 30 Oktober 1997. 116 PT. Newmont Nusa Tenggara, dalam hal ini Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation telah menggadaikan sahamnya kepada bank ekspor impor Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Jumlah pinjaman PT. Newmont Nusa Tenggara sebanyak US$ 1 Miliar dollar AS. Hal yang menjadi objek jaminannya berupa saham PT. Newmont Nusa Tenggara, yang dimiliki Newmont Indonesia Limited dan Nusa Tenggara Mining Corporation dan PT. Pukuafuh Indah (100% (seratus persen)). 117 Secara yuridis formal, gadai saham dapat dibenarkan. Hal ini sesuai dengan konstruksi Pasal 1150 KUHPerdata. Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa objek gadai,
yaitu
berupa
saham,
harus
berada
pada
pemegang
gadai
(asas
inbezitstelling).ini berarti bahwa saham-saham yang digadaikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara tetap berada pada bank sampai utang pokoknya, berupa pinjaman senilai US$ 1 Miliar beserta bunga-bunganya, telah dilunasi pada bank. Apabila utang pokok beserta bunganya telah disetorkan pada bank, bank berkewajiban untuk mengembalikan saham yang telah digadaikan. 118 Hal yang menjadi kekhawatiran pembeli saham adalah PT. Newmont Nusa Tenggara tidak mampu melaksanakan kewajibannya, yaitu membayar utang pokok beserta bunganya pada bank. Akibatnya saham yang telah digadaikan itu dapat 116
Ibid, hal. 168. Ibid. 118 Ibid. 117
Universitas Sumatera Utara
dilelang oleh bank. Pihak yang rugi nantinya adalah pembeli saham itu sendiri. Pembeli saham tidak dapat menikmati deviden atas saham yang dibelinya. Pada saat PT. Newmont Nusa Tenggara melakukan penawaran saham kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa, PT. Newmont Nusa Tenggara telah menawarkan berbagai opsi kontrak, yaitu kontrak jual beli, pinjaman uang dan perjanjian untuk menggadaikan sahamnya lagi kepada bank. Pemerintah Indonesia telah meminta kepada Majelis Arbitrase Internasional supaya saham yang akan dialihkan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara harus bebas dari unsur gadai dan tidak diperkenankan untuk gadai ulang oleh pemilik saham senior. Majelis Arbitrase telah mengabulkan gugatan itu dalam putusannya tertanggal 31 Maret 2009. b. Kewajiban divestasi Majelis Arbitrase Internasional telah menetapkan putusan yang mewajibkan PT. Newmont Nusa Tenggara untuk melakukan divestasi saham yang dimilikinya. Jumlah saham yang harus didivestasikansebanyak 17% (tujuh belas persen), yang terdiri dari 3% (tiga persen) saham yang didivestasikan pada tahun 2006, 7% (tujuh persen) saham yang didivestasikan pada tahun 2007, dan 7% (tujuh persen) saham yang didivestasikan pada tahun 2008. saham yang didivestasikan pada tahun 2006 dan 2007 sebanyak 10% (sepuluh persen) harus didivestasikan kepada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Sumbawa Barat, dan Kabupaten Sumbawa, sementara saham 7% (tujuh persen) tahun 2008 tidak disebutkan secara
Universitas Sumatera Utara
pasti calon pembeli. Hanya disebutkan bahwa 7% (tujuh persen) saham tahun 2008 harus didivestasikan kepada: 119 a. Pemerintah Indonesia; atau b. Pemerintah daerah; atau c. Perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia.
Pembeli saham ini masih bersifat alternatif. Artinya apabila Pemerintah Indonesia belum mampu membelinya, harus ditawarkan kepada Pemerintah Daerah. Apabila Pemerintah Daerah tidak mampu, Pemerintah Indonesia dapat menunjuk perusahaan untuk membeli saham sebesar 7% (tujuh persen). Dalam realitasnya, semua saham yang didivestasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara sebanyak 10% (sepuluh persen) itu telah dibeli oleh PT. Maju Daerah Bersaing (PT. MDB). PT ini merupakan gabungan dari PT. Multi Capital dan PT. Daerah Maju Bersaing (PT. DMB). Pemilik saham mayoritas ada pada PT. Multi Capital sebanyak 75% (tujuh puluh lima persen), sedangkan PT. DMB memiliki saham sebanyak 25% (dua puluh lima persen). Namun, saham yang dimiliki PT. DMB hanya berupa saham kosong karena PT. DMB tidak pernah menyetorkan modalnya secara riil kepada PT. MDB. Pembagian keuntungan dari saham yang dibeli oleh PT. MDB, yaitu 10% (sepuluh persen) untuk PT. DMB, sisanya untuk pemilik saham mayoritas. 120
119 120
Ibid, hal. 169. Ibid, hal. 169-170.
Universitas Sumatera Utara
c. Biaya perkara Dalam putusannya, Majelis Arbitrase Internasional telah menetapkan bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara wajib untuk membayar: 121 1. Biaya arbitrase; dan 2. Biaya perwakilan dan bantuan hukum
Besarnya biaya arbitrase yang harus dibayar oleh PT. Newmont Nusa Tenggara sebanyak USD 190, 306.25. Sementara itu, untuk biaya perwakilan dan bantuan hukum sejumlah USD 1,658,243. Dalam Pasal 38 Arbitrase Uncitral telah ditentukan bahwa Mahkamah Arbitrase wajib mencantumkan jumlah biaya yang pasti ke dalam putusannya. Biaya itu meliputi: 122 a. Biaya Mahkamah Arbitrase yang dicatat terpisah dari biaya yang diberikan kepada arbiter; b. Biaya perjalanan dan pengeluaran lain oleh arbiter; c. Biaya penasihat ahli, bantuan, dan lain-lain yang ada hubungan dengan Mahkamah Arbitrase; d. Biaya perjalanan dan pengeluaran lain para saksi yang disetujui Mahkamah Arbitrase; e. Biaya perwakilan resmi, termasuk para pembantu yang jumlahnya patut; f. Biaya dan pengeluaran badan kuasa, seperti pengeluaran Sekretraris Jenderal Permanent Court Of Arbitration di Den Haag. Ketiga jenis putusan yang tercantum dalam putusan Mahkamah Arbitrase tidak menimbulkan masalah bagi PT. Newmont Nusa Tenggara karena ketiga putusan itu dapat dilaksanakan dengan baik olehnya. Namun, putusan yang sangat dikhawatirkan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara pada saat sidang Mahkamah
121 122
Ibid, hal. 170. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Arbitrase adalah yang berkaitan dengan pemutusan kontrak karya. Dengan adanya putusan itu, maka PT. Newmont Nusa Tenggara tidak lagi menjalankan bisnisnya di lingkar tambang Batu Hijau, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Para penggugat, khususnya Pemerintah Kabupaten Sumbawa barat berharap putusan Mahkamah Arbitrase adalah pemutusan kontrak karya sehingga dengan pemutusan kontrak karya itu, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dapat menjadi operator kegiatan tambang di PT. Newmont Nusa Tenggara. Bahkan Slamuddin Daeng mengemukakan bahwa: 123 “Pemerintah Indonesia bersama rakyat harus segera mengambil alih putusan perusahaan tambang PT. Newmont Nusa Tenggara melalui skema divestasi sebagaimana yang menjadi mandat Undang-Undang Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967 dan Kontrak Karya (KK) pemerintah dengan Newmont tahun 1986. Pengambilalihan perusahaan tambang tersebut dapat dilakukan secara sepihak oleh Pemerintah Indonesia karena jelas PT. Newmont Nusa Tenggara telah melangar hukum yang berlaku di negara ini. Hanya dengan jalan mengambil alih perusahaan tambang sesuai undang-undang yang berlaku di Negara Republik Indonesia (RI), pengelolaan tambang mineral dapat diletakkan sebagai upaya untuk pembentukan modal ekonomi nasional, industrialisasi nasional, pengelolan lingkungan yang lebih baik, dan selanjutnya menjadi landasan kesejahteraan rakyat Indonesia.” Putusan Mahkamah Arbitrase yang disajikan di atas sudah tepat karena para arbiter telah memutuskan berdasarkan dokumen kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Newmont Nusa Tenggara dan tidak ada alasan
123
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
untuk melakukan pemutusan kontrak karya karena PT. Newmont Nusa Tenggara telah melaksanakan kewajibannya sesuai kontrak karya. Kewajiban itu meliputi: 124 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Iuran tetap untuk wilayah kontrak atau wilayah pertambangan; Iuran eksplorasi/produksi (royalty) untuk mineral yang diproduksi perusahaan; Iuran eksplorasi/produksi tambahan atas mineral yang diekspor; Pajak penghasilan atas segala jenis keuntungan yang diterima atau yang diperoleh perusahaan; Pajak penghasilan perorangan; Pajak atas bunga, deviden atau royalty; Pajak pertambahan nilai (PPn) atas pembelian dan penjualan barang-barang kena pajak; Bea materai atas dokumen-dokumen yang sah; Bea masuk atas barang-barang yang diimpor ke Indonesia; Pajak Bumi dan bangunan (PBB). Disamping itu, kewajiban melakukan penawaran divestasi telah dilakukan
oleh PT. Newmont Nusa Tenggara sejak tahun keenam, yaitu sejak berproduksi secara komersial (2006). Namun, dalam pelaksanaan divestasi tidak tercapai kesepakatan tentang sistem pembayaran saham yang didivestasikan. Di satu sisi, ada yang menginginkan dengan pinjaman uang dari pemilik modal asing PT. Newmont Nusa Tenggara, dan di sisi yang lain ada yang menginginkan pembayaran harga saham dengan menggunakan dana dari pihak ketiga.
124
Ibid, hal. 171-172.
Universitas Sumatera Utara