6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian De Quervain’s Syndrome De Quervain’s syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi pembungkus tendon otot abductor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis dengan jepitan pada kedua tendon tersebut serta pergesekan yang terlalu banyak atau lama sehingga sarung tendon menjadi radang dan menebal tetapi tendon normal (Richardson & Iglarsh, 2009). De Quervain’s Syndrome adalah suatu bentuk peradangan yang disertai rasa nyeri dari selaput tendon yang berada di sarung synovial, yang menyelubungi extensor pollicis brevis dan abductor pollicis longus (Appley, 2008). Berikut gambar tentang De Quervain’s Syndrome:
Inflamasi tendon abductor pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis Gambar 2.1 De Quervain’s Syndrome Sumber: Adam, 2014
7
2.2 Etiologi Penyebab dari De Quervain’s syndrome belum diketahui secara pasti. Tetapi ada beberapa faktor yang dianggap menjadi penyebab dari sindrom ini yaitu: a.
Overuse Gerakan yang berlebihan dan terlalu dibebani pada sendi carpometacarpal
I dapat menyebabkan ruptur dan peradangan pada daerah tersebut sebagai akibat dari pergesekan, tekanan, dan iskemia daerah persendian. b.
Trauma Langsung Trauma langsung yang menyerang pada tendo m. abductor pollicis
longus dan m. extensor pollicis brevis dapat menyebabkan kerusakan jaringan serta peradangan yang bisa menimbulkan reaksi nyeri. c.
Peradangan Sendi Kerusakan persendian akibat radang dapat mengakibatkan terjadinya
erosi tulang yang terjadi pada bagian tepi sendi akibat invasi jaringan granulasi dan akibat resorbsi osteoclast. Dan pada tendon terjadi tenosinovitis yang disertai invasi kolagen yang dapat menyebabkan rupture tendon baik total maupun parsial (Parry, 2004). 2.3. Patofisiologi Gerakan
dan
pembebanan
yang
berlebihan
menimbulkan
adanya
pergesekan, tekanan, dan iskemia pada sekitar sendi carpometacarpal I, serta nyeri pada pergelangan tangan tepatnya pada
m. abductor pollicis longus dan m.
ekstensor pollicis brevis. Proses peradangan ini juga bisa mengakibatkan
8
timbulnya bengkak dan nyeri (Clarke, 2007). Kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan termasuk pembungkus tendon yang menutupi tendon otot abduktor pollicis longus dan tendon otot ekstensor pollicis brevis pada tepi lateral. Inflamasi pada daerah ini umumnya terlihat pada pasien yang menggunakan tangan dan ibu jarinya untuk kegiatan-kegiatan yang repetitif. Karena itu, de Quervain’s syndrome dapat terjadi sebagai hasil dari mikrotrauma kumulatif (repetitif). Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau penggunaan berlebih pada jari-jari tangan (overuse) menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon sheath yang memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi pergesekan otot dengan tendon sheath karena cairan sinovial yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath. Proliferasi ini menyebabkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat ini memenuhi hampir seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan pada tendon sheath tersebut dan hal ini akan mempengaruhi pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus lanjut akan terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan otot-otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari bila digerakkan yang sering merupakan keluhan utama pada penderita penyakit ini. Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus dan ekstensor polisis brevis menebal dan melewati puncak dari prosesus stiloideus radius (Apley, 2008).
9
2.4. Tanda dan Gejala Klinis Ada beberapa tanda dan gejala klinis yang dapat kita amati dari penderita De Quervain syndrome, antara lain: a.
Nyeri pada sekitar ibu jari
b.
Bengkak pada pergelangan tangan sisi ibu jari
c.
Rasa tebal-tebal pada sekitar pergelangan tangan sisi ibu jari karena syaraf yang menempel pada selubung tendon ikut teriritasi maupun karena penjepitan syaraf dari tendon yang membengkak
d.
Adanya penumpukan cairan pada daerah yang mengalami bengkak
e.
Krepitasi saat menggerakkan ibu jari
f.
Persendian ibu jari terasa kaku saat bergerak
g.
Adanya penurunan lingkup gerak sendi carpometacarpal (Salter, 2008).
2.5.
Komplikasi Rasa nyeri pada gerakan ibu jari sebagai akibat dari peradangan
m.abductor pollicis longus dan m.extensor pollicis brevis dapat menimbulkan komplikasi berupa kelemahan otot, ruptur otot serta disuse atrofi (Clarke,2008). 2.6.
Prognosis Prognosis dari De Quervain’s syndrome adalah baik jika penderita
sindrom ini menjalani perawatan dengan baik dan teratur. Tetapi jika terapi konservatif gagal dilakukan, maka pasien memerlukan tindakan operasi. Operasi dapat menunjukkan hasil yang baik tetapi ada sekitar satu dari lima penderita yang dioperasi menemukan masalah baru yang dapat berupa penurunan sensoris pada
10
daerah punggung tangan serta tenderness pada jaringan parut(Richardson & Iglarsh, 2009). 2.7 Anatomi Tangan 2.2.1 Tulang-tulang tangan Tulang atau rangka terdiri dari tulang-tulang pergelangan tangan (ossa carpi), tulang-tulang telapak tangan (ossa metacarpi) dan ruas-ruas jari tangan (phalanges digitorum manus). 1)
Ossa Carpi Ossa carpi terdiri dari delapan buah tulang-tulang kecil yang letaknya teratur. a) Os Scapoideum Os scapoideum berbentuk seperti perahu dengan dataran proksimal yang konvek dan bersendi dengan radius. b) Os Lunatum Os lunatum berbentuk seperti bulan sabit, dengan dataran proksimal yang konvek untuk bersendi dengan radius. c) Os Triquetum Os triquetum mempunyai tiga sisi, bagian proksimal berhubungan dengan bagian distal. d)
Os Pisiforme Os pisiforme tulang kecil seperti biji kacang yang melekat di dataran volair os triquetum.
e)
Os Trapezium
11
Os trapezium mempunyai hubungan dengan os naviculare, os trapezoideum dan dengan metacarpus I dan II. f)
Os Capitatum Os capitatum berbentuk bulat dan panjang sehimgga disebut caput.
g) Os Hamatum Os hamatum mempunyai bentuk seperti lidah, tulang ini berhubungan dengan os triquetum, os capitulum dan os metacarpus II. h) Os Trapezoideum Os trapezoideum, os capitulum, dan os scapoideum pada os metacarpus II. 2)
Ossa metacarpi Ossa metacarpi terdiri dari tiga bagian yaitu basis, corpus dan capitulum. a) Basis Pada metacarpi nomor 1 dataran seperti pelana, basis metacarpi nomor 2 dataran sendi menghadap ke arah ulnar, basis nomor 3 dataran sendi bersendi dengan nomor 4 dan nomor 2. Basis nomor 4, facit menghadap ke ulnar serta basis nomor 5 hasilnya tidak bersudut tetapi membulat dengan dataran sendi ke arah radial. b) Corpus Corpus berbentuk langsing dengan fasies dorsalis yang konvex dan facies volaris yang konkaf. c) Capitulum Capitulum ini berbentuk membulat dan bersendi dengan phalanges.
12
3)
Phalanges digitorum manus Phalangis digitorum terdiri dari tiga buah phalang kecuali ibu jari terdiri dari
dua buah phalang. a) Phalanges I Basisnya konkaf, ujung distalnya disebut trochlia dan di tengahtengahnya ada sulcus sehingga terbagi menjadi dua buah condyli. b) Phalanges II Basisnya di tengah-tengah mempunyai crista. c) Phalanges III Merupakan phalang terkecil pada ujung distalnya disebut tuberositas unguicularis. Berikut gambar di bawah ini menjelaskn tentang tulang-tulang tangan:
Gambar 2.2 Tulang-tulang tangan Sumber : Putz and Pabst, 2008
13
2.2.2
Otot-0tot Tangan Gerakan jari tangan terdiri dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi,
dan oposisi. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan oleh otot-otot tangan. 1)
Musculus flexor pollicis longus Origo pada pertengahan facies anterior corpus radii dan membrana introssea
yang berdekatan. Tendon berjalan di belakang retinaculum flexorum dan berinsersio ke basis phalang distal ibu jari. Berfungsi melakukan gerakan fleksi phalang distal ibu jari. 2)
Muskulus flexor pollicis brevis Origo berada pada permukaan anterior retinaculum flexorum, insersio pada
sisi lateral basis phalanx proximalis ibu jari dengan fungsi melakukan gerakan fleksi sendi metacarpophalangeal ibu jari. 3)
Musculus opponens pollicis Origo pada permukaan anterior retinaculum flexorum. Insertio pada
sepanjang pinggir lateral corpus os metacarpal I. Berfungsi untuk menarik ibu jari ke medial dan depan melintasi tapak tangan. 4)
Musculus extensor pollicis longus Origo pada facies posterior ulna dan bagian introssea yang berdekatan.
Berinsertio ke facies posterior basis phalanx distalis ibu jari. Berfungsi untuk melaukan gerakan extensi phalang distalis I. 5)
Musculus extensor pollicis brevis Origo pada permukaan posterior radialis dan bagian membrana introssea
yang berdekatan dan berinsersio pada facies posterior basis phalanx proximalis ibu jari fungsi melakukan gerakan ekstensi sendi metacarpophalangeal I.
14
6)
Musculus abductor pollicis longus Origo di permukaan posterior corpus radii dan ulna. Insersio di basis os
metacarpal I. Fungsi untuk melakukan melakukan gerakan abduksi dan ekstensi ibu jari. 7)
Musculus adductor pollicis brevis
Origo pada os scapoideum, trapezium dan fleksor retinaculum. Insersio pada basis phalang proximal ibu jari. Fungsi untuk melakukan gerakan adduksi ibu jari. 8)
Musculus abductor digiti minimi Origo pada os pisiforme, insersio pada aponeurois dorsalis jari ke lima. Otot
ini berfungsi untuk abduksi jari kelingking. 9)
Musculus digiti minimi brevis Origo pada retinaculum flexorum dan hamulus ossis hamati, sedangkan
insertion pada phalang proximal jari ke lima. Berfungsi untuk memfleksikan jari kelingking. 10)
Musculus opponens digiti minimi Origo pada os pisiforme, insersio pada os metacarpal (V). Berfungsi untuk
oposisi jari kelingking. 11)
Musculus interossei a) Musculus interossei dorsales Origo bercaput dua dari ossa metacarpi (metacarpalia) I-V, insersi pada aponeurosis dorsalis jari I-V. Berfungsi untuk mengaduksi Mm. interossei dorsalis, mengaduksi jari ke arah palmar. Semua Mm. interossei menekuk sendi dasar jari ke II-V dan mengektensi sendi interphalanx jari yang bersangkutan
15
b) Musculus interossei palmares Origo pada ossa metacarpi (metacarpalia) II-V, insertio pada aponeurosis jari II-V. fungsinya sama dengan Mm. interossei dorsales. 12)
Musculus lumbricales Origo pada tendon musculus digitorum profundus. Mm. lumbricales I dan
II, caput tunggal, Mm. lumbricales III dan IV caput ganda. Insersio pada aponeurosis dorsalis jari jari ke 2 sampai ke 5. Fungsinya untuk menekuk sendi dasar jari, mengekstensi sendi tengah dan ujung (Putz and Pabs, 2008). Gambar di bawah ini menjelaskan tentang otot tangan bagian dorsal :
Gambar 2.3 Otot-otot tangan bagian dorsal Sumber : Putz and Pabs, 2008
16
Gambar di bawah ini menjelaskan tentang otot-otot tangn bagian palmar, berikut :
Gambar 2.4 Otot-otot tangan bagian palmar Sumber : Putz and Pabst, 2008 2.2.3 Pembuluh darah pada tangan 1)
Vena Jalinan vena superfisialis dapat ditemukan pada dorsum manus. Jalinan vena
ini mengalirkan darahnya ke atas, di lateral masuk ke vena cephalica dan di medial ke vena basilica. Vena cephalica menyilang dan memutar menuju permukaan anterior lengan bawah. Sedangkan vena basilica dapat diikuti dari dorsum manus sekitar sisi medial lengan bawah (Snell, 2004).
17
2) Arteri a) Arteri Radialis Arteri radialis adalah cabang terminal yang lebih kecil dari arteri brachialis yang berjalan di bawah tendon extensor pollicis longus memasuki telapak tangan, kemudian bercabang menjadi arteri radialis indicis yang mensuplai sisi lateral jari telunjuk. Sewaktu memasuki telapak tangan arteri radialis membelok ke medial berlanjut sebagai arcus palmaris superficial b) Arteri Ulnaris Arteri ulnaris juga merupakan cabang terminal yang lebih kecil dari arteri brachialis, memasuki telapak tangan anterior memberi cabang profunda dan berlanjut sebagai arcus palmaris superficialis yang bercabang menjadi empat arteriole digitalis yang mensuplai sisi medial jari kelingking, jari manis, jari tengah dan jari telunjuk (Snell, 2004).
2.2.4 Persarafan pada tangan 1) Nervus radialis Nervus radialis berasal dari fasiculus posterior plexus brachialis. Pada fossa cubiti nervus radialis bercabang menjadi radialis profundus dan radialis superficialis yang mensarafi kulit bagian ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah (Snell, 2004) 2) Nervus medianus Nervus medianus timbul dari plexus brachialis yang berjalan sebagian besar ke otot-otot flexor pronator dari lengan bawah sampai tangan, kemudian cabang motorik mensarafi otot lumbricalis pertama dan otot thenar yang terletak
18
superficial terhadap tendon m. flexor pollicis longus. Cabang sensorik mensuplai kulit palmar ibu jari sampai setengah jari tengah (Snell, 2004) 3)
Nervus ulnaris Nervus ulnaris merupakan cabang yang terbasar dari fasciculus medialis
plexus brachialis. Nervus ulnaris berjalan turun pada sisi medial lengan sampai di belakang epicondylus medialis humeri dan ke bawah menelusuri sisi ulnar lengan bawah untuk masuk ke dalam tangan. Cabang-cabang motoriknya mempersarafi seluruh otot profunda yang kecil yang berada di sebelah medial tendo m. flexor longus ibu jari tangan kecuali dua buah otot lumbricalis yang pertama. Cabang sensorik mensuplai kulit jari kelingking, bagian medial tangan serta jari manis (Snell, 2004). Gambar di bawah ini menjelaskan tentang persarafan pada tangan :
Gambar 2.5 Vena dan N. Radialis Sumber : Putz and Pabst, 2008
19
2.8
Pemeriksaan penunjang
2.8.1 Tes Finkelstein Tes finkelstein adalah salah satu cara untuk menentukan apakah ada tenosinovitis dalam tendon abductor polisis longus dan ekstensor pollicis brevis. Tesfinkelstein yang dirancang oleh Harry Finkelstein (1865-1939) , seorang ahli bedah Amerika pada tahun 1930. Cara melakukan tes ini ialah ibu jari fleksi sampai menempel pada telapak tangan kemudian diikuti fleksi ke empat jari dalam posisi mengepal, ibu jari berada di dalam kepalan. Pemeriksa menggerakan tangan pasien kearah gerakan ulna deviasi. Bila positif De Quervain syndrom maka akan terasa nyeri yg hebat di sepanjang radius distal (Wikipedia, 2013). Berikut ini aplikasi tes finkelstein, dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini:
Gambar 2.6 Tes Finkelstein Sumber : Medicastore.com
2.9
Diagnosis banding Diagnosis banding dari De Quervain syndrom ini antara lain (1) Cervical
radikulopati yang biasanya keluhan berkurang bila diistirahatkan dan bertambah
20
bila leher digerakan. Distribusi gangguan sensorik sesuai dermatomnya, (2) Carpal Tunnel Syndrom
dimana nyeri pada tahap awal dirasakan pada
pergelangan tangan hingga menjalar sampai ke jari 1,2,3 dan setengah jari ke 4 (Brotzman dan Wilk, 2003).
2.10
Pengertian Nyeri Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang menyadarkan
seseorang untuk membuat tanggap rangsang yang memadai guna mencegah kerusakan lebih lanjut dari jaringan yang bersangkutan. Ada beberapa teori tentang nyeri, modulasi dan reseptor nyeri, yang banyak ditemukan oleh beberapa ahli, antara lain : 2.10.1 Teori nyeri Teori yang menjelaskan tentang timbulnya nyeri dan rasa nyeri. a.
Teori spesifik Teori ini mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A – delta dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus,
lalu diteruskan ke sensoris
cortek. b.
Teori pola ( pattern ) Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi
21
potensial tertentu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan. c.
Gate control mechanism dari Melzack dan Wall Melzak dan Wall mengemukakan Teori Gerbang Kontrol (gate control theory) yang banyak diterima banyak ahli. Menurut teori ini, afferen terdiri dari dua kelompok serabut yaitu serabut berukuran besar (A-beta dan C). Kedua kelompok aferen ini berinteraksi dengan substansia gelatinosa yang berasal pada lamina II dan III tanduk belakang medula spinalis substansia gelatinosa ini berfungsi sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap A-beta, A-delta dan C. Apabila subtansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup. Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya, gerbang membuka. Aktif tidaknya SG tergantung pada kelompok aferen mana yang terangsang. Apabila serabut berukuran besar terangsang, SG menjadi aktif dan gerbang menutup. Ini berarti bahwa rangsang yang menuju ke pusat melalui Transiting Cell (T-Cell) terhenti atau menurun. Serabut A-beta adalah penghantar rangsang nociceptif, misalnya sentuhan, propioseptif. Apabila kelompok berdiameter kecil (A-delta dan C) terangsang, SG menurun aktivitasnya sehingga gerbang membuka. A-delta dan C serabut pembawa rasa nociceptive, sehingga kalau serabut ini terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri diteruskan ke pusat.
2.10.2 Modulasi nyeri Ada beberapa tingkat dalam susunan aferen dimana nyeri dapat dikelola antara lain :
22
a.
Tingkat reseptor Pada tingkat ini sasaran modulasi pada reseptor di perifer. Modulasi diperoleh dengan cara menurunkan ekstabilitas reseptor, menghilangkan faktor perangsang reseptor misal dengan memperlancar proses pembuangan iritan melalui peredaran darah, serta menurunkan aktivitas nosisensorik misal dengan pemanasan. Contohnya micro wave diathermy adanya pengaruh peningkatan sirkulasi darah setempat.
b.
Tingkat spinal Pada tingkat ini sasaran modulasi pada substansia gelatinosa dengan tujuan memberikan inhibisi terhadap transmisi impuls nyeri. Berdasarkan teori gerbang kontrol nyeri oleh Malzack dan Wall maka untuk dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri substansia gelatinosa harus diaktifkan sehingga gerbang menutup. Sebagai contoh penggunaan micro wave diathermy yakni dengan pengaruh sedatifnya.
c.
Tingkat supraspinal Pada tingkat ini kontrol nyeri dilakukan oleh periaquaductal gray matter (PAG) di midbrain. PAG mengirim stimulus ke nucleus rache magnus (NRM) yang selanjutnya ke tanduk belakang medulla spinalis (PHC). NRM akan menghambat aferen A delta. Selain itu NRM juga memacu timbulnya serotonin. PAG juga memodulasi nyeri melalui produksi endorfin di PHC dengan perantaraan NRM. Dengan uraian tersebut maka modulasi nyeri pada tingkat supraspinal ada dua kemungkinan mekanisme yang terlibat yaitu jalur endorphin dan jalur serotonin.
23
d.
Tingkat sentral Pada tingkat sentral ini komponen kognitif dan psikologis berperan di dalam memodulasi nyeri dan emosi yang mengendalikan. Misal seorang tentara yang sedang berperang tidak merasa nyeri yang hebat meskipun menderita luka berat. Hal ini menunjukkan bahwa nyeri meliputi dua aspek sensoris dan aspek psikologis. Dengan demikian susunan saraf pusat juga berperan dalam memodulasi nyeri( Parjoto, 2006).
2.10.3 Reseptor Proses perjalanan nyeri itu perlu reseptor dan serabut aferen yang akan membawanya ke pusat karena setiap informasi yang datang akan diterima oleh reseptor dan diteruskan oleh serabut saraf aferent yang berbeda dengan jenis dan sifat reseptor. Sedangkan aferent stimulus dapat berasal dari proprioseptor, exteroseptor, dan interoseptor. Sherington memperkenalkan bahwa berasarkan lokalisasi, maka reseptor terdiri dari : eksteroseptor, interoseptor, dan propioseptor. Rasa nyeri ditangkap oleh indra-indra yang spesifik misalnya badan ruffini yang menangkap rangsang panas badan. Krause menangkap rangsang dingin, corpus Vater Pacini merupakan alat penerima rangsang raba. Indera yang tidak spesifik adalah ujung bebas saraf (nosiseptor) sensoris yang tersebar luas lapisan superfisial kulit dan juga dalam jaringan tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, akpsul sendi, ligamen dan lain-lain. Mekanisme yang tepat kenapa kerusakan jaringan merangsang ujung saraf sensoris (nosiseptor) tidak diketahui, tetapi diperkirakan karena adanya zat kimia seperti bradikinine Polipeptida yang dilepaskan dari jaringan yang rusak dan selanjutnya merangsang ujung saraf
24
bradikinine dari jaringan rusak dan selanjutnya merangsang ujung saraf sensoris saraf nyeri atau nosiseptor. Sinyal nyeri dihantarkan oleh serabut aferent kecil jenis A delta (III b) dan serabut jenis C (IV) (Sujatno dkk, 2006). 2.10.4 Pengukuran Nyeri Penilaian nyeri pada hakekatnya sama dengan kegiatan mengukur yaitu suatu proses kuantifikasi untuk menetapkan suatu besaran atau dimensi dari sesuatu yang diukur. Instrumen pengukuran nyeri yang lasim digunakan yakni: a.
Visual Analoque Scale ( VAS ) Visual Analog Scale (VAS) berupa sebuah garis
kosong yang
horizontal, lurus sepanjang 10 cm (100mm). Cara pengukuran derajat nyeri dengan menunjukan satu titik pada garis skala nyeri ( 0 ---- 10 ). Awal garis menunjukan tidak adanya rasa nyeri, sedangkan ujung garis menunjukan nyeri yang tidak tertahan. Prosedur pengukuran tingkat nyeri dengan VAS, adalah sebagai berikut : a) Menyediakan sebuah garis kosong sepanjang 10 cm. b) Pada ujung kiri diberi tanda “tidak ada nyeri” sedangkan pada ujung paling kanan diberi tanda “nyeri tidak tertahan”. c) Sampel diberi penjelasan untuk memberikan tanda titik di sepanjang garis tersebut daerah mana yang menggambarkan rasa nyeri yang dirasakan. d) Setiap penambahan atau pengurangan diukur dalam mili meter 0 – 100 mm (Wikipedia.com). 2.10.5 Mekanisme Nyeri Penderita De Quervain’s syndrome Trauma kecil yang berulang mengakibatkan gesekan, tekanan dan iskemia pada sekitar sendi carpometacarpal I tepatnya pada m. abductor pollicis longus
25
dan m. ekstensor pollicis brevis. Hal ini dapat mengakibatkan perdangan dan bengkak sehinga menyebabkan malfungsi dari tendon sheath yang berfungsi memproduksi cairan sinovial, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadilah gesekan antara tendon dan tendon sheath kemudian terjadi proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi dari tendon sheath dan mengakibatkan pergerakan tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat memenuhi seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis pada tendon sheath, pada kondisi lanjut terjadilah perlengketan antara tendon dan tendon sheath. Gesekan pada otot-otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi sehingga terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari dan pergelangan tangan sisi lateral pada saat digerakan (Apley, 2008). Dengan demikian penanganan nyeri pada De Quervain’s syndrom berhubungan dengan wound healing process, antara lain : Tahap Inflamasi ini adalah reaksi tubuh terhadap cedera dan persiapan untuk fase perbaikan. Tahap inflamasi adalah ketika sistem kekebalan tubuh meningkatkan sirkulasi ke daerah cedera, dengan tujuan menghasilkan edema (pembengkakan). Peradangan juga menyebabkan panas dan kemerahan terjadi di daerah karena pelebaran pembuluh darah kecil, periode ini biasanya berlangsung 3 sampai 5 hari dalam hal ini baik dilakukan tindakan RICE. Tahap Proliferasi: terjadi pembentukan faktor pembekuan fibrin dan proliferasi fibroblast, sel sinovial, dan kapiler. Sel-sel inflamasi menghilangkan jaringan yang rusak dengan fagositosis, dan fibroblast secara ekstensif memproduksi kolagen ini. Tahap ini mulai setelah 5 hari dan berlangsung selama 4- 6 minggu, ditandai dengan peningkatan aktivitas fibroblast yang berkembang dan menghasilkan serat kecil kolagen dan pembentukan adhesi,
26
pada tahap ni masas membantu meminimalkan pembentukan jaringan ikat. Tahap remodeling adalah pematangan bekas luka yang berlangsung 6 bulan setelah cidera serabut kolagen baru dapat menahan tekanan yang mendekati normal (Wordpress.com 2014). 2.11
Teknologi Intervensi
2.11.1 Micro Wave Diathermy (MWD) MWD merupakan suatu alat terapi yang memancarkan gelombang elektromagnetik, dengan panjang gelombang 12,25 cm dan frekuensi 2450 MHz atau 69 cm dengan frekuensi 433,92 MHz. Produksi dari MWD menggunakan tabung magnetron, dimana tabung ini memerlukan waktu untuk pemanasan, biasanya dengan tombol stand by switel. Arus dari mesin mengalir ke elektroda melalui coascial cable yaitu diselubungi oleh logam dengan di antarai suatu bahan isolator. Arus dari mesin melalui coascial cable menuju sebuah areal dapat meneruskan gelombang yang disebut emitter director atau applicator. Dalam hal ini penderita tidak ikut termasuk dalam sirkuit sehingga tidak memerlukan tuning. Aplikasi MWD yaitu menggunakan emmiter. Emmiter ada beberapa macam bentuk yaitu ada yang berbentuk segi empat dan bulat. Pada bentuk bulat gelombang yang dipancarkan sirkuler dan paling padat di daerah tepi. Sedangkan pada emmiter segi empat gelombang yang dipancarkan oval dan paling padat di daerah tengah. Gelombang yang dipancarkan oleh elektroda akan menyebar, sehingga secara langsung kepadatan gelombang akan semakin berkurang bila
27
jaraknya semakin jauh. Berkurangnya intensitas gelombang juga disebabkan oleh penyerapan jaringan, jarak antara kulit dan emmiter. Indikasi MWD antara lain ganguan muskuloskeletal seperti sprain, strain, penyakit sendi degeneratif dan kaku sendi yang letaknya superfisial. Sedangkan kontra indikasinya antara lain gangguan sensibilitas, mata, kanker, peradangan akut, adanya logam dalam tubuh, kehamilan, thrombosis dan phlebitis. MWD dapat mengurangi spasme otot dengan menghasilkan gelombang elektromagnetik yang mempunyai efek terapeutik dan fisiologis terhadap jaringan yaitu adanya panas dalam jaringan. Dengan panas maka jaringan akan teregang dan akan membuat vasodilatasi dan sirkulasi darah menjadi lancar. Dengan adanya sirkulasi darah yang lancar maka diharapkan substansi “P” (histamine, prostaglandin, bradikinin) yang merupakan stimulus nyeri akan lebih cepat terbawa oleh aliran darah. Dengan demikian maka nyeri dapat dikurangi. Efek fisiologis dari MWD antara lain meningkatkan metabolisme sel-sel lokal kurang dari 13% setiap kenaikan temperatur 1 derajat celcius, meningkatkan elastisitas jaringan 5 sampai 20 kali lebih baik, menurunkan tonus lewat normalisasi nosisensorik, meningkatkan sirkulasi darah perifer, meningkatkan ambang rangsang dan konduktivitas saraf. Efek terapeutik dari MWD antara lain mengurangi nyeri, spasme, normalisasi
tonus
otot
lewat
efek
meningkatkan aliran darah (Sujatno, 2006).
sedatif,
memperbaiki
metabolisme,
28
2.11.2 Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) 1)
Definisi TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk merangsang
sistem saraf melalui permukaan kulit dalam hubungannya dengan modulasi nyeri. 2)
Mekanisme TENS
Mekanisme TENS dibagi menjadi 3, yaitu: a.
Mekanisme periferal Stimulasi listrik yang diaplikasikan pada serabut saraf akan menghasilkan impuls saraf yang berjalan dengan dua arah di sepanjang akson yang bersangkutan. Peristiwa ini dikenal sebagai aktivasi antidromik. Adanya impuls antidromik mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang berujung terjadinya vasodilatasi arteriole dan ini merupakan dasar bagi proses triple responses. Adanya triple responses dan penekanan aktivasi simpatis akan meningkatkan aliran darah sehingga pengangkutan materi yang berpengaruh terhadap nyeri seperti bradikinin, histamin atau materi P juga akan meningkat (Gersh RM, 1992 dikutip oleh Parjoto, 2006).
b.
Mekanisme segmental Adanya aktivasi serabut A Beta yang selanjutnya akan menginhibisi neuron nosiseptif di cornu dorsalis medulla spinalis. Ini mengacu pada teori gerbang kontrol (Gate Control Theory) yang dikemukakan oleh Melzack dan Wall (1965) dimana TENS akan menghasilkan efek analgesia dengan jalan mengaktifasi serabut A beta yang akan menginhibisi neuron nosiseptif di cornu dorsalis medulla spinalis. Gerbang kontrol terdiri dari sel internunsia yang bersifat inhibisi, dikenal sebagai substansia gelatinosa dan terletak di
29
cornu posterior dan sel T yang merelai informasi dari pusat yang lebih tinggi. Tingkat aktivitas sel T ditentukan oleh keseimbangan asupan dari serabut berdiameter besar A beta dan A alfa serta serabut berdiameter kecil A delta dan serabut C. Asupan dari saraf berdiameter kecil akan mengaktifasi sel T yang kemudian dirasakan sebagai keluhan nyeri. Pada saat yang bersamaan impuls juga dapat memicu sel substansia gelatinosa yang berdampak pada penurunan asupan terhadap sel T baik yang berasal dari serabut berdiameter besar maupun serabut berdiameter kecil dengan kata lain asupan impuls dari serabut aferen berdiameter besar akan menutup gerbang dan membloking transmisi impuls dari serabut aferen nosiseptor sehingga nyeri berkurang. c.
Mekanisme ekstrasegmental TENS yang menginduksi aktivitas aferen yang berdiameter kecil juga menghasilkan analgesia tingkat extrasegmental melalui aktivitas struktur yang membentuk jalur inhibisi desenden seperti Periaqueductal Grey (PAG).
3) Spesifikasi TENS a.
Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation (TENS) konvensional Target arus adalah mengaktivasi saraf berdiameter besar, yaitu A-Beta dan mekanoreseptor. Sensasi yang ditimbulkan dari arus ini berupa paraestesia yang kuat dan disertai sedikit kontraksi. Karakteristik fisika dari arus ini adalah frekuensi yang tinggi namun intensitas yang rendah dengan pola kontinue, dimana durasi: 100-200 µs dan frekuensi: 10-200 pps. Posisi elektroda adalah pada titik nyeri dermatom, sedangkan profil analgetiknya
30
terasa < 30 menit setelah dinyalakan dan menghilang < 30 menit setelah alat dipadamkan. Durasi terapi secara terus menerus saat nyeri terjadi dimana mekanisme analgetik pada tingkat segmental. b.
Al-TENS (Acupuncture like-TENS) Target arus adalah mengaktivasi motorik untuk menimbulkan kontraksi otot-otot fasik yang berakhir pada aktivasi saraf berdiameter kecil non noksius. Serabut saraf yang teraktivasi adalah G III dan A-delta ergoseptor. Sensasi yang diinginkan dari arus ini adalah kontraksi otot fasik yang kuat tetapi nyaman dengan karakteristik fisika yaitu frekuensi rendah dan intensitas tinggi, dimana durasi: 100-200 µs dan frekuensi hingga 100 pps. Penempatan elektroda adalah pada motor point atau nyeri myotom. Profil analgetik dari arus ini adalah terjadi > 30 menit setelah dinyalakan dan baru hilang > 1 jam setelah mesin dimatikan. Durasi terapi 30 menit setiap kali terapi dimana mekanisme analgetik adalah tingkat extrasegmental ataupun segmental.
c.
Intens TENS Target arus adalah mengaktivasi serabut saraf
berdiameter kecil
dimana jaringan yang teraktivasi adalah nosiseptor. Sensasi yang diinginkan adalah intensitas tertinggi yang masih tertolerir pasien dengan sedikit kontraksi otot. Fisika dasar dari arus ini yaitu frekuensi hingga 200 pps, durasi > 1000 µs, intensitas tertinggi yang masih bisa ditolerir pasien dengan pola continue. Penempatan elektroda yaitu pada daerah nyeri atau di sebelah proksimal titik nyeri pada cabang utama saraf yang bersangkutan. Profil analgetik < 30 menit setelah terapi dimulai, pengaruh analgetik bisa bertahan
31
> 1 jam, bisa terjadi hipoestesia (rasa berkurang). Durasi terapi berkisar 15 menit setiap terapi. Mekanisme analgetik adalah tingkat peripheral, segmental, dan ekstrasegmental. 4) Prosedur penggunaan a.
Intensitas Intensitas berpengaruh dalam menentukan besarnya muatan listrik yang berhubungan langsung dengan penetrasi dalam jaringan. Semakin tinggi puncak arus listrik semakin dalam penetrasinya. Intensitas arus diatur sehingga pasien merasakan arus masuk.
b.
Frekuensi pulsa Frekuensi pulsa merupakan kecepatan atau pulse rate yang terjadi pada setiap detik sepanjang arus listrik yang mengalir. Frekuensi pulsa dapat berkisar 1-200 pulsa/detik
c.
Pemasangan elektroda Prosedur pemasangan elektroda meliputi: a) Titik akupuntur, motor atau trigger, dimana elektroda dipasang pada titik nyeri. b) Pleksus salah satu elektroda diletakkan di pleksus sedangkan elektroda di distalnya atau di daerah perifer. c) Segmental yaitu satu elektroda dipasang pada level spinal sedangkan yang lainnya diletakkan di area dermatom yang berhubungan trigger point. d) Dermatom dasar pemikiran metoda ini adalah daerah kulit tertentu mempunyai persarafan yang sama dengan struktur yang ada di
32
bawahnya. Elektrode dipasang pada area dermatom yang sama (Parjoto, 2006). 5) Indikasi dan Kontra Indikasi TENS (Sujatno, 2006). Indikasi dari TENS meliputi: a.
Nyeri muskuloskeletal baik akut maupun kronik.
b.
Nyeri kepala
c.
Nyeri paska operasi
d.
Nyeri paska melahirkan
e.
Nyeri miofasial maupun viseral
f.
Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi sensorik seperti neuralgia, kausalgia, dan phantom pain.
g.
Sindroma kompresi neurovaskular
Kontra indikasi penggunaan arus TENS: a.
Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)
b.
Adanya kecenderungan terjadi perdarahan
c.
Pasien dengan alat pacu jantung (penggunaan di TENS di dada)
d.
Luka terbuka
e.
Kondisi infeksi
f.
Hilangnya sensasi sentuh dan tusuk
g.
Daerah sinus karotif
h.
Mata
i.
CVA (untuk aplikasi di kepala)
j.
Thrombosis (bisa terjadi emboli)
33
2.11.3 Transverse Friction 1) Definisi Friction adalah tehnik massage dengan menggerus jaringan dapat terputusputus atau terus menerus tanpa mengangkat tangan dan gesekan. Dapat menggunakan ibu jari, pangkal tangan, siku atau alat bantu (Dorland, 2008). Pada massage terdapat indikasi dan kontraindikasi: Indikasi Tranverse Friction a.
Kekakuan, ketegangan dan pengerasan otot
b.
Nyeri berhubungan dengan kondisi muskuloskeletal, fibromyalgia, dan sindrom myofasial
c.
Edema karena peradangan traumatis
d.
Kondisi penekanan saraf yang terjadi ketika jaringan lunak menekan saraf, seperti sindrom carpal tunnel, thoracic outlet syndrom dan skiatika dan lain-lain.
e.
Relaksasi otot
Kontraindikasi Transverse Friction a. Keadaan patologis yang dapat menyebar lewat aliran darah atau limfe b. Melanoma maligna c. Area yang mengalami pendarahan d. Acut injury (24-28 jam) e. Radang acut f. Rematoid Artitis kondisi akut g. Demam akut h. Gangguan sensibilitas
34
i. Kanker, inflamasi akut 2) Efek Transverse Friction Efek mekanik sebagai berikut: a. Gosokan yang
dalam pada vena akan mengakibatkan
tekanan vena
menurun sehingga berakibat sirkulasi tekanan arteri naik yang mengakibatkan sirkulasi menjadi lancar. b. Stretching jaringan akan memelihara fisiologis jaringan dan menjadi fleksibel. Jika dilakukan penekanan akan mengulur. c. Mencegah terjadinya jaringan kontraktur. d. Memelihara kekuatan, ukuran dan kemampuan gerak otot. e. Menceraiberaikan perlengketan jaringan. Efek fisiologi sebagai berikut: a.
Membantu sirkulasi darah balik
b.
Menaikkan metabolisme
c.
Kontraksi otot akan dapat menaikkan metabolisme sehingga pembuangan sisa metabolisme toksin (asam laktat) menjadi lancar.
d.
Self Milking of Pumping Action (pemompaan oleh kontraksi otot). Kontraksi menimbulkan penekanan pembuluh darah dalam otot, tekanan lebih rendah sehingga darah dipompa menuju superficial. Pada pembuluh darah yang tertekan akan terjadi ke kosongan, kemudian darah akan di isi kembali dari pembuluh darah yang tidak tertekan.
Macam-macam manipulasi friction yakni: a) Superfisial friction yaitu tehnik gerusan melingkar kecil-kecil dipakai pada grup otot kecil dan relatif superficial.
35
b) Longitudinal friction yaitu tehnik gerusan searah atau sepanjang serabut jaringan dan tekanan searah tanpa disertai gesekan antara kulit dan tangan. c) Transverse friction
yaitu teknik gerusan menyilang serabut jaringan
dengan tekanan searah disertai gesekan antara kulit dan tangan. Friction berasal dari kata latin frictio yang berarti jari siku dan tumit. Efeknya terjadi pada perbaikan jaringan ikat. d) Regenerasi terdiri dari tiga fase utama : Peradangan , proliferasi (granulasi) dan renovasi . Peristiwa ini tidak terjadi secara terpisah tetapi membentuk urutan yang kontinu ( sel , matriks dan pembuluh darah berubah) yang diawali dengan pelepasan mediator inflamasi dan diakhiri dengan
renovasi
jaringan
.friction
mungkin
memiliki
efek
menguntungkan pada ketiga fase tersebut. Friction merangsang fagositosis dan mencegah pembentukan fibrous, pada hari pertama atau kedua setelah cedera friction diberikan dengan tekanan sedikit saja dan dengan durasi yang pendek yaitu satu menit(Astika, 2013).
2.11.4 Kinesiotapping 1.
Definisi Kinesiotapping merupakan dasar terapi dengan menggunakan pendekatan
proses penyembuhan secara alami dengan pemberian elastis taping yang dikembangkan oleh Kenzo Kase dengan istilah kinesiotaping pada tahun 1973. Kinesiotapping adalah pita terapi yang terbuat dari bahan baku khusus yang sangat elastis yakni katun dan perekat akrilik (acrylicadhesive).
36
2.
Fungsi utama kinesiotapping a. Support muscle Kinesiotapping meningkatkan kontraksi otot pada kondisi otot yang lemah, mengurangi kelelahan otot, mengurangi over-extension dan overcontraction otot, mengurangi kram dan cidera otot, serta mengurangi nyeri. b. Removes congestion aliran cairan tubuh Kinesiotapping meningkatkan sirkulasi darah dan limfe, sehingga dapat menurunkan peradangan dan mengurangi nyeri di kulit dan otot. c. Mengaktifkan endogenousanalgesic system Kinesiotapping memungkinkan aktivasi spinal inhibitory system dan descending inhibitory system. d. Koreksi sendi Kinesiotapping mengkoreksi aligment yang disebabkan oleh spasme dan pemendekan otot, menormalkan tonus dan fasia pada sendi, meningkatkan ROM dan menurunkan nyeri. Pada kondisi kelemahan otot yang akut atau kronis harus disangga full ROM, aplikasinya dari origo ke insersio, sebelumnya otot diposisikan memanjang dengan tekanan ringan, setelah itu diberikan tambahan stimulasi untuk menjaga kontraksi selama otot bekerja. Pada kasus cidera sendi atau ligamen aplikasi tapping dari medium ke full stretch untuk menjaga posisi fungsional sendi selama aplikasi tapping. Untuk kelemahan otot, aplikasinya dari origo ke insertio, sedangkan untuk mencegah kram atau over kontraksi otot aplikasinya dari insertio ke origo.
37
Di sisi lain, pola gelombang tapping memiliki efek mengangkat kulit sehingga membebaskan daerah sub cutan untuk mengurangi pembengkakan dan inflamasi dengan meningkatkan sirkulasi dan mengurangi sakit dengan mengambil tekanan dari reseptor rasa sakit (mengurangi iritasi nosiseptor) sehingga aliran darah kaya oksigen meningkat, terjadi regenerasi area yang diterapi, perlengketan berkurang, terjadi peningkatan fleksibilitas kolagen yang secara mekanis menyebabkan gerakan menjadi lebih leluasa (Kaze, 2005). Kinesiotapping mempengaruhi aktivasi sistem saraf dan sistem peredaran darah. Otot tidak hanya dikaitkan dengan gerakan tubuh, tetapi juga mengontrol peredaran darah vena, suhu tubuh. Oleh karena itu, kegagalan otot untuk berfungsi dengan baik menyebabkan berbagai macam gejala. Akibatnya, lebih banyak perhatian diberikan kepada pentingnya fungsi otot untuk mengaktifkan proses penyembuhan tubuh sendiri. Kinesiotapping adalah sebuah pendekatan inovatif untuk mengobati saraf, otot dan organ. Enam konsep dasar dari aplikasi Kinesiotapping meliputi: mekanik, fasia, penambahan ruang, dukungan ligamen/tendon, fungsional, dan sistem peredaran darah. Koreksi mekanik yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas dan biomekanik. Fasia koreksi membuat atau mengarahkan gerakan fasia. Koreksi ruang yang digunakan untuk mengurangi tekanan atas jaringan target. Koreksi tendon/ligamen menurunkan stres pada struktur tersebut. Koreksi fungsional memberikan stimulasi sensorik baik untuk membantu atau membatasi gerak. Pada koreksi sistem peredaran darah membantu cairan limfatik bergerak dari lebih padat ke daerah kurang padat (Kaze, 2005).
38
3.
Kinesiotapping pada Dequervain’s syndrome Kinesiotapping yang direkatkan pada De Quervain’s syndrome terutama
bertujuan untuk mengihibisi aktivasi otot yang mengalami gangguan nyeri dan memfasilitasi fungsi otot yang mengalami kelemahan. Adapun prosedur pemasangan tapping pada De Quervain syndrom yaitu: daerah atau kulit yang akan dipasang taping harus bersih, kering dan bebas dari minyak, ukur tapping sesuai area yang dibutuhkan, diukur dari ibu jari sampai tengah antara medial radius dan elbow dengan bentuk taping “I”. Posisi pasien adalah siku semi fleksi IP 1 fleksi, pergelangan ulnar deviasi (posisi terulur). Tapping dipasang dari distal ke proksimal dengan tarikan kurang lebih 15 %. Untuk aplikasi kedua, bentuk taping “I” dipasangkan pada medial pergelangan tangan dengan posisi melingkar kearah ulnar dengan tarikan 35 %. Tapping diganti setelah 2 hari atau lebih (Kaze, 2005). Apliksi pemasangan taping dapat dilihat pada gambar 2.6 di bawah ini:
39
Tahap 2
Tahap 1
Gambar 2.7 Aplikasi kinesiotapping pada De Quervain’s syndrome Sumber : Medicastore.com, 2014 Ket : Tahap 1 adalah pemasangan tapping dari distal ke proksimal dengan tarikan kurang lebih 15 %. Tahap 2 adalah pemasangan tapping pada medial pergelangan tangan dengan posisi melingkar kearah ulnar dengan tarikan 35 %.