BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka Penelitian ini memuat tentang hasil – hasil penelitian yang ditemukan
oleh peneliti terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pembahasan struktur dan fungsi pernah dilakukan, diantaranya: 1. Haryantini, (2007), “Analisis Bentuk, Fungsi, dan Makna Geguritan Taluh Celeng”. Dalam skripsinya menyajikan analisis tentang bentuk , fungsi, dan makna Geguritan Taluh Celeng dengan menggunakan teori struktural dan bentuk geguritan yang dianalisis di sini dibagi menjadi dua yakni struktur forma dan struktur naratif. 2. Ni Luh Made Suardhiyani, (2011), skipsinya yang berjudul Geguritan Manusa Yadnya Analisis Struktur dan Fungsi, menyatakan bahwa Geguritan Manusa Yadnya adalah sebuah tutur yang dikemas ke dalam bentuk geguritan. Geguritan Manusa Yadnya ini di analisis dengan mengunakan struktur forma dan struktur naratif, serta menganalisis fungsi. Namun, dalam struktur naratifnya berbeda dengan struktur naratif pada umumnya, yaitu struktur naratir yang meliputi: upacara, upakara, tema, dan amanat. Sedangkan fungsi
10
yang dibahas meliputi fungsi penuntun dalam upacara keagamaan, fungsi informasi kepada masyarakat, dan fungsi pendidikan. 3. Ni Made Dwi Mahayani, (2011), dalam skripsinya yang berjudul Geguritan Dalem Sidhakarya Analisis Struktur dan Fungsi, menyatakan bahwa Geguritan ini sangat terkenal di masyarakat, salah satunya dalam upacara keagamaan yang dikenal dengan adanya topeng sidhakarya. Geguritan Dalem Sidhakarya ini dianalisis dengan menggunakan struktur forma dan naratif, serta menganalisis fungsi yang meliputi fungsi agama, dan fungsi sosial. 4. Penelitian dalam bentuk skripsi yang terakhir membahas mengenai tokoh yang digunakan sebagai judul karya sastra, yang diangkat oleh Widanta Ruma, (2011), dengan judul Geguritan Gelem Analisis Struktur dan Nilai. Dalam skripsinya
menyajikan
analisis
tentang
struktur
dan
nilai,
dengan
menggunakan teori struktural, sedangkan bentuk geguritan yang dianalisis dibagi menjadi dua yakni struktur forma dan struktur naratif.
2.2
Konsep Konsep merupakan unsur – unsur pokok dari suatu pengertian, definisi,
batasan secara singkat dari sekelompok fakta, gejala, atau merupakan definisi dari apa yang perlu diamati dalam proses penelitian (Suardhiyani, 2011:10). Beberapa konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
11
2.2.1
Struktur Secara etimologis struktur berasal dari kata structura (latin) yang berarti
bentuk,
bangunan (Ratna, 2004:91).
Analisis
struktur bertujuan
untuk
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan sebuah karya sastra yang secara bersamasama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Struktur yang terdapat dalam Geguritan Kala Rau ini terdiri dari struktur forma dan struktur naratif. Secara etimologis forma berasal dari bahasa latin yang berarti bentuk atau wujud. Struktur forma merupakan satu bagian dari keseluruhan karya sastra yang mengulas tentang bentuk dalam menampilkan karya sastra itu sendiri, dan memiliki hubungan dengan isi yang dikandungnya. Struktur forma meliputi kode bahasa dan sastra, ragam bahasa dan gaya bahasa. Sedangkan struktur naratif merupakan unsur –unsur sastra yang terdapat didalam suatu karya sastra yang mengandung cerita. Struktur naratif terdiri dari insiden, alur, tokoh penokohan, latar, tema, dan amanat. Struktur naratif merupakan pemaparan unsur – unsur cerita yang memiliki fungsinya tersendiri dalam membentuk suatu karya sastra yang utuh. 2.2.2
Fungsi Fungsi berarti hubungan aktif antara objek dan tujuan dipakainya objek
tersebut (Endraswara, 2008:17). Wellek dan Warren (1990:25) menyebutkan bahwa
karya
sastra
berfungsi
sebagai 12
dulce
(hiburan)
dan
utile
(berguna/bermanfaat). Teeuw (1984:151) menyebutkan bahwa fungsi sastra dalam masyarakat berhubungan dengan fungsi estetik dan fungsi lain (seperti agama dan sosial). Luxemburg (1984 : 94), dalam pengantar ilmu sastra, menyebutkan bahwa fungsi adalah keseluruhan sifat – sifat yang bersama – sama menuju tujuan yang sama serta dampaknya. Sastra tidak hanya mencerminkan kenyataan, namun juga turut membangun masyarakat dan hendaknya berperan sebagai guru. Robson (1978 : 25), menyebutkan bahwa fungsi atau kegunaan karya sastra tradisional erat kaitannya dengan bidang : (a) agama, filsafat, mitologi; (b) ajaran yang bertalian dengan sejarah etika ; (c) keindahan alam atau hiburan. Setiap karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang mempunyai sejarah kejadiannya, artinya tiap teks direka atau dilahirkan guna memenuhi suatu fungsi. Selain itu, fungsi sastra sebagai hiburan, yang biasanya digunakan untuk menyenangkan hati dan menenangkan pikiran.
2.2.3
Mitos Menurut Bascom, mite adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar–
benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite biasanya ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi didunia lain, atau didunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang dan terjadi pada masa lampau. Pada umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, susunan para 13
dewa, dunia dewata, terjadinya manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan, terjdinya makanan pokok, seperti beras dan sebagainya (danandjaja, 1984:50–52). Sigmund Freud, Carl, Yung dan lain – lain berpendapat bahwa mite itu sendiri ada pada setiap umat manusia yang diwarisinya secara biologis. Mite diangap berasal dari mimpi yang selanjutnya merupakan proyeksi keinginan individu sebagai umat manusia. Menurut Euhemerus manusia menciptakan para dewanya berdasarkan wajah dirinya sendiri. Para dewa dari mitologi pada hakekatnya adalah manusia (pria maupun wanita) yang didewakan, dan mite adalah sebenarnya kisah nyata orang – orang yang pernah hidup, namun kisah itu mengalami perubahan seiring zamannya (danandjaja, 1984 : 59). Berdasarkan hal tersebut, maka dalam mitos surya lan bulan kapangan, merupakan sebuah kepercayaan masyarakat terhadap fenomena yang pernah terjadi. Tokoh – tokohnya pun merupakan para dewa.
2.3 Landasan Teori Teori berasal dari kata theoria (bahasa latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada umumnya, teori dipertentangkan dengan praktik. Setelah suatu ilmu pengetahuan berhasil untuk mengabstraksikan keseluruhan konsepnya ke dalam suatu rumusan ilmiah yang dapat diuji kebenarannya, yaitu teori itu sendiri, maka teori tersebut mesti dioperasikan secara praktis, sehingga cabang – cabang ilmu pengetahuan sejenis 14
dapat dipahami secara lebih rinci dan mendalam. Pada dasarnya, teori dengan praktik, kumpulan konsep dengan kumpulan data penelitian, bersifat saling membantu, saling melengkapi. Seperti dijelaskan di atas, objek melahirkan teori, sebaliknya teori memberikan berbagai kemudahan untuk memahami objek. Teori berfungsi untuk mengarahkan sekaligus membantu memahami objek secara maksimal (Ratna, 2004:1). Penelitian sebuah karya sastra tidak pernah terlepas dari kajian struktur sebuah karya sastra. Kajian struktur merupakan tugas prioritas dan sulit dihindari bagi seorang peneliti sastra, sebelum melangkah pada hal – hal lain (Teeuw, 1983 : 61). Sesuai dengan judul penelitian yaitu menekankan pada analisis struktur dan fungsi, maka penelitian menggunakan teori struktural dan fungsi. Secara etimologis struktur berasal dari kata structura (latin) yang berarti bentuk,
bangunan (Ratna, 2004:91).
Analisis
struktur bertujuan
untuk
membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan sebuah karya sastra yang secara bersamasama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:135). Pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah totalitas. Selain itu analisis struktur tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, ataupun yang lainnya. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana 15
hubungan antar unsur itu dan sumbangan yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik (Nurgiantoro, 2007 : 37). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, kajian terhadap struktur Geguritan Kala Rau terdiri dari struktur forma dan struktur naratif. Secara etimologis forma berasal dari bahasa latin yang berarti bentuk atau wujud. Struktur forma merupakan satu bagian dari keseluruhan karya sastra yang mengulas tentang bentuk dalam menampilkan karya sastra itu sendiri, dan memiliki hubungan dengan isi yang dikandungnya. Struktur forma meliputi kode bahasa dan sastra, ragam bahasa dan gaya bahasa. Kode bahasa dan sastra mencakup penggunaan pupuh, perwatakan masing – masing pupuh, dan pelukisan masing – masing pupuh untuk melukiskan suasana. Selain itu kode bahasa dan sastra juga meliputi padalingsa pupuh yang terdiri dari paletan tembang atau wilangan kecap dan suara pematut. Ragam bahasa yang dimaksud adalah penggunaan bahasa (sehari – hari) dalam teks, sedangkan gaya bahasa yang dimaksud adalah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas atau bahasa kiasan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008 : 952) naratif bersifat menguraikan atau menjelaskan. Struktur naratif merupakan unsur –unsur sastra yang terdapat didalam suatu karya sastra yang mengandung cerita. Struktur naratif terdiri dari insiden, alur, tokoh penokohan, latar, tema, dan amanat. Struktur 16
naratif merupakan pemaparan unsur – unsur cerita yang memiliki fungsinya tersendiri dalam membentuk suatu karya sastra yang utuh. Setelah melalui tahapan analisis struktur kemudian dilanjutkan dengan analisis fungsi Geguritan Kala Rau. Fungsi – fungsi menurut Luxemburg (1984 : 94), dalam pengantar ilmu sastra, menyebutkan bahwa fungsi adalah keseluruhan sifat – sifat yang bersama – sama menuju tujuan yang sama serta dampaknya. Sastra tidak hanya mencerminkan kenyataan, tetapi juga turut membangun masyarakat dan hendaknya berperan sebagai guru. Fungsi sastra dalam masyarakat masih wajar dan langsung terbuka untuk penelitian ilmiah. Khusus masalah hubungan antara fungsi estetik dengan fungsi yang lain (agama dan sosial) dalam variasi dan keragamannya dapat diamati dari dekat dengan dominan tidaknya fungsi estetik. Demikian pula kemungkinan perbedaan fungsi untuk golongan kemasyarakatan tertentu (Teeuw, 1984 : 304). Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka, fungsi karya sastra berupa Geguritan Kala Rau lebih erat kaitannya dengan masyarakat Hindu, dengan tujuan untuk mengungkap fungsi Geguritan tersebut dalam lingkungan masyarakat Bali. Fungsi Geguritan Kala Rau yang akan diungkap diantaranya fungsi agama yang terdiri dari tatwa dan etika yang dilihat dari prilaku atau tingkah laku para tokoh yang membangun cerita tersebut. Fungsi mitos yang memahami tentang kepercayaan masyarakat akan adanya bulan dan surya kepangan agar terus diyakini.
17