BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Investasi Investasi merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan untuk memperoleh sejumlah keuntungan di masa yang akan datang (Tandelilin, 2010:1). Pengertian investasi menurut Jogiyanto (2010:5) adalah penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukan ke aktiva produktif selama periode waktu yang tertentu. Menurut PSAK Nomor 13 dalam Standar Akuntansi Keuangan per 1 Oktober investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen, dan uang sewa), untuk apresiasi nilai investasi atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Persediaan dan aktiva tetap bukan merupakan investasi. Tujuan dari investasi adalah meningkatkan kesejahteraan investor, kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan penjumlahan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Pihak-pihak yang melakukan investasi disebut investor, dimana seorang investor membeli sejumlah saham saat dengan harapan memperoleh keuntungan dari kenaikkan harga saham ataupun sejumlah deviden dimasa yang akan datang, sebagai imbalan atas waktu dan risiko yang terkait dengan investasi tersebut.
11
12
Proses investasi meliputi pemahaman dasar-dasar keputusan investasi dan bagaimana mengorganisir aktivitas-aktivitas dalam proses keputusan investasi, seorang investor terlebih dahulu harus mengetahui beberapa konsep dasar investasi, yang akan menjadi pijakan dalam setiap tahap keputusan investasi yang dibuat. Dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat return harapan, tingkat risiko serta hubungan antara return dan risiko. Tipe-tipe investasi yang dapat dipilih oleh investor adalah (Fahmi, 2011:7): 1) Direct Investment : mereka yang memiliki dana dapat langsung berinvestasi dengan membeli secara langsung suatu aktiva keuangan dari suatu perusahaan yang dapat dilakukan baik melalui para perantara atau berbagai cara lainnya. Investasi langsung ada beberapa macam yaitu dapat disarikan sebagai berikut : 1. Investasi langsung yang tidak dapat diperjualbelikan a) Tabungan b) Deposito 2. Investasi langsung dapat diperjualbelikan a) Investasi langsung di pasar uang: T-bill dan deposito yang dapat dinegosiasikan b) Investasi langsung di pasar modal: Surat-surat berharga pendapatan tetap (fixed income securities) dan Saham-saham (equity securities) c) Investasi langsung di pasar turunan: Opsi dan Future contact
13
2) Indirect Investment : mereka yang memiliki kelebihan dana dapat melakukan keputusan investasi dengan tidak terlibat secara langsung atau pembelian aktiva keuangan cukup hanya dengan memegang dalam bentuk saham atau obligasi saja. Mereka yang melakukan kebijakan indirect investment umumnya cenderung tidak terlibat dalam pengambilan keputusan penting pada suatu perusahaan.
2.2
Teori Portofolio Portofolio merupakan kombinasi aset individu atau surat berharga (Mary
et al, 2015). Harry M. Markowitz mengembangkan suatu teori pada dekade 1950an yang disebut dengan Teori Portofolio Markowitz. Pemilihan portofolio investasi dengan menggunakan pendekatan Markowitz didasarkan pada preferensi terhadap return harapan dan risiko masing-masing pilihan portofolio (Tandelilin 2010:160). Dasar dari model Markowitz adalah memberi suatu bahan masukan kepada para investment untuk menghindari risiko dan memberikan keuntungan yang maksimal pada setiap keputusan investasi (Fahmi, 2011:57). Asumsi pendekatan Markowitz untuk analisis portofolio adalah bahwa investor pada dasarnya risk averse, ini berarti bahwa investor harus diberikan keuntungan yang lebih tinggi untuk menerima risiko yang lebih tinggi (Gautam, 2014). Markowitz menunjukkan
cara
bagaimana
mengukur
risiko
dan
bagaimana
menggabungkannya di sebuah portofolio untuk mendapatkan laba maksimum atas risiko yang didapat. Hal ini menunjukkan bahwa risiko mungkin dapat dikurangi
14
dengan menggabungkan beberapa sekuritas dalam bentuk portofolio (Khotim, 2014). Banyak pakar finance merumuskan bahwa tujuan pembentukan portofolio secara umum ada dua. Dimana dua-duanya bertujuan untuk memberikan kepuasan yang maksimum kepada para pemegang saham. Para pemegang saham selalu saja menuntut secara maksimal kepada pihak manajemen untuk bekerja dan mampu meningkatkan keuntungan setiap tahunnya, dan jika pihak manajemen tidak mampu untuk meningkatkan keuntungan maka pihak pemegang saham khusunya komisaris perusahaan bisa langsung mendapat teguran. Ini disebabkan komisaris perusahaan memiliki karakteristik sebagai para penghindar risiko: Adapun tujuan pembentukan portofolio adalah ( Fahmi, 2011:3): 1) Berusaha untuk memberikan keuntungan yang maksimum sesuai dengan yang diharapkan atau adanya return yang diharapkan (expected return). 2) Menciptakan risiko yang minimum. 3) Menciptakan continuity dalam bisnis. Investor dapat memilih kombinasi dari aktiva-aktiva untuk membentuk portofolionya. Seluruh set yang memberikan kemungkinna portofolio yang dapat dibentuk dari kombinasi aktiva yang tersedia disebut dengan opportunity set atau attainable set. Semua titik di attainable set menyediakan semua kemungkinan portofolio baik yang efisien maupun yang tidak efisien yang dapat dipilih oleh investor. Akan tetapi, investor yang rasional tidak akan memilih portofolio yang tidak efisien. Rasional investor hanya tertarik dengan portofolio yang efisien.
15
Kumpulan (set) dari portofolio yang efisien disebut dengan efficient set atau efficient frontier. Dua aktiva yang membentuk portofolio dapat berkorelasi secara positif sempurna, negative sempurna atau tidak mempunyai korelasi sama sekali.
2.3
Portofolio Efisien dan Portofolio Optimal Portofolio diartikan sebagai sebuah bidang ilmu yang khusus mengkaji
tentang bagaimana cara yang dilakukan seorang investor dalam menurunkan risiko pasar saat melakukan investasi seminimal mungkin dengan cara menganekaragamkan risiko tersebut (Fahmi, 2011:18). Portofolio merupakan kumpulan dari beberapa saham, dalam pembentukan portofolio investor tentunya menginginkan untuk memaksimalkan return harapannya dengan tingkat risiko tertentu yang bersedia ditanggungnya, atau alternatif lainnya adalah mencari portofolio yang menawarkan risiko terendah dengan tingkat return tertentu. Karakteristik portofolio seperti itu disebut sebagai portofolio efisien. Portofolio efisien berada di efficient set (Jogiyanto, 2010:365). Investor yang rasional biasanya akan memilih portofolio efisien, karena portofolio tersebut dibentuk dengan cara mengoptimalkan satu dari dua dimensi, return ekspektasian atau risiko portofolio (Jogiyanto, 2010:367). Portofolio efisien adalah portofolio yang berada di dalam kelompok (set) yang layak menawarkan ke para investor ekspektasi return maksimum atas berbagai level risiko dan juga risiko minimum untuk berbagai level ekspektasi return. Efisien selalu dilihat dari segi biaya (cost), maka portofolio yang efisien juga melihat dari segi biaya yang paling efektif dari berbagai portofolio yang ditawarkan, karena setiap investor tidak menginginkan
16
menginvestasikan dananya pada tempat-tempat yang dianggap tidak efisien (Fahmi, 2011:3). Tandelilin (2010:157) menyatakan bahwa portofolio optimal merupakan portofolio yang dipilih seorang investor dari sekian banyak pilihan yang ada pada kumpulan portofolio efisien, dimana portofolio yang dipilih oleh investor adalah portofolio yang sesuai dengan preferensi investor bersangkutan terhadap return maupun terhadap risiko yang bersedia ditanggungnya. Portofolio optimal memberikan investor kejelasan yang lebih baik untuk berinvestasi dengan proporsi yang tepat dalam membantu investor untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan risiko minimal (Ramanathan, 2014). Penentuan portofolio optimal dapat dilakukan dengan cara Single Index Model dan Stochastic Dominance yang berdasarkan preferensi dari masing-masing investor. Penentuan portofolio optimal dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (Jogiyanto, 2010:309): 1) Portofolio optimal berdasarkan preferensi investor: Tiap-tiap investor akan mempunyai tanggapan terhadap risiko yang berbeda, sehingga seorang investor akan memilih portofolio berbeda dengan investor lainnya selama portofolio tersebut merupakan portofolio efisien yang masih berada di efficient set. Portofolio yang dipilih oleh investor tergantung dari fungsi utilitinya masing-masing. 2) Portofolio optimal berdasarkan model Markowitz: Asumsi bahwa preferensi investor hanya didasarkan pada return ekspektasian dan risiko dari portofolio secara implisit mengannggap bahwa investor mempunyai
17
fungsi utility yang sama. Pada kenyataannya tiap-tiap investor mempunyai fungsi utility yang berbeda. Jika preferensi investor terhadap portofolio berbeda karena mereka mempunyai fungsi utility yang berbeda, optimal portofolio untuk masing-masing investor akan berbeda. Demikian juga jika tersedia pinjaman dan simpanan bebas risiko, maka optimal portofolio akan dapat berbeda seandainya pinjaman dan simpanan bebas risiko ini tidak tersedia. Model Markowitz tidak mempertimbangkan hal ini. Jika investor hanya mempertimbangkan simpanan dan pinjaman bebas risiko dan investor diasumsikan risk averse individu. 3) Portofolio optimal dengan aktiva bebas risiko: Portofolio yang benar-benar optimal secara umum (tidak tergantung pada preferensi investor) dapat diperoleh dengan menggunakan aktiva bebas risiko. Suatu aktiva bebas risiko dapat didefinisikan sebagai aktiva yang mempunyai return ekspektasi tertentu dengan risiko yang sama dengan nol. 4) Portofolio optimal dengan adanya simpanna dan pinjaman bebas risiko: Aktiva bebas risiko hanya digunakan untuk mennetukan dari portofolio optimalnya, tetapi tidak dimasukkan sebagai aktiva di portofolionya, dengan adanya aktiva yang bebas risiko, misalnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI), investor mempunyai pilihan untuk memasukkan aktiva ini ke portofolionya. Karena aktiva bebas risikonya variannya (deviasi standar) sama dengan nol, kovarian antara aktiva bebas risiko ini dengan aktiva berisiko yang lainnya akan menjadi sama dengan nol.
18
2.4
Diversifikasi Diversifikasi investasi diartikan sebagai bentuk solusi untuk menghindari
risiko dan memperbesar keuntungan, oleh sebab itu diversifikasi investasi dilihat sebagai bentuk menganekaragamkan investasi dengan cara menempatkan dana pada lebih dari satu tempat bisnis atau lebih dari satu sekuritas (Fahmi, 2012: 19). Diversifikasi menurut Tandelilin (2010:115), adalah pembentukan portofolio melalui pemilihan kombinasi sejumlah aset sedemikian rupa hingga risiko dapat diminimalkan, diversifikasi dapat dilakukan dengan cara: 1) Diversifikasi random, yaitu investasi secara acak pada berbagai jenis aset dalam suatu portofolio tanpa memperhatikan karakteristik dan hubungan antar-aset. Investor memilih aset-aset yang akan dimasukkan ke dalam portofolio
tanpa
terlalu
memperhatikan
karakteristik
aset-aset
bersangkutan, karena semakin besar manfaat pengurangan risiko yang akan diperoleh. 2) Diversifikasi
Markowitz,
yaitu
pembentukan
portofolio
dengan
mempertimbangkan kovarian dan koefisien korelasi negatif antar-aset agar dapat menurunkan risiko portofolio. Untuk memperoleh manfaat pengurangan risiko yang lebih optimal dari diversifikasi, harus memperhitungkan karakteristik aset seperti tingkat return harapan serta klasifikasi industri suatu aset, yang tentunya akan menjadi lebih selektif dalam memilih aset-aset yang mampu memberikan manfaat diversifikasi yang paling optimal.
19
Risiko portofolio tidak boleh dihitung dari penjumlahan semua risiko aset yang ada dalam portofolio, tetapi juga harus mempertimbangkan efek keterkaitan antar return aset tersebut dalam pengestimasian risiko portofolio. Kontribusi portofolio akibat keberadaan hubungan antar return aset, dapat diwakili oleh nilai kovarians atau koefisien korelasi yaitu ukuran statistik yang menunjukkan pergerakan relativ antar dua variabel dengan kisar besaran koefisien minimum -1 hingga maksimum +1.
2.5
Return Portofolio Tandelilin (2010:102), menyatakan bahwa return merupakan salah satu
faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Return Portofolio menurut Zubir
(2011:10),
merupakan selisih antara nilai pasar
portofolio pada akhir periode dan awal periode ditambah dividen dari sahamsaham dalam portofolio yang diterima selama periode observasi, kemudian dibagi dengan nilai investasi awal. Return menurut Jogiyanto (2010:205) adalah hasil yang diperoleh dari investasi dapat berupa realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang diharapkan akan terjadi dimasa mendatang, dimana return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi yang berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return).
Return realisasi
merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis dan digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan.
20
Return realisasi ini juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) yang merupakan return yang diharapkan oleh investor di masa yang akan datang. Return realisasi diukur dengan menggunakan return total (total return), relative return (return relative), kumulatif return (return comulative), dan return disesuaikan (adjusted return). Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode tertentu yang terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Capital gain (loss) merupakan selisih untung (rugi) dari harga investasi sekarang relative dengan harga periode yang lalu dan dapat diartikan sebagai perubahan harga sekuritas.
2.6
Risiko Portofolio Risiko merupakan kemungkinan perbedaan antara return actual yang
diterima dengan return harapan (Tandelilin 2010:102), ada beberapa sumber risiko yang mempengaruhi besarnya suatu investasi yaitu: 1) Risiko suku bunga: Perubahan suku bunga bisa mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi harga saham secara terbalik atau cateris parimbus, artinya jika suku bunga meningkat, maka harga saham akan turun. Demikian pula sebaliknya, jika suku bunga turun harga saham naik. Kondisi seperti ini dapat menarik investor yang sebelumnya berinvestasi di saham untuk memindahkan dananya dari saham ke dalam deposito. 2) Risiko pasar: Fluktuasi pasar secara keseluruhan yang mempengaruhi variabilitas return suatu investasi disebut sebagai risiko pasar. Fluktuasi
21
pasar biasanya ditunjukan oleh berubahnya indeks pasar saham secara keseluruhan. 3) Risiko inflasi: Inflasi yang meningkat akan mengurangi kekuatan daya beli rupiah yang telah diinvestasikan. Oleh karenanya risiko inflasi bisa juga disebut risiko daya beli. Jika inflasi mengalami peningkatan, investor biasanya menuntut tambahan premium inflasi untuk mengkompensasi penurunnan daya beli yang dialaminya. 4) Risiko bisnis: Risiko dalam menjalankan bisnis dalam suatu jenis industry disebut sebagai risiko bisnis. 5) Risiko financial: Risiko ini berkaitan dengan keputusan perusahaan untuk menggunakan hutang dalam pembiayaan modalnya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan perusahaan, semakin besar risiko financial yang dihadapi perusahaan. 6) Risiko likuiditas: Risiko ini berkaitan dengan kecepatan suatu sekuritas yang diterbitkan perusahaan bisa diperdagangkan di pasar sekunder. Semakin cepat suatu sekuritas diperdagangkan, semakin likuid perusahaan tersebut demikian sebaliknya. Semakin tidak likuid suatu sekuritas semakin besar pula risiko likuiditas yang dihadapi perusahaan. 7) Risiko nilai tukar mata uang: Risiko ini berkaitan dengan fluktuasi nilai tukar mata uang domestik (Negara perusahaan tersebut) dengan nilai mata uang Negara lainnya. Risiko ini juga dikenal sebagai risiko mata uang (currency risk) atau risiko nilai tukar (exchange rate risk).
22
8) Risiko Negara: Risiko ini juga disebut juga sebagai risiko politik, karena sangat berkaitan dengan kondisi perpolitikan suatu Negara. Bagi perusahaan yang beroperasi diluar negeri, stabilitas politik dan ekonomi Negara bersangkutan sangat penting diperhatikan untuk menghindari risiko Negara yang terlalu tinggi. Risiko sering dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Menurut Jogiyanto (2010:227) dalam Van Horne dan Wachowics, Jr (1992) mendefinisikan risiko sebagai varaibilitas return terhadap return yang diharapkan. Untuk menghitung risiko, metode yang banyak digunakan adalah deviasi standar yang mengukur absolute penyimpangan nilai-nilai yang sudah dengan nilai ekpektasinya. Konsep pengurangan risiko sebagai akibat penambahan sekuritas ke dalam portofolio sangat penting dipahami, karena investor harus mampu menghitung risiko dari suatu investasi. Tingkat risiko merupakan kemungkinan penyimpangan return aktual dari return harapan (return rata-rata), secara statistik tingat risiko ini dapat diwakili oleh ukuran penyimpangan atau ukuran penyebaran data. Dua ukuran penyebaran yang sering digunakan untuk mewakilinya adalah nilai varians dan deviasi standar. Varians maupun deviasi standar merupakan ukuran besar penyebaran data variabel random dari nilai rata-ratanya. Semakin besar penyebaran distribusi return suatu investasi, semakin tinggi tingkat risiko investasi tersebut (Tandelilin, 2010:109). Risiko portofolio mungkin dapat lebih kecil dari risiko rata-rata tertimbang masing-masing sekuritas tunnggal.
23
2.7
Single Index Model Willian Sharpe (1936) mengembangkan model yang disebut dengan Single
Index Model. Model ini digunakan untuk menyederhanakan perhitunganperhitungan di model Markowitz dengan menyediakan parameter-parameter input yang dibutuhkan di dalam perhitungan Model Markowitz (Jogiyanto, 2010:339). Ada beberapa alasan tentang penggunaan kedua model analisis tersebut, yaitu sebagian investor melakukan portofolio investasinya dengan memilih jenis saham yang naik-turunnya cenderung seirama dengan naik-turunnya kinerja bursa atau indeks harga saham gabungan (IHSG). Investor memilih kombinasi jenis saham yang mempunyai karakteristik harganya akan naik apabila IHSG naik. Investor yang berpola demikian artinya sejalan dengan metode Single Index Model. Single Index Model merupakan teknik untuk mengukur
besaran return dan risiko sebuah portofolio dengan asumsi
bahwa pergerakan return saham hanya berhubungan dengan return pasar. Single Index Model didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu sekuritas berfluktuasi searah dengan indeks harga pasar (Khotim, 2014). Salah satu konsep penting dalam Single Index Model adalah terminologi Beta (β). Beta adalah ukuran kepekaan return sekuritas terhadap return pasar. Semakin besar beta suatu sekuritas, semakin besar kepekaan return sekuritas tersebut terhadap perubahan return pasar. Saham-saham secara umum akan mengalami kenaikan harga jika indeks harga saham naik, demikian juga sebaliknya harga kebanyakan saham akan turun jika indeks harga saham turun.
24
Return dari sekuritas mungkin berkolerasi karena adanya reaksi umum (common respone) terhadap perubahan-perubahan nilai pasar (Jogiyanto, 2010:339), dimana Single Index Model menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1) Kesalahan residu dari sekuritas ke-i tidak berkovarian (berkolerasi) dengan kesalahan residu sekuritas ke –j atau ei tidak berkolerasi dengan ej. 2) Return indeks pasar (Rm) dan kesalahan residu untuk setiap sekuritas (ei) merupakan variabel acak sehingga kesalahan residu setiap sekuritas (ei) tidak berkolerasi dengan return indeks pasar (Rm). Menurut Husnan (2009:114), Single Index Model mendasarkan diri pada pemikiran bahwa tingkat keuntungan suatu sekuritas dipengaruhi oleh tingkat keuntungan portofolio pasar, dengan menggunakan Single Index Model dapat diredusir jumlah variabel yang perlu ditaksir, karena tidak memerlukan taksiran dari koefisien korelasi untuk menaksir deviasi standar portofolio. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Singh et al. (2014), Mary et al. (2015), Andrade et al. (2012), Banumathy et al. (2014), Sarker (2013) dalam penelitiannya, pembentukan portofolio optimal dianalisis dengan cara Single Index Model.
2.8
Stochastic Dominance Metode Stochastic Dominance merupakan metode optimalisasi portofolio
dengan pendekatan favorit komparatif atas jenis saham yang diminati oleh para
25
investor. Teknik ini tidak memperhatikan bagaimana distribusi tingkat keuntungan
investasi-investasi
yang
sedang
dipertimbangkan.
Stochastic
Dominance tidak mensyaratkan distribusi tingkat keuntungan harus bersifat normal serta tidak perlu menggunakan asumsi tertentu tentang fungsi utility para pemodal (Husnan, 2009:142). Stochastic Dominance menggunakan tiga asumsi tentang perilaku para investor (pemodal). Menurut Husnan (2009:142), Stochastic Dominance menggunakan tiga asumsi yang makin kuat tentang perilaku para pemodal. Asumsi-asumsi tersebut disebut sebagai first, second dan third order Stochastic Dominance. First order Stochastic Dominance menyatakan bahwa pemodal lebih menyukai yang banyak dari pada yang sedikit. Second order Stochastic Dominance menyatakan bahwa pemodal bersikap tidak menyukai risiko. Third order Stochastic Dominance menyatakan bahwa pemodal mempunyai decreasing absolute risk avertion. Asumsi yang ketiga ini berarti bahwa dengan meningkatkan kekayaan para pemodal atau investor, investor akan menginvestasikan rupiah lebih banyak pada kesempatan investasi yang berisiko. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jui (2013), Dupacova (2013), Sathya (2012), Gasbarro (2007), dan Holder (2010) dalam penelitiannya, pembentukan portofolio optimal dianalisis dengan cara Stochastic Dominance melalui asumsi first, second dan third order Stochastic Dominance.
26
2.9
Pengukuran Kinerja Portofolio Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan tiga cara
yaitu Indeks Sharpe, Indeks Treynor, dan Indeks Jensen. Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-tovariability ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi risiko portofolio dengan standar deviasinya. Indeks Sharpe dapat digunakan untuk membuat peringkat dari beberapa portofolio berdasarkan kinerjanya. Semakin tinggi indeks Sharpe suatu portofolio dibanding portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut (Tandelilin, 2010:494). Indeks
Treynor
merupakan
ukuran
kinerja
portofolio
yang
dikembangkan oleh Jack Treynor, dan indeks ini disebut dengan reward to volatility ratio (RVOL) (Tandelilin, 2010:497). Nilai RVOL menunjukkan kinerja portofolio. Semakin besar nilai RVOL semakin baik kinerja portofolio. Treynor berargumentasi bahwa portofolio yang dibentuk mestinya adalah portofolio optimal, maka risiko unik (unsystematic risk) dapat diabaikan dan yang masih tertinggal adalah risiko sistematik (systematic risk) yang diukur dengan Beta (Jogiyanto, 2010:645). Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat return actual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return harapan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Indeks Jensen adalah kelebihan return di atas atau dibawah garis pasar sekuritas (security market line). Indeks Jensen secara mudahnya dapat diintepretasikan sebagai pengukur berapa banyak
27
portofolio “mengalahkan pasar”. Indekas yang bernilai positif berarti portofolio memberikan return lebih besar dari return harapannya, sehingga return relative tinggi dengan tingkat risiko sistematisnya. Sebaliknya indeks yang bernilai negative menunjukkan bahwa portofolio mempunyai return yang relative rendah untuk tingkat risiko sistematisnya. Pengukuran kinerja yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Indeks Treynor, dimana indeks ini merupakan suatu rasio kompensasi terhadap risiko. Seperti halnya pada Indeks Sharpe, kinerja portofolio pada indeks Treynor dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya risiko dari portofolio tersebut. Pada indeks Treynor risiko diukur tidak dengan total risiko melainkan hanya risiko sistematis (beta), yaitu risiko yang paling merefleksikan keadaan individual perusahaan, maka jika suatu portofolio dianggap telah terdiversifikasi dengan baik, artinya bahwa return portofolio tersebut hampir semuanya dipengaruhi oleh return pasar. Return dianggap sebagai ukuran terbaik untuk pedoman prediksi, sepanjang asumsi pasar adalah efisien. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Paramita (2015) pengujian kinerja dianalisis dengan menggunakan indeks Treynor. Nilai R2 dapat digunakan untuk menunjukkan persentase dari varian return portofolio yang dipengaruhi oleh return pasar. Semakin terdiversifikasi suatu portofolio maka nilai R2 portofolio tersebut akan semakin mendekati 1.0. Nilai R2 sebesar 1 menunjukkan bahwa return portofolio tersebut sepenuhnya dapat dijelaskan oleh return pasar.