BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Pada bab II ini penulis membahas mengenai studi terdahulu tentang novel Ziarah Yang Terpanjang karya K.Usman yang digunakan penulis sebagai acuan dalam melakukan penelitiannya, dibahas pula teori-teori yang digunakan penulis sebagai alat untuk menganalisis novel Ziarah Yang Terpanjang dari segi struktur dan sosiologi. Penulis menjabarkan cara analisis novel Ziarah Yang Terpanjang yang dituangkan dalam kerangka pikir dan bagan kerangka pikir.
A. Studi Terdahulu Penelitian terhadap novel K. Usman pernah dilakukan sebelumnya oleh Umi Hartati dari Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, pada tahun 2010 dengan judul “Analisis Tokoh dan Penokohan Novel Cinta Kanti K. Usman. Pendekatan Psikologi Sastra.” Nartanti Indah dari Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, pada tahun 2011 dengan judul Analisis tema dan Fakta Cerita Novel Cinta Kanti K. Usman. Sebuah Tinjauan Objektif.” Penelitian mengenai novel Ziarah Yang Terpanjang karya K. Usman belum pernah dilakukan sebelumnya, hal ini didasarkan dari kunjungan penulis ke berbagai perpustakaan, diantaranya: 1.
Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret
2.
Perpustakaan Sastra Universitas Sebelas Maret
9
10 3.
Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
4.
Perpustakaan Pusat Universitas Muhammadiyah Surakarta Penulis juga melakukan penelusuran ke berbagai perpustakaan di
Indonesia melalui media elektronik yaki internet, diantaranya: 1.
www.lib.ugm.ac.id (Universitas Gajah Mada)
2.
www.lib.uny.ac.id (Universitas Negeri Yogyakarta)
3.
www.digilib.undip.ac.id (Universitas Diponogoro)
4.
www.lib.ui.ac.id (Universitas Indonesia)
5.
www.lib.unj.ac.id (Universitas Negeri Jakarta)
6.
www.digilib.ub.ac.id (Universitas Brawijaya)
7.
www.digilib.unesa..ac.id (universitas Negeri Surabaya)
8.
www.lib.unair.ac.id (Universitas Airlangga)
9.
www.Pustaka.unand.ac.id (Universitas Andalas)
10. www.library.unila.ac.id (Universitas Negeri Lampung) 11. www.library.usu.ac.id (Universitas Sumatra Utara) 12. www.library.unimed.ac.id (Universitas Negeri Medan) 13. www.digilib.unsri.ac.id (Universitas Sriwijaya)
B. Landasan Teori 1. Teori Struktural Pendekatan struktural sastra merupakan sebuah teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara berbagai unsur teks.
11 Dalam penelitian karya sastra, analisis terhadap unsur-unsur intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti suatu karya sastra sebelum memasuki penelitian lebih lanjut yakni, analisis karya sastra secara sosiologis. Untuk memahami lebih dalam karya gejala sosial yang berada di luar sastra, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap teksnya untuk mengetahui strukturnya (Damono, 1979: 2). Analisisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterikatan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1988: 135). Pendekatan struktural mengkaji karya sastra itu sendiri. Pendekatan struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra yang membentuk makna menyeluruh. Makna karya sastra dapat dipahami sepenuhnya apabila makna menyeluruh sebuah kesatuan itu dapat dipahami sepenuhnya dan unsur-unsur pembentukannya terintegrasi ke dalam sebuah struktur. Menurut Burhan Nurgiyantoro, "analisis karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, serta mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan Iain-lain." (Burhan Nurgiyantoro, 2012: 37). Robert Stanton membagi unsur yang membentuk cerita dalam karya sastra manjadi dua, yakni fakta cerita dan sarana cerita. Fakta cerita terdiri dari alur, latar, tokoh, dan tema. Sarana cerita terdiri dari judul, gaya bahasa, sudut pandang, ironi, dan simbolisme.
12 Penulis hanya menganalisis alur, tokoh, dan latar yang sesuai dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. a. Alur Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau yang menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya (Stanton, 2012: 26). Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur dan hubungan kausalitas, yang saling berpengaruh. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri alur hendaknya memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinan dan logis, dapat menciptakan bermacam-macam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-ketegangan (Stanton, 2012: 28). Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks. Konflik utama selalu bersifat fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatankekuatan tertentu. (Stanton, 2012: 32). Foster (dalam Nugyantoro, 2012: 113) mengatakan bahwa "Alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas.” Alur dibedakan atas alur lurus atau progresif, alur sorot balik atau flashback, dan
13 alur campuraan. Dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Secara runtut cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Alur sorot balik atau flash-back jika kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan tahap awal secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau mungkin dari tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Alur campuran secara garis besar alur sebuah novel mungkin progresif, tetapi di dalamnya, betapa pun kadar kejadianya, sering terdapat adegan-adegan sorot balik demikian pula sebaliknya. b. Tokoh atau Karakter Tokoh atau biasa disebut karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu tokoh utama yaitu tokoh yang terkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang tokoh untuk bertindak sebagaimana yang dilakukan dinamakan motivasi (Stanton, 2012: 33). Dalam sebuah cerita setiap tokoh atau karakter mempunyai ciri khas watak yang berbeda-beda yang membuat cerita lebih menarik dan berwarna. Menurut Soediro Satoto ada tiga dimensi perwatakan yang dimiliki tokoh, yaitu:
14 1. Dimensi fisik (fisiologis), ialah ciri-ciri badan. Misalnya: a) Usia (tingkat kedewasan) b) Jenis kelamin c) Keadaan tubuh d) Ciri-ciri muka e) Ciri khas yang spesifik 2. Dimensi sosial (sosiologis), ialah ciri-ciri kahidupan masyarakat. Misalnya : a) Status sosial b) Pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat c) Tingkat pendidikan d) Pandangan hidup, kepercayaan, agama, ideologi e) Aktivitas sosial, organisasi, dan kesenangan f) Suku, bangsa, dan keturunan 3. Dimensi Psikologis (psikis), ialah latar belakang kejiwaan, sifat, dan karakter. Misalnya : a) Mentalitas, ukuran moral, dan kecerdasan b) Temperamen, keinginan, dan perasaan pribadi c) Kecakapan dan keahlian khusus (Satoto, 1998: 4). Ketiga dimensi tokoh tersebut dalam suatu karya fiksi tampil bersamasama, artinya tokoh yang muncul selain digambarkan secara fisik juga secara psikis dan sosiologis. Atar Semi berpendapat bahwa ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dalam fiksi. 1) Secara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak karakter tokoh, pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala, dan sebagainya. 2) Secara dramatik, yaitu penggambaran perwatakan yang tidak diceritakan secara langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui: a) Pilihan nama tokoh b) Penggambaran fisik atau postur tubuh, cara berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungan, dan sebagainya. c) Dialog, yaitu tokoh yang bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain (Semi, 1993: 40).
15 c. Latar Menurut Abrams, “latar atau setting yang disebut juga landas tumpu, menyaran kepada pengertian tempat, hubungan waktu, dan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.” Unsur latar dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu : 1) Latar tempat yang menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca, seolah-olah hal yang diceritakan sungguhsunguh ada dan terjadi, yaitu tempat (dan waktu) seperti yang diceritakan itu. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Masing-masing tempat tentu saja memiliki karakteristiknya sendiri yang membedakannya dengan tempat yang lain. 2) Latar waktu, berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah waktu dalam karya fiksi juga sering dihubungkan dengan lamanya waktu yang dipergunakan dalam cerita. Dalam hal ini terdapat beberapa variasi pada berbagai novel yang ditulis orang. Ada novel yang membutuhkan waktu sangat panjang. Novel yang membutuhkan waktu sangat panjang tidak berarti menceritakan semua peristiwa yang dialami tokoh, melainkan dipilih peristiwa-peristiwa tertentu yang dramatik fungsional yang mempunyai pertalian secara alur. Sebaliknya novel yang hanya membutuhkan waktu cerita singkat biasanya juga tidak hanya menceritakan kejadian-kejadian dalam waktu yang sesingkat itu pula. Ia dapat saja menceritakan kejadian-kejadian lampau tentunya yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dengan cara sorot balik, retroversi, yang mungkin lewat cerita atau lamunan tokoh. 3) Latar sosial, menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Mengangkat latar tempat tertentu dalam karya fiksi pengarang perlu menguasai medan, hal itu juga terlebih berlaku untuk latar sosial-budaya. Pengertian penguasaan medan lebih menyaran pada penguasaan latar. Jadi, ia mencakup unsur tempat, waktu, dan budaya sekaligus. (Nurgyantoro, 2012: 227 -234).
16 2. Pendekatan Sosiologi Sastra Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir dari perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada akhir perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Sosiologi dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan masyarakat dan hasil-hasil observasi tersebut harus disusun secara sistematis dan motodologis (Soekanto, 1990: 4). Sosiologi sastra merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Dalam pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada
di
luar
karya
sastra
dan
yang
diacu
oleh
karya
sastra.
Pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra. Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan
17 mencakup hubungan antarmasyarakat dengan orang-orang, antarmanusia, antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah "kebenaran" penggambaran, atau yang hendak digambarkan. Namun Wellek dan Warren mengingatkan, bahwa karya sastra memang
mengekspresikan
kehidupan,
tetapi
keliru
kalau
dianggap
mengekspresikan selengkap-lengkapnya. Fenomena kehidupan sosial yang terdapat dalam karya sastra tersebut kadang tidak disengaja dituliskan oleh pengarang, atau karena hakikat karya sastra itu sendiri yang tidak pernah langsung mengungkapkan fenomena sosial. Pengarang merupakan anggota yang hidup dan berhubungan dengan orang- orang yang berada disekitarnya, maka dalam proses penciptaan karya sastra seorang pengarang tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Karya sastra yang lahir ditengah-tengah masyarakat merupakan hasil pengungkapan jiwa pengarang tentang kehidupan, peristiwa, serta pengalaman hidup yang telah dihayatinya. Sebuah karya sastra tidak pernah berangkat dari kekosongan sosial. Artinya karya sastra ditulis berdasarkan kehidupan sosial masyarakat tertentu dan menceritakan kebudayaan-kebudayaan yang melatarbelakanginya. Menurut Wellek dan Werren sosiologi sastra mencakup tiga hal, yaitu sosiologi pengarang, sosiologi pembaca, dan sosiologi karya sastra. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil sosiologi karya sastra. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa
18 yang menjadi tujuannya. Sosiologi karya sastra adalah kajian sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra dalam hubungannya dengan masalah-masalah sosial yang hidup dalam masyarakat. Sosiologi sastra ini berangkat dari teori mimesis Plato, yang menganggap sastra sebagai tiruan dari kenyataan. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990:122). Beberapa masalah yang menjadi wilayah kajian sosiologi karya sastra adalah: isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial. Sosiologi karya sastra juga mengkaji sastra sebagai cermin masyarakat, sastra sebagai dokumen sosial budaya yang mencatat kenyataan sosial budaya suatu masyarakat pada masa tertentu, mengkaji sastra sebagai bias dari realitas. Isi karya sastra yang berkaitan dengan masalah sosial, dalam hal ini sering kali dipandang sebagai dokumen sosial, atau sebagai potret kenyataan sosial. Kajian sosiologi karya sastra memiliki kecenderungan untuk tidak melihat karya sastra sebagai suatu keseluruhan, tetapi hanya tertarik kepada unsurunsur sosial budaya yang ada di dalam karya sastra. Kajian hanya mendasarkan pada isi cerita, tanpa mempersoalkan struktur karya sastra. 3. Problem Sosial Menurut Soekanto, “beberapa masalah sosial yang dihadapi oleh masyrakat yaitu, kemiskinan, kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern, peperangan, pelanggaran terhadap norma-norma
19 masyarakat, masalah kependudukan, masalah lingkungan hidup, dan masalah birokrasi.” (Soekanto, 1990: 406-440). Penelitian ini hanya membahas disorganisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat, dan kejahatan. Disorganisasi keluarga adalah suatu bentuk ketidakharmonisan keluarga sebagai satu unit masyarakat terkecil yang disebabkan oleh adanya kegagalan masing-masing anggota keluarga dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan status dan peranan masing-masing. Pelanggaran terhadap norma masyarakat adalah pelanggaran norma yang berlaku dalam masyarakat yang dilakukan oleh anggota masyarakat itu sendiri terdiri dari : pelacuran, dilekuensi anak, dan alkoholisme. Penulis akan membahas masalah pelacuran yang sesuai dengan novel Ziarah Yang Terpanjang. Salah satu masalah yang sering muncul dalam masyarakat adalah kejahatan, terutama kejahatan dengan kekerasan. Kejahatan dengan kekerasan dapat mengakibatkan kerusakan terhadap harta benda, fisik, maupun psikis seseorang.
20
C. Kerangka Pikir Bagan kerangka pikir
Novel Ziarah Yang Terpanjang
Teori Novel : 1. Fakta cerita : Alur, tokoh, latar, dan tema. 2. Sarana cerita : judul, sudut pandang, gaya bahasa, dan ironi
1. Disorganisasi keluarga 2. Kejahatan 3. Pelanggaran terhadap norma masyarakat
Pendekatan Sosiologi Sastra dan Problem Sosial
Teori Struktural
Kesimpulan
21 Penjelasan dari kerangka pikir tersebut adalah penulis terlebih dahulu membaca sumber data yang berupa novel Ziarah Yang Terpanjang karya K. Usman, kemudian merumuskan masalah yakni bagaimana gambaran aspek struktural yang membangun novel Ziarah Yang Terpanjang yang meliputi alur, tokoh, dan latar. Bagaimana gambaran problem sosial dalam yang berupa disorganisasi keluarga, pelanggaran terhadap norma masyarakat, dan kejahatan yang terdapat dalam novel Ziarah Yang Terpanjang? Langkah selanjutnya adalah menganalisis aspek struktural yakni alur, tokoh, dan latar menggunakan teori struktural dan menganalisis problem-problem sosial dengan pendekatan sosiologi sastra dan problem sosial. Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan dari hasil analisis.