BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Persepsi Harga Persepsi
konsumen
terhadap
suatu
harga
dapat
mempengaruhi
keputusannya dalam membeli suatu produk sehingga suatu perusahaan harus mampu memberikan persepsi yang baik terhadap produk atau jasa yang mereka jual. Menurut Schiffman dan Kanuk (dalam Nofita, 2013) persepsi adalah suatu proses
seorang
individu
dalam
menyeleksi,
mengorganisasikan,
dan
menterjemahkan stimulus-stimulus informasi yang datang menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Persepsi mempunyai pengaruh yang kuat bagi konsumen. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap konsumen yaitu persepsi akan harga. Kotler dan Keller (2012:439) menyatakan bahwa harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk tersebut. Harga adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh pelanggan untuk memperoleh suatu produk. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (Produk, Promosi, dan Distribusi) menyebabkan timbulnya biaya. Menurut Alam dan Norjaya (2010) harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan
12
agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dijelaskan bahwa harga adalah sejumlah uang (satuan moneter) yang diberikan atau di korbankan oleh konsumen untuk mendapatkan suatu produk atau jasa. Harga merupakan komponen penting atas suatu produk, karena akan berpengaruh terhadap keuntungan produsen. Harga juga menjadi pertimbangan konsumen untuk membeli, sehingga perlu pertimbangan khusus untuk menentukan harga tersebut. Menurut Kotler dan Keller (2012:384) harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk tersebut. Menurut Pretescu (2011), Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang, ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan. Menurut Nurtjahjanti (2010), komponen dari harga adalah : 1) Objective price Objective price adalah harga sebenarnya dari sebuah produk. Harga tersebut biasanya ditetapkan oleh perusahaan atau toko atau biasa disebut harga aktual. 2) Perceived nonmonetary price
13
Perceivednonmonetaryprice adalah harga nonmoneter yang dimengerti dan dipahami oleh konsumen dan diartikan harga aktual tersebut yang pada umumnya berupamahal atau murah 3) Sacrifice Sacrifice adalah pengorbanan moneter yang dikeluarkan oleh konsumen yang meliputi biaya waktu, biaya pencarian dan biaya fisik. 2.1.2 Kepercayaan Maima (2012) mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan suatu pihak akan menemukan apa yang diinginkan dari pihak lain bukan apa yang ditakutkan dari pihak lain. Alam dan Norjaya (2010) setuju bahwa kepercayaan adalah kemauan dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya (vulnerable) atas tindakan pihak lainnya. Sementara Youl (2010) berpendapat bahwa kepercayaan merupakan keyakinan mutual dari kedua pihak bahwa diantara keduanya tidak akan memanfaatkan kelemahan pihak lain Hermawan (2014) kepercayaan atau trust didefinisikan sebagai persepsi dari sudut pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urutan transaksi atau interaksi yang akan memenuhi harapan pada kualitas produk dan kepuasan. Kepercayaan dapat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas konsumen Hung et al., (2011). Definisi tersebut memberikan beberapa elemen penting yaitu kesedian dari salah satu pihak untuk menjadi tidak berdaya, keyakinan bersama bahwa diantara mereka tidak akan saling memanfaatkan kelemahan mitranya, serta adanya harapan bahwa pihak lain dapat memberikan kepuasan atas kebutuhannya. Menurut Mahkota dkk (2014) situasi kepercayaan terdapat unsur
14
resiko yang biasanya dikaitkan dengan hasil keputusan yang diambil.Sumber resiko tersebut adalah pada keinginan dan kesediaan pihak yang terlibat untuk bertindak tepat.
2.1.3 Orientasi Belanja Orientasi belanja dapat didefinisikan sebagai gaya pembelanja yang memberikan penekanan khusus pada gaya hidup belanja yang mencakup kegiatan belanja, kepentingan dan pendapat, dan mencerminkan pandangan dari belanja sebagai sebuah fenomena sosial, rekreasi dan ekonomi yang kompleks (Visser dan Preez, 2001). Orientasi belanja dikonsepkan sebagai bagian tertentu dari gaya hidup dan dijalankan oleh berbagai kegiatan, kepentingan dan pernyataan pendapat yang relevan dengan tindakan belanja menurut Kwek et al. (dalam Nisa, 2013). Hong (2004) melakukan penelitian pada konsumen Korea yang menggunakan internet untuk pembelian. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa konsumen bervariasi karena adanya perbedaan orientasi belanja. Mereka mengidentifikasi empat tipe dalam orientasi belanja, yaitu: highly-involved, customer service conscious, priceconscious dan apathetic shopping orientations. Mereka menemukan bahwa highly-involved shoppers cenderung mencari informasi yang lebih luas mengenai produk atau jasa dan lebih menyukai internet untuk berbelanja. Pada dasarnya orientasi berbelanja yang dimiliki oleh individu berkaitan dengan gaya hidup yang dimiliki individu secara umum. Seock (2007: 218)
15
menyatakan bahwa orientasi belanja memiliki tujuh dimensi, diantaranya sebagai berikut. 1) Shopping enjoyment, yang merupakan kesenangan individu ketika melakukan berbelanja. 2) Brand/fashion consciousness, yang merupakan kesadaran individu terhadap merek atau mode busana. 3) Price consciousness, yang merupakan kesadaran individu terhadap harga produk. 4) Shopping confidence, yang merupakan kepercayaan individu kemampuan berbelanja. 5) Convenience/time consciousness, yang merupakan kesadaran individu terhadap waktu dan kenyamanan ketika berbelanja. 6) In-home shopping tendency, yang merupakan kecenderungan individu untuk melakukan pembelian melalui rumah. 7) Brand/store loyalty yang merupakan kesetiaan individu terhadap merek dan toko ketika melakukan kegiatan berbelanja. 2.1.4 Niat Beli Niat membeli adalah rencana kognatif atau keinginan konsumen untuk suatu barang atau merek tertentu. Niat membeli dapat diukur dengan menanyakan tentang kemungkinan membeli produk yang diiklankan.Niat beli adalah tahap kecenderungan responden untuk bertindak sebelum benar-beanr melakukan pembelian (Harris et al., 2010). Sedangkan menurut Setiowati (2012) terdapat perbedaan antara pembelian aktual dan kecenderungan pembelian. Bila pembelian
16
aktual
yaitu
pembelian
yang
benar-benar
dilakukan
oleh
konsumen,
kecenderungan pembelian merupakan sebuah niat yang timbul pada konsumen untuk melakukan pembelian pada waktu yang akan datang. Niat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk bertindak terhadap sebuah obyek dan secara umum diukur dari niat beli konsumen Meskaran et al. ( 2013). Niat beli ini dalam kerangka teori Reasoned Action adalah bagian dari perilaku (behavior) sebagai hasil dari sikap konsumen terhadap obyek. Artinya apabila konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek/produk maka ia mempunyai niat untuk membeli produk tersebut. Penelitian yang dilakukan Mao (2010) mengemukakan bahwa sikap positif konsumen pada sebuah merek mempengaruhi niat beli konsumen pada merek tersebut. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian dari Ling et al. (2010) yang meneliti tentang pengaruh pengukuran niat beli secara umum. Dalam penelitian tersebut dikemukakan bahwa niat beli secara umum akan mempengaruhi pilihan merek dan kategori produk secara spesifik.
2.2 Perumusan Hipotesis 2.2.1 Pengaruh persepsi harga terhadap niat beli produk fashion secara online. Verina, dkk. (2014) menyatakan bahwa persepsi harga dalam toko online tidak mempengaruhi secara parsial. Harga dalam toko online terkadang juga tidak lebih murah daripada toko offline, karena adanya biaya ongkos kirim yang harganya berbeda-beda tiap daerah tujuan. Broekhuizen & Huizingh (dalam Nuseir et al., 2010), menyatakan bahwa konsumen mengharapkan harga dalam toko online lebih rendah daripada toko offline (tradisional) sehingga konsumen
17
mencari tahu perbandingan harga produk offline dan produk online. Moon et al. (dalam Kusdyah, 2012) mengatakan bahwa jenis produk dan individualisme juga memiliki pengaruh yang positif signifikan terhadap niat membeli online, sedangkan persepsi harga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap niat membeli online. Poon dan Jevons (dalam Sutejo, 2006) menyatakan bahwa Internet memiliki banyak pengaruh pada strategi harga. Melalui internet, harga menjadi lebih standar, hanya ada sedikit perbedaan harga bagi konsumen sehingga konsumen menjadi mengetahui dan membandingkan harga. Internet juga dapat membantu pelanggan untuk menganalisis harga dengan membandingkan harga lintas perusahaan dan lintas batas dari web satu ke web yang lainnya serta menciptakan interactive internet commerce (Peattie, 1997). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Jiang et al. (2005) yang menyatakan bahwa persepsi harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian online. Hal serupa juga diungkapkan oleh Hasslinger et al. (2007) yang menyatakan bahwa harga, kepercayaan, dan kenyamanan di identifikasi sebagai faktor penting. Harga itu dianggap sebagai faktor yang paling penting bagi sebagian besar masyarakat. Atas dasar penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan adalah. H1: Persepsi harga berpengaruh positif terhadap niat beli produk fashion online di Kota Denpasar. 2.2.2 Pengaruh kepercayaan terhadap niat beli produk fashion secaraonline. Kepercayaan online atau pembelian pelanggan secara online adalah suatu keharusan ketika pembeli datang dan mempunyai keyakinan untuk
18
berbelanja secara online Leeraphong and Mardjo (2013). Belanja online sifatnya berisiko, kepercayaan dan risiko memainkan peran penting dalam mempengaruhi transaksi online (Gregg dan Walczak, 2010). Kepercayaan berkontribusi positif terhadap keberhasilan transaksi online (Beccera, 2011). Kepercayaan online sangat perlu dimana informasi keuangan pribadi dan data pribadi dibagi saat melakukan pembelian secara online Meskaran et al., (2013). Kepercayaan online didasarkan pada presepsi risiko atau manfaat transaksi online Leeraphong and Mardjo (2013). Atas dasar penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kepercayaan konsumen online akan menghasilkan niat beli konsumen yang lebih tinggi pula untuk berbelanja secara online. H2: Kepercayaan berpengaruh positif terhadap niat beli produk fashion online. 2.2.3 Pengaruh orientasi belanja tehadap niat beli produk fashion secara online. Orientasi belanja seseorang merupakan hal yang dianggap berpengaruh terhadap niat pembelian online, hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ling, et al. (2010) menyatakan bahwa orientasi belanja berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat membeli online. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Nisa (2013) yang menyatakan bahwa secara simultan orientasi belanja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pencarian informasi online dan niat berbelanja online. Namun tidak demikian dengan Brown (2001) yang menunjukkan secara empiris bahwa orientasi belanja konsumen tidak memiliki dampak yang positif dan signifikan terhadap kecenderungan mereka untuk membeli produk secara online. Atas dasar penelitian terdahulu maka hipotesis yang diajukan adalah.
19
H3 : Orientasi belanja berpengaruh positif terhadap niat beli produk fashion online.
2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan penelusuran kajian pustaka dan hasil-hasil penelitian terdahulu maka model penelitian dapat digambarkan seperti berikut. Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Persepsi Harga (X1)
H1 (+)
Kepercayaan (X2)
H2 (+)
Orientasi Belanja (X3)
H3 (+)
Niat Beli online (Y)
Sumber: H1 : Nuseir et al., (2010), Kusdyah (2012), Sutejo (2006) Jiang et al., (2005), Hasslinger et al. (2007). H2 : Mardjo (2013), Gregg dan Walczak (2010), Beccera (2011), Meskaran et al., (2013), Leeraphong and Mardjo (2013). H3 : Ling, et al. (2010), Nisa (2013) dan Brown (2001).
20