BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik Karsinoma payudara adalah salah satu keganasan yang sering dijumpai diantara kasus keganasan pada wanita. Sampai saat ini merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas hampir diseluruh dunia. Perkembangan teknik diagnostik dan terapi belum mampu menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada penderita karsinoma payudara. Karsinoma payudara yang berasal dari sel-sel epitel yang melapisi duktus atau lobulus disebut karsinoma duktus dan karsinoma lobulus. Karsinoma duktus menyebabkan 70-80% dan karsinoma lobulus menyebabkan 5-10% dari semua karsinoma payudara. Kedua tipe tumor ini terlokalisasi ke struktur asalnya yaitu intraduktus, intralobulus atau bersifat invasif. Karsinoma duktal invasif merupakan kelompok terbesar dari tumor payudara sekitar 40-75% dari seluruh karsinoma payudara. Secara umum yang dimaksud karsinoma duktal invasif adalah karsinoma yang tidak dapat disubklasifikasikan ke dalam salah satu tipe khusus. Karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik atau Invasive Ductal Carcinoma of No Special Type. Karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik terdiri atas kelompok tumor yang heterogen serta tidak menunjukkan karakteristik yang sesuai dengan tipe histologi berdasarkan klasifikasi WHO (Ellis et al, 2012).
10
11
Karsinoma payudara berasal dari sel- sel epitel yang melapisi duktus disebut karsinoma duktal invasif. Karsinoma payudara duktal invasif mempunyai cukup banyak varian spesifikasi morfologik. Terdapat beberapa klasifikasi tipe histologik karsinoma payudara duktal invasif. Berikut ini adalah berbagai tipe karsinoma payudara duktal invasif menurut klasifikasi WHO (Ellis et al, 2012) : 1.
Karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik.
2.
Karsinoma lobuler invasif.
3.
Karsinoma tubuler.
4.
Karsinoma kribriform invasif.
5.
Karsinoma meduler.
6.
Karsinoma musinus dan tumor lain dengan musin yang luas.
7.
Karsinoma neuroendokrin.
8.
Karsinoma papiler invasif.
9.
Karsinoma apokrin.
10. Karsinoma metaplastik. 11. Lipid rich carcinoma, Secretory carcinoma, Oncocityc carcinoma, Adenoid cystic carcinoma, Acinic cell carcinoma, Glycogen rich clear cell carcinoma, Sebaceus carcinoma, Inflamatory carcinoma.
12
2.2 Etiologi dan Patogenesis Karsinoma Payudara. Penyebab karsinoma payudara adalah multifaktor yaitu berhubungan dengan faktor genetik dan pengaruh hormonal. Sebagian besar perubahan genetik berperan dalam pertumbuhan karsinoma payudara. Sekitar 5-10% karsinoma payudara berhubungan dengan penderita karsinoma itu sendiri (pre-menopause, bilateral, disertai kanker pada organ lain), etnik dan geografik, beresiko tinggi menderita kanker payudara. Beberapa kasus menunjukkan mutasi gen BRCA 1 pada kromosom 17q21.3 dan mutasi gen BRCA 2 pada kromosom 13q12-13. Kedua gen berperan dalam repair DNA sebagai gen supresor karena inaktif atau defek keduanya Germ line mutation dan somatic mutation. Mutasi yang mempengaruhi proto-onkogen dan gen penekan tumor di epitel payudara ikut serta dalam proses transformasi onkogenik. Diantara berbagai mutasi tersebut ekspresi berlebihan protoonkogen ERBB2 atau HER-2/neu mengalami amplifikasi pada 30% kanker payudara. Ketidakseimbangan
hormon
sangat
berperan
terhadap
pertumbuhan
karsinoma payudara. Banyak faktor resiko yang telah disebutkan nuliparitas, usia subur yang lama, usia lanjut saat memiliki anak pertama menunjukkan peranan kadar estrogen terhadap resiko karsinoma payudara. Reseptor estrogen dan progesteron secara normal terdapat diepitel payudara berinteraksi dengan promotor pertumbuhan yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara untuk menciptakan mekanisme autokrin perkembangan tumor (Lester et al, 2010).
13
2.3 Derajat Diferensiasi Karsinoma Payudara Derajat
diferensiasi
karsinoma
payudara
dinilai
berdasarkan
sistem
Nottingham Combined Histologic Grade (Elston-Ellis Modification of ScarffBloom-Richardson Grading System) atau biasa disebut dengan Nottingham Grading System. Sistem ini menilai karsinoma payudara berdasarkan tiga karakteristik tumor yaitu formasi tubulus, pleomorfisme inti sel dan hitung mitosis. Sistem ini menggunakan skor 1-3 yang dinilai secara individual pada tiap faktor. Formasi tubulus dinilai dari jumlah persentase struktur glanduler yang jelas menunjukkan adanya lumen. Ambang batas yang dipakai adalah 10% dan 75% (Ellis et al, 2012). Pleomorfisme inti sel dinilai dari regularitas ukuran inti dan bentuk sel epitel, dimana peningkatan iregularitas membran inti dan rasio inti/sitoplasma menjadi tanda bertambahnya skor pleomorfisme inti sel. Hitung mitosis dihitung per 10 lapangan pandang besar (HPF) dengan field area 0,274 mm2. Penghitungan mitosis dilakukan dimulai dari bagian tepi tumor, dan bila terdapat heterogenesitas maka daerah yang dihitung adalah yang paling banyak mengandung mitosis. Skor dari ketiga penilaian tersebut dijumlahkan menghasilkan total skor dengan rentang 3-9, kemudian derajat diferensiasi ditentukan sebagai berikut: derajat 1(diferensiasi baik) bila skor 3-5, derajat 2(diferensiasi sedang) bila total skor 6-7 dan derajat 3(diferensiasi buruk) bila total skor 8-9).
14
Tabel 1. Metode Semi-kuantitatif penilaian derajat diferensiasi karsinoma duktal invasif GAMBARAN
SKOR
Formasi tubulus & kelenjar Mayoritas tumor (>75%)
1
Derajat sedang (10-75%)
2
Sedikit atau tidak ada (<10%)
3
Pleomorfisme inti sel Kecil, bentuk uniform reguler
1
Peningkatan sedang ukuran dan variabilitas
2
Variasi jelas
3
Hitung mitosis / 10 HPF (luas lapangan pandang 0,274mm2) Jumlah mitosis 0-9 1 Jumlah mitosis 10-19 2 Jumlah mitosis >20 3
Derajat diferensiasi ditentukan sebagai berikut: Derajat 1 (diferensiasi baik) bila skor 3-5. Derajat 2 (diferensiasi sedang) bila total skor 6-7. Derajat 3 (diferensiasi buruk) bila total skor 8-9 (Dikutip dari Ellis et al., 2012).
15
2.4 Prognosis Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik Pasien-pasien dengan karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik memiliki prognosis yang sedikit lebih buruk dengan 10-years-overall survival sebesar 30-50% dibandingkan dengan karsinoma payudara secara keseluruhan dimana memiliki 10-years-overall survival sebesar 55%. Sedangkan pasien-pasien dengan metastase jauh memiliki prognosis yang lebih buruk lagi, dimana memiliki 5-years-overall survival <10% (Ellis et al, 2012).
2.5 Proliferasi Sel Proses mitosis dan replikasi DNA adalah kunci proses dari proliferasi sel. Siklus yang mengontrol kedua proses tersebut dikenal dengan istilah siklus sel atau cell cycle. Fase pada siklus sel adalah fase pre-sintesis growth 1(G1), fase sintesa DNA(S), fase pre-mitosis growth 2(G2), dan fase mitosis(M). Sel tdak mengalami pembelahan pada fase G0 atau G1awal. Perkembangan selanjutnya adalah kemampuan sel untuk melakukan mekanisme kontrol secara intrinsik yang dikenal sebagai kontrol chek point. Kontrol chek point untuk mencegah terjadinya kerusakan sel saat terjadinya replikasi mitosis atau DNA dan menghentikan siklus sel untuk sementara untuk memberikan kesempatan DNA melakukan perbaikan atau mengeliminasi terjadinya kerusakan sel secara irreversibel oleh karena proses apoptosis.
16
Perkembangan siklus sel dari G1 diregulasi oleh suatu protein yang disebut dengan cyklin, yang membentuk suatu komplek dengan enzim yang disebut cyclin dependent kinase (CDKs). CDKs memicu terjadinya replikasi DNA dan beberapa aspek pada proses mitosis dan diperlukan pada perkembangan siklus sel. Jika sel memasuki fase S, DNA akan mengalami replikasi dan sel berkembang melalui fase G2 dan mitosis (Stricker et al, 2012).
2.6 Antibodi Monoklonal Ki-67 Protein Ki-67 merupakan suatu protein inti nonhistone segera setelah ditemukannya antibodi terhadap protein tersebut di kota Kiel (sehingga disebut “Ki”) setelah melakukan imunisasi pada tikus yang memiliki galur sel L428 Limfoma Hodgkin (dimana angka 67 merujuk pada jumlah klon yang ditemukan dari 96 klon). Dengan tidak ditemukannya Ki-67 pada sel yang tidak membelah dan terdapatnya protein ini pada jaringan yang mengalami pembelahan telah menunjukkan bahwa protein ini berperan penting sebagai suatu penanda pembelahan sel. Sejumlah penelitian dalam skala yang besar telah menegaskan temuan ini dan jarang dilaporkan adanya ekspresi Ki-67 pada sel yang tidak membelah.Gen Ki-67 terdapat pada lengan panjang kromosom 10 manusia (10q25). Pada tahun 1993, Schluter dkk telah mempublikasikan sequence cDNA lengkap yang mengkode protein tersebut. Terdapat dua spesies mRNA alternatif yang dihasilkan dari penyambungan dua protein isoform pengkode tersebut. Protein isoform Ki-67 yang berukuran besar memiliki massa molekul sebesar 359
17
KD dan yang berukuran kecil memiliki massa sebesar 320 KD. Keberadaan ataupun ketiadaan sequence yang dikode oleh exon 7 dari gen tersebut yang membedakan diantara kedua isoform tersebut. Ekspresi Ki-67 dapat dideteksi disepanjang siklus sel dan intensitas ekspresi Ki-67 tersebut bervariasi sehingga menimbulkan kekuatiran akan terjadinya kesalahan didalam penentuan klasifikasi siklus sel sebagai sel yang tidak membelah (Fasanella et al, 2011). Gen Ki-67 diekspresikan pada sel yang mengalami proliferasi selama fase G1 pertengahan dan meningkat pada level S dan G2 dan mencapai puncaknya pada fase M serta tidak terdeteksi pada fase istirahat (G0 dan awal G1) (Tan et al, 2005). Antibodi monoklonal Ki-67 yang asli, ketika digunakan untuk pegecatan imunohistokimia dilaporkan awalnya untuk mengecat sel yang mengalami proliferasi pada jaringan tanpa fiksasi, bukan pada sampel dengan formalin-fixed paraffin-embedded. Pada tahun 1992, Cattoretti dkk, melaporkan hasil yang lebih baik pada pengecatan Ki-67 dengan sampel paraffin embedded setelah berkembangnya antibodi baru MIB-1 dan MIB-3. Pengecatan dengan MIB-1 dan 3 dari sampel formalin-fixed paraffin embedded dapat ditingkatkan dengan antigen retrieval (sering dilakukan melalui pemanasan dengan microwave). Meskipun sekarang telah tersedia banyak antibodi yang dijual untuk pengecatan Ki-67 pada jaringan yang fresh maupun yang paraffin-embedded, MIB-1 masih merupakan yang terbanyak dipakai pada penelitian-penelitian sekarang ini. Ekspresi Ki-67 biasanya ditentukan sebagai persentase sel tumor yang tercat positif oleh antibodi, dengan menggunakan pengecatan inti sebagai kriteria positif yang paling umum (Aleskandarany et al, 2011; Yerushalmi et al, 2010).
18
Jaringan payudara yang sehat mengekspresikan Ki-67 dalam level yang rendah (< 3%). Beberapa peneliti melaporkan bahwa ekspresi reseptor steroid dan antigen KI-67 terdeteksi pada populasi sel yang berbeda pada epitel payudara manusia yang normal, dengan ekspresi Ki-67 secara eksklusif hanya pada sel dengan estrogen reseptor negatif (RE). Sel dengan estrogen reseptor positif tidak berproliferasi pada jaringan payudara manusia yang normal. Separasi antara ekspresi reseptor steroid dengan proliferasi sel ini tidak dijumpai pada jaringan maligna. Pada karsinoma duktal in situ (DCIS), sekitar 40% dari sel tumor mengekspresikan Ki-67 pada kadar yang tinggi. Peningkatan kadar akan diikuti oleh lesi dengan grading yang tinggi, komedo nekrosis dan adanya mikroinvasi. Karena itu, tidaklah mengherankan bahwa Ki-67 adalah merupakan prediktor untuk rekurensi pada karsinoma duktal in situ (DCIS) (Yerushalmi et al, 2010; Urrutichoechea et al, 2005). Ekspresi Ki-67 tersebut menunjukkan adanya suatu hubungan yang baik dengan fraksi pertumbuhan dan tampaknya tidak diekspresikan selama proses repair DNA. Lebih lanjut, Ki-67 dinilai sebagai suatu penanda proliferasi sel dan pada kanker payudara invasif telah digunakan untuk mengelompokkan pasien kedalam kategori prognosis yang baik dan jelek (Tan et al, 2005).
19
Nottingham grading sistem yang belakangan banyak digunakan untuk karsinoma payudara, mengkombinasikan nuclear grade, tubular formation, dan mitotic rate. Ki-67 dan index mitosis adalah merupakan marker dari proliferasi sel. Ki-67 diekspresikan pada seluruh fase dari siklus sel kecuali fase G0, yang merupakan fase istirahat, dan menimbulkan anggapan bahwa nilainya sebagai faktor prognostik adalah lebih tinggi dibandingkan dengan mitotic rate (Yerushalmi et al., 2010; Weisner et al., 2009). Ekspresi Ki-67 biasanya ditentukan sebagai persentase sel tumor yang tercat positif oleh antibodi dengan kriteria terekspresi pada bagian inti (Aleskandarany et al., 2011; Yerushalmi et al., 2010).
2.7 Marker Biologi HER-2/neu Pada Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik Gen neu ditemukan sebagai mutan onkogenik poten yang diisolasi dari tumor yang ditumbuhkan pada hewan percobaan yang diberikan bahan-bahan karsinogenik. Pada manusia disebut c-erbB-2 sering disebut ErbB2 atau HER2/neu. Gen HER-2/neu merupakan anggota keluarga gen human epidermal growth factor receptor. Letaknya pada lengan panjang kromosom 17 (17q12-21-32). Sel normal memiliki satu kopi gen HER-2/neu pada tiap kromosom 17. Ekspresi gen ini pada sel epitel normal akan menghasilkan protein berupa reseptor growth factor transmembran pada permukaan sel.
20
Reseptor ErbB merupakan reseptor tirosin kinase yang terdiri dari empat anggota keluarga, yaitu: ErbB1/HER1/EGFR,ErbB2/HER2,ErbB3/HER3 dan ErbB4/HER4. Fungsinya adalah sebagai mediasi interaksi antar sel dan sel dengan stroma melalui proses transduksi sinyal. Protein ErbB2 diekspresikan pada sel yang berasal dari mesoderm dan ektoderm. Gen ErbB2 mengkode reseptor berupa glikoprotein berukuran 185-kDa yang memiliki homolog dengan tiga anggota lainnya dari keluarga human epidermal growth factor receptor. Reseptor ini memiliki aktivitas tirosin kinase yang dapat mentransmisikan sinyal yang meregulasi pertumbuhan dan survival sel. Gen HER-2/neu (erbB2) merupakan anggota family erbB/HER dari reseptor transmembran tirosin kinase yang dikode oleh gen HER2. HER family berperan penting untuk mengatur pertumbuhan, kelangsungan hidup dan diferensiasi sel. Gen HER2 berperan dalam regulasi pertumbuhan, proliferasi dan pembelahan sel normal namun mengekspresikan reseptor di permukaan sel dalam jumlah sedikit. Semua sel epitel yang normal mengandung 2 kopi gen HER2 dan mengekspresikan reseptor HER2 di permukaan sel dalam jumlah sedikit. Selama transformasi onkogenik jumlah gen HER2 meningkat sehingga menyebabkan peningkatan transkripsi m-RNA dan peningkatan jumlah reseptor HER2 dipermukaan sel. Anggota reseptor ErbB yang paling menarik adalah EGFR dan HER2, karena berhubungan dengan beberapa tipe tumor. Gen ErbB2 teramplifikasi pada 25% karsinoma payudara, kelenjar liur, paru, lambung, dan ovarium. Sehingga reseptor-reseptor ini perlu diteliti perannya sebagai target terapi (Gray et al, 2010; Grushko et al, 2008).
21
Pada kebanyakan kasus, overekspresi ini disebabkan karena amplifikasi gen. Gen HER-2 mengalami amplifikasi 2 hingga >20x pada tiap inti sel pada 15-25% kanker payudara. Hal ini akan meningkatkan ekspresi gen berupa peningkatan jumlah protein reseptor HER-2 pada permukaan sel sebanyak 100x lipat dari jumlah normal. Pada sel-sel tumor karsinoma payudara duktal invasif yang menunjukkan overekspresi HER-2/neu memiliki level fosforilasi tirosin basal yang tinggi. Famili reseptor tirosin kinase ini berperan pada berbagai proses pada sel neoplastik, termasuk proliferasi, migrasi, angiogenesis, invasi stromal, dan resistensi terhadap apoptosis. Semua perubahan tersebut mempengaruhi laju pertumbuhan tumor, dan laju pertumbuhan tumor berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor (Kumar et al, 2010). Adanya overekspresi HER-2/neu dapat
dilihat dengan pemeriksaan
Imunohistokimia dan flurosense in situ hybridisation (FISH) gambaran ini didapatkan pada sekitar 20-30% karsinima payudara duktal invasif. Overekspresi HER-2/neu berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk, ditandai dengan stadium yang lebih tinggi, terlibatnya KGB aksila, tidak terekspresinya reseptor estrogen (ER) dan progesteron reseptor (PR), peningkatan fraksi pertumbuhan, dan derajat diferensiasi yang lebih tinggi. Karena itu, overekspresi HER-2/neu dapat menjadi faktor prognostik yang independen dan faktor prediktif terhadap pemberian kemoterapi.
22
Pemeriksaan Imunohistokimia HER-2/neu sudah merupakan suatu prosedur standar pada kasus karsinoma payudara duktal invasif. Dalam menilai tingkat ekspresi HER-2/neu telah dibuat 4 kategori secara Imunohistokimia (HercepTestlike score of HER-2 expression) yaitu kategori 0(Bila<10%), +1(Bila>10%), +2(Bila>10%) dan +3(Bila>10%). Intensitas pengecatan: 0(Tidak tercat), +1(Tercat ringan), +2(Tercat sedang) dan +3(Tercat kuat) (Menard, 2008).