TESIS
EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 CYCLOOXYGENASE BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI DIFERENSIASI KARSINOMA PAYUDARA DUKTAL INVASIF TIPE TIDAK SPESIFIK
I NYOMAN UPADANA
PROGRAM PASCASARJANA PASCASAR UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013 1
TESIS
EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 CYCLOOXYGENASE BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI DIFERENSIASI KARSINOMA PAYUDARA DUKTAL INVASIF TIPE TIDAK SPESIFIK
I NYOMAN UPADANA NIM 0914098203
PROGRAM PASCASARJANA PASCASAR UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
i
EKSPRESI CYCLOOXYGENASE-2 BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN DERAJAT DIFERENSIASI KARSINOMA PAYUDARA DUKTAL INVASIF TIPE TIDAK SPESIFIK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN UPADANA NIM 0914098203
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013
ii
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 11 Juli 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No 1189/UN14.4/HK/2013
Ketua : Prof.dr. I Gst. Alit Artha, MS., Sp.Pa(K)MIAC
Anggota : 1. Prof. Dr.dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH 2. Prof. Dr.dr. Wimpie I.Pangkahila,Sp.And.,FAACS 3. Dr.dr. Ida Sri Iswari,Sp.MK.,M.Kes 4. dr. AAA.N. Susraini, Sp.PA(K)
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sanghyan Widhi Wasa/Tuhan Hyang Maha Esa, karena atas karunianya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini ijinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof.dr.I Gst. Alit Artha, MS.,Sp.PA(K),MIAC, sebagai pembimbing utama yang telah memberikan dorongan , semangat, bimbingan dan saran dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebaesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof.Dr.dr.I.Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH, sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaranya telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I Made Bakta, SpPD-KHOM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Direktur Program Pasca Sarjana yang dijabat oleh Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,SpS(K), serta Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang dijabat oleh Prof. Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila,Sp.And.,FAACS, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Studi pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih pada Prof.Dr.dr. Ketut Swastika,SpPD-KEMD, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijinnya kepada penulis untuk mengikuti mengikuti pendidikan
vi
Program Magister. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terina kasih yang sebesar-besarnya kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar yang dijabat oleh dr.I Wayan Sutarga. MPHM, atas diberikan ijin untuk melakukan penelitian di laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh staf dosen di Bagian/SMF Patologi Anatomi/FK UNUD/RSUP Sanglah, yang telah memberikan dorongan serta bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak, Ibu, Istri dan kedua anak tercinta yang memberi semangat dan motivasinya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada keluarga besar residen dan pegawai di Bagian/SMF Patologi Anatomi/FK UNUD/RSUP Sanglah, atas kerjasama dan dukunganya atas penyelesaian tesis ini Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Hyang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelasaian tesis ini.
Denpasar, 29 Juli 2013
Penuis
vii
Abstrak Ekspresi berlebihan Cylooxygenase-2 (COX-2) telah secara jelas diketahui berperan penting pada proses karsinogenesis karsinoma payudara. Walaupun demikian hubungan antara ekspresi COX-2 dengan derajat diferensisi tumor dan ekspresi estrogen reseptor (ER) pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik masih belum jelas diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ekspresi COX-2 pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia dan menentukan bagaimana ekspresi COX-2 yang dihubungkan dengan faktor klinikopatologi pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. Pemeriksaan ekspresi COX-2 pada 60 sediaan pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia. Dilakukan evalusi untuk mengetahui hubungan antara ekspresi COX-2 dengan derajat diferensiasi tumor dan ekspresi ER. Hasil pada penelitian ini didapatkan umur pasien termuda adalah 28 tahun dan tertua adalah 79 tahun. Berdasarkan derajat diferensiasi tumor didapakan kasus derajat low grade sebanyak 27(45%) kasus dan high grade 33(55%) kasus. Ekspresi COX-2 positif ditemukan pada 53,4% sampel penelitian dan terdapat hubungan yang bermakna dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik (OR=2,9, CI 95% =1,1-8,4 dan p=0,045), namun demikian antara ekspresi COX-2 dengan ekspresi ER didapatkan tidak berhubungan (OR=0,65, CI 95% =0,23-1,8 dan p=0,405). Disimpulkan ekspresi COX-2 berhubungan positif dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik Kata kunci : COX-2, karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik, derajat diferensiasi, ER.
viii
Abstract Cyclooxygenase-2 (COX-2) overexpression clearly plays an important role in the patohogenesis of breast carcinoma, thus the relationships between COX-2 and histological grade tumor and hormone receptor esterogen (ER) in invasive ductal breast carcinoma no special type remain uncertain. The aim of this study was to evaluate the expression of COX-2 in invasive duktal breast carcinoma no special type using immunohistochemestry and to determine whether the expression of COX-2 is associated with clinicopathological factor in invasive ductal breast carcinoma no special type. The COX-2 expression was investigated by immunohistochemistry in 60 invasive ductal breast carcinoma no special type specimen and relationships between COX-2 expression and histological grade tumor and ER status were evaluated. The result is found the youngest case was 28 year old and the oldest case was 79 year old. Histological grade we found the case of low grade was 27(45%) case and high grade was 33(55%) case. COX-2 expression was found in 53,4% of the tumor samples and was related to histological grade of invasive ductal breast carcinoma no special type (OR=2,9,CI 95% =1,1-8,4 and p=0,045,). However between COX-2 and ER expression was not related (OR=0,65, CI 95%=0,23-1,8 dan p=0,405). It is conclude that the Expression of COX-2 was asscociated with histological grade tumor of invasive ductal breast carcinoma no special type. Key words : COX-2, invasive ductal breast carcinoma no special type, histologic grade, ER.
ix
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ................................................................................................. i Lembar Pengesahan Tesis ................................................................................ ii Surat Pernyataan Bebas Plgiat....................................................................... ........v Ucapan Terima Kasih......................................................................................... . vi Abstrak .......................................................................................................... viii Abstract ........................................................................................................... ix Daftar Isi ............................................................................................................x Daftar Gambar ............................................................................................. xiii Daftar Tabel ................................................................................................... xiv Daftar Singkatan ............................................................................................ xv Daftar Lampiran ............................................................................................. xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 6 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7 1.4.1 Manfaat Penelitian bagi Pengetahuan ............................................ 7 1.4.2 Manfaat Penelitian bagi Pelayanan .............................................. 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karsinoma Payudara .............................................................................. 8 2.1.1 Epidemiologi................................................................................ 8 2.1.2 Gambaran Klinik ......................................................................... 9 2.1.3 Klasifikasi Karsinoma Payudara ................................................ 10 2.1.4 Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik ............ 12 2.1.5 Derajat Diferensiasi (grading) Karsinoma Payudara Invasif ....................................................................... 13 2.1.6 Stadium Karsinoma Payudara ..................................................... 15 2.1.7 Prognosis Karsinoma Payudara .................................................. 16 2.2 Cyclooxygenase -2 (COX-2) ................................................................ 18 2.2.1 Biologi Cyclooxygenase (COX) ................................................. 18 2.2.2 Cyclooxygenase -2 (COX-2) , Prostaglandin dan Kanker ............ 21 2.2.3 Peranan COX-2 dan Prostaglandin pada Berbagai Mekanisme Kanker ................................................................... 22 2.2.3.1 Peranan COX-2 Terhadap Respon Imun ........................ 24 2.2.3.2 Peranan COX-2 dan PGE2 Terhadap Apoptosis ............. 24 2.2.3.3 Peranan COX-2 dan Prostaglandin dalam Memicu Angiogenesis dan Limfangiogenesis ............................... 25 2.2.3.4 Peranan COX-2 Terhadap Migrasi dan Invasi Sel Ganas.............................................................. 26 2.2.3.5 Peranan COX-2 Terhadap Kerusakan DNA..................... 27 2.2.4 Peranan COX-2 pada Karsinoma Payudara ................................. 27 2.2.5 Ekspresi COX-2 pada Karsinoma Payudara ................................ 29 BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
x
3.1 Kerangka Pikir ..................................................................................... 3.2 Konsep ................................................................................................ 3.3 Hipotesis .............................................................................................. BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 4.2 Tempat dan Waktu .............................................................................. 4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 4.3.1 Populasi ..................................................................................... 4.3.2 Sampel ....................................................................................... 4.3.3 Perhitungan Besar Sampel .......................................................... 4.4 Kreteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................... 4.4.1 Kreteria Inklusi .......................................................................... 4.4.2 Kreteria Eksklusi ........................................................................ 4.5 Cara Pengambilan Sampel ................................................................... 4.6 Identifikasi Variabel ............................................................................ 4.7 Definisi Operasional Variabel .............................................................. 4.8 Prosedur Penelitian .............................................................................. 4.9 Analisis Data ....................................................................................... BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur ................................... 5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Derajat Diferensiasi Tumor .............................................................................. 5.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 dan Derajat Diferensiasi Tumor ................................................................... 5.4 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK ER dan Derajat Diferensiasi Tumor ................................................................... 5.5 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 dan ER ............................................................................. BAB VI DISKUSI 6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien ...................... 6.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Derajat Diferensiasi Tumor .............................................................................. 6.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 dan Derajat Diferensiasi Tumor ................................................................... 6.4 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK ER, COX-2 dan Derajat Diferensiasi Tumor............................................................ BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ........................................................................................... 7.2 Saran .................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
xi
30 32 32 34 35 35 35 35 36 37 37 37 37 38 38 40 47 49 50 51 52 54 56 57 59 62 68 68 69
DAFTAR GAMBAR Metabolisme Asam Arakhidonat ................................................................... Metabolisme dan Jalur Eikosanoid ................................................................. Konsep Penelitian ........................................................................................... Rancangan Penelitian ..................................................................................... Prosedur Penelitian ......................................................................................... Hasil Pemeriksaan Histopatologi Konvensional............................................... Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 ...................................................................... Hasil Pemeriksaan IHK ER ............................................................................
xii
20 22 32 34 47 50 52 53
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur ............................ Tabel 5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Derajat Diferensiasi Tumor......................................................................... Tabel 5.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 ................................................................................... Tabel 5.4 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK ER ............. Tabel 5.5 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 dan ER .....................................................................
xiii
49 50 52 54 55
DAFTAR SINGKATAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
AJCC APC BCL2 bFGF COX-2 DNA DCIS ER HER-2 HPF HE HBECs IUAC IL IHK IDC LCIS MAPK mRNA MRI MMP2 NFAT NO NSAIDs PR PGI2 PGG2 PGH2 PGD2 PGE2 PGF2 PLA2 15-PGDH TDLU TXA2 WHO VEGF
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
= = = = = = =
American Joint Committee on Cancer Adenomatous Polyposis Coli B Cell Lymphoma 2 basic Fibroblast Growth Factor Cyclooxygenase-2 Deoxyribonucleic Acid Ductal Carcinoma In Situ Estrogen Reseptor Human Epidermal Growth Factor Receptor-2 High Power Feild Hematoksilin Eosin Immortalized Human Bronchial Epithelial Cells International Union Against Cancer Interleukin Imunohistokimia Infiltraring Ductal Carcinoma Lobular Carcinoma In Situ Mitogen-Activated Protein Kinase messenger Ribonucleic Acid Mgnetic Resonance Imaging Matrix Metalloproteinase-2 Factor of Activated T Cell Nitrit Oksida Non Steroid Anti Inflammatory Drugs Progesteron Reseptor Prostasiklin Prostaglandin G2 Prostaglandin H2 Prostaglandin D2 Prostaglandin E2 Prostaglandin F2 Phospholipase A2 15-Hydroxyprostaglandin Dehydrogenase Terminal Duct Lobular Unit Tromboksan A2 World Heath Organization Vascular Endothelial Growth Factor
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir sediaan PA untuk pemriksaan IHK COX-2 dan ER karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik ............... 73 Lampiran 2. Formulir hasil pemeriksaan terhadap grading, IHK COX-2 dan ER karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik . .. 74 Lampiran 3. Hasil pemeriksaan IHK COX-2 pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik ................................................ 75 Lampiran 4. Hasil pemeriksaan IHK ER pasien karsinoma payudara invasif tipe duktal tidak spesifik................................................. 77 Lampiran 5. Analisa data IHK COX-2 dan derajat diferensiasi tumor ........... 80 Lampiran 6. Analisa data IHK ER dan derajat diferensiasi tumor ................ 81 Lampiran 7. Analisa IHK COX-2 dan ER .................................................... 82 Lampiran 8. Ethical Clearance dari komisi etika penelitian FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar ...................................... 84 Lampiran 9. Surat ijin penelitian dari Direktur SDM dan pendidikan RSUP Sanglah Denpasar ..........................................................85
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu keganasan pada wanita yang menyebabkan angka kematian yang tinggi di seluruh dunia, sehingga kanker payudara dianggap sebagai penyakit yang menakutkan dikalangan wanita. Tingginya angka kematian akibat kanker payudara salah satu penyebabnya dikarenakan sampai saat ini belum ditemukan terapi efektif yang dapat memberi kesembuhan maksimal bagi pasien kanker payudara. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada wanita di seluruh dunia, dan merupakan 22% dari semua tumor ganas pada wanita (Ellis et al, 2003). Berdasarkan data dari Surveillance Epidemiology and End Resulys (SEER) pada tahun 2007 di Amerika Serikat diperkirakan 62.030 dengan kanker in situ, 178.480 wanita didiagnosis menderita kanker payudara invasif dan lebih dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut (Lester, 2010). Pada tahun 2006 di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker kedua tersering pada wanita setelah kanker leher rahim, dengan proporsi 22,05% dari keseluruhan tumor ganas pada wanita, sementara proporsi kanker leher rahim adalah 24,56%. Pada tahun 2006 di Bali, kanker payudara juga merupakan kanker kedua tersering pada wanita setelah kanker leher rahim, dengan proporsi 18,05% dari keseluruhan tumor ganas pada wanita, sementara kanker leher rahim sebesar 24,55%. Pada tahun 2008, kanker payudara di Indonesia mengalami peningkatan
1
2
dan menempati urutan pertama tersering pada wanita dengan proporsi 25,08%, sedangkan kanker leher rahim menurun menjadi urutan kedua, dengan proporsi sebesar 19,22%. Sementara di Bali, tahun 2008 kanker payudara juga mengalami peningkatan dan menempati urutan pertama tersering dari keseluruhan kanker pada wanita dengan proporsi sebesar 27,14 %, sedangkan kanker leher rahim menurun menjadi urutan kedua dengan proporsi sebesar 26,55% (Dirjen Yanmed, 2006 dan 2008). Karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik merupakan kelompok tumor epitel pada payudara yang tidak menunjukkan karakteristik tertentu untuk digolongkan kedalam tipe histologik spesifik tertentu, seperti karsinoma lobuler atau tubuler. Tumor ini merupakan tipe tumor yang paling sering ditemukan pada payudara, meliputi 70-80% dari keseluruhan karsinoma invasif pada payudara. Seperti kebanyakan karsinoma payudara, tipe ini juga lebih sering ditemukan pada wanita usia 40 tahun ke atas (Ellis et al, 2003). Derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dinilai berdasarkan sistem Nottingham Combined Histologic Grade (Elston-Ellis Modification of Scarff-Bloom-Richardson Grading System) atau biasa disebut dengan Nottingham Grading System. Sistem ini menilai histologi tumor payudara berdasarkan tiga karakteristik tumor yaitu formasi tubulus, pleomorfisme inti sel dan jumlah mitosis. Skor dari ketiga penilaian tersebut dijumlahkan menghasilkan total skor dengan rentang 3-9, kemudian derajat diferensiasi ditentukan sebagai berikut: derajat 1 (diferensiasi baik) bila skor 3-5; derajat 2 (diferensiasi sedang)
3
bila total skor 6-7; dan derajat 3 (diferensiasi buruk) bila total skor 8-9 (Ellis et al, 2003; Rosen, 2009). Selain derajat diferensiasi tumor, faktor yang mempengaruhi prognosis karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik yang lain adalah estrogen reseptor (ER). Estrogen reseptor adalah faktor transkripsi inti yang diaktifkan oleh hormon estrogen, yang memicu pertumbuhan sel epitel payudara normal maupun ganas. Dengan pemeriksaan imunohistokimia (IHK), sekitar 80% karsinoma payudara mengekspresikan ER pada inti, dengan rentang kurang dari 1% sampai 100%. Hasil pemeriksaan IHK ER dikatakan positif dimana inti sel ganas akan berwrna coklat dengan luas 1% atau lebih dengan intensitas lemah, sedang dan kuat. Karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan pemeriksaan IHK ER negatif menunjukkan prognosis yang lebih jelek dibandingkan ER positif (Ellis et al, 2003). Banyak pustaka telah menjelaskan, pemeriksaan gambaran histologi, derajat diferensiasi, stadium, reseptor hormonal dan status Human Epidermal Growth Factor Receptor-2 (HER-2) telah dipakai sebagai standar dalam menentukan diagnosis, prognosis dan prediktif karsinoma payudara. Sebagai tambahan penanda spesifik baru masih diperlukan dalam membantu menentukan prognosis karsinoma payudara (Krcova, 2008). Salah satu faktor prediktif pada karsinoma payudara yang sedang banyak diteliti saat ini adalah protein COX-2 (Lester, 2010). Ekspresi COX-2 pada human karsinogenesis karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik masih menjadi kontroversi sampai saat ini. Pernyataan
4
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Visscher et al (2008), melaporkan bahwa COX-2
terekspresi sedang sampai kuat pada
44% pada
sediaan pasien dengan atypical hyperplasia, Shim et al (2003), melaporkan bahwa COX-2 terekspresi sedang sampai kuat pada 85% sediaan pasien Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) dan Soslow et al (2003), mendapatkan ekspresi COX2 pada 56% karsinoma payudara invasif (Visscher et al, 2008). Studi terbaru meneliti tentang ekspresi COX-2 pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dan menjelaskan terdapat hubungan antara ekspresi COX-2 dan faktor-faktor klinikopatologi, seperti ekspresi reseptor hormon, ekspresi HER-2, derajat diferensiasi, stadium dan lamanya harapan hidup pasien. Ekspresi COX-2 yang berlebihan pada karsinoma payudara berhubungan dengan kekambuhan, harapan hidup pasien yang pendek dan hasil terapi yang jelek (Howe, 2007). Pernyataan ini didukung oleh Thorak et al, dalam penelitianya mendapatkan ekspresi COX-2 berhubungan dengan kepadatan pembuluh darah mikro pada jaringan tumor. Ristimaki et al, melakukan penelitian pada 1576 pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik, mendapatkan ekspresi berlebihan COX-2 berhubungan dengan prognosis buruk, yaitu penurunan harapan hidup pasien (Visscher et al, 2008). Pada penelitian lain ekspresi COX-2 didapatkan tidak berhubungan dengan faktor prognostik karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Ranger et al (2004), mendapatkan hubungan yang tidak signifikan antara ekspresi COX-2 dengan variabel umur, derajat diferensiasi tumor, ekspresi reseptor hormon, ukuran tumor, invasi limfovaskuler, metastasis
5
ke kelenjar getah bening dan kekambuhan lokal. Kelly et al, juga melakukan studi pada 106 pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik, dan didapatkan hubungan statistik yang tidak bermakna antara level ekspresi COX-2 dan indikator faktor prognostik karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik, seperti status kelenjar getah bening axilla, ukuran tumor, derajat diferensiasi, gambaran histologi dan status ekspresi ER dan PR. Dengan melihat protein COX-2 yang berperan pada tumorgenesis karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik di level molekuler, maka adalah hal yang penting data pemeriksaan IHK COX-2 dalam strategi penatalaksanaan serta mengetahui prognosis penderita karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. Saat ini penelitian ekspresi COX-2 pada berbagai parameter karsinoma payudara masih menjadi kontroversi dan data penelitian COX-2 yang dihubungkan dengan parameter derajat diferensiasi histologi dan ekspresi ER pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik di Bali belum ada, maka perlulah dilakukan penelitian ini.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.2.1 Apakah ada hubungan positif antara ekspresi COX-2 dengan derajat diferensiasi histologi spesifik?
karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak
6
1.2.2 Apakah ada hubungan negatif antara ekspresi ER dengan derajat diferensiasi histologi karsinoma payudara duktal ivasif tipe tidak spesifik ? 1.2.3 Apakah ada hubungan negatif antara ekspresi COX-2 dengan ekspresi ER pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum 1.3.1.1 Untuk mengetahui ekspresi COX-2 dan ER yang dihubungkan dengan derajat diferensiasi pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik 1.3.2 Tujuan Khusus 1.3.2.1 Untuk mengetahui bahwa ada hubungan positif antara ekspresi COX-2 dengan derajat diferensiasi histologi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. 1.3.2.2 Untuk mengetahui bahwa ada hubungan negatif antara ekspresi ER dengan derajat diferensiasi histologi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. 1.3.2.3 Untuk mengetahui bahwa ada hubungan negatif antara ekspresi COX-2 dengan ekspresi ER pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
7
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi Pengetahuan 1.4.1.1 Didapatkanya data dasar tentang ekspresi COX-2 yang dihubungkan dengan faktor prognostik, seperti derajat diferensiasi histologi tumor dan ekspresi ER, serta hubungan ekspresi ER dengan derajat diferensiasi histologi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. 1.4.1.2 Penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pengetahuan dalam rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan COX-2 sebagai faktor prognostik dalam diagnosis karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. 1.4.1.3 Penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pengetahuan dalam rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan anti COX-2 sebagai terapi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
1.4.2 Manfaat bagi Pelayanan 1.4.2.1 Memberikan informasi tambahan kepada klinisi, sehingga penangananan pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik menjadi lebih baik. 1.4.2.2 Memberikan informasi tambahan bagi klinisi tentang prognosis dan kemungkinan terapi menggunakan anti COX-2 terhadap pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Payudara 2.1.1 Epidemiologi Karsinoma payudara merupakan kelompok tumor ganas epitelial dengan karakteristik invasif ke jaringan sekitarnya dan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk bermetastasis jauh. Sebagian besar tumor ini adalah adenokarsinoma dan dipercaya berasal dari epitel parenkim payudara, terutama sel-sel dari Terminal Duct Lobular Unit (TDLU). Karsinoma payudara memiliki tipe histopatologik yang beragam, yang memiliki prognosis dan karateristik klinik yang bervariasi (Ellis et al, 2003). Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering terjadi di dunia. Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 wanita didiagnosis menderita kanker payudara invasif, 62.030 dengan kanker payudara in situ, dan lebih dari 40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut (Lester, 2010). Setelah beberapa tahun konstan, insiden kanker payudara kembali meningkat seiring diperkenalkannya skrining dengan mammografi. Keuntungan utama skrining dengan mammografi adalah ditemukannya kanker payudara pada stadium I, bahkan yang masih in situ, dan berkurangnya insiden kanker payudara stadium II sampai IV, terutama di negara-negara maju. Sejak tahun 1994 angka kematian akibat kanker payudara secara perlahan mulai menurun, meskipun angka kejadiannya tetap konstan. Penurunan angka kematian ini disebabkan oleh ditemukannya kanker payudara
8
9
dalam stadium yang curable karena manfaat skrining, demikian pula karena modalitas terapi yang semakin baik dan efektif. (Ellis et al, 2003; Lester, 2010). Kanker payudara lebih sering terjadi pada wanita dengan usia yang lebih tua dengan puncak insiden pada usia 75-80 tahun. Umur rata-rata saat diagnosis adalah 61 tahun pada wanita kulit putih, 56 tahun pada Hispanik, dan 46 tahun pada wanita Afrika-Amerika. Kanker payudara sangat jarang terjadi sebelum usia 25 tahun (Lester, 2010).
2.1.2 Gambaran Klinik Kanker payudara terjadi sedikit lebih sering pada payudara kiri dibandingkan payudara kanan dengan perbandingan 1,07:1. Lokasi tersering adalah pada kuadran lateral atas (40-50%), kemudian secara berturut-turut diikuti oleh area sentral, kuadran medial atas, kuadran lateral bawah, dan kuadran medial bawah (Ellis et al, 2003). Gejala dan tanda klinik yang paling sering ditemukan adalah adanya massa padat, berbatas tidak tegas, terfiksir, dengan atau tanpa nyeri. Tanda lain yang bisa ditemukan, antara lain gambaran peaud’ orange pada kulit, ulkus, keluar cairan dari puting susu dan retraksi puting susu (Ellis et al, 2003; Rosen, 2009). Kelainan pada payudara harus dievaluasi dengan triple assessment, yaitu pemeriksaan fisik, radiologi (mammografi dan ultrasonografi) dan sampel jaringan (baik dengan biopsi aspirasi jarum halus, needle core biopsy maupun biopsi terbuka). Pemeriksaan radiologi harus menggunakan mammografi, kecuali pada wanita kurang dari 35 tahun. Gambaran mammografinya sangat bervariasi,
10
seperti ditemukannya massa berbatas tegas, massa berbatas tidak tegas, spiculate mass, deformitas parenkim dan kalsifikasi. Sebagian besar gambaran kanker payudara pada mammografi berupa massa tumor tanpa kalsifikasi (Ellis et al, 2003; Lester, 2010).
2.1.3 Klasifikasi Karsinoma Payudara Lebih dari 95% keganasan payudara adalah suatu adenokarsinoma, yang dibagi menjadi karsinoma in situ dan karsinoma invasif. Karsinoma in situ adalah proliferasi sel-sel anaplastik yang terbatas pada duktus dan lobulus, dibatasi oleh membran basal. Pada karsinoma invasif (disebut juga karsinoma infiltratif ), selsel anaplastik mempenetrasi membran basal dan invasif ke stroma jaringan ikat sekitarnya. Sel-sel invasif tersebut memiliki potensi untuk mencapai pembuluh limfe dan pembuluh darah yang kemudian bermetastasis ke kelenjar getah bening (KGB) regional dan bermetastasis jauh (Lester, 2010). Terdapat berbagai tipe histologik karsinoma payudara yang memiliki karakteristik yang bervariasi. Berikut ini adalah berbagai tipe karsinoma duktal invasif payudara menurut klasifikasi WHO (Ellis et al, 2003) : 1.
Karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik
2.
Karsinoma lobuler invasif
3.
Karsinoma tubuler
4.
Karsinoma kribriform invasif
5.
Karsinoma meduler
6.
Karsinoma musinus dan tumor lain dengan musin yang luas
11
• Karsinoma musinus • Kistadenokarsinoma dan karsinoma musinus sel kolumner • Signet ring cell carcinoma 7.
Tumor neuroendokrin • Karsinoma neuroendokrin solid • Tumor karsinoid atipikal • Karsinoma sel kecil /oat cell carcinoma • Karsinoma neuroendokrin sel besar
8.
Karsinoma papiler invasif
9.
Mikrokarsinoma papiler invasif
10. Karsinoma apokrin 11. Karsinoma metaplastik • Karsinoma metaplastik yang murni epitelial - Karsinoma sel skuamus - Adenokarsinoma dengan metaplasia sel spindel - Karsinoma adenoskuamus - Karsinoma mukoepidermoid • Karsinoma metaplastik campuran epitelial/mesenkimal 12. Lipid-rich carcinoma 13. Secretory carcinoma 14. Oncocytic carcinoma 15. Adenoid cystic carcinoma 16. Acinic cell carcinoma
12
17. Glycogen-rich clear cell carcinoma 18. Sebaceous carcinoma 19. Inflammatory carcinoma
2.1.4 Karsinoma Payudara Duktal Invasif Tipe Tidak Spesifik Karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik merupakan kelompok tumor yang tidak menunjukkan karakteristik tertentu untuk digolongkan ke dalam tipe histologik spesifik tertentu, seperti karsinoma lobuler atau tubuler. Karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik adalah tipe karsinoma yang paling sering ditemukan pada payudara, meliputi 70-80% dari keseluruhan karsinoma invasif pada payudara, seperti kebanyakan karsinoma payudara, tipe ini juga lebih sering ditemukan pada wanita usia 40 tahun ke atas (Ellis et al, 2003). Tumor ini tidak memiliki gambaran makroskopis yang khas. Ukuran bervariasi, mulai <1 cm sampai >10 cm. Pada pemeriksaan makroskopis, sebagian besar tumor padat dan memiliki batas yang tidak tegas. Pada saat diiris atau discraping, memberikan suara atau teraba gritty karena adanya fokus kecil atau bercak-bercak stroma elastosis berwarna putih kapur dan fokus-fokus kecil kalsifikasi (Ellis et al, 2003; Lester, 2010). Gambaran histomorfologinya bervariasi dari kasus ke kasus, tapi tidak memiliki gambaran spesifik untuk dimasukkan dalam tipe karsinoma spesifik tertentu. Sel-sel tumor tersusun dalam lempeng-lempeng, kelompok-kelompok, atau trabekula, sebagian tumor tersusun solid atau membentuk pola infiltratif yang sinsitial, sitoplasma sering luas berwarna eosinofilik. Gambaran inti bisa reguler,
13
uniform atau pleomorfik dengan anak inti yang prominen, bahkan sering multipel. Jumlah mitosis bervariasi dari sedikit mitosis sampai mitosis yang padat. Sebanyak 80% kasus dapat ditemukan fokus karsinoma duktal in situ. Komponen stroma juga sangat bervariasi, stroma bisa mengandung proliferasi fibroblas dengan selularitas yang padat, bisa hanya didapatkan sedikit elemen jaringan ikat atau stroma yang mengalami hialinisasi. Fokus-fokus elastosis juga dapat ditemukan, demikian pula fokus-fokus nekrosis (Ellis et al, 2003; Rosen, 2009; Lester, 2010).
2.1.5 Derajat Diferensiasi (Grading) Karsinoma Payudara Duktal Invasif Derajat diferensiasi karsinoma
payudara dinilai
berdasarkan sistem
Nottingham Combined Histologic Grade (Elston-Ellis Modification of ScarffBloom-Richardson Grading System) atau biasa disebut dengan Nottingham Grading System. Sistem ini menilai tumor payudara berdasarkan tiga karakteristik tumor yaitu formasi tubulus, pleomorfisme inti sel dan hitung mitosis. Sistem ini menggunakan skor 1-3 yang dinilai secara individual pada tiap faktor. Formasi tubulus dinilai dari jumlah persentase struktur glanduler yang jelas menunjukkan adanya lumen. Ambang batas yang dipakai adalah 10% dan 75% (Ellis et al, 2003). Pleomorfisme inti sel dinilai dari regularitas ukuran inti dan bentuk sel epitel, dimana peningkatan iregularitas membran inti dan rasio inti/sitoplasma menjadi tanda bertambahnya skor pleomorfisme inti sel. Hitung mitosis dihitung per 10 lapangan pandang besar dengan pembesaran 400x (diameter lapangan pandang
14
0.50 mm, dan luas area lapangan pandang 0.274 (mm2). Penghitungan mitosis dilakukan dimulai dari bagian tepi tumor, dan bila terdapat heterogenesitas maka daerah yang dihitung adalah yang paling banyak mengandung mitosis. Skor dari ketiga penilaian tersebut dijumlahkan menghasilkan total skor dengan rentang 3-9, kemudian derajat diferensiasi ditentukan sebagai berikut: derajat 1 (diferensiasi baik) bila skor 3-5; derajat 2 (diferensiasi sedang) bila total skor 6-7; dan derajat 3 (diferensiasi buruk) bila total skor 8-9 (Ellis et al, 2003; Rosen, 2009). Tabel 1.Metode Semi-kuantitatif penilaian derajat diferensiasi kanker payudara duktal invasif GAMBARAN
SKOR
Formasi tubulus & kelenjar Mayoritas tumor (>75%)
1
Derajat sedang (10-75%)
2
Sedikit atau tidak ada (<10%)
3
Pleomorfisme inti sel Kecil, bentuk uniform reguler
1
Peningkatan sedang ukuran dan variabilitas
2
Variasi jelas
3
Hitung mitosis / 10 HPF (luas lapangan pandang 0,274mm2) Jumlah mitosis 0-9
1
Jumlah mitosis 10-19
2
Jumlah mitosis >20
3
Dikutip dari Ellis et al, 2003
15
2.1.6 Stadium Karsinoma Payudara Faktor prognostik terpenting kanker payudara adalah ukuran tumor primer, metastasis ke kelenjar getah bening dan adanya metastasis ke tempat jauh. Faktor prognostik lokal yang buruk adalah invasif ke dinding dada, ulserasi kulit dan gambaran klinis kanker payudara dengan peradangan. Gambaran ini digunakan untuk mengklasifikasikan perempuan penderita kanker payudara kedalam kelompok progostik demi kepentingan pengobatan, konseling dan uji klinis. Harapan hidup 5 tahun bagi penderita kanker payudara berkisar dari 92% untuk stadium 0 hingga 13% untuk stadium IV. Sistem penetuan stadium tersering yang digunakan adalah sistem dirancang oleh American Joint Committee on Cancer Staging (AJCC) dan International Union Against Cancer (IUAC), seperti terlihat berikut ini (Lester, 2010). .American Joint Committee on Cancer Staging of Breast Carcinoma (AJCC) Stadium 0
Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) ( termasuk penyakit Paget pada puting payudara ) dan Lobular Carcinoma In Situ (LCIS).
Stadium 1
Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar getah bening negatif.
Stadium IIA
Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai metastasis ke kelenjar getah bening atau karsinoma invasif dengan ukuran lebih dari 2cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening negatif.
Stadiun IIB
Karsinoma invasif berukuran diameter lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif atau
16
karsinoma invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan kelenjar getah bening. Stadium IIIA Karsinoma invasif ukuran berapapun dengan kelenjar getah bening terfiksasi atau karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar getah bening tidak terfiksasi. Stadium IIIB. Karsinoma inflamasi, karsinoma yang menginvasi dinding dada, karsinoma yang menginvasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening mamaria interna ipsilateral. Stadium IV.
Metastasis ke tempat jauh.
Dikutip dari Ellis et al, 2003
2.1.7 Prognosis Outcome pada wanita penderita kanker payudara sangatlah bervariasi. Banyak wanita penderita kanker payudara dengan perkiraan harapan hidup yang normal, dimana yang lainya hanya mempunyai harapan hidup 5 tahun sebesar 10%. Perkecualian pada wanita penderita kanker payudara dengan metastasis jauh (<10%)
atau dengan inflammatory carcinoma (<5%) ( dimana prognosisnya
jelek, tanpa memperhatikan temuan klinis lainya), prognosis ditentukan oleh pemeriksaan patologi dari karsinoma primer dan kelenjar getah bening axilla. Informasi prognostik penting dalam konseling pasien berkaitan dengan outcome penyakit, penentuan pilihan terapi dan design of clinical trials (Tavassoli, 2009; Lester, 2010).
17
Pasien dengan karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik memiliki prognosis yang sedikit lebih buruk dengan 10-years-overall survival sebesar 30-50% dibandingkan dengan kanker payudara secara keseluruhan dimana memiliki 10years-overall survival sebesar 55% (Ellis et al, 2003). Sedangkan pasien-pasien dengan metastasis jauh memiliki prognosis yang lebih buruk lagi, dimana memiliki 5-years-overall survival <10% (Lester, 2010). Terdapat berbagai faktor prognostik pada kanker payudara, terdiri dari faktor prognostik mayor dan faktor prognostik minor. Faktor prognostik mayor merupakan prediktor paling kuat untuk memprediksi kematian penderita kanker payudara, dimasukkan kedalam sistem AJCC dibagi dalam 5 stadium yang berhubungan dengan harapan hidup pasien. Prognosis mayor tersebut adalah sebagai berikut: adanya tidaknya kanker payudara invasif; metastasis jauh; metastass ke kelenjar getah bening; ukuran tumor; locally advances disease; dan ada tidaknya inflammatory carcinoma. Sementara itu faktor prognostik minor atau faktor prediktif, yaitu faktor-faktor yang dinilai dalam memprediksi respon terapi, diantaranya: subtipe histologi, derajat histologi, status ER, PR, HER-2, COX-2, invasi limfatik dan vaskuler, tingkat proliferasi, kandungan DNA, respon terhadap terapi neoadjuvant dan profil ekspresi gen (Rosen, 2009; Lester, 2010).
18
2.2 Cyclooxygenase-2 (COX-2) 2.2.1 Biologi Cyclooxygenase (COX) COX merupakan bagian integral dari membran terutama membran mikrosomal. Melalui pemeriksaan mikroskop fluorescence dan tehnik pewarnaan histofluoresence menunjukkan bahwa Cyclooxygenase-1 (COX-1) dan COX-2 berlokasi pada retikulum endoplasma dan membran inti, COX-2 konsentrasinya lebih tinggi pada membran inti (Monica, 2004; Stasinopoulos, 2008). Sampai tahun 1991, hanya 1 bentuk COX yang ditemukan. Saat ini diketahui ada 3 family enzim ini yaitu COX-1, COX-2, dan yang terbaru diidentifikasi adalah Cyclooxygenase-3 (COX-3), yang memiliki kesamaan aktivitas enzimatik tetapi memiliki fungsi memiliki dan pola ekspresi yang berbeda. COX-1 dan COX-2 merupakan produk dari 2 gen yang berbeda, COX-1 pada manusia berlokasi pada kromosom 9 dan COX-2 pada kromosom 1. Gen COX-1 memiliki panjang 22kb dengan 11 exon dan ditranskripsi menjadi 2,8 kb messenger Ribonucleic Acid (mRNA). Gen COX-2 panjang 8 kb dengan 10 ekson dan ditranskripsi menjadi 4,6 kb mRNA. COX-1 dan COX-2 memiliki 60% stuktur urutan asam amino yang identik. COX-1 dan COX-2 mempunyai perbedaan dalam kemampuannya untuk memakai sumber asam arakhidonat endogen, baik pada sel fibroblast maupun pada sel immune. COX-2 dapat memanfaatkan asam arakhidonat endogen dan COX-1 tidak. Hal yang paling penting membedakan antara COX-1 dan COX-2 adalah perbedaan regulasi dari ekspresi dan distribusinya pada jaringan. COX-3 merupakan varian dari COX-1, mRNA COX3 pada manusia memiliki panjang 5,2 kb. COX-1, COX-2, dan COX-3 memiliki
19
persamaan yaitu responnya tergantung dari rangsangan hormon, faktor pertumbuhan, pharbol ester, faktor inflamasi dan sitokin (Bertagnolli, 2008; Zhao et al, 2008). COX-1 terekspresi pada mukosa gastrointestinal, ginjal, platelet, endotel pembuluh darah dan memelihara fungsi fisiologis jaringan ini. COX-2 terdapat sedikit sekali pada jaringan yang normal dan meskipun waktu aktifnya singkat sebagai intermediate-early respon gen yang akan meningkatkan ekspresi 20 kali lipat terhadap faktor pertumbuhan, sitokin, tumor promoter dan onkogenik mutasi. COX-2 tidak ditemukan secara signifikan jika tidak terdapat rangsangan atau stimulasi dan COX-3 banyak ditemukan pada korteks serebri dan jantung (Bertagnolli, 2008). COX merupakan enzim yang diperlukan untuk mengkatalisis asam arakhidonat menjadi prostaglandin G2 (PGG2) dan prostaglandin H2 (PGH2). PGG2 dan PGH2 merupakan metabolit intermediet dengan waktu paruh yang singkat. PGH2 kemudian diubah oleh isomer spesifik jaringan menjadi; prostaglandin D2 (PGD2), prostaglandin E2 (PGE2), prostaglandin F2 ( PGF2), prostasiklin (PGI2) dan tromboksan A2 (TXA2) (gambar 2.1) .
20
Gambar 2.1 Metabolisme asam arakhidonat (Bertagnolli, 2008).
Pada keadaan istirahat, asam arakidonat disimpan dalam bentuk ester gliserol pada
membran
phosfolipid,
terutama
phosphatidylethanolamin,
phosphatidhylcholin dan phosphatydilnositedes. Asam arakidonat ini dilepaskan dari membran sel oleh phospholipase A2 (PLA2), sebagai respon terhadap trauma lokal atau aktivasi dari G-Protein Couple Reseptor oleh faktor pertumbuhan atau sitokin. Asam arakhidonat bebas akan dimetabolisme menjadi substansi bioaktif eikosanoid oleh tiga enzim dengan mekanisme yang berbeda yaitu COX dan lipooksigenase. Eikosanoid terdiri dari asam lemak dengan 20 rantai karbon, termasuk prostanoid dan leukotrin. Prostanoid merupakan bagian dari eikosanoid yang dihasilkan oleh aktivitas, termasuk prostaglandin (PG), PGI2, dan TXA2. Leukotrin merupakan family dari derivat hidroperoksi yang merupakan hasil dari metabolisme asam arakhidonat oleh enzim lipooksigenase (Lester, 2010).
21
2.2.2 Cyclooxygenase , Prostaglandin dan Kanker Family COX adalah enzim yang terdiri dari 2 anggota, COX-1adalah enzim yang terekspresi di banyak organ dan COX-2 hanya terekspresi pada jaringan tertentu saja, termasuk plasenta, otak dan ginjal. Dimana COX-2 ekspresinya meningkat oleh sejumlah rangsangan, termasuk sitokin, faktor pertumbuhan dan onkogen (Howe, 2007; Surowiak, 2010). Kedua enzim COX ini mengkatalisis asam arakidonat menjadi PGG2 dan sesudah itu menjadi PGH2, yang berperan sebagai substrat untuk isomerisasi multipel yang secara sendirinya berespon untuk generasi untuk menghasilkan eikosanoid, termasuk PGE2, PGI2 dan TXA2. Prostaglandin terutama PGE2 akan memodulasi terbentuknya tumor ( gambar 2.2). Misalnya PGE2 berikatan secara spesifik dengan reseptor protein G-couple reseptor pada permukaan sel epitel, dan akan menstimulasi rangkaian sinyal pertumbuhan dan motilitas. Didalam sel-sel epitel PGE2 akan menekan apoptosis dengan meningkatkan ekspresi BCL2 dan juga meningkatkan ekspresi Mitogen-Activated Protein Kinase (MAPK) yang dapat meningkatkan migrasi sel atau lebih invasif dan mengaktivasi Epidermal Growth Factor Reseptor (EGFR).
Selanjutnya, PGE2 akan menginduksi
angiogenesis, sehingga memiliki kemampuan untuk tumbuh dan bermetastasis (Howe, 2007).
22
Gambar 2.2 Metabolisme dan jalur eikosanoid Enzim Cyclooxygenase (COX) mengkonversi asam
arakidonat menjadi
prostaglandin intermediat PGG2, dan kemudian menjadi PGH2. Berikutnya tahapan enzim tersebut, dikatalisis oleh isomer spesifik, menghasilkan berbagai eikosanoid lain. Thromboksan (TX) A2 dan prostasiklin (PGI2), produksi platelet dan endotel, dimana keduanya berperan dalam biologi pembuluh darah. Yang terpenting adalah hubunganya dengan tumorgenesisi sel epitel, PGE2 secara umum berasal dari PGH2 melalui aksi dari sintesis PGE2. Signal PGE2 berikutnya diinisiasi melalui interksi PGE2 dengan PGE2 reseptor EP1, dengan asal yang sama menjadi EP4. Signal PGE2 bisa dihentikan melalui katabolisme yang dimediasi oleh
15-hydroxyprostaglandin
dehydrogenase
(15-PGDH).
Peningkatan
konsentrasi PGE2 pada jaringan sel ganas akibat dari ekspresi berlebihan dari enzim COX-2, modulasi sintesis PGE dan atau hilangnya ekspresi 15-PGDH (Howe, 2007).
2.2.3 Peranan COX-2 dan Prostaglandin pada Berbagai Mekanisme Kanker Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa level enzim COX-2 meningkat pada beberapa kanker, seperti karsinoma kolorektal, karsinoma sel skuamous
23
kepala dan leher, serta beberapa kanker paru-paru dan payudara. Faktor yang kemungkinan berperan dalam peningkatan ekspresi COX-2 adalah sitokin, faktor pertumbuhan, mediator inflamasi, agen perusak DNA dan agen oksidasi. Pada manusia dan model binatang level COX-2 ditemukan lebih tinggi pada adenokarsinoma tipe intestinal dibandingkan pada lesi prakanker seperti famylial adenomatous polyposis . Mirip pada beberapa karsinoma sel skuamous kepala dan leher, level COX-2, PG, seperti PG2α, PGE2 dan metabolisnya ditemukan lebih tinggi daripada jaringan normal (Divvella, 2010). Tikus, dengan tumor suppressor gene Adenomatous Polyposis Coli (APC) yang mendapat knocked out, tumbuh menjadi polip adenomatous. Tikus yang sama, ketika ditumbuhkan dengan COX-2 knock out, tikus tersebut menunjukkan penurunan
pertumbuhan
polipnya.
Pada
beberapa
studi
eksperimental,
Prostaglandin ditemukan menstimulasi sintesis DNA pada berbagai dosis percobaan. Prostaglandin dan metabolismenya diketahui mengatur proses seluler seperti mitosis, proliferasi sel dan adhesi sel. Studi epidemiologi mengesankan penurunan insiden kanker esophagus, lambung, kolon dan rektum pada orang yang menggunakan terapi NSAIDs secara teratur, semua menunjukkan out come keterlambatan dalam pertumbuhan yang nyata selama beberapa dekade. Dimana sel kanker akan kembali muncul dan berkembang ketika pengobatan dihentikan (Divvella, 2010).
24
2.2.3.1 Peranan COX-2 terhadap Respon Imun Penelitian yang dilakukan pada tahun 1980-an menunjukkan bahwa tumortumor epitel mengandung kadar PGE2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan jaringan yang normal. Terdapat hipotesis yang menyebutkan bahwa kurangnya imunitas anti tumor dihasilkan oleh efek immunosupresif dari PGE2. Penelitian yang dilakukan dengan pemberian inhibitor COX-2 pada murine Lewis karsinoma paru terbukti dapat meningkatkan infiltrasi sel limfosit
tumor, mengurangi
pertumbuhan tumor, mengembalikan keseimbangan respon imun anti tumor, yaitu menurunkan Interleukin-10 (IL-10) dan meningkatkan Interleukin-12 (IL-12). IL10 dan IL-12 merupakan komponen penting dalam regulasi imunitas seluler anti tumor (Bertagnolli, 2008).
2.2.3.2 Peranan COX-2 dan PGE2 terhadap Apoptosis Pada sel yang normal, apoptosis bertujuan untuk mencegah proliferasi yang tidak terkontrol dengan mengeleminasi sel-sel yang mengalami senescent atau mengalami kerusakan molekuler. Fungsi ini sangat penting terutama pada sel–sel epitel yang terus mengalami pembaharuan melalui siklus proliferasi sel, kemudian mengalami diferensiasi akhir, senescent dan akhirnya mati. Terganggunya mekanisme apoptosis menyebabkan sel-sel tumor memiliki waktu survive lebih lama dan terjadi akumulasi genetic eror. Terjadinya gangguan pada program kematian sel juga berkontribusi terhadap resistensi terhadap terapi, menyebabkan sel tumor lebih sulit untuk dibunuh dengan radiasi atau kemoterapi (Sobolewski, 2009).
25
Sejumlah studi menyebutkan bahwa COX-2 dan PGE2 merupakan faktor yang penting pada mekanisme apoptosis sel epitel. Beragam studi in vitro menunjukkan bahwa COX-2 meningkatkan proliferasi sel maupun resistensi terhadap apoptosis, dan supresi terhadap COX-2 akan mengembalikan apoptosis. Misalnya, pemberian PGE2 pada karsinoma kolorektal dapat menurunkan basal apoptotik rate dan meningkatkan protein supresor apoptosis BCL2. Sehingga sama artinya dengan induksi COX-2 terhadap pembelahan sel-sel kanker berhubungan dengan menurunnya apoptosis (Bertagnolli, 2008).
2.2.3.3 Peranan COX-2 dan Prostaglandin dalam Memicu Angiogenesis dan Limfangiogenesis Angiogenesis merupakan proses yang diperlukan untuk menstabilkan koloni tumor yang baru terbentuk dan untuk menyokong pertumbuhan massa tumor. COX-2 dan PG (misalnya PGE2 dan PGI2) merupakan faktor potensial yang penting pada angiogenesis tumor. COX-2 secara konsisten terekspresi dalam pembentukan pembuluh darah baru dalam tumor dan pembuluh darah disekitar tumor payudara, paru, pankreas, prostat, kandung kemih dan kolon. Efek proangiogenik dari COX-2 dapat meningkatkan ekspresi dari Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF). Immunoreaktivitas COX-2 juga berhubungan dengan immunoreaktivitas VEGF-A pada kanker kolorektal dan metastasis hati pada kanker kolorektal. Overekspresi COX-2 berkorelasi dengan meningkatnya ekspresi VEGF pada angiogenesis karsinoma hepatoselular. Penelitian ini memakai Heb3B HCC cell
26
line, merupakan sel hepatosit karsinoma yang membawa gen HBV. Clone Heb3B, yang merupakan cell line dengan overekspresi COX-2 menunjukkan ekspresi VEGF yang lebih tinggi dibandingkan dengan clone yang tidak mengekspresikan COX-2. Selain menginduksi angiogenesis, COX-2 juga memicu limfangiogenesis. Efek limfangiogenik dari COX-2 dapat meningkatkan VEGF-c, yang konsisten terekspresi pada tumor paru, leukemia dan kanker lambung (Bertagnolli, 2008; Fosselin, 2011).
2.2.3.4 Peranan COX-2 terhadap Migrasi dan Invasi Sel Ganas PGE2 dapat mengaktivasi EGFR melalui mekanisme langsung maupun tidak langsung mengaktivasi pertahanan dan migrasi sel. Mekanisme sinyal COX-2 dan EGFR menunjukkan hubungan sangat erat. COX-2 dapat mempengaruhi invasi sel secara langsung dengan mengaktivasi Matrix Metalloproteinase-2 (MMP2). Penelitian lain mengemukakan bahwa COX-2 memicu invasi sel tumor melalui Nuclear Factor of Activated T Cell (NFAT)-Binding Site pada COX-2 promoter. NFAT merupakan family dari faktor transkripsi yang diidentifikasi pertama kali dari sel-sel hematopoetik. Aktivitasnya memicu invasi sel pada tumor payudara, sarcoma kapossi dan kanker kolon. Sequen NFAT berdekatan dengan Ap-1 binding site yang terletak pada COX-2 promoter. Dimana penelitian terdahulu menunjukkan sequen ini sangat penting untuk aktivasi transkripsi COX-2. Aktivasi NFAT akan meningkatkan ekspresi COX-2, PGE2 dan memicu invasi sel-sel tumor (Bertagnolli, 2008; Sihto et al, 2011) .
27
2.2.3.5 Peranan COX-2 terhadap Kerusakan DNA Meskipun prinsip efek tumorigenik dari COX-2 termasuk memicu PGE2, COX-2 juga memiliki aktivitas peroksidase dan hasilnya dapat berpotensi terbentuknya mutagen DNA pada jaringan yang beresiko. Isomerisasi produk COX-2 yaitu PGH2, memicu terbentuknya melondialdehyde, yang merupakan mutagen poten yang dapat menyebabkan frame shift DNA dan substitusi pasangan basa. Tergantung dari lingkungan jaringan, karsinogen dapat terbentuk melalui aktivitas peroksidase dari COX-2 yang berasal dari bermacam substrat termasuk amin aromatik, amin heterosiklik, derivat hidrokarbon polisiklik (Bertagnolli, 2008).
2.2.4 Peranan COX-2 pada Karsinoma Payudara Seperti dijelaskan pada beberapa kepustakaan, COX-2 diinduksi oleh faktor pertumbuhan maupun rangsangan inflamasi. COX-2 berperan dalam berbagai jenis pertumbuhan tumor. Pada karsinoma payudara COX-2 berperan dalam berbagai proses yaitu ; menekan apoptosis, oleh induksi PGE2, diamana berakibat terjadi peningkatan protein antiapoptosis BCL2, menekan ekspresi protein proapoptosis BAX dan melemahkan sinyal Nitrit Oksida (NO), meningkatkan angiogenesis melalui peningkatan level PGE2, yang diikuti oleh peningkatan VEGF, endothelin-1 dan produksi PDGF. Peningkatan kemampuan invasi sel tumor melalui ekspresi berlebihan CD44 serta peningkatan pertumbuhan sel tumor melalui aktivasi ER (Divvela, 2010).
28
Pada sel epitel kelenjar payudara normal maupun ganas estrogen akan berikatan dengan reseptor estrogen yang terdapat pada permukaan inti untuk membentuk komplek estrogen dan ER. Komplek ini kemudian berikatan pada tempat yang spesifik pada DNA sel, dan ikatan ini akan memacu transkripsi kedalam mRNA untuk terbentuknya protein. Protein ini kemudian menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan pada sel epitel payudara normal maupun ganas (Lester, 2010). Pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik derajat yang rendah sifat pada gen sel epitelnya masih mirip sel epitel payudara normal (diploidy atau mendekati diploidy) yaitu masih mempunyai reseptor estrogen pada permukaan inti sel ganas dan diferensiasi selnya masih baik. Sangat berbeda pada sel epitel karsinoma payudara dengan derajat tinggi, dimana kelainan pada gen sel epitelnya sangat heterogen (aneuploidy yang jelas). Sebagai salah satu akibatnya reseptor estrogen pada permukaan inti sel akan terdesak atau hilang sama sekali oleh karena terjadi amplifikasi reseptor HER-2. Sehingga pada karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik derajat yang tinggi pada pemeriksaan IHK ER akan menunjukkan ER negatif (Ellis et al, 2003). Disamping itu COX-2 juga menghasilkan bahan mutagen melalui metabolisme asam arakidonat. Peranan COX-2 gene polymorphism pada pertumbuhan karsinoma payudara belakangan ini masih juga mengalami perdebatan (Divvela, 2010).
29
2.2.5 Ekspresi COX-2 pada Karsinoma Payudara Peningkatan level protein COX-2 yang terdeteksi dengan pemeriksaan IHK rata-rata 40% pada karsinoma payudara invasif, dimana pada beberapa studi didapatkan rentanganya antara 17% sampai 84%. Ekspresi berlebihan COX-2 ditemukan pada proses karsinogensis kanker payudara manusia dari stadium preinvasif sampai metastasis. Hampir semua sel epitel karsinoma payudara manusia mengandung mRNA COX-2, protein COX-2 atau keduanya. Pada penelitian yang dilakukan pada manusia ditemukan bahwa peningkatan mRNA COX-2 terjadi 50 kali lipat, peningkatan kadar proteinnya 40% pada premalignant adenoma dan 80 – 90% pada karsinoma kolorektal. Protein COX-2 lebih sering ditemukan pada tumor sel epitel dan jarang terekspresi pada sel epitel normal. Regulasi berlebihan COX-2 juga ditemukan pada tumor payudara tikus,dimana protein COX-2 juga ditemukan pada tumor sel epitel tikus (Howe, 2007). Ekspresi berlebihan COX-2 pada kanker payudara manusia berhubungan dengan beberapa parameter yang menandakan agresivitas kanker payudara seperti, ukuran tumor yang lebih besar, derajat diferensiasi yang tinggi, proliferasi tinggi, status ER negatif dan ekspresi berlebihan HER-2. Ristimaki et al, menemukan hubungan timbal balik antara level protein COX-2 dan desease-free survival. Karena HER-2 bisa menginduksi transkripsi COX-2 in vitro, hubungan antara HER-2 dan ekspresi COX-2 pada karsinoma payudara kemungkinan penyebabnya berhubungan (Takeshita, 2005; Howe, 2007).
30
BAB III KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Pikir Penelitian Menurut klasifikasi World Health Organiztation (WHO), kelompok terbanyak karsinoma payudara adalah ductal carcinoma (80%), diikuti oleh lobular carcinoma (12%) dan 8% tumor payudara yang jarang, seperti tubular carcinoma, Paget’s carcinoma, sarcoma atau limfoma. Saat ini telah diusulkan klasifikasi terbaru berdasarkan profil ekspresi molekuler dan aplikasi dari DNA chip array. Sebagaimana dijelaskan pada beberapa kepustakaan, selain derajat histologi, stadium, hormonal reseptor dan status HER-2, penanda spesifik terbaru seperti COX-2 juga dapat membantu menentukan prognosis karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. Ekspresi COX-2 meningkat dipengaruhi oleh sejumlah rangsangan, termasuk sitokin, faktor pertumbuhan dan onkogen. Pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik COX-2 berperan dalam berbagai proses yaitu ; (1) Menekan apoptosis oleh induksi PGE2, dimana berakibat terjadi peningkatan protein antiapoptosis BCL2, menekan ekspresi protein proapoptosis BAX dan melemahkan sinyal NO. (2) Meningkatkan angiogenesis melalui peningkatan level PGE2, yang diikuti oleh peningkatan VEGF, endothelin-1. (3) Meningkatkan kemampuan invasi sel tumor melalui ekspresi berlebihan CD44. (4) Mengaktivasi ER pada permukaan inti sel.
30
31
Pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik derajat yang rendah pada pemeriksaan IHK ER akan positif. Sangat berbeda pada sel epitel karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan derajat tinggi, dimana kelainan pada gen sel epitelnya sangat heterogen (aneuploid yang jelas). Sebagai salah satu akibatnya reseptor estrogen pada permukaan inti sel akan terdesak atau hilang sama sekali oleh karena terjadi amplifikasi reseptor HER-2. Sehingga pada karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik derajat yang tinggi pada pemeriksaan IHK ER akan menunjukkan ER negatif. (5) Menghasilkan bahan mutagen melalui metabolisme asam arakidonat.
32
3.2 Konsep Penelitian Secara skematis konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :
-
Sitokin Faktor pertumbuhan Onkogen
Ekspresi COX-2 meningkat
Peningkatan level PGE2
Peningkatan VEGF, endotelin-1
Peningkatan CD44
Peningkatan BCl2 dan penurunanBAX
Aktivasi ER (derajat rendah) / ER negatif (derajat tinggi)
Peningkatan invasi
Peningkatan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.3.1 Terdapat hubungan positif antara ekspresi protein COX-2 dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
33
3.3.2 Terdapat hubungan negatif antara ekspresi ER dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik 3.3.3 Terdapat hubungan negatif antara ekspresi protein COX-2 dengan ekspresi ER pada karsinoma payudar duktal invasif tipe tidak spesifik.
34
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Adapun rancangan pada penelitian ini adalah observasional analitik (crosssectional). Secara sistematik penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
. COX-2 (+) . COX-2 (-) Low Grade . ER (+) . ER (-)
Karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik
. COX-2 (+) . COX-2 (-) High Grade . ER (+) . ER (-)
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
34
35
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, mulai dari 12 Maret 2013 sampai 15 Mei 2013. Pulasan IHK ER dilakukan di bagian laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan pulasan IHK COX-2 dilakukan di bagian laboratorium Patologi Anatomi FK UGM/RSUP Sarjito Yogjakarta. Setelah selesai dilakukan pulasan IHK COX-2 dan ER, analisanya dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari bahan biopsi maupun operasi penderita karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik yang telah terdiagnosis setelah dilakukan pemeriksaan histopatologi di laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
4.3.2 Sampel Sampel penelitian adalah sediaan blok parafin dari penderita karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik yang telah terdiagnosis setelah dilakukan pemeriksaan histopatologi di laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan oleh peneliti.
36
4.3.3 Perhitungan Besar Sampel Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel penelitian analitis kategorik dua sampel tidak berpasangan oleh Maachein et al, 2009 sebagai berikut (Madiyono, 2011 ) :
(Zα n1 = n 2 =
2 PQ + Zβ P1Q1 + P 2Q 2
2
(P1 − P 2)2
Zα
= deviat baku alfa (1,96 )
Zβ
= deviat baku beta (0,842)
P2
)
= proporsi ekspresi COX-2 pada kelompok karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik dengan ER (-) yang sudah diketahui nilainya (0,4) (Howe, 2010).
Q2
= 1-P2 (0,6)
P1
= proporsi ekspresi COX-2 pada kelompok karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik dengan ER (+) yang nilainya merupakan judgement peneliti (0,75)
Q1
= 1-P1 (0,25)
P1-P2 = selisih proporsi minimal ekspresi COX-2 pada karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik yang dianggap bermakna (0,35) P
= proporsi total ekspresi COX-2 = ( P1+P2)/2 (0,575)
Q
= 1-P (0,425)
37
Berdasarkan rumus besar sampel diatas didapatkan (n1=n2) adalah 30. Jadi besar sampel pada penelitian ini adalah 60 blok parafin sediaan karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.4.1 Kriteria Inklusi : 1. Sediaan blok parafin pasien dikumpulkan dari bahan biopsi atau mastektomi tumor payudara dengan diagnosis histopatologi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik yang paling banyak mengandung jaringan tumor. 4.4.2
Kriteria Eksklusi: 1.
Sediaan blok parafin pasien dari biopsi atau mastektomi karsinoma duktal invasif tipe tidak spesifik dari pasien yang pernah menjalani pembedahan, mendapatkan pengobatan
dengan kemoterapi atau
radioterapi, atau pemberian terapi hormonal sebelumnya.
4.5 Cara Pengambilan Sampel Blok parafin dari semua pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik yang telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2012 serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dipilih sebanyak 60 buah blok parafin.
38
4.6 Identifikasi Variabel Penelitian 4.6.1 Variabel bebas
: Ekspresi COX-2
4.6.2 Variabel antara
: Ekspresi ER
4.6.3 Variabel tergantung
: Derajat diferensiasi histologi tumor
4.7 Definisi Operasional Variabel Adapun definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut: 1. Sediaan blok parafin dari penderita karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik, adalah sediaan blok parafin penderita dengan keganasan yang terjadi pada sel-sel epitel duktuli payudara yang ditandai dengan adanya invasi ke jaringan sekitar dan tumor tidak membentuk suatu pola tipe histologi tertentu sesuai kriteria WHO tahun 2003 (Ellis et al, 2003). 2. Ekspresi COX-2 adalah : Penilaian protein COX-2 secara IHK menggunakan antibodi poliklonal Dako, secara semikuantitatif, diamati dengan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus tipe CX 21, mulai dari pembesaran lemah (40x) kemudian pembesaran sedang (400x) dan pembesaran kuat (1000x). Penghitungan dilakukan pada seluruh sel tumor dimulai dari bagian tumor dengan ekspresi COX-2 terkuat ke bagian yang lebih lemah. Interpretasi ekspresi COX-2 dilakukan oleh peneliti dan seorang spesialis Patologi Anatomi. Sel yang mengekspresikan COX-2 akan tampak berwarna coklat pada sitoplasma. Penilaian ekspresi COX-2 dibuat berdasarkan analisis persentase sel tumor yang positif dan intensitas pewarnaan. Ekspresi COX-2 diberi skor 0 (< 6%), +1 (6-25%), +2 (26-
39
50%), dan +3 (51-75%) dan +4 (76-100%) dari seluruh sel-sel tumor. Intensitas pengecatan diberi skor 0 ( negatif), 1 (lemah), 2 (sedang) dan 3 (kuat ). Jumlah skor dari sel tumor yang tercat dan intensitas warna pengecatan antara 0 sampai 7. Untuk menyimpulkan hasil dari pengecatan IHK COX-2 yaitu skor dengan jumlah lebih dari atau sama dengan 3 (≥3) dianggap positif, sedangkan skor kurang dari 3 dianggap negatif. 3. Kontrol positif adalah : Sediaan pemeriksaan IHK COX-2 pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan hasil pulasan IHK COX-2 positif kuat pada sitoplasma sel ganas. 4. Kontrol negatif adalah : Sediaan pemeriksaan IHK COX-2 pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan hasil pulasan negatif pada sitoplasma sel ganas. 5. Derajat
diferensiasi
histologi
adalah
sesuai
sistem
Nottingham
modification of the Bloom and Richardson grading system. Derajat diferensiasi tersebut berdasarkan bentukan tubulus, pleomorfik inti dan jumlah mitosis, dan diberi nilai 1,2 atau 3. Low grade (derajat 1, karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan jumlah score 3 atau 4 poin, derajat 2, karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan jumlah score 5 sampai 7, High grade (derajat 3, karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan jumlah score 8 atau 9 ) (Ellis et al, 2003). 6. Ekspresi ER adalah : Penilaian protein ER secara IHK menggunakan antibodi poliklonal Dako, secara semikuantitatif, diamati dengan
40
mikroskop cahaya binokuler merk Olympus
tipe CX 21, mulai dari
pembesaran lemah (40x) kemudian pembesaran sedang (400x) dan pembesaran kuat (1000x). Penghitungan dilakukan pada seluruh sel tumor dimulai dari bagian tumor dengan ekspresi ER terkuat ke bagian yang lebih lemah. Interpretasi ekspresi ER dilakukan oleh peneliti dan seorang spesialis Patologi Anatomi. Sel yang mengekspresikan ER akan tampak berwarna coklat pada inti sel ganas. Penilaian ekspresi ER dibuat berdasarkan laporan standar Patologi tahun 2010 dan dikatakan positif apabila sama atau lebih dari 1 % sel tumor ganas invasif terpulas pada inti, dengan intensitas lemah, sedang dan kuat (Laporan Standar Patologi, 2010). 7. Kontrol positif adalah : Sediaan pemeriksaan IHK pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan hasil pulasan IHK ER positif kuat pada inti sel ganas. 8. Kontrol negatif adalah : Sediaan pemeriksaan IHK pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan hasil pulasan IHK ER negatif pada inti sel ganas.
4.8 Prosedur Penelitian 1. Sediaan penderita karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik yang melakukan pemeriksaan histopatologi dari 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2012 dikumpulkan dan dilihat apakah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
41
2. Preparat hasil pulasan HE sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan dan dievaluasi ulang. Yang dinilai adalah parameter derajat diferensiasinya. Adapaun langkah-langkah teknik pewarnaan Harris’s hematoksilin dan eosin adalah sebagai berikut : a.
Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak 4 kali masing-masing celupan selama 5 menit.
b.
Hidrasi dengan alkohol 95% sebanyak 4 kali, masing-masing celupan selama 2 menit.
c.
Masukan ke air selama 10 menit.
d.
Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit.
e.
Cuci dengan air mengalir selama 20 menit.
f.
Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan sitoplasma tidak berwarna.
g.
Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama 0,5-1 menit.
h.
Dehidrasi dengan alkohol 95% sebanyak 3 kali, masing-masing celupan selama 2 menit, selanjutnya menggunakan alkohol absolut selama 2 menit.
i.
Penjernihan dengan xilol sebanyak 4 kali celupan, lama masingmasing celupan selama 5 menit.
j.
Tutup dengan cover glass.
3. Memilih preparat yang akan dipulas IHK COX-2 dan ER. Preparat yang dipilih untuk pemeriksaan IHK COX-2 dan ER adalah preparat yang
42
paling banyak mengandung bagian tumor dengan area nekrosis yang sedikit atau tidak ada. Jika satu kasus mempunyai lebih dari satu sediaan yang mengandung tumor, maka dipilih sediaan yang mengandung bagian tumor dengan diferensiasi yang lebih jelek. 4. Preparat yang terpilih kemudian dicari blok parafinnya. 5. Blok parafin yang memenuhi kreteria inklusi dipotong setebal 4 mikrometer dengan mikrotom untuk pulasan IHK COX-2 dan ER. 6. Pulasan IHK untuk COX-2 dan ER menggunakan antibodi poliklonal COX-2 dan ER dari Dako. Adapun prosedur pulasan IHK COX-2 adalah sebagai berikut : a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalam 3 µm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37o C selama 1 malam. c. Deparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing celupan selama 3 menit. d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolute 2 ali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3 menit. e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.
43
f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan jaringan selama 15 menit. g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. h. Cuci dengan PBS (phosphate buffer saline) sebanyak 2 kali, masingmasing selama 10 menit. i. Rendam dengan buffer sitrat 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan tinggi (80oC) sampai tepat mendidih kemudian dengan pemanasan sedang (50oC) selama 5 menit. j. Dinginkan pada suhu kamar. k. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. l. Tteskan 100µl selama 10 menit. m. Teteskan 100 µl antibody primer menggunakan antibody monoclonal COX-2 dari Dako yang telah diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 40C. n. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. o. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit. p. Cuci dengan BS sebanyak 2 kali, masing-masing 10 menit. q. Teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit.
44
r. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. s. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit. t. Cuci dengan air mengalir. u. Counterstain dengan Mayer Hematoksilin selama 2 menit. v. Cuci dengan air mengalir. w. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masing-masing selama 3 menit. x. Celupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit. y. Tutup dengan cover glass. Prosedur pulasan IHK ER adalah sebagai berikut : a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalam 3 µm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37o C selama 1 malam. c. Deparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing celupan selama 3 menit.
45
d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolute 2 kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3 menit. e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan jaringan selama 15 menit. g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. h. Cuci dengan PBS (phosphate buffer saline) sebanyak 2 kali, masingmasing selama 10 menit. i. Rendam dengan buffer sitrat 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan tinggi (80oC) sampai tepat mendidih kemudian dengan pemanasan sedang (50oC) selama 5 menit. j. Dinginkan pada suhu kamar. k. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. l. Tteskan 100µl selama 10 menit. m. Teteskan 100 µl antibody primer menggunakan antibody monoclonal ER dari Dako yang telah diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 40C. n. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit.
46
o. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit. p. Cuci dengan BS sebanyak 2 kali, masing-masing 10 menit. q. Teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit. r. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. s. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit. t. Cuci dengan air mengalir. u. Counterstain dengan Mayer Hematoksilin selama 2 menit. v. Cuci dengan air mengalir. w. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masing-masing selama 3 menit. x. Celupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit. y. Tutup dengan cover glass. 7. Pemeriksaan pulasan IHK COX-2 dan ER dengan mikroskop merk Olympus tipe CX 21. 8. Pencatatan dan pengumpulan data. 9. Analisis data.
47
Mengumpulkan nomor-nomor sediaan karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik mulai 1 Januari 2012- 31 Desember 2012 Pengumpulan sediaan pulasan HE Seleksi, rediagnosis dan regrading sediaan mikroskopik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi Pengumpulan blok parafin yang memenuhi kriteria inklusi
Pencatatan derajat diferensiasi tumor
Blok parafin dipotong 4 mikron Gambar 5. Bagan Alur Penelitian Pengecatan IHK COX-2 dan ER
Penilaian pulasan ekspresi COX-2 dan ER Pencatatan dan pengumpulan data
Analisis data
Gambar 4.2 Prosedur penelitian
4.9 Analisis Data Data pada formulir penelitian karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik diolah dengan menggunakan SPSS. Kemudian dilakukan beberapa tes atau uji, antara lain adalah sebagai berikut:
48
a. Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif, dengan menggunakan narasi dan tabel. b. Hubungan antara variabel independen dan atau variabel antara dengan variabel dependen dilakukan dengan tabel 2x2. Besar hubungan antar variabel dinilai dengan Odd Ratio (OR). Uji kemaknaan ditentukan pada p < 0,05. Presisi data ditentukan dengan nilai Convident Interval (CI) 95%.
49
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Dari 60 sampel penelitian karsinoma payudara
duktal invasif tipe tidak
spesifik, didapatkan rentang umur penderita pada penelitian ini bervariasi, dengan umur termuda adalah 28 tahun dan tertua adalah 79 tahun. Rentang umur penderita terbanyak adalah antara 41-50 tahun (43,3%) dengan rata-rata umur penderita adalah 55,5 tahun (tabel 5.1) Tabel 5.1 Distribusi kasus berdasarkan data klinis umur No
Umur (tahun)
Jumlah IDC NOS
%
1
< 30
1
1,7
2
30 – 40
12
20
3
41 – 50
24
40
4
51 – 60
15
25
5
61 – 70
6
10
6
> 70
2
3,3
60
100
Jumlah
49
50
5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Derajat Diferensiasi Tumor Berdasarkan karakteristik derajat diferensiasi tumor, didapatkan data karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik sebanyak 27 kasus termasuk
derajat rendah (low grade) (45%), yang terdiri dari 4 kasus derajat 1 (gambar 5.1 A, kasus no.2438/PP/11 38/PP/11))
dan 23 kasus derajat 2 (gambar 5.1 B, kasus no.
0023/PP/12). ). Sedangkan 33 kasus (55%) termasuk derajat tinggi (high grade) (gambar 5.1 C,, kasus no. 1472/PP/12) (tabel 5.2).
A B C Gambar 5.1 Hasil pemeriksaan histopatologi konvensional karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik spesifik.. A. Derajat diferensiasi 1 (sediaan no. 2438/PP/11), ), B. Derajat diferensiasi 2 (sediaan no. 0023/PP/12), ), C. Derajat diferensiasi 3 (sediaan no. 1472/PP/12) (pembesaran 40x). Tabel 5.2 Distribusi kasus berdasarkan data klinis derajat diferensiasi tumor IDC NOS
n
%
Low grade
27
45
High grade
33
55
Total
60
100
51
5.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 dan Derajat Diferensiasi Tumor Berdasarkan hasil pemeriksaan IHK COX-2 pada semua kasus karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik, didapatkan hasil pemeriksaan IHK COX-2 positif pada sitoplasma sel ganas (tabel 5.3) dengan intensitas lemah (gambar 5.2.A, kasus no.2263/PP/12), intensitas sedang (gambar 5.2.B, kasus no.3220/PP/11) dan intensitas kuat (gambar 5.2.C,
kasus no.1921/PP/12) .
Sebanyak 33 kasus (55 %) IHK COX-2 positif, yang terdiri dari 11 kasus (18,3 %) derajat diferensiasi rendah dan 22 kasus (36,7%) derajat diferensiasi tinggi. Sebanyak 27 kasus (45%) IHK COX-2 negatif, yang terdiri dari 16 kasus (26,7 %) derajat diferensiasi rendah dan 11 kasus (18,3 %) derajat diferensiasi tinggi. Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan SPSS 16.0 for window menggunakan uji Chi-Square pada tabel 2 x 2, didapatkan nilai p adalah 0,045, nilai OR adalah 2,9 dan nilai CI95% adalah dengan rentang 1,1 sampai 8,4. Jadi terdapat hubungan positif yang bermakna, antara ekspresi COX-2 dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
52
B
A
C
Gambar 5.2 Hasil pemeriksaan IHK COX-2, COX 2, hasil positif tampak sitoplasma sel ganas berwarna coklat. A. Ekspresi COX-2 COX positif intensitas lemah (sediaan no. 2263/PP/12), B. Ekspresi COX-2 COX 2 positif intensitas sedang (sediaan no. 3220/PP/11), ), C. Ekspresi COX COX-2 positif intensitas kuat (sediaan no.1921/PP/12 1921/PP/12) (pembesaran 40x).
Tabel 5.3 Distribusi kasus berdasarkan hasil pemeriksaan IHK COX-2 COX IDC high grade
IDC low grade
n
%
n
%
n
%
COX-2 positif
22
36,7
11
18,3
33
55
COX-2 negatif
11
18,3
16
26,7
27
45
Total
33
55 5
27
45
60
100
Pemeriksaan IHK
Total
p value
OR CI 95%
0,045
2,9 1,1-8,4
5.4 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK ER dan Derajat Diferensiasi Tumor Berdasarkan hasil pemeriksaan IHK ER pada semua kasus karsinoma payudara duktal invasif tidak spesifik, didapatkan hasil pemeriksaan IHK ER positif pada inti sel ganas sebanyak 28 kasus (46,6%), dengan intensitas lemah
53
(gambar 5.3 A, kasus no.0836/PP/11), no.0836/ ), intensitas sedang (gambar 5.3 B, kasus no.1328/PP/11)) dan intensitas kuat (gambar 5.3 C, kasus no.2263/PP/12 no.2263/PP/12). Terdiri dari 11 kasus (18,3%) derajat diferensiasi rendah dan 17 kasus (28,3%) derajat diferensiasi tinggi. Hasil pemeriksaan IHK ER negatif negatif sebanyak 32 kasus (53,4%), terdiri dari 16 kasus (26,6%) derajat diferensiasi rendah dan 16 kasus (26,6%) derajat diferensiasi tinggi. Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan SPSS 16.0 for window, window menggunakan uji Chi-Square Square pada tabel 2 x 2, didapatkan nilai p adalah 0,405 dan nilai OR adalah 0,69 dan nilai CI95% adalah dengan rentang 0,23 sampai 1,81. Jadi tidak terdapat hubungan negatif yang bermakna, antara ekspresi ER dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
A
B
C
Gambar 5.3 Hasil pemeriksaan IHK ER, hasil positif tampak inti sel ganas berwarna coklat. A. Ekspresi ER positif intensitas lemah (sediaan no. 0836/PP/11), B. Ekspresi ER positif intensitas sedang (sediaan no.1328/PP/11), C. Ekspresi ER positif intensitas kuat (sediaan no.2263/PP/12) (pembesaran 40x).
54
Tabel 5.4 Distribusi kasus berdasarkan hasil pemeriksaan IHK ER Pemeriksaan IHK
IDC low grade n
IDC high grade
Total
%
n
%
n
%
ER positif
11
18,3
17
28,3
28
46,6
ER negatif
16
26,7
16
26,7
32
53,4
Total
27
45
33
55
60
100
p value
OR
0,405 0,69
CI 95%
0,23-1,81
5.5 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 dan ER Berdasarkan hasil pemeriksaan IHK COX-2 dan IHK ER pada semua kasus karsinoma payudara
duktal invasif tipe tidak spesifik pada berbagai derajat
diferensiasi. Hasil pemeriksaaan IHK COX-2 positif dengan hasil pemeriksaan IHK ER positif adalah 17 kasus (28,3%), IHK COX-2 positif dan IHK ER negatif adalah 16 kasus (26,7%). Hasil pemeriksaan IHK COX-2 negatif dan IHK ER positif adalah 11 kasus (18,3%), IHK COX-2 negatif dan IHK ER negatif adalah 16 kasus (26,7%) (tabel 5.5). Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan SPSS 16.0 for window mengguna, uji Chi-Square pada tabel 2 x 2, didapatkan nilai nilai OR adalah 0,65, nilai p adalah 0,405 dan nilai CI95% adalah dengan rentang 0,23 sampai 1,81. Jadi tidak terdapat hubungan negatif yang bermakna, antara ekspresi COX-2 dengan ekspresi ER pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
55
Tabel 5.5 Distribusi kasus berdasarkan hasil pemeriksaan IHK COX-2 dan ER Pemeriksaan IHK
ER positif
ER negatif
Total
n
%
n
%
n
%
COX-2 negatif
11
18,3
16
26,7
27
45
COX-2 positif
17
28,3
16
26,7
33
55
Total
28
46,6
32
53,4
60
100
p value
OR
CI 95%
0,405
0,65
0,23-1,81
BAB VI DISKUSI
6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Umur Pasien Karsinoma payudara invasif lebih sering terjadi pada perempuan dengan umur yang lebih tua dengan puncak insiden pada umur 75-80 tahun dan kemudian insidenya menurun setelahnya. Umur rata-rata pasien saat diagnosis adalah 61 tahun pada perempuan kulit putih, 56 tahun pada Hispanik, dan 46 tahun pada perempuan Afrika-Amerika. Karsinoma payudara invasif sangat jarang terjadi sebelum umur 25 tahun (Lester, 2010). Pada penelitian ini dari semua kasus , umur penderita karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik terbanyak adalah pada umur 41 sampai dengan 50 tahun dengan jumlah 24 kasus (40 %) dan rata-rata umur pasien adalah 55,5 tahun. Umur penderita pada penelitian ini relatif lebih muda apabila dibandingkan dengan umur penderita karsinoma payudara invasif di negaranegara barat, dimana 80-90% penderitanya adalah berumur diatas 60 tahun (Lester, 2010). Penyebab karsinoma payudara adalah banyak faktor, termasuk faktor diet, faktor reproduksi dan ketidak seimbangan hormon dalam tubuh. Studi epidemiologi mendapatkan bahwa munculnya karsinoma payudara pada perempuan berhubungan dengan pola gaya hidup, yaitu karakteristik konsumsi tinggi kalori yang berasal dari lemak dan protein hewani yang diikuti oleh kurangnya berolahraga. Model gaya hidup tersebut selain meningkatkan resiko karsinoma payudara juga berhubungan dengan peningkatan kejadian kanker
56
57
prostat, kolon dan endometrium. Paparan lingkungan yang spesifik seperti radiasi, konsumsi alkohol dan pemakaian hormon dari luar tubuh juga mempengaruhi terjadinya karsinoma payudara, tetapi resikonya rendah. Dibandingkan dengan keganasan yang lain, karsinoma payudara invasif pada umur tertentu sering berhubungan dengan penurunan gen. Dua gen terbanyak yang diketahui dan berhubungan dengan peningkatan resiko untuk menderita karsinoma payudara invasif adalah gen BRCA 1 dan 2. Bagaimanapun hal ini perlu dilakukan antisipasi, bahwa sifat multigen juga berperan signifikan dalam jalur seseorang untuk menderita karsinoma payudara invasif. Dimana orang dengan pewarisan gen ini ditemukan pada kurang lebih 12% penderita kanker payudara ( Ellis et al. 2003).
6.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Data Klinis Derajat Diferensiasi Tumor Terdapat berbagai faktor prognostik karsinoma payudara invasif, terdiri dari faktor prognostik mayor dan faktor prognostik minor. Derajat diferensiasi histologi termasuk faktor prognostik minor atau faktor prediktif, yaitu faktorfaktor yang dinilai dalam memprediksi respon terapi. Dimana semakin tinggi derajat diferensiasi tumor, maka semakin jelek prognosisnya dan hasil terapinya juga lebih jelek dibandingkan dengan derajat yang rendah (Rosen, 2009; Lester, 2010). Derajat diferensiasi karsinoma payudara dinilai berdasarkan sistem Nottingham Combined Histologic Grade (Elston-Ellis Modification of ScarffBloom-Richardson Grading System) atau biasa disebut dengan Nottingham
58
Grading System berdasarkan kombinasi derajat pleomorfik inti, formasi tubulus dan aktifitas mitosis. Berdasarkan ketiga komponen tersebut, karsinoma payudara invasif secara klasik dikelompokan menjadi 3 kelompok yang berhubungan erat dengan harapan hidup pasien. Harapan hidup pasien karsinoma payudara invasif dengan derajat diferensiasi baik atau derajat 1 (rata-rata 20% dari jumlah kasus ), harapan hidup 24 tahun adalah sebesar 70%. Sangat berbeda dengan harapan hidup pasien dengan derajat diferensiasi yang jelek atau derajat 3 ( rata-rata 45 % dari jumlah total ), kebanyakan meninggal pada 10 tahun pertama, dan 45% pasien bisa hidup lebih panjang. Perempuan dengan karsinoma payudara invasif derajat diferensiasi sedang atau derajat 2 ( rata-rata 35% dari total kasus ) mempunyai kecendrungan harapan hidup yang lebih baik, tetapi harapan hidup pasien sedikit lebih panjang dari derajat 3 (Ellis et al, 2003). Pada penelitian ini berdasarkan karakteristik derajat diferensiasi tumor, didapatkan data karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik dengan derajat diferensiasi yang tinggi kasusnya lebih banyak, yaitu 33 kasus (55%) dibandingkan dengan derajat diferensiasi yang rendah yaitu sebanyak 27 kasus (45%). Penelitian lain yang dilakukan oleh Lee et al, juga mendapatkan derajat diferensiasi tinggi, proporsinya lebih tinggi dibandingkan dengan derajat diferensiasi lebih rendah (Lee et al, 2010). Setelah beberapa tahun konstan, insiden karsinoma payudara invasif kembali meningkat seiring diperkenalkannya skrining dengan mammografi. Keuntungan utama skrining dengan mammografi adalah ditemukannya
59
karsinoma payudara invasif pada stadium I, bahkan yang masih in situ, dan berkurangnya insiden karsinoma payudara invasif stadium II sampai IV, terutama di negara-negara maju. Sejak tahun 1994 angka kematian akibat karsinoma payudara invasif secara perlahan mulai menurun, meskipun angka kejadiannya tetap konstan. Penurunan angka kematian ini disebabkan oleh ditemukannya karsinoma payudara invasif pada stadium yang lebih dini ( Ellis et al. 2003).
6.3 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK COX-2 dan Derajat Diferensiasi Tumor COX-2 merupakan enzim yang diperlukan untuk mengkatalisis asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Peningkatan ekspresi COX-2 dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sitokin, faktor pertumbuhan, mediator inflamasi, agen perusak DNA, agen oksidasi dan tumor promoter. Pada karsinoma payudara invasif COX-2 berperan dalam berbagai proses karsinogenesis seperti meningkatkan proliferasi sel, menekan apoptosis, meningkatkan kemampuan invasi dan meningkatkan kemampuan metastasis sel ganas (Divvela,2010). Jalur COX-2 pada mekanisme karsinogenesis karsinoma payudara invasif melalui empat jalur. Jalur pertama melalui peningkatan eksprei PGE2. Dimana peningkatan jumlah PGE2 akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah protein VEGF dan endothelin-1, yang menyebabkan peningkatan kemampuan pembentukan pembuluh darah baru dan metastasis sel ganas. Disamping itu peningkatan jumlah PGE2 menyebabkan peningkatan ekspresi protein anti
60
apoptosis yaitu BCL2, menyebabkan penekanan terhadap protein proapoptosis yaitu BAX dan melemahkan signal NO. Sebagai akibatnya kematian sel tidak terjadi dan sel ganas terus berproliferasi untuk berkembang (Divvela,2010). . Jalur kedua, peningkatan ekspresi COX-2 akan menyebabkan stimulasi terhadap CD44. Dimana CD44 ini dapat mengaktipkan enzim MMP2, yang berakibat matrix ekstraseluler akan mudah terlepas, sehingga sel ganas akan lebih mudah untuk melakukan invasi ke jaringan sekitar. Jalur ketiga, peningkatan ekspresi COX-2 akan mengaktivasi ER, yang akan meningkatkan komplek estrogen dan ER. Komplek ini kemudian berikatan pada tempat yang spesifik pada DNA sel, dan ikatan ini akan memacu transkripsi kedalam mRNA,
kemudian
terbentuklah
protein.
Protein
tersebut
kemudian
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan sel epitel payudara normal maupun ganas meningkat. Jalur keempat, peningkatan ekspresi COX-2 juga akan menyebabkan peningkatan produksi asam arakidonat, sehingga akan menyebabkan terbentuknya bahan mutagen baru (Divvela,2010). Peningkatan level protein COX-2 yang terdeteksi dengan pemeriksaan IHK rata-rata 40% pada karsinoma payudara invasif, dimana pada beberapa studi didapatkan rentanganya antara 17% sampai 84%. Pada penelitian ini proporsi ekspresi COX-2 positif pada sitoplasma sel ganas pada 53,4% kasus. Hasil penelitian yang mirip didapatkan oleh Soslow et al dan Ristimaki et al mendapatkan ekspresi COX-2 secara berturut-turut sebesar 56% dan 37,4 % kasus karsinoma payudara invasif (Ranger,2004).
61
Ekspresi COX-2 pada human karsinogenesis karsinoma payudara ditemukan pada stadium pre-invasif sampai metastasis. Hal ini mengesankan bahwa COX-2 berperan penting pada proses karsinogenesis karsinoma payudara duktal invasif tipe
tidak spesifik. Pernyataan ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Visscher et al (2008), melaporkan bahwa COX2 terekspresi sedang sampai kuat pada 44% pada sediaan pasien dengan atypical hyperplasia, Shim et al (2003), melaporkan
bahwa COX-2
terekspresi sedang sampai kuat pada 85% sediaan pasien Ductal Carcinoma In Situ (DCIS) dan Soslow et al (2003), mendapatkan ekspresi COX-2 pada 56% karsinoma payudara invasif invasif. Pada penelitian ini untuk mengetahui hubungan ekspresi COX-2 dengan derajat diferensiasi memakai uji Chi-Square dan nilai p yang didapat adalah 0,045, OR adalah 2,9 dan nilai CI 95% adalah 1,1 sampai 8,4. Berdasarkan uji tersebut, disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi COX2 dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Ranger et al, Takeshita E dan Ristimaki et al, sebelumnya menemukan bahwa peningkatan ekspresi COX-2 berhubungan dengan peningkatan derajat diferensiasi karsinoma payudara invasif (Ranger, 2004; Takeshita, 2005). Ekspresi berlebihan COX-2 pada karsinoma payudara invasif berhubungan dengan beberapa parameter yang menandakan agresivitas karsinoma payudara invasif seperti, ukuran tumor yang lebih besar, derajat diferensiasi yang tinggi, proliferasi sel ganas yang tinggi, status ER negatif, ekspresi berlebihan HER-2,
62
kekambuhan meningkat, harapan hidup pasien yang pendek dan hasil terapi yang jelek (Howe, 2007). Thorak et al, dalam penelitianya mendapatkan ekspresi COX-2 berhubungan dengan kepadatan pembuluh darah mikro pada jaringan tumor. Ristimaki et al, melakukan penelitian pada 1576 pasien karsinoma payudara invasif invasif tipe duktal, mendapatkan overekspresi COX-2 berhubungan dengan prognosis buruk, yaitu penurunan harapan hidup pasien (Visscher et al, 2008).
6.4 Distribusi Kasus Berdasarkan Hasil Pemeriksaan IHK ER, COX-2 dan Derajat Diferensiasi Tumor Reseptor estrogen adalah faktor transkripsi pada inti dan apabila teraktivasi oleh hormon estrogen dapat memicu pertumbuhan sel epitel payudara normal. Aktivasi ER juga bisa menyebabkan terjadinya proliferasi sel–sel epitel pada karsinoma payudara invasif. Belakangan penggunaan pemeriksaan IHK untuk mendeteksi reseptor hormon pada inti sel karsinoma payudara invasif mendapatkan berhubungan dengan hasil terapi yang lebih baik dan hal ini sangat penting dipakai sebagai faktor prediktif terhadap respon terapi hormonal (Lester, 2010). Pada kepustakaan dikatakan, karsinoma payudara invasif dengan derajat diferensiasi yang rendah akan mengekspresikan ER positif dan karsinoma dengan derajat diferensiasi tinggi akan mengekspresikan ER negatif. Dimana 80% karsinoma payudara invasif dengan ER positif akan berespon terhadap manipulasi hormonal. Karsinoma payudara invasif dengan ER positif respon
63
terhadap kemoterapi adalah lebih rendah. Sebaliknya, karsinoma payudara invasif yang mengekspresikan ER kurang dari 10% akan berespon dengan kemoterapi dan tidak berespon dengan terapi hormonal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Adebamowo, et al dan Lu, et al mendapatkan hubungan yang bermakna antara ekspresi ER dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara (Ahmed, 2011) Berdasarkan hasil pemeriksaan IHK ER pada semua kasus karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik, didapatkan proporsi hasil pemeriksaan IHK ER positif ( 53,4%) lebih tinggi dari hasil IHK ER negatif (46,6%). Sedangkan hasil pemeriksaan IHK ER negatif lebih banyak pada derajat tumor yang tinggi. Penelitian ini mirip dengan yang ditemukan oleh Lee et al, pada 80 pasien penelitian menemukan ekspresi ER positif (63,7%) lebih tinggi dari ER negatif (36,3%). Hasil penelitian lain yang mirip didapatkan pada penelitian Suvarchala SB dengan 64 pasien mendapatkan hasil ER negatif (57,89%) lebih tinggi pada derajat yang tinggi, dimana pada penelitianya pembagian derajat diferensiasi tumor menggunakan derajat 1, 2 dan 3 (Lee et al, 2010; Suvarchala, 2011). Prevalensi positif reseptor hormon estrogen pada karsinoma payudara invasif di negara Asia didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan negara barat. Dari kepustakaan, di Amerika dan Australia mendapatkan bahwa ekspresi ER positif adalah 65% sampai dengan 80%. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pasien dengan hasil pemeriksaan ER positif mempunyai harapan hidup relatif lebih panjang dibandingkan dengan pasien dengan ER
64
negatif. Kurang lebih 50-60% perempuan dengan hasil pemeriksaan IHK ER positif akan mendapat beberapa seri terapi hormonal (Lester, 2010). Setelah dilakukan uji statistik pada tabel 2x2 dengan uji Chi-Square, hasilnya nilai p adalah 0,405, OR adalah 0,69 dan CI95% adalah 0,23 sampai 1,81. Jadi antara ekspresi ER dengan derajat diferensiasi tumor tidak terdapat hubungan negatif yang bermakna dengan derajat diferensiasi tumor. Pada penelitian ini reseptor estrogen tidak berpengaruh terhadap peningkatan derajat diferensiasi tumor. Penelitian ini mirip dengan hasil yang didapatkan oleh Ahmed HG, dengan menggunakan 137 sampel karsinoma payudara, mendapatkan hubungan yang tidak bermakna antara ekspresi ER dan derajat diferensiasi tumor. Hasil yang mirip juga didapatkan oleh Marjenah, et al, pada penelitianya mendapatkan ekspresi ER juga tidak berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor (Ahmed, 2011) Peningkatan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik selain dipengaruhi oleh ekspresi reseptor estrogen juga dipengaruhi oleh faktor lainya. Faktor lain tersebut adalah gen BRCA1, dimana adanya penurunan gen ini akan berhubungan derajat diferensiasi tumor yang tinggi. Selain itu overekspresi protein Ki67, stromal CD 10, protein HER-2, protein P53 dan adanya emboli sel tumor dalam pembuluh darah juga akan meningkatkan derajat diferensiasi tumor. Faktor lain yang juga berperan dalam peningkatan derajat diferensiasi tumor adalah DNA ploidy, dimana semakin uneploidy derajat diferensi tumor akan semakin tinggi (Ellis et al, 2003; Lester, 2010, ).
65
Pada pemeriksaan gen hibridisasi dan teknik microarray menunjukkan bahwa karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik gambaran level genetiknya beranekaragam, dan hal ini berhubungan dengan gambaran copy nomer penyimpangan gen, derajat diferensiasi tumor dan ekspresi reseptor estrogen. Karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik derajat rendah selalu diploidy atau mendekati diploidy , dan kelainan gen yang didapat menunjukkan tempat delesi yang berulang pada 16q (>85%), tambahan pada 1q (60%) dan tambahan pada 16P (40%). Sebagai akibatnya akan terjadi ketidak seimbangan translokasi pada kromosom 1 dan 16 pada 40% kasus (Ellis et al,2003). Berbeda dengan karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik derajat tinggi, kelainan gennya sangat beranekaragam dan sering jelas aneuploidy. Dengan demikian karakteristik sel ganas
karsinoma payudara
duktal invasif tipe tidak spesifik derajat tinggi akan semakin jauh berbeda dengan sel epitel payudara yang normal. Sebagai salah satu akibatnya reseptor estrogen pada permukaan inti sel akan hilang, sehingga bersifat ER negatif. Namun faktanya kira-kira 50% karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik derajat tinggi menunjukkan karakteristik ER positif, yang merupakan karakteristik karsinoma payudara dengan derajat rendah. Informasi ini mendukung hipotesis bahwa perkembangan karsinoma payudara duktal invasif dari derajat diferensiasi yang rendah ke derajat diferensiasi tinggi adalah fenomena yang tidak biasa, dan teori ini membatasi bahwa karsinoma payudara
66
dengan derajat yang tinggi tidak akan selalu mengekspresikan ER negatif (Ellis et al, 2003). Sedangkan uji Chi-Square untuk mengetahui tingkat kemaknaan hubungan antara ekspresi COX-2 dengan ER adalah tidak bermakna (p = 0,405). Penelitian ini mirip dengan yang didapatkan oleh Ranger et al (2004), Kelly et al dan Lee (2010), mendapatkan hubungan negatif yang tidak signifikan antara ekspresi COX-2 dengan ekspresi ER. Pada penelitian ini tidak terbukti bahwa peningkatan ekspresi COX-2 melalui jalur peningkatan ekspresi ER, tetapi kemungkinan melalui jalur lain, seperti melalui jalur peningkatan ekspresi VEGF/endotelin-1 atau jalur BCL2/BAX atau jalur CD44. Salah satu jalur peningkatan derajat diferensiasi tumor oleh protein COX-2 pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik adalah melalui jalur aktivasi ER. Disamping itu terdapat jalur lain, yaitu melalui peningkatan ekspresi protein BCL2, penurunan ekspresi protein BAX, peningkatan ekspresi protein endotelin-1, VEGF, CD44, melemahkan signal NO dan adanya kemampuan untuk pembentukan asam arakidonat baru (Divvela, 2010).
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 7.1.1 Terdapat hubungan positif yang bermakna antara ekspresi protein COX-2 dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. 7.1.2 Tidak terdapat hubungan negatif yang bermakna antara ekspresi protein ER dengan derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik. 7.1.3 Tidak terdapat hubungan negatif yang bermakna antara ekspresi protein COX-2 dengan ekspresi protein ER pada karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
7.2 Saran 7.2.1 Diperlukan panelitian lanjutan, untuk mengetahui apakah mekanisme lain seperti jalur BAX/BCL2 atau VEGF/endotelin-1 atau CD44 memperantarai pengaruh COX-2 terhadap derajat diferensiasi karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik.
67
DAFTAR PUSTAKA Ahmed, H.G., Al-Adhraei, M.A; Al-Thobhani, A.K. 2011. Correlations of Hormone Receptors (ER and PR), Her2/neu and p53 Expression in Breast Ductal Carcinoma Among Yemeni Women. J C Immunology, 4: 1-9. Bertagnolli, M., Viner, J.l., Hawk, E.T. 2008. Cyclooxygenase-2 as a Target for Cancer Prevention and Treatment. In : Tavassoli, F.A., Devilee, P (eds). Molecular Targeting in Oncology, Boston: Humana Press: p. 509-531. Dirjen Yanmed. 2006. Kanker di Indonesia. Dirjen Yanmed Departemen Kesehatan RI. Dirjen Yanmed. 2008. Kanker di Indonesia. Dirjen Yanmed Departemen Kesehatan RI Divvela, A.K., Challa, S.R., Tagaram, I.S. 2010. Pathogenic Role of Cyclooxygenase-2 in Cancer. J H Science, 56:502-516. Ellis, I.O., Schnitt, S.J., Garau, X.S., Bussolati, G., Tavaaoli, F.A., Eusebi, V., et al. 2003. Invasive Breast Carcinoma. in: Tavassoli FA, Devilee P (eds.). WHO : Pathology and Genetics of Tumours of the Breast and Female Genital Organs, Lyon: IARC: p.13-59. Fosslien, E. 2001. Molecular Pathology of Cyclooxygenase-2 in Cancer-induced Angiogenesis. Annals of Clinical and Laboratory Science, 31:325-348. Ferrandina, G., Luriola, L., Distefano, M.G., Gessi, M., Legge, F., Maggiano, N., et al. 2002. Increased Cyclooxygenase -2 Expression Is Associated With Chemotherapy Resistance and Poor Survival In Cervical Cancer Patients. J C Oncology, 20:973-981. Howe, L.R. 2007. Cyclooxygenase / Prostaglandin Signaling and Breast Cancer. BC Research, 9:210. Krcova, Z., Ehrmann, J., Krejci, V., Eliopoulos, A., Kolar, Z. 2008. TPL-2/COT and COX-2 in Breast Cancer. J Biomed, 152:21-25.
68
69
Kulkarni, S., Patil, D.B., Diaz, L.K., Wiley, E.L., Morrow, M., Khan, S.A. 2008. COX-2 and PPARy Expression are Potential Markers of Recurrence Risk in Mammary Duct Carcinoma in-Situ. BMC Cancer, 8:1-14. Lester, S.C. 2010. The Breast. in: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, eds. Robbin and Cotran’s Pathology Basic of Diseases. Philadelphia: Saunders Elsevier: p. 1065-1095. Laporan Standar Patologi Anatomi untuk Kanker Payudara. 2010. Ikatan Ahli Patologi Indonesia. Lester, S.C. 2010. Acute and Cronic Inflamation. in: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, eds. Robbin and Cotran’s Pathology Basic of Diseases. Philadelphia: Saunders Elsevier : p. 43-77. Lester, S.C., Bae, J.W., Woo, S.U., Kim, H., Kim, C.H. 2010. The Breast. in: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, eds. Robbin and Cotran’s Pathology Basic of Diseases. Philadelphia: Saunders Elsevier : p. 1139-1174. Lee, J.A., Bae, J.W., Woo, S.U., Kim, H., Kim, C.H. 2010. Correlation between COX-2 Expression and Hormone Receptors in Invasive Ductal Breast Cancer. J Korean Surg, 78:140-148. Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H. 2011. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sastroasmoro, S.,Ismael, S., editors. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis.4.Ed. Jakarta: Sagung Seto. p.348382. Monica, B.2004. Cyclooxigenase-2 (COX-2) as a Target for Cancer Prevention and Treatment. Human Press, 2:509-541. Ranger, G.S., Thomas, V., Jewell, A., Mokbel, K. 2004. Elevated Cyclooxygenase -2 Expression Correlates with Distant Metastases in Breast Cancer, J Cancer Research, 24:2349-2352.AR
CH ARTICOpen Access Rosen, P.P. 2009. Invasive Duct Carcinoma: Assessment of Prognosis, Morphologic Prognostic Markers, and Tumor Growth Rate. in: Rosen’s
70
Breast Pathology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins: p. 359-397. Sihto, H., Lundin, J., Lundin, M., Lehtimaki, T., Ristimaki, A., Hilli, K., et al. 2011. Breast Cancer Biological Subtypes and Protein Expression Predict for the Preferential Distant Metastasis Sites: a Nationwide Cohort Study. J Breast Cancer, 13:1-11. Sobolewski, C., Cerella, C., Dicato, M., Ghibelli, L., Diederich, M. 2010. The Role of Cyclooxygenase -2 in Cell Proliferation and Cell Death in Human Malignancies. J Cell Biology, 1-21. Suvarchala, S.B; Nageswararao,R. 2011. Carcinoma Breast-Histopathological And Hormone Receptors Correlation. J Biosci Tech, 2:340-348. Surowiak, P., Materna, V., Matkowski, R., Kornafel, J., Wojnar, A., Pudelko, M., et al. 2005. Relationship between the Expression of Cyclooxygenase 2 and MDR1/P-Glycoprotein in Invasive Breast Cancers and their Prognostic Significance. J Breast Cancer, 7: 862-870. Stasinopoulos, I., Mori, N., Bhujwalla, Z.M. 2008. The Malignant Phenotype of Breast Cancer Cells Is Reduced by COX-2 Silencing. BMC Cancer, 10:11631169. Shim, V., Gauthier, M.L., Sudilovsky, D., Mantei, K., Chew, K.L., Moore, D.H., et al. 2003. Cylooxygenase-2 Expression is Related to Nuclear Grade in Ductal Carcinoma in Situ and is Increase in its Normal Adjacent Epithelium. J Cancer Res, 63:2347-2350. Tavassoli, F.A., Eusebi, V. 2009. Staging of Breast Carcinoma and Prognostic and Predictive Indicators. in: Sillverberg SG (Ed). Tumors of the Mammary Gland-AFIP Atlas of Tumor Pathology, Series 4. Washington: AFIP : p. 123148. Takeshita, E., Osanai, T., Higuchi, T., Soumaoro, L.T., Sugihar, K. 2005. Elevated Cyclooxygenase -2 Expression is Associated with Histological Grade in Invasive Ductal Breast Carcinoma. J Med Dent Sci, 42: 189-193.
71
Visscher, D.W., Pankratz, V.S., Santisteban, M., Reynolds, C., Ristimaki, A., Vierkant, R.A., et al. 2008. Association between Cyclooxygenase -2 Expression in Atypical Hyperplasia and Risk of Breast Cancer. jnci Oxford Journals, 100:420-427. Zhao, Y.S., Zhu, S., Li, X.W., Wang, F., Hu, F.A., Li, D, D.A., et al. 2008. Association between NSAIDs use and Breast Cancer risk: a Systematic Review and Meta-Analysis. Springer Science+Business Media, 10:1-8.
72
Lampiran 1 Formulir sediaan PA untuk pemeriksaan IHK COX-2 dan ER karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
No PA
Nama
Umur
Jenis operasi
Dx klinis
Dx PA
Grading
73
Lampiran 2 Hasil pemeriksaan karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik berdasarkan Grading, IHK COX-2 dan ER
No sediaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
IDC NOS Grade
Hasil pulasan IHK COX-2
Hasil pulasan IHK ER
74
Lampiran 3 Hasil pemeriksaan IHK COX-2 pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik
Ekspresi cox-2
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
NO Sediaan 0083/PP/11 0253/PP/11 0700/PP/11 0813/PP/11 0836/PP/11 0848/PP/11 0989/PP/11 1003/PP/11 1073/PP/11 1086/PP/11 1270/PP/11 1283/PP/11 1300/PP/11 1328/PP/11 1697/PP/11 1764/PP/11 2390/PP/11 2438/PP/11 2440/PP/11 2547/PP/11 3166/PP/11 3220/PP/11 4572/PP/11 4769/PP/11 0023/PP/12 0108/PP/12 0441/PP/12 0462/PP/12 0648/PP/12 0699/PP/12 0791/PP/12 1261/PP/12 1341/PP/12 1372/PP/12 1472/PP/12 1633/PP/12 1651/PP/12 1661/PP/12
IDC Grade 3 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 3 2 2 3 2 2 1 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2
Score 0
1
2
Intensitas 3
0
4 4
0
1
2
3 3
0 3 3
1 2
1
1
0
0 3
3 3
2 0
0 2
1 1 1
1 3 3 0
2 0
3 0
1 0
3 0 0
3 0 0
2
1
0
0 1
2
0
0 2
1 3
0
3 0
2
2
0
0 2
1
0
0 3
2 0
0 2
3
0
0 2
3 3
3 0
0 1
1
Total
Keterangan
7 0 4 5 2 0 6 5 0 3 2 4 5 0 4 0 6 0 0 3 0 3 0 3 6 0 4 0 3 0 5 0 5 0 5 6 0 2
Positif Negatif Positif Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif Negatif Negatif
75
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
1734/PP/12 1761/PP/12 1772/PP/12 1798/PP/12 1858/PP/12 1889/PP/12 1921/PP/12 2140/PP/12 2191/PP/12 2263/PP/12 2387/PP/12 2535/PP/12 2549/PP/12 2629/PP/12 2832/PP/12 2871/PP/12 2875/PP/12 3014/PP/12 3066/PP/12 3149/PP/12 3235/PP/12 3816/PP/12
3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 1 2 3 2 3 3
3
3
2
1 1 1
1 2 3
3
0
0 4 4
3 3 3
3 0
0 1
3
0
0 1
2
0 0
0 0 2
2 3
0
3 0
3 0
1 0
3 0
3 0
6 3 2 3 6 0 7 7 6 0 4 0 3 0 0 4 6 0 4 0 6 0
Positif Positif Negatif Positif Positif Negatif Positif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif Negatif Positif Positif Negatif Positif Negatif Positif Negatif
Keterangan : Ekspresi COX-2 diberi skor 0(< 6%), +1(6-25%), +2 (26-50%), dan +3(51-75%) dan +4 (76-100%) dari seluruh sel-sel tumor. Intensitas pengecatan diberi skor 0 ( negatif), 1 (lemah), 2 (sedang) dan 3 (kuat ). Jumlah skor dari sel tumor yang tercat dan intensitas warna pengecatan antara 0 sampai 7. Untuk menyimpulkan hasil dari pengecatan IHK COX-2 yaitu skor dengan jumlah lebih dari atau sama dengan tiga (≥3) dianggap positif, sedangkan skor kurang dari tiga dianggap negatif.
76
Lampiran 4 Hasil pemeriksaan IHK ER pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik
UMUR (Thn)
ALAMAT
IDC GRADE
NO PA
NAMA
1
0083/PP/11 0253/PP/11
Ni Md Suratni Hadijah
50 39
Denpasar Lombok
3 2
- (negatif) + sedang Pada 75% luas tumor
3 4 5
0700/PP/11 0813/PP/11 0836/PP/11
Wyn Sujati Wyn Ranih Md Seleber
37 54 57
Badung Bangli Gianyar
3 2 3
6
0848/PP/11
Ayu Dwiyoni
51
Denpasar
2
7 8 9 10 11
0989/PP/11 1003/PP/11 1073/PP/11 1086/PP/11 1270/PP/11
Kt Deariani Ni NYm Rati Cok Istri Wyn Suci Sumarni
53 38 33 41 46
Singaraja Karangasem Gianyar Denpasar Lombok
2 3 3 2 2
12 13
1283/PP/11 1300/PP/11
53 41
Lombok Bangli
3 2
14
1328/PP/11
Magdalena Dw Ayu Suartini Minawarni IQ
- (negatif) - (negatif) + Ringan pada 50% tumor +sedang pada 20% tumor - (negatif) - (negatif) - (negatif) - (negatif) + ringan pada 50% tumor - (negatif) - (negatif)
79
Lombok
2
15 16
1697/PP/11 1764/PP/11
70 44
Kelungkung Denpasar
3 2
17
2390/PP/11
Md Takir Ni Md Ambarawati Ayu Asriani
46
Denpasar
2
18 19 20 21 22
2438/PP/11 2440/PP/11 2547/PP/11 3166/PP/11 3220/PP/11
AA Meirayani Rubiasih Wyn Ratin Kt Korni Md Supartini
47 49 48 54 55
Tabanan Denpasar Bangli Badung Singaraja
1 2 3 3 3
23 24 25
4572/PP/11 4769/PP/11 0023/PP/12
Md Westri Ni Centong Ni Wyn Warni
44 50 35
Tabanan Gianyar Gianyar
2 2 2
26 27 28 29
0108/PP/12 0441/PP/12 0462/PP/12 0648/PP/12
Ni Md Rosina Kt Keni Ni Wyn Karni Susilowati
52 37 59 64
Denpasar Kelungkung Tabanan Badung
3 3 3 2
30
0699/PP/12
Midahwati
38
Lombok
2
31
0791/PP/12
Ni Md
47
Denpasar
2
NO
IHK ER
+ sedang pada 70% tumor - (negatif) +1 ringan pada 50% tumor + sedang pada 45%tumor - (negatif) - (negatif) - (negatif) - (negatif) + kuat pada 80% tumor - (negatif) - (negatif) +kuat pada 60% tumor - (negatif) +kuat pada 80% +kuat pada 80% +ringan pada 10% tumor +sedang pada 50 % +sedang pada
77
32
1261/PP/12
33
1341/PP/12
Budiasih Mariani Ni Made Nym Sri
34
1372/PP/12
35
28
Karangasem
2
45
Gianyar
3
Nym Wati
37
Karangasem
3
1472/PP/12
Sumiati Inaq
56
Lombok
3
36
1633/PP/12
Inaq Nuryani
43
Lombok
2
37
1651/PP/12
Sang Ayu Puspa
52
Badung
3
38
1661/PP/12
Sela
55
Lombok
2
39 40
1734/PP/12 1761/PP/12
Ni Pt Esrter Kt Santiani
41 46
Kelungkung Badung
3 3
41 42
1772/PP/12 1798/PP/12
Ni Wyn Warti Ni Kt Werni
46 35
Badung Karangasem
1 3
43
1858/PP/12
42
Karangasem
3
44
1889/PP/12
40
Bangli
3
45
1921/PP/12
MdAyu Mediati Ni Wyn Mudiani Ni Nym Warti
43
Bangli
3
46 47 48
2140/PP/12 2191/PP/12 2263/PP/12
53 48 52
Kelungkung Lombok Denpasar
3 3 3
49 50
2387/PP/12 2535/PP/12
62 56
Denpasar Denpasar
3 1
51 52
2549/PP/12 2629/PP/12
33 68
Kelungkung Karangasem
3 3
53 54
2832/PP/12 2871/PP/12
70 42
Gianyar Denpasar
2 3
43
karangasem
1
36
Tabanan
2
71
Karangasem
3
Ni Kt Toya DRA Istihora Nengah Ariasih Pt Indriati Ayu Lindayani Pt eka Warsi Gst Ayu Suciati Wayan Lenci Sudani Ni
70% +kuat pada 40% tumor +kuat pada 50% tumor - (negatif) +kuat pada 90% tumor +kuat pada 40% tumor +kuat pada 80% tumor +sedang pada 40% tumor - (negatif) +ringan pada 15% tumor - (negatif) +sedang pada 30% tumor +kuat pada 40% tumor +sedang pada 80% tumor - (negatif)
- (negatif) +ringan pada 60% +kuat pada 70% tumor - (negatif) +kuat pada 70% tumor - (negatif) - (negatif) -
(negatif) (negatif)
Made 55
2875/PP/12
56
3014/PP/12
57
3066/PP/12
Gusti Kt Mirah Eleonora Rosuati Tholense Ni Kt Dangin
+kuat pada 60% tumor + kuat pada 60% tumor
58
3149/PP/12
Ni Wyn Sitep
50
Kelungkung
2
+ kuat pada 70 % tumor - (negatif)
59
3235/PP/12
Jublina Salukh
58
Denpasar
3
+kuat pd 50%
78
60
3816/PP/12
Talmi
61
Jemberana
3
tumor + ringan pada 12% tumor
Keterangan : Ekspresi sel yang mengekspresikan ER akan tampak berwarna coklat pada inti sel ganas. Penilaian ekspresi ER dibuat berdasarkan laporan standar Patologi tahun 2010 dan dikatakan positif apabila sama atau lebih dari 1 % sel tumor ganas invasif terpulas pada inti, dengan intensitas lemah, sedang dan kuat.
79
Lampiran 5
Analisa data hasil pemeriksaan IHK COX-2 dan derajat diferensiasi tumor pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik
cox2 * grade Crosstabulation Grade low grade cox2
negatif
Count Expected Count
positif
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
high grade
Total
16
11
27
12.2
14.8
27.0
11
22
33
14.8
18.2
33.0
27
33
60
27.0
33.0
60.0
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
4.033a
1
.045
Continuity Correction
3.053
1
.081
Likelihood Ratio
4.068
1
.044
Pearson Chi-Square b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
3.966
b
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1-sided)
.068
.040
.046
60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,15. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for cox2 (negatif / positif) For cohort grade = low grade For cohort grade = high grade N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
2.909
1.013
8.355
1.778 .611
1.000 .365
3.159 1.023
60
80
Lampiran 6 Analisa data hasil pemeriksaan IHK ER dan derajat diferensiasi tumor pasien karsinoma payudara duktal invasif tipe tidak spesifik
ER * grade Crosstabulation Grade
ER
Positif
low grade
high grade
Total
11
17
28
12.6
15.4
28.0
Count Expected Count
Negative Count Expected Count Total
Count Expected Count
16
16
32
14.4
17.6
32.0
27
33
60
27.0
33.0
60.0
Chi-Square Tests Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
.693
a
1
.405
Continuity Correction
.327
1
.567
Likelihood Ratio
.695
1
.405
Pearson Chi-Square b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.681
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1-sided)
.446
.284
.409
60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval
Odds Ratio for ER (positif / negatif) For cohort grade = low grade For cohort grade = high grade N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
.647
.232
1.808
.786
.442
1.398
1.214
.769
1.918
60
81
Lampiran 7 Analisa data hasil pemeriksaan IHK COX-2 dan ER pasien karsinoma payudara duktal
invasif tipe tidak spesifik cox2 * ER Crosstabulation ER
cox2
Negative Count Expected Count Positif
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Positif
Negative
Total
11
16
27
12.6
14.4
27.0
17
16
33
15.4
17.6
33.0
28
32
60
28.0
32.0
60.0
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig.
sided)
(1-sided)
.446
.284
Value
df
sided)
.693
a
1
.405
Continuity Correction
.327
1
.567
Likelihood Ratio
.695
1
.405
Pearson Chi-Square b
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.681
1
.409
60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,60. b. Computed only for a 2x2 table
82
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
.647
.232
1.808
For cohort ER = positif
.791
.451
1.388
For cohort ER = negative
1.222
.763
1.957
Odds Ratio for cox2 (negatif / positif)
N of Valid Cases
60