26
BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB JUAL BELI TANAH PERTANIAN MASIH DILAKSANAKAN BERDASARKAN HUKUM ADAT PADA MASYARAKAT KECAMATAN ULUAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1.
Sejarah Singkat Kabupaten Toba Samosir51 Kabupaten Toba Samosir dimekarkan dari Kabupaten Daerah Tingkat
II Tapanuli Utara setelah menjalani waktu yang cukup lama dan melewati berbagai proses, pada akhirnya terwujud menjadi kabupaten baru dengan Undang- undang No. 12 Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten DATI II Toba Samosir dan Kabupaten DATI II Mandailing Natal di Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 bertempat di Kantor Gubernur Sumatera Utara oleh Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid atas nama Presiden Republik Indonesia sekaligus melantik Drs. Sahala Tampubolon selaku Penjabat Bupati Toba Samosir. Pada saat itu, sebagai Sekretaris Daerah Kabupaten adalah Drs. Parlindungan Simbolon. Pada
awal
pembentukannya, kabupaten ini
terdiri
atas
13
(tiga
belas) kecamatan, 5 (lima) kecamatan pembantu, 281 desa dan 19 kelurahan, dengan batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun; - Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu;
51
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Toba_Samosir#Sejarah_Singkat_Kabupaten_Toba_ Samosir, diakses pada tanggal 1 Agustus 2013.
26
27
- Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara; - Sebelah Barat : Kabupaten Dairi; Seiring dengan perjalanan pemerintahan jumlah kecamatan di Kabupaten Toba Samosir ini mengalami perubahan secara bertahap. Pada awal tahun 2002 dibentuk 5 kecamatan baru yakni pendefinitifan 4 (empat) kecamatan pembantu menjadi 4 (empat) kecamatan defenitif dan pembentukan 1 (satu) kecamatan baru. Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Ajibata, Kecamatan Pintu Pohan Meranti, Kecamatan Uluan, Kecamatan Ronggur Ni Huta dan Pembentukan Kecamatan Borbor yang dimekarkan dari Kecamatan Habinsaran. Kondisi pemekaran kecamatan berlanjut hingga pada akhir tahun 2002, dimana adanya aspirasi masyarakat yang cukup kuat dalam menyuarakan pemekaran Kecamatan Harian menjadi 2 (dua) kecamatan yakni Kecamatan Harian dan Kecamatan Sitiotio sebagai kecamatan pemekaran baru. Kuatnya aspirasi pembentukan kecamatan ini disikapi dengan baik oleh Pemerintah Kabupaten Toba Samosir karena didukung fakta-fakta permasalahan di masyarakat baik kondisi geografis wilayah dan lain sebagainya, hingga akhirnya Pemerintah Kabupaten Toba Samosir menetapkan Keputusan Bupati Toba Samosir tentang Pembentukan Kecamatan Sitiotio mendahului Peraturan Daerah, setelah mendapatkan izin prinsip dari DPRD Kabupaten Toba Samosir pada tahun 2002. Keputusan Bupati ini dikuatkan dengan penetapan Peraturan Daerah
No.
13 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kecamatan Sitiotio di Kabupaten Toba Samosir. Perkembangan dan pembentukan wilayah tidak sampai disini saja,
28
perubahan-perubahan lain semakin banyak terjadi seperti issu pemekaran kembali Kabupaten Toba Samosir menjadi 2 (dua) kabupaten. Issu ini berkembang seiring dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berkembang pada saat itu. Perkembangan
kondisi
sosial,
ekonomi,
dan
politik
dimasyarakat
menginginkan Kabupaten Toba Samosir dimekarkan kembali menjadi Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir (meliputi seluruh kecamatan yang ada di Pulau Samosir dan sebagian pinggiran Danau Toba di Daratan Pulau Sumatera) dengan tujuan untuk mempercepat pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Aspirasi yang berkembang di masyarakat ini tidak menunggu waktu yang begitu lama, hingga pada tahun 2003 Kabupaten Toba Samosir dimekarkan menjadi Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Samosir yang ditetapkan dengan Undangundang No. 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara dan diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004. Sejak peresmian ini, wilayah Kabupaten Toba Samosir berkurang karena seluruh wilayah kecamatan yang ada di Pulau Samosir dan sekitarnya sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tersebut masuk menjadi Kabupaten Samosir. Sejak tanggal 7 Janurai 2004, Kabupaten Toba Samosir dari 20 kecamatan, 281 desa dan 19 kelurahan mengalami perubahan baik jumlah kecamatan, desa dan kelurahan, jumlah penduduk, luas wilayah, dan batas-batas wilayah secara signifikan
29
yakni menjadi 11 kecamatan 179 desa dan 13 kelurahan. Sedangkan Kabupaten Samosir terdiri dari 9 kecamatan, 102 desa dan 6 kelurahan. Pemekaran wilayah selanjutnya terjadi pada Kecamatan Silaen dengan melahirkan Kecamatan Sigumpar sesuai Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004. Banyak alasan yang mempengaruhi terjadinya pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten Toba Samosir, antara lain : kondisi luas wilayah, jarak ke ibukota kabupaten, letak geografis, dikaitkan juga dengan kondisi ketertinggalan dan dorongan keinginan serta tuntutan masyarakat itu sendiri. Ada beberapa hal yang memperlihatkan kuatnya keinginan dan aspirasi masyarakat untuk maju, antara lain terlihat pada masyarakat Kecamatan Borbor dimana permintaan pemekaran diikuti dengan penyerahan lahan lokasi perkantoran dan penyediaan sarana gedung kantor kecamatan baru secara swadaya oleh masyarakat. Kondisi ini dinilai pemerintah sebagai bukti kesungguhan masyarakat yang mendambakan wilayahnya dimekarkan menjadi kecamatan baru. Pada tahun 2006 Pemerintah Kabupaten Toba Samosir melaksanakan pemekaran kecamatan. Dari 11 kecamatan, dimekarkan kecamatan baru yakni Kecamatan Tampahan pemekaran dari Kecamatan Balige, Kecamatan Siantar Narumonda pemekaran dari Kecamatan Porsea, dan Kecamatan Nassau pemekaran dari Kecamatan Habinsaran. Pemekaran ketiga kecamatan baru tersebut ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Toba Samosir No. 17 Tahun 2006 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Narumonda, Kecamatan Nassau, Kecamatan Tampahan.
30
Pada tahun 2008 juga terjadi pemekaran kecamatan karena tingginya aspirasi masyarakat dalam pemerataan pembangunan. Adapun kecamatan yang dimekarkan adalah Kecamatan Parmaksian pemekaran dari Kecamatan Porsea dan Kecamatan Bonatua Lunasi pemekaran dari Kecamatan Lumbanjulu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kecamatan Parmaksian dan Kecamatan Bonatua Lunasi Kabupaten Toba Samosir. Pada tahun 2008 juga telah dilakukan pemekaran desa sebanyak 24 (dua puluh empat) desa. Pada tahun 2009 telah ditetapkan pembentukan 28 (dua puluh delapan) desa, sehingga pada saat ini wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 16 (enam belas) kecamatan, 13 (tiga belas) kelurahan dan 231 (dua ratus tiga puluh satu) desa. Sehingga batas wilayah administrasi Kabupaten Toba Samosir mengalami perubahan menjadi yaitu sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun; - Sebelah Timur : Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu; - Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan; - Sebelah Barat : Kabupaten Samosir dan Danau Toba. Penduduk asli Kabupaten Toba Samosir adalah suku Batak Toba. Batak Toba merupakan sub suku Bangsa batak. Suku Batak Toba mendiami ke 16 kecamatan di Toba Samosir yaitu Ajibata, Balige, Bor Bor, Habinsaran, Lagu Boti, Lumban Julu,
31
Nassau, Pintu Pohan Meranti, Porsea, Siantar Narumonda, Sigumpar, Silaen, Tampahan, Uluan, Parmaksian dan Bonatua Lunasi.52 Budaya masyarakat Batak Toba menganut sistem patrilineal (sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak nenek moyang laki-laki53). Sistem ini dibangun berdasarkan silsilah atau keturunan marga yang menghubungkan kekerabatan dalam garis laki-laki. Sistem marga mengimplikasikan bahwa setiap kelompok orang yang memiliki asal geonologis yang sama seperti tempat tinggal atau pemukiman yang sama. Marga pada suku bangsa Batak Toba ialah marga-marga pada suku bangsa Batak yang berkampung halaman (marbona pasogit) di daerah Toba.54 2. Keterangan Singkat Lokasi Penelitian Kecamatan Uluan adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir. Uluan dalam bahasa batak disebut pemimpin.55 Kantor Kecamatan Uluan ini berkedudukan di Sihubak-hubak Desa Lumban Binanga, dengan batas-batas daerah56 sebelah utara Bonatua Lonasi, sebelah selatan Danau Toba, sebelah barat Danau Toba dan sebelah timur Kecamatan Porsea. Sedangkan jarak Kantor Camat Kecamatan Uluan ke Kantor Bupati di Ibukota Kabupaten Toba Samosir adalah ± 31 Km. 52 Pokja Sanitasi Kabupaten Toba Samosir, 2010, Buku Putih Sanitasi Kabupaten Toba Samosir, Halaman 118. 53 Eman Suparman, 2011, Hukum Waris Indonesia dalam Perpektif Islam, Adat, dan BW, Refika Aditama, Halaman 41. 54 Pokja Sanitasi Kabupaten Toba Samosir,Op.Cit,. 55 http://tanobatak.wordpress.com/2009/01/04/siregar-potensi-wisata-yang-terpendam, tulisan Monang Naipospos, dikutip Rabu, 17 Juli 2013. 56 http://tobasamosirkab.bps.go.id/digilib/pub/y13/kcda081/Kecamatan Uluan dalam Angka 2013 oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Toba Samosir, diakses, Rabu, Tanggal 06 Nopember 2013.
32
Dalam asal usulnya tanah di Kecamatan Uluan Toba Samosir adalah tanah berbukit-bukit yang ditumbuhi baik semak belukar maupun pohon-pohon besar. Kemudian tanah tersebut dikuasai dan diusahai dengan cara membuka lahan baik untuk lahan pertanian maupun untuk tempat tinggal, oleh beberapa orang keturunan dari si Raja Batak seperti yang bernama Raja Dolok Saribu, Raja Hasibuan, Raja Manurung, Raja Sitorus, Raja Butar-butar Raja Sirait dan Raja Siregar, Raja Nadapdap. Desa-desa di Kecamatan Uluan yang terdiri dari dusun-dusun yang disebut huta (perkampungan) yang masih tetap dilestarikan seperti Dusun Marom Timur, Huta Lumban Toruan, Sosor Binanga dan lain-lain. Huta berbentuk segi empat dikelilingi oleh bambu atau pohon-pohon besar seperti pohon Hariara (Ara). Di dalam huta ini terdapat 14 (empat belas) rumah (tempat tinggal warga masyarakat) yang saling berhadap-hadapan dengan membentuk barisan 7 (tujuh) sebelah kiri dan 7 (tujuh) sebelah kanan dan ditengahnya halaman digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara adat seperti upacara perkawinan dan upacara kematian serta digunakan juga sebagai tempat menjemur hasil pertanian seperti padi, kopi, dll. Warga masyarakat Kecamatan Uluan ini masih terus memelihara nilai-nilai kebudayaan suku Batak Toba seperti penggunaan bahasa Batak Toba sebagai komunikasi sehari-hari, pelaksanaan upacara adat Batak Toba seperti upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Dalam sejarah penjajahan Belanda tanah di Uluan merupakan daerah keresidenan bentukan Gubernemen Belanda sekitar 1927-1930 sebagai upaya untuk
33
mempermudah pemerintah Belanda melakukan pengawasan Peradilan Bumi Putra.57 Saat ini Kecamatan Uluan dipimpin oleh seorang Camat yang diangkat serta diberhentikan oleh Bupati Toba Samosir atas usulan Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir. Pengangkatan Camat Uluan oleh Bupati Toba Samosir atas usulan Sekretaris Daerah Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Pasal 24 Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2008 tentang Kecamatan yaitu Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kecamatan Uluan terdiri dari 17 desa. Masing-masing desa dipimpin oleh Pemerintah Daerah yang terdiri atas Kepala Desa dan Perangkat Desa. Kepala Desa di Kecamatan Uluan dipilih secara langsung oleh dan dari warga masyarakat secara demokratis melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu periode. Sedangkan Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa (selanjutnya disebut Sekdes) dan Perangkat Desa lainnya. Masingmasing Sekdes di Kecamatan Uluan adalah Pegawai Negeri Sipil yang SK pengangkatannya diserahkan oleh Bupati Toba Samosir atas penetapan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
57
Juni 2013.
Wawancara dengan Pengetua Adat Desa Marom Pdt.W.J.Sirait, di Desa Marom, Jumat, 21
34
Pemilihan Kepala Desa oleh dan dari warga masyarakat sebagaimana disebut di atas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Uluan ini adalah mayoritas bertani (padi), selaian itu berladang (seperti ubi, jagung, coklat, kemiri, cabe, kopi, jahe, sayur-mayur), beternak (seperti kerbau, babi, ayam, bebek), nelayan, wiraswasta, berdagang, PNS, BUMN, Pensiunan. Sedangkan tingkat pendidikan penduduk adalah rata-rata SMU atau setingkat dengan itu seperti SMK/STM. Selanjutnya luas wilayah Kecamatan Uluan adalah 109,0 km² sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini. Tabel I : Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2012 (Ha) Nama Desa/Kelurahan No.
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17
1 Siregar Aek Nalas Sigaol Barat Sigaol Timur Marom Sibuntuon Dolok Saribu Janji Matogu Partor Janji Matogu Parbagasan Janji Matogu Partoruan Janji Matogu Parhabinsaran J. Matogu Luban Binanga Lumban Holbung Lumban Nabolon Dolok Nagodang Parik Dolok Saribu Lbn Nabolon Sampuara Jumlah
Jumlah
Jenis Pengunaan Tanah Tanah Sawah 2 20 25 30 220 140 30 42 48 70 75 120 110 100 120 50 60 50 1310
Tanah Kering 3 46 18 35 185 14 12 43 18 16 25 18 5 17 68 22 20 70 632
Bangunan/ Pekarangan 4 118 161 10 41 26 5 18 10 12 13 10 30 30 50 77 10 41 602
Sumber : Mantri Pertanian Kecamatan Uluan.
Lainnya 5 16 146 275 1654 470 303 247 524 502 387 252 255 253 362 1211 260 1230 8356
6 200 350 350 2100 650 350 350 600 600 500 400 400 400 600 1300 350 1400 10900
35
Kecamatan Uluan terdiri dari 17 (tujuh belas) desa, maka yang menjadi lokasi penelitian diambil 5 (lima) Desa. 1.
Desa Marom Desa Marom adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Kabupaten Toba
Samosir dengan letak daerah berbatasan dengan : sebelah selatan Desa Sigaol Timur, sebelah utara Desa Sibuntuon, sebelah Barat Danau Toba dan sebelah Danau Toba, Jarak desa ke Kantor Camat kira-kira 6 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Marom adalah tanah yang dikuasai oleh keturunan Raja Mangatur dari Raja Nairasaon yang bernama Raja Sabungan ButarButar, Raja Namanjobi Sirait, Raja Parhondor Sirait dan Raja Guguan Sirait.58 Pengusaan tanah tersebut dengan kesepakatan bersama keempat Raja tersebut di atas. Setelah mendapat tanah bagian masing-masing kemudian membuka perkampungan (huta) sebagai tempat tinggal dan mengusahai lahan tersebut menjadi lahan pertanian serta mengerjakannya secara terus-menerus hingga menjadi hak milik. Hak milik tersebut berlangsung secara turun temurun melalui pewarisan atau hibah. Seiring perkembangan jaman dan keluarnya UUPA status tanah tersebut sekarang disebut dengan tanah hak milik adat. Dilihat pada tabel I di atas, Desa Marom memiliki luas tanah sawah dan tanah kering terluas di Kecamatan Uluan yaitu tanah sawah dengan 220 ha dan tanah kering dengan luas 185 ha.
58
2013.
Wawancara dengan Kepala Desa Marom Wimar Sirait, di Desa Marom, Kamis, 20 Juni
36
2.
Desa Sibuntuon Desa Sibunton adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan, dengan batas-batas
: sebelah selatan Desa Marom, sebelah utara Desa Partor Janji Matogu dan Desa Dolok Saribu Janji Matogu, sebelah Desa Parik dan sebelah Timur Danau Toba. Jarak Desa ke Kantor Camat kira-kira 5 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Sibuntuon adalah tanah yang dikuasai oleh keturunan Raja Mangarerak dari Raja Nairasaon bernama Tuan Ria Manurung.59 Penguasaan tanah tersebut dengan cara membuka lahan pertanian dan mendirikan perkampungan (huta) hingga menjadi hak milik. Kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun melalui pewarisan atau hibah kepada pomparan atau keturunan Tuan Ria Manurung. Status tanah tersebut sekarang ini dikenal dengan tanah hak milik adat. Tanah hak milik adat ini terbagi dua yaitu untuk lahan pertanian disebut tanah hak milik perorangan dan tanah pengunungan yang dikenal dengan nama
Tano
Dolok Pangantoman disebut hak milik bersama (hak ulayat) milik pomparan (keturunan) Tuan Ria Manurung. Untuk lahan pertanian hak kepemilikan bisa dialihkan atau diperjualbelikan. Sedangkan tanah pengunungan (Tano Dolok Pangantoman) hak kepemilikannya tidak bisa dialihkan atau diperjualbelikan kepada siapapun termasuk menjadi tanah negara. Sebagaimana keluarnya Surat Keterangan Menteri Kehutanan (selanjutnya disebut SK Menhut) No. 44 Tahun 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di 59
Wawancara dengan Kepala Desa Sibuntuon Laurensius Manurung, Jumat, 21 Juni 2013.
37
Wilayah Propinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120 Ha (tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh hektar) bahwa lahan pengunungan (TanoDolok Pangantoman) ini oleh pemerintah dikategorikan sebagai lahan kosong dan termasuk dalam kawasan hutan. Namun warga masyarakat Desa Sibuntuon memprotes bahwa lahan pengunungan (TanoDolok Pangantoman) bukan lahan kosong karena sejak jaman dulu sebelum Belanda datang menjajah ke Uluan kira-kira tahun 1930 sudah di fungsikan sebagai tempat pengembalaan ternak kerbau dan pengambilan buah Arimonting yang merupakan mata pencaharian warga masyarakat terutama untuk keperluan biaya pendidikan dan sampai sekarang masih difungsikan. Dan akan terus dipertahankan.60 Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Sibuntuon memiliki luas tanah sawah seluas 140 ha dan tanah kering seluas 14 ha. 3. Desa Partoruan Janjimatogu Desa Partoruan Janji Matogu adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Toba Samosir dengan batas-batas : sebelah selatan Desa Sibuntuon, sebelah utara Desa Parbagasan Janji Matogu, sebelah Barat Desa Parhabinsaran Janji Matogu dan sebelah Timur Desa Parbagasan Janji Matogu. Jarak desa ke Kantor Camat kira-kira 2,5 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Partoruan Janjimatogu adalah tanah yang dikuasai dan diusahai kemudian menjadi hak milik oleh 2 (dua) orang yaitu bernama 60
Wawancara dengan Pengetua Adat Desa Marom W.J. Sirait dan Pengetua Adat Desa Sibuntuon, Op. Lentina Manurung, Di Desa Marom, Jumat, 21 Juni 2013.
38
Tuan Sogar Manurung (generasi ke-6 dari keturunan Raja Toga Manurung), dan Raja Hasibuan.61 Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun yaitu melalui pewarisan atau hibah kepada keturunan masing-masing. Seiring perkembangan jaman kebutuhan akan uang dan tanah semakin dibutuhkan hingga jual beli tanah pun terjadi baik secara jual gadai maupun secara Pate (jual lepas). Pelaksanaan jual beli tanah baik gadai maupun lepas dilakukan terhadap siapapun tidak memandang apakah itu merupakan keturunan si Raja Hasibuan maupun keturunan Tuan Sogar Manurung. Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Partoruan Janji Matogu memiliki luas tanah sawah seluas 70 ha dan tanah kering seluas 16 ha. 4. Desa Dolok Nagodang Desa Dolok Nagodang adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Toba Samosir dengan batas-batas : sebelah selatan Desa Parik, sebelah utara Desa Dolok Saribu Lumban Nabolon dan Desa Sampuara, sebelah Barat Desa Kecamatan Bonatua Lunasi dan sebelah Timur Desa Lumban Binanga dan desa Parbagasan Janji Matogu. Jarak desa ke Kantor Camat kira-kira 2 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Dolok Nagodang adalah tanah hutan belukar yang diusahai dan dikuasai kemudian menjadi hak milik oleh 5 (lima) orang62 yaitu bernama Raja Manurung Hutagaol (keturunan kedua Raja Toga Manurung) yang membuka perkampungan yaitu Huta Lumban Gala-gala, Raja Manurung Huta Gurgur (anak pertama Raja Toga manurung) yang membuka 4 (empat) perkampungan (huta) 61
Wawancara dengan Kepala Desa Partoruan Janjimatogu Bapak Maruli Manurung, di Desa Partoruan Janjimatogu, Minggu, 23 Juni 2013. 62 Wawancara dengan Kepala Desa Dolok Nagodang Binsar Manurung, di Desa Dolok Nagodang, Minggu, 23 Juni 2013.
39
yaitu Huta Lumban Tonga-tonga, Huta Lumban Padang, Huta Lumban Ginjang dan Huta Paraduan, Raja Sirait membuka perkampungan yang bernama Huta Lumban Silintong, Raja Hasibuan membuka perkampungan yaitu Huta Sosor Silobu, dan Nadapdap membuka perkampungan yaitu Huta Nasuksuk. Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun yaitu melalui pewarisan dan hibah (pemberian). Kelima Raja tersebut di atas dengan membuka perkampungan masing-masing menandakan bahwa tanah di sekitar perkampungan tersebut adalah hak miliknya dan akan berlangsung secara terus kepada keturunannya masing-masing baik melalui pewarisan maupun hibah (pemberian). Sampai sekarang tanah tersebut masih tetap dimiliki oleh keturunan ke lima raja tersebut di atas. Hal ini terbukti bahwa di desa ini tidak mengenal atau belum pernah melakukan jual beli pate (jual lepas), jual beli yang dilakukan adalah jual gadai itupun kepada keturunannya masing-masing. Artinya Keturunan masing-masing ke lima Raja tersebut di atas masih tetap mempertahankan hak milik leluhurnya masingmasing. Sebagai contoh tanah yang dimiliki keturunan dari si Raja Hasibuan tidak boleh disindorkan (digadaikan) kepada keturunan Si Raja Sitorus, demikian juga tanah keturunan manurung tidak boleh digadaikan kepada keturunan si Raja Nadapdap. Untuk pinjaman uang warga di Desa Dolok Nagodang lebih memilih menjaminkan tanah ke pada lembaga Bank.63
63
Wawancara dengan Kepala Desa Dolok Nagodang, Binsar Manurung, di Desa Dolok Nagodang, Minggu, 23 Juni 2013.
40
Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Dolok Nagodang memiliki luas tanah sawah seluas 120 ha dan tanah kering seluas 68 ha. 5. Desa Lumban Holbung Desa Lumban Holbung adalah salah satu desa di Kecamatan Uluan Toba Samosir dengan batas-batas : sebelah selatan Desa Lumban Binanga, sebelah utara Kecamatan Porsea, sebelah Barat Desa Dolok Saribu Lumban Nabolon dan sebelah timur Danau Toba. Jarak desa ke Kantor Kecamatan kira-kira 3 Km. Dalam sejarahnya tanah di Desa Lumban Holbung adalah tanah yang dikuasai dan diusahai kemudian menjadi hak milik oleh Raja Sulangon Sitorus (generasi ke-4 dari Raja Sitorus).64 Selanjutnya kepemilikan tanah tersebut berlangsung secara turun temurun yaitu melalui pewarisan kepada anak laki-laki dan pauseang (pemberian tanah kepada anak perempuan karena perkawinan). Di Desa Lumban Holbung sekarang ini sudah melakukan jual beli berupa jual lepas. Jual lepas (pate) di Desa Lumban Holbung dilaksanakan bukan hanya kepada keturunan Raja Sulangon Sitorus tetapi kepada siapapun warga Negara Indonesia.65 Dilihat pada tabel I tersebut di atas, Desa Lumban Holbung memiliki luas tanah sawah seluas 120 ha dan tanah kering seluas 68 ha. B. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Jual Beli Tanah Pertanian Masih Dilaksanakan Berdasarkan Hukum Adat pada Masyarakat Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir
64
Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013. 65 Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013.
41
Berdasarkan hasil penelitian di lokasi penelitian yaitu Desa Marom, Desa Sibuntuon, Desa Partoruan Janjimatogu, Desa Dolok Nagodang dan Desa Lumban Holbung Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir dengan wawancara kepada 20 (dua puluh) orang warga masyarakat, 5 (lima) orang Kepala Desa, 2 (dua) orang Pengetua Adat dan Sekretaris Camat Uluan atas rekomendasi Camat Uluan dan pihak BPN Kabupaten Toba Samosir bahwa jual beli dilakukan oleh kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tanpa dihadapan PPAT sebagaimana diharuskan oleh Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1.
Faktor Kebiasaan (tradisi) Sebelum Indonesia merdeka tahun 1945 dalam pelaksanaan peralihan tanah
oleh warga masyarakat di Kecamatan Uluan masih dilakukan secara lisan. Namun kira-kita tahun 1980-an berdasarkan peraturan negara jual gadai maupun jual lepas sudah dibuat secara tertulis yaitu dibuat dalam kertas segel yang ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi-saksi dan diketahui Kepala Desa. Pelaksanaan jual beli tersebut terus berlangsung dengan mengikuti peraturan bea meterai yang ada di Indonesia dari meterai teraan dalam surat segel, meterai tempel Rp. 1000, Rp. 2000, Rp. 3000 dan sekarang materai 6000 rupiah. Pelaksanaan tersebut dilakukan menurut 20 orang warga masyarakat sebagai responden mengatakan karena “proses pelaksanaannya mudah dan sederhana dengan biaya terjangkau”. Maksudnya pelaksanaan jual beli tersebut dapat diikuti atau
42
diterima dengan cara berpikir masyarakat yang masih sederhana, tidak membutuhkan waktu banyak dan biaya hanya untuk pembelian kertas dan materai saja. Sehingga hal ini diterima, ditaati dan dilakukan secara terus hingga menjadi suatu hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Demikian juga penjelasan Rajinus Sirait (selaku pembeli tanah) dan warga masyarakat Randianto Mangara Tua Manurung (selaku penjual dan selaku pembeli tanah),66 bahwa mereka telah mengetahui peraturan jual beli tanah yaitu berdasarkan akta jual beli yang harus dilakukan oleh/dihadapan PPAT atau akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan Notaris bagi tanah yang belum bersertipikat, namun pelaksanaan jual beli tanah pertanian dilakukan sesuai hukum adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 2.
Faktor Tidak Adanya PPAT/PPAT Sementara di Kecamatan Uluan Menurut Benson Sirait bahwa : warga masyarakat tidak melaksanakan
peralihan tanah berupa jual beli di hadapan PPAT salah satunya karena tidak adanya PPAT di Kecamatan Uluan.67 Di lokasi penelitian Camat atau Kepala Desa di Kecamatan Uluan hanya menjabat satu jabatan yaitu sebagai Camat dan sebagai Kepala Desa tidak ada merangkap jabatan PPAT. Sekcam Kecamatan Uluan Rajinus Sirait mengatakan bahwa : 66 Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013 dan wawancara dengan warga masyarakat Randianto M.T.Manurung, di Desa Sibuntuon, Rabu, 26 Juni 2013. 67 Wawancara dengan Sekretaris Desa Marom, Bapak Benson Sirait, di Desa Marom, Jumat, 21 Juni 2013.
43
Sebelum keluarnya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah bahwa Camat sempat merangkap sebagai PPAT. Namun setelah terjadi pemekaran Kabupaten Toba Samosir dari Kabupaten induk yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan berdirinya Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir tahun 2002 atau definitif tahun 2005, Camat tidak lagi sebagai PPAT.68 Selanjutnya mantan Camat Uluan (tahun 2006 s/d 2010) Muara Pakpahan mengatakan bahwa Camat atau Kepala Desa diangkat sebagai PPAT Sementara (PPATS) setelah mendapat pendidikan dari pihak BPN dan sejak berdirinya Kecamatan Uluan tidak ada pendidikan dari pihak BPN kepada Camat atau Kepala Desa sehingga Camat atau Kepala Desa tidak ada merangkap sebagai PPATS artinya Camat atau Kepala Desa tidak otomatis karena jabatannya dapat membuat akta peralihan tanah.69 Demikian Pasal 5 ayat (3) huruf (a) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang merupakan peraturan pelaksana dari pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan bahwa : Untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu, menteri dapat menunjuk Camat atau Kepala Desa untuk melayani pembuatan akta di daerah yang belum cukup terdapat PPAT, sebagai PPAT Sementara. Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tersebut di atas, PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk
68
Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013. 69 Wawancara dengan mantan Camat Uluan (2006 s/d 2010) Muara Pakpahan, di Desa Marom, Jumat, 21 Juni 2013.
44
suatu daerah kerja tertentu. Dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1 Tahun 1998, wewenang mengangkat dan memberhentikan Camat sebagai PPAT Sementara dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi.70 Selanjutnya dalam Peraturan Jabatan Pembuat Pejabat Akta Tanah tersebut di atas menyebutkan bahwa : Sebelum menjalankan jabatannya PPAT Sementara wajib mengangkat
sumpah
PPAT
di
hadapan
Kepala
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya di daerah PPAT yang bersangkutan (Pasal 15), dan wajib melapor kepada Kepala Kantor Pertanahan mengenai pengangkatannya sebagai PPAT, untuk keperluan pengangkatan sumpah jabatan (Pasal 16). PPAT Sementara yang belum mengucapkan sumpah jabatan dilarang menjalankan jabatannya sebagai PPAT. Dengan demikian tidak adanya PPATS di Kecamatan Uluan mengakibatkan warga masyarakat tidak ada melakukan jual beli di hadapan Camat atau Kepala Desa sebagai pejabat pemerintah yang berwenang membuat akta peralihan tanah berupa jual beli di daerah yang belum cukup PPAT. 3.
Faktor Tidak Adanya Penyuluhan Hukum Wawancara kepada 20 warga masyarakat sebagai responden bahwa warga
masyarakat belum memiliki pengetahuan terhadap fungsi dan wewenang PPAT sebagai pembuat akta dalam peralihan tanah termasuk jual beli. Hal ini dapat dilihat dalam tabel II di bawah ini. 70
Boedi Harsono, Op.Cit., Halaman 678.
45
Tabel II : Pengetahuan Warga Masyarakat terhadap Keberadaan PPAT No.
Nama Penjual/Pembeli
Umur
Pekerjaan
Alamat/ Desa
1. 2. 3. 4. 5. 6.
M. Butar-Butar M. Sirait B. Sirait A. Butar-Butar E. Br. Sirait R. M.T. Manurung
56 Tahun 35 Tahun 42 Tahun 56 Tahun 74 Tahun 30 Tahun
Marom Marom Marom Marom Sibuntuon Sibuntuon
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
R. Manurung B. Manurung R. Br. Manurung M. Manurung B. Aruan M. Manurung P. Nadapdap P. Nadapdap G. Sihotang G. Manurung P. Manurung E. Sitorus J. Sitorus G. Sitorus
37 Tahun 60 Tahun 43 Tahun 50 Tahun 29 Tahun 40 Tahun 36 Tahun 60 Tahun 54 Tahun 69 Tahun 53 Tahun 53 Tahun 45 Tahun 62 Tahun
Bertani Wiraswasta PNS Wiraswasta Bertani Tenaga Honorer Bertani PNS Bertani Bertani Bertani Bertani PNS Bertani Bertani Bertani Bertani Bertani Bertani Pegawai
Pelaksanaan Jual Beli di hadapan PPAT Tidak Tau Tidak Tau Mengetahui Tidak tau Tidak Tau Mengetahui
Sibuntuon Sibuntuon P. Janjimatogu P. Janjimatogu P.Janjimatogu P. Janjimatogu Dolok Nagodang Dolok Nagodang Dolok Nagodang Dolok Nagodang Lumban Holbung Lumban Holbung Lumban Holbung Lumban Holbung
Tidak tau Mengetahui Tidak tau Tidak Tau Tidak tau Tidak tau Mengetahui Tidak Tau Tidak Tau Tidak Tau Tidak tau Tidak Tau Tidak Tau Mengetahui
Dari tabel II tersebut di atas dapat dilihat bahwa warga masyarakat di lokasi penelitian mayoritas tidak mengenal PPAT. Adapun warga masyarakat yang mengetahui PPAT hanya 25 % (dua puluh lima persen). Mengetahui dalam hal ini bukan mengetahui tugas dan wewenang PPAT sebagai pembuat akta autentik mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Namun mengetahui dalam arti hanya mengenal dengan sebutan Notaris sebagai pembuat akta tanah di daerah perkotaan. Artinya warga masyarakat tidak mengetahui peraturan yang berlaku di Indonesia tentang jual-beli tanah harus dilakukan oleh/dihadapan PPAT.
46
Hal tersebut di atas disebabkan tidak adanya penyuluhan hukum oleh pihak pemerintah seperti pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau tidak ada informasi/perintah dari pihak BPN kepada Camat atau Kepala Desa agar warga masyarakat melakukan jual beli berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh/dihadapan PPAT atau akta otentik yang dibuat oleh/dihadapan Notaris bagi tanah yang belum terdaftar atau belum ada bukti haknya (sertipikat) seperti Akta Pelepasan Dengan Ganti Rugi atau Akta Pengikatan Jual Beli. Sekcam Kecamatan Uluan Rajinus Sirait, mengatakan bahwa71: Kantor Notaris/PPAT sudah ada 3 (tiga) di Kabupaten Toba Samosir dan berkedudukan di Balige. Namun bukan faktor minimnya jumlah Kantor Notaris/PPAT atau mahalnya biaya pembuatan akta jual beli oleh/dihadapan Notaris/PPAT serta jaraknya Kantor Notaris/PPAT yang cukup jauh, menyebabkan masyarakat masih melakukan jual beli tanah pertanian secara di bawah tangan. Selain faktor hukum adat atau kebiasaan juga salah satunya adalah ketidaktahuan masyarakat tentang peraturan tersebut. Sehingga kesadaran hukum bagi masyarakat untuk melakukan jual beli dihadapan PPAT tidak ada. Jika masyarakat sudah mengetahui tugas dan fungsi Notaris/PPAT, namun tetap melaksanakan jual beli di bawah tangan. Disini perlu diteliti lagi apakah karena faktor biaya pembuatan akta jual beli mahal atau karena tidak adanya Notaris/PPAT atau karena jarak Kantor Notaris/PPAT yang jauh ke Kabupaten (kira-kira 31 Km). 4.
Faktor Kepercayaan Pelaksanaan jual beli dilakukan oleh warga masyarakat tidak melibatkan
Kepala Desa adalah karena saling percaya satu sama lain. Menurut warga masyarakat keterlibatan Kepala Desa dalam jual beli tersebut apabila kepemilikan hak atas tanah 71
Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013.
47
tersebut tidak jelas. Misalnya kepemilikan hak atas tanah tersebut lagi berperkara atau pernah berperkara. Sedangkan menurut Sekretaris Desa Sibuntuon bahwa bagi masyarakat fungsi atau tugas Kepala Desa dalam bidang pertanahan hanya sebagai penyelesaian masalah atau pendamai perkara.72 Sehingga dalam melakukan jual beli tanah pertanian si pembeli maupun si penjual harus benar-benar mempercayai orang yang mau menjual atau membeli tanah tersebut. Artinya si pembeli mau membeli tanah orang yang benar-benar sudah dikenal atau dipercayai, bahwa tanah tersebut memang milik si penjual. Demikian dalam hal jual gadai si penggadai harus sudah mengenal atau mempercayai bahwa si penerima gadai pasti mengembalikan tanah gadai tersebut bila si penggadai sudah bisa menebusnya kembali. Selain tersebut di atas dalam hukum adat Batak Toba sendiri mengenal suatu umpasa (falsafah) yang selalu dipegang teguh oleh masyarakat yaitu Togu urat ni bulu toguan urat ni padang, togu hata ni uhum, toguan hatani padan (kuat pun akar bambu lebih kuat akar rumput, kuat aturan hukum namun lebih kuat aturan janji). Artinya warga masyarakat yang ada di Kecamatan Uluan khususnya di lokasi penelitian sangat memegang teguh suatu janji yang mereka lakukan baik janji tertulis maupun lisan. Dalam kenyataannya masyarakat sangat yakin bahwa seseorang yang mengingkari janji yang telah dibuat akan mendapat suatu bala (musibah).
72
Wawancara dengan Sekretaris Desa Sibuntuon, Bapak Forman Manurung, di Desa Sibuntuon, Jumat, 22 Juni 2013.
48
Dengan kepercayaan tersebut maka si penjual dan si pembeli yakin bahwa peralihan tanah tersebut tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. 5.
Faktor Kepemilikan Sertifikat Wawancara kepada 20 (dua puluh) orang sebagai responden di lokasi
penelitian semua mengatakan belum memiliki sertipikat sebagai bukti kepemilikan atas tanah pertanian yang dimiliki. Kepala Desa Dolok Nagodang Bapak Binsar Manurung mengatakan :73 Bahwa pada tahun 2010 pernah ada informasi pelaksaan Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) dari pemerintah (BPN) untuk pensertifikatan tanah-tanah di Desa Dolok Nagodang tetapi harus memenuhi syarat yaitu 500 (lima ratus) persil atau bidang, namun sampai sekarang hal tersebut tidak terlaksana, apa karena tidak terpenuhi persil tersebut?, informasi dari pihak BPN belum ada untuk kelanjutannya. Demikian juga keterangan Kepala Desa Partoruan Janjimatogu Bapak Maruli Manurung, informasi PRONA pernah ada dari pihak BPN tetapi sampai sekarang belum terlaksana dan belum ada informasi kelanjutannya.74 Selanjutnya Kepala Desa Lumban Holbung Bapak Maraden Sitorus mengatakan:75 Bahwa PRONA tidak terlaksanan di Desa Lumban Holbung karena sebelum dilakukan pengukuran terhadap tanah-tanah yang mau didaftar, pihak BPN mengatakan bahwa pendaftaran tanah-tanah tersebut adalah gratis atau tidak dipungut biaya. Setelah pengukuran dilakukan terhadap tanah-tanah warga masyarakat di Desa Lumban Holbung oleh pihak BPN kemudian memberitahukan bahwa untuk mendapatkan sertifikat atas tanah tersebut dikenakan biaya dari Rp. 73
Wawancara dengan Kepala Desa Dolok Nagodang Bapak Binsar Manurung, di Desa Dolok Nagodang, Minggu, 23 Juni 2013. 74 Wawancara dengan Kepala Desa Partoruan Janjimatogu Bapak Maruli Manurung, di Desa Partoruan Janjimatogu, Minggu, 23 Juni 2013. 75 Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Bapak Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013.
49
600.000,- (enam ratus ribu rupiah) sampai Rp. 800.000,- (delapan ratus ribu rupiahh) per satu sertipikat (sebidang tanah). Padahal tujuan penyelenggaraan PRONA adalah memberikan pelayanan pendaftaran tanah pertama kali dengan proses yang sederhana, mudah, cepat, dan murah dalam rangka percepatan pendaftaran tanah. Selain itu sumber anggaran PRONA adalah dari APBN yang dialokasikan dalam DIPA kantor pertanahan kabupaten maupun kota, pada Program Pengelolaan Pertanahan. Dengan cacatan bahwa :76 1.
2.
Dalam pelaksanaan kegiatan PRONA semua biaya: Biaya Pendaftaran, Biaya Pengukuran, Biaya Pemeriksaan Tanah adalah gratis (pemohon tidak dipungut biaya/bebas biaya, dengan ketentuan semua persyaratan sebagaimana tercantum di atas telah lengkap dan benar. Biaya yang timbul akibat dari persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana di atas menjadi tanggung jawab pemohon/peserta PRONA (tidak bebas biaya). Pemungutan biaya tersebut oleh Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN)
tersebut di atas membuat warga masyarakat di Desa Lumban Holbung, tidak ada yang setuju sehingga PRONA tersebut tidak terlaksana di Desa Lumban Holbung. Alasan tidak setujunya warga masyarakat adalah karena selain faktor biaya pendaftaran atau sertipikat mahal juga terhadap pengenaan biaya pembebanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setelah terbitnya sertipikat tersebut kemudian.77 Sedangkan di Desa Marom dan Desa Sibuntuon informasi mengenai PRONA dari pihak BPN ke desa tersebut tidak sampai. Sehingga warga masyarakat belum
76
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Pertanahan_Nasional, diakses, Rabu, 18 September 2013, pukul 20: 26 WIB. 77 Wawancara dengan Kepala Desa Lumban Holbung, Bapak Maraden Sitorus, di Desa Lumban Holbung, Sabtu, 22 Juni 2013.
50
mengerti benar arti pentingnya sertipikat yang berfungsi sebagai alat bukti hak atas tanah yang dimilikinya. Menurut Sekcam Kecamatan Uluan Rajinus Sirait bahwa masyarakat sudah mengetahui tentang sertifikat tanah, namun belum memilikinya, hal ini disebabkan karena tidak adanya kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya sertipikat tanah sebagai alat bukti hak atas kepemilikan tanah.78 Menurut warga masyarakat Randianto M.T. Manurung, bahwa : Apabila masyarakat telah memiliki sertifikat tanah kemungkinan besar akan timbul kesadaran masyarakat untuk melakukan jual beli dihadapan PPAT, contohnya di daerah kabupaten yaitu Balige, rata-rata penduduk telah mempunyai sertipikat tanah dan warga masyarakat dalam melakukan perbuatan hukum jual beli sudah banyak melakukannya di hadapan PPAT.79 Selanjutnya Riduan Pieter Siahaan A. Pthn mengatakan bahwa dalam pendaftaran tanah secara sistematis di Kabupaten Toba Samosir, terhadap pengukuran tanah pemungutan biaya dilakukan. Namun di Kecamatan Uluan PRONA tidak pernah dilaksanakan karena Uluan termasuk kawasan hutan berdasarkan SK Menhut No. 44 tahun 2005.80
78
Wawancara dengan Sekretaris Camat Uluan Rajinus Sirait, di Kantor Camat Uluan Desa Lumban Binanga, Senin, 17 Juni 2013. 79 Wawancara dengan warga masyarakat Randianto M.T.Manurung, di Desa Sibuntuon, Rabu, 26 Juni 2013. 80 Wawancara dengan Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Kabupaten Toba Samosir Bapak Riduan Pieter Siahaan A.Ptnh, di Kantor Pertanahan Kabupaten Toba Samosir, Jumat, 11 Oktober 2013.