BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dry ice merupakan karbon dioksida padat yang mempunyai beberapa kegunaan, diantaranya yaitu pengganti es batu sebagai pengawet pada industri perikanan, untuk membersihkan mesin di pabrik(dry ice blasting), serta sebagai bahan karbonasi pada industri minuman berkarbonasi.Pada industri perikanan, dry ice dipakai untuk mengawetkan hasil laut seperti ikan, udang, cumi, dan lainlain pada waktu penyimpanan maupun saat didistribusikan ke tempat lain. Keunggulan dry ice dibanding es batu adalah lebih dingin dan tidak membasahi bahan makanan karena langsung menyublim menjadi gas CO2. Sementara itu kebutuhan dry ice untuk membersihkan mesin pabrik (dry ice blasting) juga lumayan banyak, walaupun masih kalah jauh dengan kebutuhan dry ice untuk industri perikanan. Hal ini karena jumlah pabrik di Indonesia cukup banyak, namun proses pembersihan mesin hanya dilakukan satu tahun sekali. Sementara untuk industri minuman berkarbonasi, kebutuhan dry ice sebagai penyuplai CO2tidak terlalu banyak, hal ini karena konsentrasi CO 2 dalam minuman karbonasi cukup rendah. Kebutuhan dry ice dalam negeri meningkat setiap tahunnya, hal ini dapat dilihat dari grafik impor dry ice yang diambil dari BPS (Badan Pusat Statistik) yang mengalami peningkatan setiap tahunnya (gambar 1.1). Dry ice yang diproduksi di Indonesia sebagian besar merupakan hasil samping dari industri lain, misalnya Pupuk Sriwijaya, Petrokimia Gresik, dan lain-lain.
8,000 7,000 Jumlah (ton)
6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 1. 1 Grafik Impor Dry ice Karbondioksida banyak diproduksi dari reaksi pembakaran senyawa hidrokarbon (bahan bakar). Contohnya pembakaran bensin, solar, minyak tanah, serta batubara. Dari beberapa bahan bakar tersebut, batubara menjadi bahan yang paling layak untuk memproduksi dry ice. Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di dunia. Ekspor batubara tiap tahunnya merupakan yang tertinggi kedua setelah Australia. Harga batubara juga cukup ekonomis, yaitu sekitar US$72 (sumber : minerba.esdm, 2014). Dalam reaksi pembakaran batu bara tidak hanya dihasilkan karbon dioksida, namun juga energi panas yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik. Sehingga untuk pabrik dry ice, kebutuhan listrik pabrik dan perumahan karyawan dapat dipenuhi dari pembangkit listrik mandiri.
B. Tinjauan Pustaka Dalam pengolahan batubara menjadi dry ice, dilakukan beberapa tahapan proses,
antara
lainproduksigasCO2
daribatubara,
pemurnian
CO2 dan
pembentukan dry ice dari CO2 . Secara umum proses pembentukan CO2 dari batubara adalah melalui reaksi pembakaran/oksidasi. Selanjutnya dilakukan pemurnian CO2 hasil reaksi dengan cara absorbsi untuk memisahkan CO2 dari
gas lainnya. Kemudian tahap akhir yaitu pembuatan dry ice dengan mengubah CO2 gas mejadi padat. 1. Pembentukan gas CO2 Ada tiga proses pembakar an/oksidasi yang menghasilkan gas CO 2 dari batubara, antara lain pembakaran langsung (direct combustion), gasifikasi, dan pirolisis. Perbandingan dari ketiga proses pembentukan batubara tersebut dapat dilihat dari tabel 1.1. Dan berdasarkan tabel 1.1, proses yang dipilih dalam pembuatan dry ice adalah dengan cara pembakaran langsung (direct combustion) karena proses ini menghasilkan panas dan CO2 lebih banyak sehingga kebutuhan bahan baku utama, yakni CO2 dapat terpenuhi.
2. Pemurnian gas CO2 Proses pembakaran batubara dengan cara pembakaran langsung (direct combustion) tidak hanya menghasilkan CO2 yang merupakan bahan baku pembuatan dry ice, namun proses ini juga menghasilkan produk lain berupa gas H2O, NOx (NO2 lebih banyak terbentuk), SO2, serta abu. Proses selanjutnya yaitu pemisahan antara padatan dan gas. Padatan dan gas hasil pembakaran dapat dipisahkan menggunakan cyclone. Setelah gas hasil pembakaran dipisahkan dari padatan, selanjutnya gas yang mudah mengembun (H 2O) dipisahkan dari gas yang tidak mudah mengembun dengan cara kondensasi.
Tabel 1. 1 Data Perbandingan Proses Pembentukan Gas CO2 No.
Faktor
Pirolisis
Gasifikasi
Pembanding 1.
2.
Tujuan proses
Kebutuhan udara
Direct Combustion
Pembuatan arang
Tidak memerlukan
Pembentukan gas
Pembentukan
sintesis
Energi
Terbatas
Membutuhkan
udara
udara berlebih
3.
Sifat reaksi
Endotermis
Endotermis
Eksotermis
4.
Suhu Proses
230 - 700 0C
700 – 1400 0C
>1400 0C
5.
Produk yang
1. Padatan berupa
1. Padatan
1. Padatan
dihasilkan
arang
berupa arang
(dominan)
dan sedikit abu
2. Cair
2. Cair
3. Gas CO2, CH4,
3. Gas CH4, H2,
berupa abu 2. Cair 3. Gas CO2, H2O, NO2 dan
H2, CO, NOX
CO, NOX SOX
SO2 yang
dan SOX yang
dan sedikit
jumlahnya
jumlahnya
CO2
sedikit
sangat sedikit 6.
Jumlah CO2 yang
Sangat sedikit
Sedikit
Banyak
dihasilkan
Non condensable gas yang telah dipisahkan selanjutnya di absorbsi agar CO2 terpisah dari gas lainnya. Gas CO2 diserap menggunakan solven yang memiliki selektivitas tinggi terhadap CO2, artinya solven dapat menyerap CO2 dalam jumlah banyak tetapi tidak melarutkan gas lain atau hanya melarutkan dalam jumlah sangat sedikit. Solven yang dapat dipakai untuk menyerap CO 2 serta banyak dipakai di industri antara lain solven amin yaitu MEA (Mono Ethanol Amine), MDEA (Methyl Diethanol Amine), danDEA (Diethanol Amine). Karakteristik solven tersebut dituliskan pada tabel 1.2.
Tabel 1. 2 Data Perbandingan Jenis Solven Parameter
MEA
DEA
MDEA
Selektivitas*
1.0(1)
1.0(1)
0.1 – 0.4 (2)
Harga, $/ton
3000(3)
4000(3)
2700(3)
710(non toksik)(1)
1945(non toksik)(3)
(1) Toksisitas (LD 50, mg/kg) 1720(non toksik)
Korosifitas
Korosif(1)
Tidak korosif(1)
Korosif (3)
Ketersediaan
Banyak
Banyak
Banyak
Titik didih, 0C
170(1)
271**(1)
247(1)
Titik leleh, 0C
10.3**(1)
28**(1)
-21(1)
*selektivitas merupakan perbandingan antara CO2 yang diserap dengan CO2 umpan Sumber : (1)www.dowamines.com, (2)www.sigmaaldrich.com, (3)www.dow.com Berdasarkan data di atas, maka solven yang dipilih yaitu MEA karena solven ini memiliki selektivitas tinggi, harganya relatif murah, tidak toxic dan suhu operasinya rendah. 3. Pembentukan Dry ice Tahap akhir dari proses ini adalah mengubah CO2 menjadi dry-ice yang merupakan proses perubahan fase dari CO2 gas menjadi CO2 padat. Proses yang dipakai yaitu kompresi dilanjutkan dengan penurunan suhu. Gas CO2 ditekan sampai tekanan teretentu kemudian suhunya diturunkan. Diagram Fase CO2 digambarkan pada gambar 1.1. Berdasarkan gambar 1, kondisi kritis CO2 yaitu terjadi pada tekanan 73 atm dan suhu 31,1 °C yang menunjukkan bahwa gas CO2 dapat dicairkan pada rentang suhu antara suhu kritis dan suhu tripel (-56,4 °C) dengan cara ditekan sehingga melepaskan panas kondensasi. Untuk pembuatan dry ice dapat dilakukan dengan penekanan 2-4 Mpa kemudian dilakukan cooling dengan memakai refrigeran. (Ullmann, 1996). Tahap akhir yaitu membentuk dry ice sesuai bentuk pasaran, yaitu bentuk balok, slice, dan pellet dengan menggunakan mesin pencetak.
Gambar 1. 2 Diagram Fase CO2