1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis serta Mycobacyerium avium, tetapi lebih sering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa (Ikeu, 2007). TB adalah penyakit menular yang bersifat kronik dan dapat menyerang semua organ tubuh, namun lebih sering menyerang organ paru (80-85%) (Depkes,2007). Penyakit ini ditularkan melalui udara yaitu percikan ludah, bersin dan batuk (Aditama, 2002). TB yang menyerang organ paru disebut tuberkulosis paru, dan yang menyerang organ selain paru disebut tuberkulosis ekstraparu (Depkes, 2005).
Menurut World Health Organization (WHO) prevalensi kasus TB diseluruh dunia tahun 2006 sekitar 14,4 juta (WHO, 2008). Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematianya (98%) terjadi dinegara-negara berkembang. Diantara mereka 75% berada di usia produktif. Kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul, 65% terjadi di Asia karena penduduknya yang padat dan tingginya prevalensi TB di Asia (zulkifli,2007).
Laporan TB dunia oleh WHO masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun. TB merupakan penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit
2
kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes RI, 2007).
Jumlah TB paru klinis di Propinsi lampung pada tahun 2003-2007 meningkat tajam dari 1.912 menjadi 4.539. Jumlah TB paru klinis dibandingkan antara kabupaten/kota maka Kota Bandar Lampung dengan kasus terbesar dan Kota Metro dengan kasus terkecil, sedangkan BTA positifnya terbesar adalah Kota Bandar Lampung dan terkecil adalah Kota Metro (Profil Kesehatan Lampung, 2007).
Jumlah penderita TB di wilayah kerja Puskesmas Raja Basa Indah per September 2010 cenderung meningkat dibanding saat tahun 2009. Upaya promosi kesehatan yang dilakukan oleh puskesmas sudah cukup baik terbukti dengan dibentuknya tim penanganan penderita TB paru. Upaya tersebut cukup berhasil pada tahun 2008 yang dapat mengurangi jumlah penderita TB sampai dengan 15,6%. Namun pada tahun 2010 mengalami kenaikan.
Berdasarkan penelitian Anggi (2009) di Kecamatan Raja Basa diperoleh hasil bahwa 55 dari 83 kader kesehatan memilki kemampuan untuk mendeteksi penyakit TB paru sehingga peneliti berasumsi bahwa kenaikan jumlah penderita TB Paru bukan disebabkan oleh kader kesehatan tetapi pada faktor host dan lingkungan. Menurut teori trias epidemilogi bahwa penularan suatu penyakit dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu agent, host dan lingkungan. Dari ketiga faktor tersebut lingkungan adalah faktor terbesar pengaruhnya terhadap penularan suatu penyakit.
3
Penyebaran penyakit TB paru melalui droplet yang mengandung basil kuman yang bertahan diudara dan orang dapat tertular saat drolet tersebut terhirup ke saluran pernapasan (Depkes RI, 2007).
Resiko meningkatnya penularan
penyakit tuberkulosis ini disebabkan antara lain oleh faktor lingkungan rumah, yaitu luas ventilasi rumah, kelembaban rumah, suhu rumah, pencahayaan rumah dan kepadatan penghuni rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan, perilaku penderita, dukungan keluarga, status gizi, dan daya tahan tubuh (Tonny.2009).
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan penularan TB paru pada keluarga yang merupakan kelompok yang paling sering kontak dengan penderita TB.
B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara kondisi lingkungan rumah yang meliputi kepadatan hunian, ventilasi, pencahayaan, dan kondisi lantai rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamatan Rajabasa ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara kondisi lingkungan rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamatan Rajabasa.
4
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa. b. Mengetahui hubungan antara luas ventilasi rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa. c. Mengetahui hubungan antara pencahayaan rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa. d. Mengetahui hubungan antara kondisi lantai rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi peneliti yaitu dapat menjadi media pembelajaran dalam mengembangkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan. 2. Bagi masyarkat penelitian tersebut dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai kondisi rumah yang berpotensi mempengaruhi penularan penyakit TB paru. 3. Bagi
kader
kesehatan
penelitian
tersebut
dapat
menjadi
dasar
penatalaksanaan pasien TB paru secara komprehensif terutama di Kecamatan Rajabasa. 4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
5
E. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Teori Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas kehidupan manusia. Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan kesehatan berupa penyakit tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu kesehatan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, baik secara fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 – 2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, kepadatan penghuni rumah dan kondisi lantai rumah.
Udara dengan kelembapan tinggi merupakan media yang baik untuk perkembangan
mikroorganisme
termasuk
bakteri
mycobacterium
tuberculosa. luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan.
6
Bakteri mycobacterium tuberculosa memiliki rentang suhu yang disukai, tetapi di dalam rentang ini terdapat suatu suhu optimum saat mereka tumbuh pesat. Mycobacterium tuberculosa merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh subur dalam rentang 25-40 º C, akan tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31-37 º C. Bakteri TB akan mati jika terpapar cahaya matahri secara langsung memerlukan waktu 6-8 jam dan cahaya ruangan yang kurang sekitar 2-7 hari. Sputum yang mengandung bakteri TB didalam ruangan yang gelap dapat hidup berminggu-minggu.
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain Kondisi lantai rumah yang kurang baik akan mempermudah kuman bakteri TB kontak dengan orang lain melalui debu yang ditimbulkkan oleh lantai rumah yang kurang baik.
7
2. Kerangka Konsep
Variabel Terikat
Variabel bebas
Kepadatan hunian
Ventilasi rumah Penularan TB paru Pencahayaan rumah
Jenis lantai rumah
Variabel perancu : 1. Umur 2. Perilaku 3. Pendidikan 4. Penghasilan 5. Status Gizi 6. Dukungan Keluarga Gambar 1. Kerangka Konsep (Depkes,2007;Tony, 2009)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui data sekunder bahwa sebagian besar penderita TB Paru yang teregistrasi di Puskesmas Rajabasa Indah 100% penderita dalam usia produktif sehingga faktor tersebut dapat terkontrol. Penghasilkan keluarga pasien penderita TB bisa diasumsikan seragam karena sebagian besar penderita yang berobat ke Puskesmas Rajabasa Indah adalah kelompok masyarakat kurang mampu yang menginginkan pengobatan gratis di Puskesmas.
8
Dukungan keluarga dalam penanganan pasien TB di Puskesmas Rajabasa Indah sudah cukup baik karena berdasakan data sekunder setiap pasien TB memiliki PMO ( Pengawas Menelan Obat) dari pihak keluarga yang dikontrol secara langsung oleh PMO dari piha Puskesmas Rajabasa Indah.
Status gizi penderita TB dapat diukur dengan IMT penderita saat pemeriksaan ke puskesmas. Berdasarkan hasil data sekunder 54,8% penderita TB tergolong dalam kelompok kurus. Angka tersebut tidak dapat di jadiakan acuan untuk menilai status gizi penderita sebelum terkena penyakit TB karena penderita TB datang kepuskesmas biasanya sudah terjangkit penyakit TB dalam waktu beberapa minggu yang berefek pada penurunan berat badan yang drastis.
F. Rumusan Hipotesis 1. Hipotesis Mayor Terdapat hubungan antara kondisi lingkungan fisik rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamatan Rajabasa. 2. Hipotesis Minor 1. Terdapat hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa. 2. Terdapat hubungan antara luas ventilasi rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa.
9
3. Terdapat hubungan antara pencahayaan rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa. 4. Terdapat hubungan antara kondisi lantai rumah dengan penularan TB paru terhadap keluarga diwilayah kerja Puskesmas Induk Rajabasa Indah Kecamtan Rajabasa.
10