BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingginya prevalensi malnutrisi pada pasien di rumah sakit masih menjadi perhatian, baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut Barker (2011), malnutrisi yang banyak terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit disebabkan diantaranya oleh usia, jenis penyakit, adanya depresi, gangguan pengecapan, gangguan mengunyah dan menelan, dan pengaruh terapi obat-obatan. Sebuah studi epidemiologi oleh Correia (2003) terhadap 9348 pasien di Amerika Latin menunjukkan prevalensi malnutrisi sebesar 50.2% dimana 11.2% diantaranya mengalami malnutrisi berat. Studi di Jerman terhadap 1886 pasien menunjukkan adanya prevalensi malnutrisi sebesar 27.4% (Pirlich, 2006). Sementara di Spanyol, prevalensi malnutrisi di rumah sakit sebesar 28.9% berdasarkan studi terhadap 796 pasien (Burgos, 2012). Menurut Stroud (2003), malnutrisi pada pasien dapat menyebabkan imunitas menurun sehingga masa penyembuhan menjadi lebih lama, otomatis masa rawat inap dan terapi pun menjadi semakin panjang, biaya pengobatan semakin tinggi, dan secara umum angka morbiditas dan mortalitas juga akan meningkat. Padahal, kondisi tersebut dapat dicegah apabila deteksi risiko malnutrisi dilakukan lebih dini sejak pasien masuk rumah sakit, sehingga implementasi gizi yang optimal dapat diterima pasien lebih awal (Kruizenga, 2005). Indeks massa tubuh (IMT) dan persentase kehilangan berat badan banyak direkomendasikan sebagai metode untuk mengukur status gizi pada pasien baru masuk di rumah sakit. Namun, kondisi penyakit akut pada pasien
1
tidak selalu memungkinkan untuk dilakukannya pengukuran dikarenakan berkurangnya kemampuan pasien untuk berdiri atau bangun dari tempat tidur. Adapun pengukuran lingkar lengan atas (LLA) menjadi salah satu alternatif pengukuran antropometri yang dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi penyakit akut (Powell-Tuck, et al., 2003). Selain metode antropometri, deteksi risiko malnutrisi juga dapat dilakukan melalui suatu metode skrining. Berdasarkan rekomendasi British Association of Parenteral and Enteral Nutrition (BAPEN), perangkat skrining gizi yang sederhana dan mudah dapat digunakan untuk menunjukkan adanya risiko masalah gizi pada pasien yang memerlukan pemeriksaan lanjut yang komprehensif. Dengan kata lain, perangkat skrining memang bukan dirancang untuk menetapkan status gizi, maupun menetapkan tingkat risiko keparahan malnutrisi pada pasien. Sehingga setiap perangkat skrining gizi harus memiliki sifat mudah dan cepat digunakan dan diinterpretasikan, serta valid dan memiliki daya terima yang baik agar setiap pasien selanjutnya dapat menerima pola asuhan gizi yang sesuai dengan kondisinya masing-masing (Weekes, 2004). Saat ini sudah banyak perangkat skrining gizi di rumah sakit yang dikembangkan dengan berbagai tujuan, diantaranya untuk menyesuaikan populasi yang diukur, maupun untuk menemukan metode baru yang lebih cepat dan lebih mudah digunakan. Salah satunya yang menjadi rekomendasi European Society for Parenteral and Enteral Nutrition (ESPEN) ialah Nutrition Risk Screening 2002 (NRS-2002) yang menilai pasien berdasarkan dua komponen, yaitu kekurangan gizi dan tingkat keparahan penyakit dengan
2
kategori tidak ada, ringan, sedang, dan berat. Perangkat NRS-2002 ini juga valid dan mudah digunakan pada populasi coba di Eropa (Kondrup, 2003). Meta analisis oleh Van Bokhorst-de van der Schueren (2013) memberikan gambaran terhadap beberapa perangkat skrining gizi yang banyak digunakan di rumah sakit, salah satunya Malnutrition Screening Tools (MST), merupakan perangkat skrining yang cepat dan mudah, digunakan secara luas di Australia dan New Zealand, memiliki validitas yang baik terhadap SGA pada pengukuran pasien dewasa. BAPEN mengembangkan Malnutrition Universal Screening Tools (MUST) yang melakukan pemeriksaan dengan 3 kriteria utama: berat badan saat ini, besar kehilangan berat badan yang tidak diinginkan, dan adanya penyakit akut. Skor setiap kriteria antara 0, 1, atau 2. Berdasarkan penilaian MUST, pasien diklasifikasikan sebagai risiko rendah, sedang, dan tinggi (Malnutrition Advisory Group, 2003). Sementara di Indonesia, metode skrining gizi yang dikembangkan di UGM yang disebut NST-UGM oleh Susetyowati (2012) berisi 6 butir pertanyaan untuk mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien dewasa rawat inap dengan sederhana, cepat, dan valid. NST-UGM yang kemudian diberi nama Simple Nutrition Screening Tool (SNST) ini selain valid dengan nilai sensitivitas 91,28 dan spesifisitas 79,78 dibandingkan dengan SGA, juga memiliki nilai reliabilitas yang baik pada pengukuran skrining yang dilakukan oleh beberapa ahli gizi (kappa 0,803), ahli gizi dan perawat (kappa 0,653), serta ahli gizi dan tenaga pramusaji (kappa 0,718) (Susetyowati, 2014). SNST pertama kali dikembangkan terhadap 495 pasien rawat inap di RSUP dr.Sardjito yang merupakan rumah sakit pemerintah dengan tipe RS
3
Umum Pendidikan kelas A. Selain itu, RSUP dr.Sardjito juga menjadi rujukan untuk daerah Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah Bagian Selatan. Agar menjadi sumber referensi baru untuk menjadi perbandingan dari penelitian sebelumnya yang dijalankan di RSUP dr.Sardjito, penelitian yang melibatkan metode skrining SNST kali ini dilakukan di salah satu rumah sakit umum daerah di Yogyakarta karena dianggap memiliki sebaran kasus yang berbeda dengan pasien di sumah sakit umum pusat. Oleh karena itu, lokasi penelitian yang dipilih ialah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sleman yang merupakan rumah sakit pemerintah rujukan di Kabupaten Sleman dengan tipe RS kelas B non-pendidikan. Penelitian kali ini dilakukan untuk membandingkan SNST sebagai metode skrining gizi yang baru dikembangkan dengan metode skrining lain yaitu NRS2002, MUST, dan MST untuk melihat metode mana yang paling baik dalam mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien rawat inap di rumah sakit berdasarkan hubungan terhadap pengukuran asesmen gizi menggunakan Subjective Global Assessment (SGA) sebagai baku emas atau gold standard. B. Perumusan Masalah Mengacu pada latar belakang di atas, rumusan masalah yang diharapkan dapat dijawab dari penelitian kali ini ialah: 1. Apakah ada perbedaan nilai validitas (spesifisitas, sensitivitas, MSSS, dan AUC) dari metode skrining SNST, NRS-2002, MST, dan MUST terhadap pengukuran asesmen gizi berdasarkan baku emas SGA? 2. Apakah ada perbedaan proporsi kelompok pasien berisiko dan tidak berisiko malnutrisi berdasarkan SNST pada masing-masing bangsal perawatan?
4
3. Apakah ada perbedaan proporsi kelompok pasien berisiko dan tidak berisiko malnutrisi berdasarkan SNST pada setiap kelompok umur? 4. Apakah ada perbedaan rata-rata IMT, LLA, dan kadar Hb pada kelompok pasien berisiko dan tidak berisiko malnutrisi berdasarkan SNST? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menilai bahwa SNST adalah metode skrining gizi terbaik dalam mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien dewasa rawat inap di rumah sakit. Sementara tujuan khusus penelitian antara lain: 1) Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan nilai validitas (spesifisitas, sensitivitas, MSSS, dan AUC) dari metode skrining SNST, NRS-2002, MST, dan MUST terhadap pengukuran asesmen gizi berdasarkan baku emas SGA 2) Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan proporsi kelompok pasien berisiko dan tidak berisiko malnutrisi berdasarkan SNST pada masing-masing bangsal perawatan 3) Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan proporsi kelompok pasien berisiko dan tidak berisiko malnutrisi berdasarkan SNST pada setiap kelompok umur 4) Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata IMT, LLA, dan kadar Hb pada kelompok pasien berisiko dan tidak berisiko malnutrisi berdasarkan SNST
5
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi baru terkait pemilihan metode deteksi malnutrisi pasien baik menggunakan skrining gizi ataupun parameter lain yang mampu menggambarkan risiko malnutrisi dengan baik, mudah digunakan, dan paling sesuai dengan setting rumah sakit di Indonesia. Sehingga proses skrining gizi menjadi lebih efisien dan semakin banyak pasien yang dapat diberikan implementasi gizi yang tepat lebih awal. E. Keaslian Penelitian Banyak negara yang sudah sering dilakukan penelitian mengenai perbandingan berbagai metode skrining terbaik untuk mendeteksi risiko malnutrisi pada pasien di rumah sakit, termasuk di Indonesia. Beberapa penelitian diantaranya ialah sebagai berikut: 1. Penelitian oleh C. Velasco, et al. pada tahun 2010 berjudul “Comparison of 4 nutritional screening tools to detect nutritional risk in hospitalized patients. A multicentre study”. Penelitian merupakan studi observasional multisentral dengan rancangan cross-sectional terhadap 400 pasien bedah dan penyakit dalam, dengan hasil ada perbedaan bermakna (p<0,001) antara prevalensi risiko malnutrisi menurut 4 metode skrining yang diuji yaitu SGA, NRS-2002, MUST, dan MNA. Nilai kappa terbaik diperoleh pada pengukuran antara metode SGA dengan NRS 2002 dan SGA dengan MUST. Persamaan: 1) Rancangan penelitian Perbedaan: 1) Variabel yang diteliti
6
2) Jenis penelitian 3) Waktu penelitian 4) Lokasi penelitian 5) Sampel penelitian 2. Penelitian oleh Thresia Dewi KB, et al. pada tahun 2011 berjudul “Studi komparasi metode penilaian status gizi Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Subjective Global Assessment (SGA) pasien rawat inap di RS Dr Wahidin
Sudirohusodo
Makassar”.
Penelitian
merupakan
studi
observasional dengan rancangan cross-sectional terhadap pasien rawat inap penyakit dalam, dengan hasil tidak ada perbedaan bermakna (p=0,560) antara metode IMT dan SGA. Persamaan: 1) Rancangan penelitian Perbedaan: 1) Variabel yang diteliti 2) Jenis penelitian 3) Waktu penelitian 4) Lokasi penelitian 5) Sampel penelitian 3. Penelitian oleh F. Neelemaat, et al. pada tahun 2011 berjudul “Comparison of five malnutrition screening tools in one hospital inpatient sample”. Penelitian merupakan studi komparasi diagnostik dengan rancangan cross-sectional terhadap pasien dewasa rawat inap dimana digunakan IMT dan kehilangan BB yang tidak diinginkan sebagai gold standard, dengan hasil MUST, NRS-2002, MST, dan SNAQ memiliki
7
sensitivitas
dan
spesifisitas
≥70%
sementara
MNA-SF
memiliki
sensitivitas yang sangat baik namun spesifisitasnya sangat rendah pasa populasi usia lanjut. Persamaan: 1) Rancangan penelitian 2) Jenis penelitian Perbedaan: 1) Variabel yang diteliti 2) Gold standard yang digunakan 3) Waktu penelitian 4) Lokasi penelitian 5) Sampel penelitian 4. Penelitian
oleh
Susetyowati,
et
al.
pada
tahun
2014
berjudul
“Development, validation, and reliability of the Simple Nutrition Screening Tool (SNST) for adult hospital patient in Indonesia”. Penelitian merupakan studi diagnostik untuk mengembangkan skrining gizi baru, yaitu SNST dengan hasil SNST merupakan metode skrining yang valid dan reliable untuk mengidentifikasi risiko malnutrisi pada pasien. Persamaan: 1) Jenis penelitian 2) Variabel yang diteliti Perbedaan: 1) Rancangan penelitian 2) Waktu dal lokasi penelitian 3) Sampel penelitian
8