1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran yang menjadi tolak ukur rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat seperti dalam Progress Report MDGs kawasan Asia dan Pasifik, Indonesia masih masuk kategori negara yang lamban langkahnya dalam mencapai MDGs pada tahun 2015 Tahun lalu, IPM Indonesia berada pada peringkat ke-111 dari 182 negara. Sebenarnya, dari tahun ke tahun nilai Indonesia selalu naik, tapi kenaikan itu belum cukup mendongkrak secara drastic posisi peringkat IPM Indonesia. Sejak 2004 angka IPM Indonesia tercatat sebesar 0,714, kemudian naik menjadi 0,723 (2005), 0,729 (2006) dan 0,734 (2007). Di Indonesia, 21% penduduknya menderita kemiskinan secara multidimensional, plus 12% yang nyaris miskin. Intensitas rata-rata yang mengalami kemiskinan multidimensional di Indonesia adalah 46%. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 1996-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta , dari 34,01 juta menjadi 47,97 juta. Pada periode 2000-2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 38,70 juta pada tahun 2000 menjadi 35,10 juta pada tahun 2005. Namun, tahun 2006, jumlah penduduk miskin naik drastis dari 35,10. juta orang (15,97 persen) pada bulan Februari 2005 menjadi 39,30 juta (17,75persen) pada bulan Maret 2006. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007
2
sebesar 37,17 juta (16,58 persen).32 Angka kemiskinan yang cenderung meningkat pada tahun 2007 tidak terlepas dari pengaruh ekonomi dalam negeri serta pengaruh krisis ekonomi global. Salah satu aspek kendala kemiskinan yaitu dengan keterbatasan penyerapan lapangan kerja maka penciptaan lapangan kerja sendiri menjadi suatu alternatif pemecahan yang sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan dalam usaha mengatasi masalah kemiskinan dan penganguran adalah dengan menciptakan peluang dan dorongan tumbuhnya kewirausahaan. Dalam artikel Soebroto Hadisoegondo (2006), Kewirausahaan menjadi alasan alternatif bagaimana manusia itu produktif, telah banyak juga orang yang sukses dan memperoleh keuntungan dengan wirausaha ini namun yang menjadi kendala yaitu seseorang yang menjadi wirausahawan yang baik berasal dari latar belakang kehidupan pribadi atau bakat seseorang yang disebut juga factor kualitas internal. Tentu bukan wirausaha alami saja yang kita inginkan, walaupun eksistensinya tetap dapat dicatat dan dimanfaatkan sebagai bagian dari sejumlah wirausaha baru yang kita targetkan. Umumnya wirausaha baru memerlukan ketangguhan dan ketekunan dalam menempuh tahap-tahap pengembangan selanjutnya, setelah kegiatan usahanya mulai dilakukan di lapangan. Artinya mereka memerlukan semangat tersendiri agar kemudian dapat mengembangkan perilaku dimaksud dalam proses selanjutnya. Banyak orang percaya dua perilaku tersebut umumnya di bawa sejak lahir. Sementara kalau perilaku itu harus ditumbuhkan melalui proses mempelajarinya, bagaimanapun juga hebatnya\
3
penguasaan atas perilaku tersebut, aplikasinya masih tetap memerlukan dukungan adanya motivasi atau insentif tertentu yang diperoleh dari luar. Semua itu menjadi konsekuensi kalau hal dimaksud diperoleh tidak alami. Jadi dapat disimpulkan apabila harus melalui program pemberdayaan, maka proses untuk menumbuhkan wirausaha baru secara empirik sama sulit dan sama lamanya dengan menunggu tumbuhnya wirausaha alami. (Soebroto Hadisoegondo,2006) Dalam artikel Soebroto Hadisoegondo,2006 juga menambahkan bahwa Tantangan atas hal tersebut menjadi suatu yang rasional sifatnya, selaras dengan adanya keyakinan tentang dapat ditemukannya satu populasi (yang relative sedikit) wirausaha unggul yang tumbuh secara alami. Biasanya mereka berhasil menjadi wirausaha unggul karena dampak dari adanya faktor tekanan (psychological pressure atau survival) sehingga menjadikan yang bersangkutan kemudian pada akhirnya berhasil menggapai posisi sebagai wirausaha unggul. Jumlah mereka tentu tidak banyak, dan kajian menunjukkan hanya sekitar 2 . 5% saja dari jumlah calon wirausaha alami. Tentu yang bersang-kutan secara potensial memenuhi berbagai syarat untuk menjadi wirausaha unggul, dan faktor tekanan tersebut hanya menjadi pemicunya. Dengan demikian, seperti dipersyaratkan saja, bahwa yang bersangkutan harus sudah memiliki potensi, yang dapat mendukung dirinya, sehingga menjadi wirausaha unggul, di mana secara kebetulan (in line) ia memperoleh atau menghadapi kondisi lingkungan yang menguntungkan (good luck) bagi pengembangan macam kegiatan usahanya. kebutuhan akan tersedianya wirausaha baru memerlukan desain program dan rencana pelatihan, yang memungkinkan dilakukannya proses transformasi
4
konseptual terhadap mereka para calon yang kemudian akan dilengkapi dengan pembinaan melalui aplikasi langsung di lapangan oleh para pembimbing (pendamping).
LP2ES learning center merupakan lembaga pendidikan dan pelatihan ekoomi syariah yang berbasis spiritual yang menawarkan suatu bentuk pelatihan SDM yang sistematis, solutif, dan aplikatif dalam upaya penataan Qolbu Dengan alur pembelajaran yang runut dan sistematika yang ilmiah. lembaga ini merupakan gagasan dari Koperasi Pondok Pesantren Daarut Tauhid Bandung. Pelatihan Ini sekaligus menawarkan solusi atas permasalahan-permasalahan hidup dengan konsep bening qolbu yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pelatihan ini dikemas dengan berbagai metoda pembelajaran dan pembiasaan terpadu yang sekaligus menyentuh sisi-sisi rasionalitas, emosional, dan juga spiritual. Dalam lembaga ini peserta pelatihan diberikan bimbingan dan arahan dan diberi pengetahuan maupun keterampilan kewirausahaan dengan model atau desain pelatihan yang baik agar bisa menjadi wirausahawan terdidik yang potensial.
Lembaga pelatihan ini memberikan pencerahan dalam memahami diri dan memaknai hidup dengan berbasis Kecerdasan Spiritual (SQ). Konsep Zohar dan Manshal dalam buku yang ketiga yang berjudul “SQ Spiritual Intelligence The Ultimate Intelligence” (2001), Spiritual Quotient atau SQ diyakini merupakan tingkatan tertinggi dari kecerdasan,yang digunakan untuk menghasilkan arti (meaning) dan nilai (value). Dua jenis kecerdasan yang disebutkan pertama,yaitu
5
IQ dan EQ, merupakan bagian yang terintegrasi dari SQ. Menurut Zohar dan Marshall (2001) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang lain. Mengacu pada teori motivasi yang dikemukakan Maslow, kecerdasan spiritual terkait dengan aktualisasi diri atau pemenuhan tujuan hidup,yang merupakan tingkatan motivasi yang tertinggi. Kecerdasan spiritual yang tinggi ditandai dengan adanya pertumbuhan dan transformasi pada diri seseorang, tercapainya kehidupan yang berimbang antara karier/pekerjaan dan pribadi/keluarga, serta adanya perasaan suka cita serta puas yang diwujudkan dalam bentuk menghasilkan kontribusi yang positif dan berbagi kebahagiaan kepada lingkungan dengan penerapan Managemen Qolbu yang merupakan relevansi dari Kecerdasan Spiritual adalah desain yang diterapkan pada Lembaga Pendidikan dan Pelatihan LP2ES learning center Bandung.
Ahmad Sahidin (2009), menjelaskan bahwa Manajemen Qalbu merupakan sebuah konsep yang menawarkan diri untuk mengajak orang memahami hati, diri sendiri, agar mau dan mampu mengendalikan diri setelah memahami benar siapa dirinya sendiri. Metode manajemen qalbu yang ditekankan di Pesantren Darut Tauhid diarahkan untuk mencapai keberagamaan yang intrinsik. Keseimbangan itu dibangun dalam praktik agama yang bersifat lahiriah dan batiniah. Jadi, terwujud keseimbangan antara zikir, pikir, dan ikhtiar.
6
Dzikir, fikir dan ikhtiar ini merupakan konsep dasar dari MQ yang diajarkan sehari-hari melalui hal-hal kecil. Untuk menerapkan Daarut Tauhid sendiri memiliki lima aturan dasar pelatihan kepada para santrinya yang juga merupakan bagian dari roda perekonomian Daarut Tauhid. Pertama, seorang santri dilatih untuk berfikir keras, mengenal diri dan potensinya sehingga ia mampu mengenal kekurangan diri lalu memperbaikinya dan menempat dirinya secara optimal. Kedua, mereka dilatih untuk mengenal situasi lingkungannya sehingga bisa mendapatkan manfaat dari lingkungannya secara optimal sekaligus memberikan manfaat balik kepada lingkungan secara professional. Ketika, mereka dilatih untuuk membuat suatu perencanaan yang matang, sehingga segala sesuatunya berjalan dalam jalur yang telah disepakati. Dengan berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Daarut Tauhiid, dari mulai pelatihan manajemen qalbu, kegiatan pendidikan dan dakwah, kegiatan usaha yang berorientasi bisnis, dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya, hal itu memiliki makna bahwa Daarut Tauhiid ingin membuktikan bahwa dalam ajaran Islam terdapat kesimbangan antara menikmati dunia dengan baik, dan selalu berusaha untuk mendapat bekal di akhirat nanti. Melalui penelitian ini penulis meneliti mengenai Desain
Pelatihan yang
diterapkan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Ekonomi Syariah (LP2ES) learning center yang tentunya merupakan salah satu inovasi Desain Pelatihan Kewirausahaan yang menjadikan Wirausahawan potensial yang terdidik.
7
A. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah yang telah di analisis diantaranya: 1.
Pengangguran masih menjadi permasalahan utama bagi masyarakat.
2.
Kurangnya sosialisasi dari pemerintah maupun lembaga pelatihan tentang
pendidikan
dan
pengetahuan
kewirausahaan
kepada
masyarakat. 3.
Kewirausahaan merupakan cara alternatif untuk pengembangan ekonomi.
4.
Faktor internal individu menjadi hal utama yang mendorong jiwa kewirausahaan.
5.
Pengembangan kepribadian merupakan faktor yang kurang ditonjolkan pada setiap aspek pelatihan.
6.
Dari banyaknya Lembaga Pelatihan ternyata masih atau belum menerapkan
program atau desain pelatihan kewirausahaan yang
unggul. 7.
Pelatihan yang diselenggarakan oleh LP2ES Learning Center dengan menggunakan
pendekatan
Kecerdasan
Spiritual
yaitu
dengan
pendekatan Manejemen Qolbu. B. Perumusan dan pembatasan Masalah Batasan masalah merupakan penetapan ruang lingkup permasalahan yang akan dikaji dan dianalisis dalam penelitian ini. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas peneliti menetapkan batasan penelitiannya yaitu :
8
“Bagaimana
penggunaan
Managemen
Qolbu
pada
Lembaga
Pelatihan
Kewirausahaan Masa Persiapan Purnabhakti berbasis Spirit Quotient yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Ekonomi Syariah (LP2ES) Bandung?” C. Tujuan penelitian Tujuan dari di lakukannya penelitian ini, penulis merumuskannya sebagai berikut: 1. Untuk
mengetahui
konsep
Managemen
Qolbu
pada
pelatihan
kewirausahaan masa purnabhakti berbasis Spirit Quotient (SQ) yang diselenggarakan oleh LP2ES learning center Bandung. 2. Untuk mengetahui proses penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan masa purnabhakti berbasis Spirit Quotient (SQ) yang diselenggarakan oleh LP2ES learning center Bandung. 3. Untuk mengetahui dampak atau tindak lanjut pelatihan kewirausahaan masa purnabhkati berbasis Spirit Quotient (SQ) yang diselenggarakan oleh LP2ES learning center Bandung. D. Mangfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada hal-hal sebagai berikut: 1. Secara Teoritis a. Dapat mengungkap, memperdalam dan mengembangkan ilmu tentang konsep wirausaha yang dalam hal ini masyarakat dituntut untuk mengetahui wawasan berwirausaha.
9
b. Sebagai bahan pemikiran lebih lanjut bagi para praktisi pendidikan khususnya lembaga pelatihan untuk menciptakan strategi dan desain yang baik dalam penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan 2. Secara Praktis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki keadaan di lapangan, yaitu keadaan peningkatan impelementasi teori dan konsep pada setiap penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan. E. Anggapan Dasar Adapun anggapan dasar atau asumsi dari dilakukannya penelitian ini adalah meliputi diantaranya: 1. Pelatihan merupakan suatu kegiatan yang disengaja, terorganisir, dan sistematis
di
luar
sistem
persekolahan
untuk
memberikan
dan
meningkatkan suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang mengutamakan praktek daripada teori, agar mereka memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memahami dan melaksanakan suatu pekerjaan tertentu dengan cara efektif dan efisien. 2. Melalui kesempatan memperoleh pendidikan berarti lebih banyak anggota masyarakat mendapat kesempatan untuk mempertinggi mutu pribadinya, meningkatkan pengetahuannya, keterampilan serta kesadaran yang berarti memberikan kesempatan dan kemungkinan lebih besar dari peningkatan hidup dan penghidupan ke arah pembangunan dirinya. (Sudiharto Djiwandono, 1979 : 183).
10
3. Kewirausahaan menjadi salah satu alternative untuk peningkatan daya saing masyarakat Indonesia dalam era globalisasi. (D.Sudjana. 2004 : 130), Kewirausahaan adalah penerapan kreatifitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan upaya untuk memanfaatkan peluang yag dihadapi setiap hari. (Thomas W. Zimmerer 1996:51) 4. Joseph Schumpeter (1934): Wirausahawan adalah seorang inovator yang mengimplementasikan perubahan-perubahan di dalam pasar melalui kombinasi-kombinasi baru. Kombinasi baru tersebut bisa dalam bentuk : (1) memperkenalkan produk baru atau dengan kualitas baru, (2) memperkenalkan metoda produksi baru, (3) membuka pasar yang baru (new market), (4) Memperoleh sumber pasokan baru dari bahan atau komponen baru, (5) Menjalankan organisasi baru pada suatu industri. Schumpeter mengkaitkan wirausaha dengan konsep inovasi yang diterapkan dalam konteks bisnis serta mengkaitkannya dengan kombinasi sumber daya. 5.
Desain pembelajaran kwirausahaan berarti pola yang dijadikan pedoman dasar berupa kebijakan global melalui tahapan-tahapan yang diarahkan untuk melaksanakan interaksi yang ideal antara pengelola lembaga pendidikan, pendidik dan peserta didik, yang terencana serta terorganisasikan dalam mekanisme pengelolaan pendidikan dan berisi factor-faktor
rancang
bangun
kewirausahaan. (Suherman, 2008:20)
kegiatan
guna
mempelajari
11
F. Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana konsep Managemen Qolbu pada pelatihan kewirausahaan masa purnabhakti berbasis Spirit Quotient (SQ) yang diselenggarakan oleh LP2ES learning center Bandung. 2. Bagaimana proses penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan masa purnabhakti berbasis Spirit Quotient (SQ) yang diselenggarakan oleh LP2ES learning center Bandung? 3. Bagaimana dampak dan tindak lanjut pelatihan kewirausahaan masa purnabhakti berbasis Spirit Quotient (SQ) yang diselenggarakan oleh LP2ES learning center Bandung? G. Penjelasan istilah a. Metode Managemen Qolbu, yang dimaksud akan hal ini yaitu metode pelatihan yang digunakan dengan cara Memberikan model terpadu bagaimana membangun kepribadian individu
yang dilandasi oleh
kekuatan spiritual yang baik. Dengan menyentuh berbagai stakeholder, diharapkan nilai-nilai spiritual yang lebih baik. b. Kecerdasan Spiritual sebagai pemikiran yang terilhami. Kecerdasan ini diilhami oleh dorongan dan efektifitas, keberadaan atau hidup keillahian yang mempersatukan kita sebagai bagian-bagiannya. Sinotar (2001). Agustian (2001) kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkahlangkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang
12
seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya kepada Allah. c. Pelatihan kewirausahaan merupakan suatu bentuk pendidikan yang memberikan
pengetahuan,
wawasan
dan
keterampilan
mengenai
kewirausahaan yang diberikan oleh LP2ES learning center pada peserta pelatihan. d. LP2ES learning center adalah lembaga pendidikan dan pelatihan digagas Koperasi Pondik Pesantren Daarut Tauhid yang beralamat di Jl.Geger Kalong Girang Baru no, 4 Bandung. H. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengumpulkan, menyusun dan menganalisis diperoleh
makna
yang
sebenarnya.
data yang terkumpul sehingga
Winarno
Surakhmad
(1985:131)
mengemukakan bahwa : Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu. Cara utama itu dipergunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajaran dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan. Dengan demikian, setiap penelitian memerlukan metode agar proses penelitian dapat berjalan lancar dan dapat mencapai tujuan. Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, yaitu mengenai kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa yang sedang berlangsung, maka metode yang sesuai untuk digunakan
13
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang ditunjang dengan studi kepustakaan. 2. Sumber Data Penelitian Suatu penelitian selalu membutuhkan sumber data yang diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Sumber data penelitian ini sering disebut populasi penelitian yang dapat berupa objek, manusia, gedung, peristiwa atau benda-benda. Sebagaimana dikemukakan oleh Winarno Surakhmad (1985:93), yaitu : “ . . . adalah sekumpulan objek, manusia, gedung, peristiwa dan benda-benda”. Selanjutnya, populasi menurut Sugiono (1992:51) adalah : “Obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Berdasarkan penjelasan di atas, sejalan dengan permasalahan yang menjadi kajian penulis maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah para panitia dan pengelola Posyandu. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan atau dipakai oleh peneliti dalam menggali data penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini lebih menitik beratkan pada perekaman situasi yang terjadi pada konteks masalah yang dibahas. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu teknik observasi, wawancara, studi dokumentasi dan angket yang dilakukan dalam kurun waktu yang bersamaan.
14
a. Observasi Menurut Izzak Latunussa (1988:107), observasi adalah : “Pengamatan terhadap objek penelitian dengan memakai alat indera, terutama mata, dan membuat catatan hasil pengamatan tersebut”. Peneliti mengamati berbagai aspek yang dilakukan oleh subjek penelitian yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Peneliti sebagai observer tidak mengganggu berbagai aktivitas yang dilakukan oleh subjek penelitian. Tetapi lambat laun, setelah kehadiran peneliti tidak dirasakan canggung lagi, peneliti menyatukan diri dan ikut bersama-sama dengan subjek penelitian melakukan aktivitas yang berkenaan dengan fokus penelitian sehingga peneliti mampu menghayati aspek-aspek kegiatan subjek, sekecil apapun. Peneliti bisa memberikan pandangan secara menyeluruh tentang fokus penelitian yang sedang dilakukan. b. Wawancara Wawancara merupakan suatu bentuk percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian dengan tujuan untuk menggali data/informasi yang diperlukan bagi pemecahan masalah penelitian. Percakapan ini, biasanya pada awalnya, peneliti menggunakan wawancara yang tidak berstruktur yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian. Setelah diketahui, maka selanjutnya peneliti menggunakan pedoman wawancara untuk memandu agar pembicaraan agar tidak terlalu menyimpang dari masalah yang sedang dibahas sehingga data/informasi yang diperlukan mudah untuk digali karena pembicaraan sudah sesuai dengan fokus masalah dalam penelitian.
15
c. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan dengan mempelajari berbagai dokumen yang berhubungan dengan Penyuluhan KIA Terhadap peningkatan Gizi Masyarakat yang Dilakukan oleh Puskesmas Gunung halu. Penentuan dokumen apa saja yang dapat dijadikan sumber data, maka peneliti mempertimbangkan beberapa hal, yaitu apakah dokumen tersebut otentik dan apakah isi dokumen tersebut sesuai dengan masalah penelitian. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan menganalisis dokumen yang tidak atau kurang berkaitan dengan masalah penelitian. 4. Teknik Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian kualitatif yaitu data yang dikumpulkan biasanya berbentuk data deskriptif, yaitu data yang berbentuk uraian yang menuntut peneliti agar menafsirkan lebih jauh untuk mendapatkan makna yang terkandung di dalamnya. S. Nasution (1988:126) mengemukakan bahwa : Analisis data kualitatif adalah proses menyusun data yang berarti menggolongkannya ke dalam pola, thema, atau kategori agar dapat ditafsirkan. Tafsiran ini memberikan makna pada analisis, menjelaskan pola atau kategori dan mencari hubungan antar konsep. Uraian di atas, proses pengolahan data dalam penelitian kualitatif menuntut kreativitas dan sikap intelektual peneliti sehingga dalam pengolahan data tidak terjadi bias, tetapi mampu menafsirkan secara objektif sesuai dengan tujuan penelitian. Upaya untuk memudahkan dalam mengolah data, maka di bawah ini disebutkan langkah-langkahnya secara konkrit, yaitu :
16
1. Menentukan fokus masalah. 2. Menggolongkan data sesuai fokus masalah. 3. Membuang data yang tidak sesuai dengan fokus masalah. 4. Memberi penafsiran terhadap data yang telah digolongkan. 5. Memberikan saran atas apa yang ditemui di lapangan yang merupakan hasil penelitian. Demikian beberapa langkah yang dilakukan untuk mencari makna di balik data yang dikumpulkan
I. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan selanjutnya, maka penulis memberikan gambaran umum tentang isi dan materi yang akan dibahas yaitu sebagai berikut : J.
BAB I
Pendahuluan. Merupakan uraian tentang Latar belakang masalah,
Identifikasi masalah, Perumusan dan pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Anggapan dasar, Pertanyaan penelitian, Penjelasan istilah , Metode dan teknik pengumpulan data, Sistematika penulisan. BAB II
Tinjauan Teoritis. Merupakan landasan teori dan gambaran umum
mengenai dasar penelitian atau teori yang melandasi penelitian. BAB III
Metode Penelitian. Berisi metode penelitian, alat dan teknik
pengumpulan data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data.
17
BAB IV
Hasil Penelitian dan Pembahasan. Membahas mengenai gambaran
umum Profil Lembaga penelitian, temuan penelitian dan pembahasan penelitian BAB V
Kesimpulan dan Rekomendasi