BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Sumber penerimaan negara yang sifatnya langsung yaitu pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain dan tidak langsung yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain adalah berasal dari pajak. Pajak yang diterima kemudian digunakan untuk pembiayaan negara yang sifatnya rutin berkaitan dengan pembangunan nasional dan ekonomi masyarakat serta sebagai ketahanan negara dari krisis yang melanda. Penggunaan pajak yang ditujukan untuk dapat menstabilkan kondisi ekonomi negara, maka potensi sumber pendanaan harus dimaksimalkan dalam hal penerimaan pajak yang berasal dari dalam negeri. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang memberikan kontribusi besar bagi total penerimaan pajak. Objek dari PPN adalah konsumsi dari barang atau jasa yang diatur Undang-Undang. PPN memiliki sifat Multi Stage Levy yang berarti PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menyatakan bahwa pada dasarnya semua barang dan 1 jasa masuk dalam kategori BKP dan JKP, kecuali Undang-Undang menetapkan sebaliknya. Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si penjual atau penerima uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan mempercepat pemasukan ke kas negara, dilakukan sistem pemungutan dan penyetoran PPN oleh pemungut PPN. Oleh karena itu, pemerintah menentukan badan-badan atau instansi yang harus melakukan pemungutan dan penyetoran PPN. Seiring dengan penyederhanaan sistem pemungutan PPN, sejak 1 Januari 2014 sesuai KMK No 563/KMK.03/2003, pemungut PPN hanyalah bendaharawan pemerintah
1
Ary Sandiko dan Herman Legowo, “Pelaksanaan Tax Planning Untuk Efisiensi Beban Pajak Pertambahan Nilai”, dalam Wahana Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi, Vol 16 No 1, Februari 2013 (Yogyakarta: AA-YKPN), hlm 25
1
dan Kantor Pusat Pembendaharaan Negara (KPPN). Kemudian, ditambah lagi Kontrak 2 Production Sharing (KPS-Minyak dan Gas), sebagai pemungut PPN.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73 Tahun 2010 tentang Penunjukkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/ Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya, kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi yang meliputi kantor pusat, cabang maupun unitnya ditunjuk sebagai salah satu badan wajib pungut (WAPU) atau pemungut PPN. Seluruh Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk kegiatan menghasilkan minyak dan gas bumi melalui kegiatan eksplorasi dan eksploitasi menjadi milik negara. Karena terdapat pengecualian terhadap industri minyak dan gas bumi, maka perusahaan kontraktor migas memiliki aturan pembayaran perpajakan tersendiri yang mengatur tata cara pembayaran pajak bagi perusahaan migas. Perusahaan wajib membayar pajak penghasilan (PPh) dan pajak dividen migas, sedangkan untuk kewajiban pajak selain PPh migas dan deviden ditanggung oleh pemerintah sebagai konsekuensi bahwa bagian kontraktor bagi hasil migas sudah bersih dari pungutan lainnya terkait PPN (Pajak Pertambahan Nilai), PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi tanggung jawab negara untuk 2
Agus Setiawan dan Hardi, Perpajakan Bendaharawan Pemerintah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada)
2
membayarnya diambil dari bagian pemerintah (goverment share) dan bertanggung jawab untuk membayar kembali (reimbursement) kepada kontraktor minyak dan gas bumi. Tata cara reimbursement PPN kontraktor migas awalnya mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No 64/PMK.02/2005 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali PPN atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Jasa Kena Pajak (JKP) yang digunakan oleh badan usaha dalam industri migas namun pada tanggal 5 Desember 2014, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218 tahun 2014 yang secara otomatis mengubah PMK No 64/PMK.02/2005. Terjadi suatu kesalahpahaman ketika diadakannya perubahan Peraturan Menteri Keuangan ini, karena beberapa regulasi dalam PMK sebelumnya, tidak lagi dibayarkan kembali dan diatur dalam peraturan baru ini. Dilansir pada salah satu surat kabar elektronik, katadata.co.id, dalam masa transisi ini Kementerian Keuangan memberikan masa transisi pemberlakuan PMK yang baru selama 60 hari sejak diterbitkan sehingga para kontraktor migas masih bisa mengajukan klaim reimbursement mengacu pada ketentuan PMK 64/2005. Kementerian Keuangan ternyata hanya menerima pengajuan klaim senilai Rp 1 triliun selama masa transisi itu dan telah membayarkan klaim tersebut. Sementara, SKK Migas mengajukan klaim baru senilai Rp 1,77 triliun diluar batas waktu yang telah dibuat oleh pemerintah.
3
Para kontraktor migas mempersoalkan masalah regulasi yang dianggap tidak sejalan dan menyebabkan arus kas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) terganggu serta berujung pada terhambatnya operasional perusahaan dan kontraktor. Oleh karena materi berdasarkan literatur saja tidaklah cukup, maka dibutuhkan pemahaman terhadap pelaksanaan dan penerapan terhadap kondisi sebenarnya.
Tugas
akhir
ini
akan
meneliti
mengenai
mekanisme
reimbursement PPN yang dilakukan oleh Pertamina Eksplorasi dan Produksi (PT Pertamina EP) khususnya pada PT Pertamina EP Asset 3.
1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang terpaparkan tersebut maka rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana mekanisme pembayaran kembali (reimbursement) pajak pertambahan nilai pada PT Pertamina EP Asset 3?”
1.3.Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk dapat mendeskripsikan mekanisme
administrasi
dalam
mengajukan
pembayaran
kembali
(reimbursement) pajak pertambahan nilai di PT Pertamina EP Asset 3.
4
1.4.Batasan Masalah Terdapat beberapa batasan masalah atas luasnya cakupan rumusan masalah diatas yaitu penggambaran mekanisme pembayaran kembali (reimbursement) pajak pertambahan nilai yang dilakukan hanya pada lingkup PT Pertamina EP Asset 3 sebagai unit region dari PT Pertamina EP yang merupakan anak perusahaan dari PT Pertamina (Persero) khususnya pada bagian administrasi pengajuan pembayaran kembali (reimbursement).
1.5.Kerangka Penulisan BAB I
Pendahuluan
Pada bab ini menjelaskan tentang permasalahan yang menjadi dasar penulisan tugas akhir yang secara garis besar mengenai pembayaran kembali (reimbursement) PPN. Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan sistematika penulisan. BAB II
Gambaran Umum
Pada bab ini menjelaskan mengenai profil PT Pertamina EP pada umumnya dan PT Pertamina EP Asset 3 pada khususnya, teori atau tinjauan pustaka serta metodologi penulisan yang digunakan sebagai landasan pembahasan permasalahan yang ada.
5
BAB III
Analisis dan Pembahasan
Pada bab ini menyajikan mengenai kegiatan fungsi keuangan PT Pertamina EP Asset 3 khususnya mekanisme pembayaran kembali (reimbursement) pajak pertambahan nilai yang dilakukan oleh subfungsi keuangan PT Pertamina EP Asset 3. BAB IV
Penutup
Pada bab ini berisi inti dari penulisan dan saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya. Kesimpulan berisi rangkuman hal yang menjadi pokok bahasan dalam penulisan. Sedangkan saran dapat dimunculkan apabila mampu memberikan saran ataupun rekomendasi berdasarkan kesimpulan penulisan untuk pengembangan selanjutnya.
6