BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tesis ini membahas dialog antar aktor yang terjadi dalam implementasi kebijakan Peraturan Gubernur Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung. Program CSR yang dijadikan sebagai entry point pada tesis ini karena dalam program CSR tidak saja melibatkan shareholders (perusahaan/swasta) tetapi juga stakeholders (pemangku kepentingan yang meliputi pemerintah dan masyarakat). Implementasi Pergub No. 30 Tahun 2011 ini melibatkan multiagency (pelibatan banyak aktor dan lembaga). Imlpikasinya adalah berbagai aktor tersebut melakukan interkasi dan kerja sama yang baik untuk mengimplementasikan suatu kebijakan. Permasalahan utama, sehingga penelitian ini menjadi menarik untuk dianalisis adalah gagalnya kebijakan tentang pengelolaan CSR di Lampung ini disebabkan oleh para aktor atau implementor yang terlibat dalam Pergub No. 30 Tahun 2011 memiliki interpretasi yang berbeda-beda dalam memahami konsep pelaksanaan CSR. Pendekatan dialog yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui motif dan kepentingan yang terjadi antara masing-masing aktor. Karena dialog antar aktor dalam kebijakan publik sangat krusial, mengingat salah satu kunci penting dari sukses tidaknya suatu kebijakan pada saat diimplementasikan dipengaruhi oleh interaksi diantara para pemangku kepentingan. Sehingga penting untuk mengetahui apakah kebijakan yang dibuat oleh govermental actor mendapat dukungan dari non-govermental actors.
1
Dalam studi implementasi kebijakan, dapat dikatakan proses implementasi kebijakan bukanlah sesuatu yang mudah karena banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan. Dimana proses tersebut bukan hanya aktivitas administrasi semata, yang dimaknai sebagai fungsi pembagaian kerja, pemberian perintah dan mengawasi pelaksanaan suatu pekerjaan. Namun sesungguhnya proses implementasi kebijakan melibatkan berbagai elemen, seperti : kualitas kebijakan, kapasitas organisasi, kemampuan sumber daya manusia, komunikasi dan sosialisasi dari kebijakan, serta interaksi antar aktor yang terlibat dalam proses implementasi. Karena aktor atau pelaku kebijakan adalah individuatau kelompok yang mempunyai andil di dalam suatu kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan kebijakan (Dunn, 2003 : 133). Dalam kasus Indonesia, kita sering membaca di media cetak, melihat TV, atau bahkan menyaksikan secara langsung berbagai kejadian kegagalan implementasi kebijakan yang dilaksanakan pemerintah. Contoh nyata yang dapat dilihat adalah kegagalan pemerintah dalam mengimplementasikan berbagai program anti kemiskinan. Tekad pemerintah Indonesia untuk mengatasi kemiskinan, sejak era Orde Baru melalui kebijakan Inpres Desa Tertinggal (IDT), sampai Era Reformasi melalui kebijakan Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri ternyata dalam realisasinya masih jauh yang dicita-citakan Purwanto (2012 : 3). Para ahli berpendapat bahwa kebijakan negara/pemerintah dibuat untuk gagal (by design), bahkan berhasilnya kebijakan pada saat diimplementasikan menurut para ahli merupakan suatu yang kebetulan (by chance).
2
Berbagai faktor disinyalir menjadi penyebab kegagalan program-program anti kemiskinan tersebut. Selain karena masalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang menjadi gagalnya kebijakan ini, variabel penjelas yang lain, seperti : adanya kecenderungan untuk penyeragaman kebijakan, lemahnya dukungan pemerintah daerah dan swasta, dan rendahnya pengetahuan kelompok sasaran (masyarakat) sebagai aktor dari implementasi kebijakan, juga merupakan kontributor terhadap kegagalan implementasi yang di luncurkan oleh pemerintah Purwanto (2012 : 4). Atau dengan kata lain dialog yang terjadi antar aktor dalam implementasi kebijakan tidak berjalan dengan baik sehingga menyebabkan buruknya proses koordinasi, komunikasi, sosialisai dan monitoring. Hal ini di dukung dengan pernyataan Nugroho (2012 : 693) yang menyebutkan bahwa, di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerjasama diantara lembaga pemerintah dan non-pemerintah. Di Provinsi Lampung, sebagaimana penelitian ini dilakukan ada sebuah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung yaitu Peraturan Gubernur No. 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung. Sesuai dengan tujuannya, kebijakan ini dalam rangka mensinergikan program CSR yang dimiliki oleh para pelaku usaha dengan program pembangunan daerah yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Dan mengapa konsep dialog yang dijadikan untuk menggambarkan problematika penyebab gagalnya kebijakan ini adalah didasari oleh fakta yang menyebutkan bahwa pada dasarnya kebijakan ini baru berjalan pada tahap perencanaan, dimana komitmen yang dibangun antar aktor dalam
3
rangka menyamakan tujuan kebijakan pengelolaan CSR di Provinsi Lampung belum terwujud. Masing-masing aktor masih dengan kepentingannya masingmasing tanpa ada etikat untuk menyamakan komitmen semenjak kebijakan ini di undangkan sejak tahun 2011 hingga saat ini. Latar belakang kebijakan pengelolaan CSR sebenaranya adalah merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mengatasi dinamika permasalahan sosial yang terjadi di Lampung. Permasalahan klasik yang sampai saat ini dihadapi pemerintah daerah adalah terbatasnya anggaran pembangunan. Faktanya adalah dengan jumlah penduduk di Provinsi Lampung 9.071.825 jiwa dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2012 sebesar 2,181 Triliun rupiah. Dengan demikian jika dihitung maka APBD per jiwa hanya sekitar Rp. ± 300.000, per tahun per jiwa. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Lampung pada Agustus 2012 mencapai 5,18%. Sebaliknya jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Lampung pada Agustus 2012 mencapai 3.449.000 orang. Semantara itu penduduk miskin di Provinsi Lampung pada Maret 2012 tercatat 1.253.834 orang atau 16,93% dari total jumlah peduduk di Provinsi Lampung (Sumber : BPS Provinsi Lampung tahun 2012). Hal tersebut tentu tidak sebanding dengan potensi daerah yang dimiliki, baik dari kekayaan alam, kondisi geografis, hingga potensi jumlah penduduk atau SDM yang dimiliki oleh Provinsi Lampung. Berdasarkan data yang berhasil diperoleh dari Bappeda Provinsi Lampung menyebutkan jumlah perusahaan BUMN dan Perusahaan Swasta yang tersebar di Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung, yaitu ; 1) Jumlah Perusahaan BUMN berjumlah 33 perusahaan, 2) Jumlah Perusahaan Swasta berjumlah 59 perusahaan,
4
3) Jumlah Perusahaan BUMD berjumlah 2 perusahaan. Dari total jumlah perusahaan yang ada di Provinsi Lampung memiliki potensi serapan dana CSR sebesar ± 200 Milyar. Keadaan ini tentu menjadikan potensi yang dimiliki oleh daerah Lampung apabila dapat mengemasnya dengan baik. Dan untuk itulah pemerintah Provinsi Lampung mengatur tentang pengelolaan CSR/PKBL agar mendapatkan manfaat yang optimal. Sebelum kebijakan ini ditetapkan pada tahun 2011, komunikasi yang dibangun oleh pemerintah dengan pelaku usaha dan masyarakat telah dilakukan. Data yang berhasil penulis dapat dari media surat kabar lokal Lampung menyebutkan ; (1) Koran Lampung Post, Sabtu 3 Oktober 2010, “ Diskusi : Perlu Sinergi Pemanfaatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. (2) Koran Lampung Post, Jumat 3 November 2010, “CSR Harus Bersinergi Dengan Pemerintah”. (3) Koran Lampung Post, Jumat 3 Desember 2010 BUMN, Swasta dan Pemerintah Bersinergi”. (4) Koran Lampung Post, Jumat 2 Februari 2011, “CSR Ikuti Pemerintah”. Dari data diatas telah memperlihatkan adanya fase komunikasi yang terjadi antar aktor untuk membangun isu CSR menjadi opini publik selanjutnya ditetapkan melalui kebijakan oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung. Selain itu, dalam proses pelaksanaannya sosialisasi Pergub No. 30 tahun 2011 sudah sempat disosialisasikan pemerintah kepada perusahaan melalui “Road Show” ke perusahaan-perusahaan di Provinsi Lampung pada tahun 2012 sebagai bentuk komunikasi yang terjadi antara govermental actors dan non-govermental actors. Berikut ini data sosialisasi Pergub No. 30 tahun 2011.
5
Tabel 1.1 Rekapitulasi Sosialisasi Pergub No. 11 Tahun 2011 No 1 2 3
TANGGAL 3 Mei 2012 8 Mei 2012 10 Mei 2012
KUNJUNGAN KEGIATAN Kunjungan Ke PT. GGPC Road Show Pergub Kunjungan Ke PT. Nestle No. 11 Tahun 2011 Ke Perusahaan Kunjungan Ke PT. Bukit Asam BUMN dan Kunjungan Ke PT. Perusahaan 4 15 Mei 2012 Perusahaan Swasta Nusantara VII Sumber : Diolah dari laporan kegiatan CSR Provinsi Lampung tahun 2012 Namun sejak ditetapkannya kebijakan ini pada tahun 2011 hingga saat ini, pada tataran implementasinya kebijakan Pergub No. 30 Tahun 2011 dapat dikatakan gagal dimplementasikan. Sehingga tujuan kebijakan yang semula untuk mensinergikan program pemerintah daerah dengan program CSR perusahaan tidak dapat terlaksana. Berbagai permasalahan muncul sebagai bentuk kendala yang menyebabkan kebijakan ini tidak dapat diimplementasikan. Permasalahan yang mendasar adalah antara pemerintah, swasta dan masyarakat memiliki pemahaman yang berbeda tentang bagaimana seharusnya pelaksanaan CSR dijalankan. Terutama pemerintah dan swasta dalam hal ini yang memiliki kepentingan yang berbeda dalam memaknai konsep CSR sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda akan tujuan yang akan dicapai dalam kebijakan tersebut. Dalam surat kabar “Lampung Post yang terbit pada hari Kamis, 03 Maret 2011” menyebutkan “Ada Indikasi CSR Jadi Bancakan Pejabat”. Isi berita tersebut menyebutkan, “Kebijakan program CSR yang dikeluarkan perusahaanperusahaan besar terindikasi dijadikan bancakan pejabat daerah, sehingga akan menjadi tekanan bagi perusahaan di Lampung. Karena pada dasarnya program CSR yang dimiliki perusahaan saat ini dinilai oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung sebagai potensi pendanaan yang potensial untuk membangun daerah.
6
Sementara di sektor swasta dengan adanya peraturan yang mengatur pengelolaan CSR secara tidak langsung akan membebankan perusahaan. Sehingga studi ini ingin mengungkapkan permasalahan perbedaan kepentingan dan persepsi diantara aktor-aktor yang terkait dalam kebijakan yang menyebabkan pada saat diimplementasikannya kebijakan ini berahir pada kegagalan. Sejalan dengan hasil studi yang telah dipaparkan, tesis ini memfokuskan pada dialog yang terjadi antar aktor yang terlibat dalam implementasi Peraturan Gubernur No. 30 Tahun 2011 tentang Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung. Karena aktor yang terlibat dan interaksi diantara mereka menjadi menarik, sebab didalamnya akan melibatkan persepsi dan kepentingan antara masing-masing aktor dalam memahami pengelolaan CSR dari sudut pandang masing-masing aktor tersebut. Dengan pendekatan dialog dalam memahami studi implementasi kebijakan, maka dapat melihat satu sisi problematika, yakni : Mengapa suatu kebijakan dalam tataran implementasi berakhir pada kegagalan. Dialog menjadi penting karena dapat menciptakan interaksi yang berkualitas dalam memahami sebuah tujuan kebijakan antara aktor-aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Perbedaan persepsi antara masing-masing aktor menginterpretasikan suatu kebijakan terkadang menjadi masalah dalam mencapai tujuan kebijakan. Dan dengan dialog pula perbedaan kepentingan yang terjadi antara aktor tersebut dapat diminimalisir sehingga menjadi sebuah konsepsi bersama dalam memahami tujuan kebijakan.
7
Dialog antar aktor dalam studi implementasi kebijakan juga merupakan dinamika perkembangan Generasi III yang dikembangkan oleh ilmuwan sosial Malcom L. Goggin (1990) memperkenalkan pemikiran bahwa variabel prilaku aktor pelaksana implementasi kebijakan lebih menentukan kebijakan. Stoker, Robert P (1991) Kandidat Generasi IV : Regim Theory, menyebutkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam implementasi kebijakan adalah aktor-aktor yang memiliki nilai-nilai yang ingin diwujudkan dalam proses implementasi, dengan demikian regim pelaksana implementasi harus diatur agar implementasi dapat berjalan dengan baik. Bahkan dalam perkembangan terakhir, pemerintah (sebagai aktor utama) mulai melakukan perubahan dengan melibatkan secara aktif partisipasi
masyarakat
dan
swasta
dalam
merancang
kebijakan
serta
mengimplementasikan kebijakan. Allison dalam Wahab (1997:37) mengemukakan persepsi adalah “lensa konseptual” yang pada diri individu berfungsi sebagai kerangka analisis untuk memahami suatu masalah. Dilihat dari sudut ini, maka besar kemungkinan masing-masing orang, kelompok dalam sistem politik yang berkepentingan atas sesuatu isu akan berbeda-beda dalam cara memahami dan bagaimana merumuskannya dan pada gilirannya juga akan mempengaruhi terhadap penilaian mengenai status peringkat yang terkait pada suatu isu kebijakan. Melihat dari fenomena yang terjadi, untuk itu peniliti memilih judul “DIALOG ANTAR AKTOR DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN GUBERNUR NO. 30 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN CSR/PKBL DI PROVINSI LAMPUNG.”
8
1.2. Rumusan Penelitian Sebagaimana telah disebutkan, kebijakan ini adalah sebagai pedoman bagi pemerintah daerah, swasta dan masyarakat dalam melaksanakan program CSR. Sehingga pelaksananaan CSR di Provinsi Lampung dapat berlangsung secara optimal,
efektif,
efisien
dan
berkelanjutan.
Penelitian
ini
bermaksud
mengungkapkan fenomena berbedanya persepsi dan kepentingan tentang CSR antara aktor yang terkait dalam implementasi kebijakan yang terjadi dalam implementasi
kebijakan
pengelolaan
CSR/PKBL
di
Provinsi
Lampung.
Sehubungan dengan itu, permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana dialog antar aktor dalam implementasi kebijakan Peraturan Gubernur No. 30 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung ?” 1.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui aktor-aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan Peraturan Gubernur No. 30 tahun 2011. 2. Untuk mengetahui dialog yang terjadi antara aktor dalam implementasi kebijakan Peraturan Gubernur No. 30 tahun 2011 dengan berbagai kepentingan dan persepsi. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Kegunaan secara teoritis yaitu penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber kajian tentang dinamika permasalahan yang menghambat proses implementasi kebijakan dengan menganalisis aktor-
9
aktor yang terlibat dalam implementasi dengan berbagai kepentingan dan persepsi yang berbeda antara masing-masing aktor terhadap tujuan kebijakan yang ingin dicapai, sehingga hal tersebut yang menyebabkan implementasi kebijakan tidak dapat berjalan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Dengan adanya penelitian ini dapat membantu memberikan gambaran dan masukan kepada Pemerintah Daerah mengenai permasalahan yang menyebabkan tidak berjalannya kebijakan Pergub. No. 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan CSR/PKBL di Provinsi Lampung. b. Bagi Ilmu Pengetahuan Agar dapat menjadi masukan untuk menambah wawasan dan pengetahuan, serta pengalaman terutama bagi penulis dan juga kepada para praktisi dan stakeholders serta memberikan khasanah keilmuan yang luas.
10