BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi alur konflik yang terjadi dalam proyek revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi dinamika antar aktor dalam proses negosiasi dan resolusi konflik Pasar Kranggan Yogyakarta. Seperti yang terjadi pada Senin 9 Juli 2012 ratusan pedagang yang berjualan di luar area Pasar Kranggan berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Yogyakarta menyatakan siap ditata asalkan tidak digusur dan tetap mendengarkan aspirasi pedagang. Salah satu solusi penataan yang diusulkan oleh pedagang luar adalah tetap ditampung di dalam Pasar Kranggan. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Ngudi Rejeki Faisal Rahmat berikut: “Solusi penataan yang kami adalah tetap berada di dalam Pasar Kranggan. Bisa di lantai dua asalkan akses dibuka ke lantai dua diperbaiki . Namun, apabila direlokasi ke lokasi lain, diharapkan lokasi baru tidak jauh dari Pasar Kranggan karena pedagang sudah memiliki banyak langganan tetap.”1 Penelitian ini menjadi penting dilakukan karena permasalahan yang muncul akibat proyek revitalisasi Pasar Kranggan berdampak pada kehidupan pedagang dan kinerja Pemerintah Kota Yogyakarta. Dengan melihat fakta yang terjadi di lapangan, maka konflik Pasar Kranggan Yogyakarta menarik untuk dikaji dan diteliti. Pasar tradisional memberikan kesempatan bagi sebagian masyarakat terutama dari golongan menengah kebawah memiliki ruang publik dan pola bangunan pasar tradisional sangatlah khas dengan pasar tradisional memiliki kios dan los yang memungkinkan karena
1
Wawancara langsung peneliti dengan Faisal Rahmat, Ketua Paguyuban Ngudi Rejeki pada 17 April 2014
interaksi sosial antara penjual dan pembeli sehingga menjadikan pasar sebagai ruang berbagi informasi bagi individu di dalamnya. Interaksi sosial antara pedagang dan pembeli merupakan suatu kultur sosial dalam masyarakat di Indonesia yang kemudian menjadi motivasi untuk berbelanja di tempat tersebut. Pasar tradisional tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi melainkan juga menjadi bagian aset budaya yang harus dilestarikan. Pada pasar tradisional di Indonesia, umumnya masalah kenyamanan adalah masalah utama yang semakin disorot. Kesan semrawut, kotor, bau, dan lainnya membuat ketidaknyamanan dalam berbelanja. Ditambah lagi dengan semakin berkembangnya mini market yang perlahan menjadi saingan dari pasar tradisional. Keberadaan pasar modern dan selera masyarakat saat ini yang serba praktis dan menginginkan kenyamanan adalah sebuah perubahan yang harus dihadapi pasar tradisional. Salah satu cara menghadapi itu adalah dengan perubahan bersama untuk menjadi lebih baik. Saat ini harus tetap mempertahankan kelebihan pasar tradisional dan menghilangkan kekurangannya, oleh karena itu agar pasar tradisional dapat bersaing dengan pasar modern maka harus dibenahi dan ditata. Hal ini perlu upaya yang sungguh-sungguh dari para pedagang, pengelola pasar dan instansi terkait untuk menata dan mengelola pasar ini dengan baik. Pemerintah Kota Yogyakarta berupaya merevitalisasi penampilan bangunan pasar agar menarik minat pembeli untuk berbelanja di pasar tradisional. Dengan menjalin kerjasama bersama SKPD seperti Dinas Pengelolaan Pasar dan Dinas Ketertiban, Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan revitalisasi fisik Pasar Kranggan yang terletak di jalan Pangeran Diponegoro No. 20 Yogyakarta agar terlihat lebih menarik. Pasar Kranggan letaknya strategis dekat dengan Tugu Jogja dan memiliki 2 lantai ini terkenal di Yogyakarta.
Pada tahap revitalisasi ini telah dilakukan penataan pasar dengan membentuk ruang usaha berbentuk los dan kios yang dapat mewadahi para pedagang pasar untuk berdagang agar lebih rapi dan tidak terdistribusi secara acak. Dilakukan penambahan ruang usaha bagi pedagang diluar pasar agar bisa masuk berjualan didalam tentunya dengan membayar sewa kios atau los agar menjadi hak milik pedagang. Mengenai keberadaan pedagang di luar Pasar Kranggan, Kepala Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta Nurwidi Hartana menyusun rencana aksi penataan dengan tetap memperhatikan aspek kemanfaatan. Penertiban dilakukan secara persuasif. Dengan demikian jumlah pedagang di Pasar Kranggan semakin bertambah. Dalam penataan lokasi pedagang setelah selesai direvitalisasi dipetakan dengan zonasi, pedagang dikelompokkan sesuai jenis dagangannya seperti sayur, daging, buah, sayuran serta konveksi. Dengan dipetakannya lokasi pedagang memudahkan pembeli untuk mencari barang yang dibeli. Tujuan dilaksanakannya revitalisasi Pasar Kranggan selain untuk mengubah penampilan pasar tradisional ini menjadi lebih baik, juga memberikan keuntungan bagi para pedagang yang bersifat jangka panjang (wawancara dengan Lurah Cokrodiningratan, Bapak Udiyitno, 8 Mei 2014). Dari pernyataan Bapak Udiyitno tersebut dapat disimak bahwa tujuan revitalisasi Pasar Kranggan itu untuk kesejahteraan pedagang. Namun ada pedagang Pasar Kranggan yang menolak direlokasi karena tempat relokasi yang tidak layak. Sejalan dengan itu, terdapat pengaduan paguyuban pedagang di dalam pasar Kranggan yang resah dengan banyaknya pedagang yang berdagang di luar pasar jalan Poncowinatan. Para pedagang di luar pasar ini justru lebih laku karena lokasi yang strategis berada di pinggir-pinggir jalan dan trotoar. Selain itu para pedagang Pasar Kranggan telah membayar restribusi yang masuk pendapatan asli daerah (PAD) Kota Yogyakarta sebesar Rp 1.000 hingga Rp 10.000 per orang per hari, tetapi pedagang
diluar Pasar Kranggan tidak dikenai biaya sewa tempat. Oleh sebab itu Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Kranggan, Danang Efendi meminta Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menertibkan para pedagang di jalan Poncowinatan tersebut. Pedagang resmi di Pasar Kranggan mengalami kerugian miliaran rupiah karena keberadaan pedagang di luar pasar. Dikarenakan banyak pedagang di luar pasar yang berjualan di trotoar, pembeli tidak mau masuk pasar dan memilih berbelanja di pedagang pinggir jalan. Pedagang didalam pasar juga mengeluhkan omzet pedagang yang semakin menurun. Diungkapkan Yanuar salah seorang pedagang di dalam pasar Kranggan, sejak munculnya pedagang di luar pasar tersebut sejak tiga tahun lalu pihaknya mengalami penurunan omzet yang signifikan mencapai 50 persen. Hal terpenting dalam pembenahan pasar tradisional seperti ini adalah pembenahan pengelolaan. Cara tersebut lebih sulit dilakukan namun lebih menjamin keterwujudan pasar tradisional yang bersih dan nyaman. Pembenahan dimulai dari hulu, yaitu kebijakan pemerintah daerah, hingga ke arah hilir yakni pengelolaan pasar sekaligus pembinaan pedagang. Kebijakan pemerintah daerah dalam pengaturan dan pembinaan pasar tradisional sangat menentukan tingkat keberhasilan. Kebijakan diwujudkan dalam bentuk regulasi hukum, seperti perda, sebagai payung hukum. Realisasinya antara lain penetapan peran pasar tradisional dalam perekonomian, pengaturan pedagang, serta bentuk organisasi pembina dan pengelola pasar. Pada pasar Kranggan, pembenahan pengelolaan dilaksanakan oleh Dinas Pengelola Pasar yang berupaya merevitalisasi bangunan pasar untuk menarik kembali minat pembeli untuk berbelanja di pasar tradisional. Maraknya supermarket yang menjual kebutuhan pokok yang sejenis membuat pasar tradisional menjadi kalah saing dan proyek revitalisasi ini adalah salah satu cara pembangkit minat masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional. Pemerintah Kota Yogyakarta mendukung sepenuhnya proyek ini.
1.1.1 Agenda Revitalisasi Pasar Kranggan Kegiatan utama proyek revitalisasi pasar Kranggan dilakukan dengan melakukan pembenahan-pembenahan yang sesuai dengan urgensi kebutuhan pasar tersebut. Revitalisasi pasar Kranggan dilaksanakan pada tanggal 24 Juni 2013. Direncanakan proyek revitalisasi ini memakan waktu hingga 6 bulan. Kegiatan revitalisasi pasar yang diterapkan di pasar Kranggan yakni dengan melaksanakan beberapa run programming melalui agenda-agenda yang mencakup: pembangunan, pendataan, penertiban, penataan. Pelaksanaan agenda-agenda tersebut dengan mempertimbangkan kondisi pasar Kranggan itu sendiri. Terdapat bentuk bagian dalam pasar yang kumuh dan terlebih ditujukan bagi para pedagang pasar yang berdagang di luar pasar agar bisa masuk berjualan ke dalam. Oleh karena itu hal yang mendesak adalah melakukan revitalisasi dibagian interior pasar dengan perbaikan kios dan los agar tertata dengan rapi dan dapat mengakomodasi keperluan pedagang pasar Kranggan. Kios merupakan bangunan tempat berjualan yang diberi penyekat yang terbuat dari tembok atau triplek. Antara kios dengan kios lainnya dibatasi penyekat serta masing-masing kios diberikan rolling door dan Los merupakan semacam tempat berjualan tanpa menggunakan penyekat. Selama pembangunan pasar dilakukan, pedagang dipindahkan ke tempat relokasi pasar sementara di sepanjang pinggir pasar Kranggan, namun lokasi relokasi sementara dikeluhkan oleh para pedagang. Sekretaris Paguyuban Pedagang Pasar Kranggan Waljito mengungkapkan banyak keluhan pedagang yang masuk ke Paguyuban. Pedagang mengeluhkan kondisi lapak sementara di sisi depan dan belakang pasar yang nantinya digunakan untuk pemindahan sekitar 270 pedagang. Pedagang menilai lapak sementara sangat rentan bocor saat hujan dan keamanan
barang dagangan pedagang tidak terjamin (dalam Harian Jogja/ Eva Syahrani tanggal 12 Juni 2013). Dalam Peraturan Daerah No 2 tahun 2009 tentang Pasar, pedagang dilarang berjualan di luar area pasar. Akibat semakin banyaknya pedagang yang berjualan di luar area pasar, omzet pedagang di dalam pasar mengalami penurunan. Sebelumnya, antara pedagang di dalam dan luar area pasar telah ada kesepakatan tentang jam berdagang yaitu dibatasi hingga pukul 07.30 WIB, namun masih ada pedagang pasar di luar yang tidak menghiraukan peraturan tersebut dan masih tetap berjualan melebihi waktu yang telah disepakati. Hal ini lah yang menjadi pemicu konflik pedagang di Pasar Kranggan. 1.1.2 Awal Mula Konflik Bergulirnya rencana revitalisasi melahirkan berbagai konflik dalam pasar. Pedagang dan juru parkir pasar Kranggan justru menggelar aksi demonstrasi menolak rencana relokasi tersebut. Pedagang menolak rencana Pemerintah Kota Yogyakarta karena risau dengan keberlangsungan aktivitas pedagang saat pasar itu direlokasi. Pedagang juga khawatir tempat relokasi sementara tidak menjamin dagangan laku, proyek tersebut dilakukan selama lima bulan dimana dekat dengan waktu ramadhan dan lebaran. Hal ini disayangkan karena pada saat itu beberapa pedagang justru panen pembeli. Oleh sebab itu, pedagang menolak rencana revitalisasi pasar yang dilakukan 24 Juni 2013. Sebenarnya pedagang tidak keberatan di relokasi sementara saat pasar tersebut di revitalisasi. Namun tempat relokasi ini harus menjanjikan sehingga keberlangsungan para pedagang terjamin. Menurut Waljito, sekretaris paguyuban Pasar Kranggan, Dinas Pengelolaan Pasar (Dinlopas) sebenarnya telah membangun lapak sementara bagi relokasi pedagang
selama revitalisasi berlangsung. Namun lapak yang dibangun tak jauh dari pasar ini sangat tidak representati.”2 Dari pernyataan Waljito dapat disimak bahwasanya tempat relokasi pedagang Pasar Kranggan dikeluhkan oleh pedagang karena bangunannya terbuat dari bambu, dan setiap pedagang hanya memperoleh tempat satu meter persegi. Lapak tersebut tidak memberikan jaminan keamanan barang milik pedagang. Baik keamanan dari pencurian maupun saat cuaca atau turun hujan. Disamping itu, lapak yang sudah dibangun kali ini juga tidak mampu menampung 270 pedagang yang direlokasi. Menanggapi pernyataan dari Waljito mengenai keluhan pedagang di Pasar Kranggan, Kepala Dinas Pengelolaan Pasar, Maryustion Tonang mengungkapkan: “Kami membuat tempat relokasi sementara untuk pedagang Pasar Kranggan di tepi jalan Diponegoro. Meskipun keadaannya jauh dari harapan, namun masih bisa dipakai untuk berdagang. Banyaknya pedagang yang direlokasi sebanyak 270 pedagang membuat lahan untuk relokasi dipersempit. Relokasi pedagang ini harus segera dilakukan, karena proyek revitalisasi Pasar Kranggan tidak bisa ditunda-tunda lagi. Ini juga demi kebaikan pedagang kedepannya.”3 Pada awal dilaksanakannya proyek revitalisasi ini juga muncul polemik antar para pedagang pasar Kranggan. Muncul perbedaan antara pedangang dalam pasar dengan pedagang di luar pasar. Pedagang merasa ada perbedaan omzet yang dicapai antara pedagang dalam pasar dengan di luar pasar. Pembeli banyak yang memilih membeli di luar pasar tanpa harus masuk ke dalam. Menurut Widiyah, salah satu pedagang sayur di luar Pasar Kranggan menjelaskan sebagai berikut: “Alasan berdagang di wilayah tersebut karena lapak di dalam sudah penuh. Apalagi, banyak para pedagang luar juga menyewa tempat untuk menitipkan barang
2 3
Wawancara Eva Syahrani dalam Harian Jogja pada 25 Juni 2013. Wawancara dengan Bapak Maryustion Tonang, Kepala Dinas Pengelolaan Pasar 19 Mei 2014
dagangannya ke pemilik lapak di dalam pasar. Kami sudah berjualan cukup lama diluar pasar.”4 Kedua kelompok ini secara bergantian datang ke gedung DPRD Kota, mengadukan nasibnya. Persoalan seperti ini sering terjadi, dan kadang berulang. Pengelolaan pasar dan PKL merupakan PR besar bagi pemerintah kota. Permasalahan yang dilematis muncul dalam proyek ini. Pedagang di dalam pasar menginginkan para pedagang diluar pasar untuk ikut masuk berjualan di dalam namun lahan untuk berjualan di dalam pasar tidak memadai. Hal ini diperlukan revitalisasi, namun lokasi yang direvitalisasi juga harus steril dari pedagang. Oleh karena itu pedagang tersebut harus pindah ke lokasi berdagang sementara. Namun karena luas lokasi relokasi pasar Kranggan yang tidak terlalu lebar, maka lokasi berdagang sementara memiliki fasilitas yang jauh dibawah lokasi berjualan awal pedagang. Seperti pengurangan luas kios, tidak adanya penyekat antar pedagang, dan atap yang hanya terbuat dari terpal. Persoalan ini harus diselesaikan secara baik dengan mempertemukan seluruh elemen terkait. Kembali lagi untuk tujuan awal revitalisasi yakni untuk mengubah penampilan pasar Kranggan menjadi lebih baik, maka diperlukan kerjasama dari para pedagang pasar serta pemerintah. Hal ini untuk mencari jalan tengah dari permasalahan proyek revitalisasi pasar Kranggan Yogyakarta yang bernilai 1,7 miliar rupiah yang dimulai dari tanggal 24 Juni 2013 tersebut agar selesai tepat waktu. Melihat keadaan tersebut, ada ketertarikan untuk mengadakan suatu kajian mengenai konflik revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta. Dengan kajian ini, diharapkan mampu menjadi referensi bagi pembaca mengenai dinamika konflik proyek revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta.
4
Wawancara dengan Widiyah, salah satu pedagang di luar Pasar Kranggan 3 Desember 2013
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang konflik revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta, rumusan masalah secara umum adalah “Bagaimana konflik
proyek revitalisasi Pasar Kranggan
Yogyakarta?”. Pertanyaan rumusan masalah tersebut kemudian dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan khusus sebagai berikut: 1.2.1 Bagaimana alur konflik proyek revitalisasi Pasar Kranggan Yogyakarta? 1.2.2 Bagaimana negosiasi antar aktor yang dilakukan pada konflik proyek revitalisasi Pasar Kranggan? 1.2.3 Bagaimana resolusi konflik pada konflik proyek revitalisasi Pasar Kranggan? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika antar aktor konflik dalam proyek revitalisasi pasar Kranggan. 1.3.1
Mengetahui alur konflik yang terjadi pada konflik proyek revitalisasi Pasar Kranggan.
1.3.2
Mengetahui cara negosiasi yang dilakukan antar aktor pada konflik proyek revitalisasi Pasar Kranggan.
1.3.3
Mengetahui resolusi konflik pada konflik proyek revitalisasi Pasar Kranggan.
1.4 Manfaat Penelitian Dilaksanakannya penelitian ini diharapkan mampu memberikan dampak positif sebagai penambah kepustakaan sertadapat memberi manfaat bagi objek terkait dengan hasil yang diperoleh, manfaat tersebut diantaranya: 1.4.1 Manfaat bagi penulis Penulis dapat mengetahui resistensi para pedagang dalam proyek revitalisasi pasar Kranggan Yogyakarta serta menambah pengetahuan dan pengalaman menulis. 1.4.2 Manfaat bagi pedagang Semua pedagang pasar Kranggan diharapkan dapat kembali berdagang berdampingan dan tidak ada konflik antar pedagang. 1.4.3 Manfaat bagi Pemerintah Kota Yogyakarta Diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kepala Dinas Pengelolaan Pasar Kota Yogyakarta untuk berperan aktif dalam melakukan penataan pasar Kranggan dan melakukan pembinaan pedagang pasar. 1.4.4 Manfaat bagi pembaca Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan pustaka serta gambaran yang jelas kepada pembaca mengenai data revitalisasi, agar dapat menambah wawasan mengenai resistensi pedagang pasar dalam proses revitalisasi Pasar Kranggan, Yogyakarta.