BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong dunia industri menjadi berkembang dengan sangat pesat. Teknologi telah memampukan para produsen untuk berproduksi dengan jumlah dan kapasitas yang besar. Terkadang suatu proses produksi tersebut mengalami suatu gangguan sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan atau produk yang dibuat tersebut menjadi cacat atau defect. Produk yang cacat akan menjadi beban bagi perusahaan sendiri karena produk yang cacat itu akan mengurangi produktifitas dan menambah biaya penanganan cacat produk. Di samping teknologi, peralatan penunjang yang digunakan, lingkungan, loyalitas, dan kemampuan karyawan, faktor motivasi serta kepuasan kerja juga mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu peran sumber daya manusia dalam organisasi semakin penting dan harus selalu dikembangkan. Pada umumnya perusahaan didirikan dengan harapan dapat berproduksi pada tingkat yang tinggi dan dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan secara terus menerus. Prestasi kerja karyawan akan membawa dampak bagi karyawan yang bersangkutan maupun perusahaan tempat ia bekerja. Bagi karyawan, tingkat prestasi kerja yang tinggi dapat memberikan keuntungan tersendiri, seperti meningkatkan gaji, memperluas kesempatan untuk dipromosikan, menurunnya kemungkinan untuk didemosikan, serta membuat ia semakin ahli dan
1
berpengalaman dalam bidang pekerjaannya. Sebaliknya, tingkat prestasi kerja karyawan yang rendah menunjukkan bahwa karyawan tersebut sebenarnya tidak kompeten dalam pekerjaannya, akibatnya ia sukar untuk dipromosikan ke jenjang pekerjaan yang tingkatannya lebih tinggi, memperbesar kemungkinan untuk didemosikan, dan pada akhirnya dapat juga menyebabkan karyawan tersebut mengalami pemutusan hubungan kerja. Prestasi kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas perusahaan, menurunkan tingkat keluar masuk karyawan (turn over), serta memantapkan manajemen perusahaan. Sebaliknya, prestasi kerja karyawan yang rendah dapat menurunkan tingkat kualitas dan produktivitas kerja, meningkatkan tingkat keluar masuk karyawan, yang pada akhirnya akan berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan. Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari karyawannya adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam
kenyataan
sehari-hari
perusahaan
sesungguhnya
hanya
mengharapkan prestasi atau hasil kerja terbaik dari para karyawannya. Namun tanpa adanya
laporan kondisi prestasi kerja karyawan, pihak organisasi atau
perusahaan juga tidak cukup mampu membuat keputusan yang jernih mengenai karyawan mana yang patut diberi penghargaan atau karyawan mana pula yang harus menerima hukuman selaras dengan pencapaian tinggi rendahnya prestasi kerja karyawan. Tentunya dalam hal ini penilaian prestasi kerja tetap mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mempengaruhi prestasi kerja tersebut. PT. Sumber Alam Semesta merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak di dalam industri air minum dalam kemasan dengan merek dagang “SITA” yang terletak di jalan Sudamala, Sedit, Bebalang, Bangli. Pimpinan perusahaan harus dapat menerapkan strategi yang tepat serta mampu mengarahkan para karyawan untuk berprestasi atau memberikan hasil kerja terbaik agar perusahaan dapat bertahan dan berkembang. Karyawan dituntut untuk dapat melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya lebih profesional, yang berarti karyawan mempunyai pandangan untuk selalu berpikir, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan penuh dedikasi untuk keberhasilan pekerjaanya. Untuk itu, diperlukan adanya pembinaan dan ditumbuhkan kesadaran juga kemampuan kerja yang tinggi. Menurut Hasibuan (2005) apabila pegawai dengan penuh kesadaran bekerja dengan optimal, maka tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai. Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat diperoleh dari pekerjaannya dan kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada PT. Sumber Alam Semesta terhadap karyawan dan kondisi kerja karyawan, ada beberapa indikasi yang mencerminkan prestasi kerja karyawan masih rendah. Indikasi tersebut antara lain. 1) Dari pemantauan di pabrik, beberapa karyawan tidak bekerja tanpa memberitahukan
alasan
yang
jelas,
ini
mengindikasikan
kurang
disiplinnya beberapa karyawan sehingga dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan yang lain, kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Rekap Absensi Bulan Mei 2010
3
PT. Sumber Alam Semesta Hari
Tanggal
Sabtu
01 Mei 2010
Hadir (orang) 42
Minggu
02 Mei 2010
2
Senin
03 Mei 2010
40
Selasa
04 Mei 2010
41
Rabu
05 Mei 2010
42
Kamis
06 Mei 2010
40
Jumat
07 Mei 2010
40
Sabtu
08 Mei 2010
39
Minggu
09 Mei 2010
2
Senin
10 Mei 2010
38
Selasa
11 Mei 2010
42
Rabu
12 Mei 2010
42
Kamis
13 Mei 2010
2
Jumat
14 Mei 2010
40
Sabtu
15 Mei 2010
42
Minggu
16 Mei 2010
2
Senin
17 Mei 2010
42
Selasa
18 Mei 2010
41
Rabu
19 Mei 2010
41
Kamis
20 Mei 2010
42
Jumat
21 Mei 2010
42
Sabtu
22 Mei 2010
40
Minggu
23 Mei 2010
2
Senin
24 Mei 2010
41
Selasa
25 Mei 2010
42
Sakit (orang)
Ijin (orang)
Tanpa Keterangan (orang)
Keterangan
Libur 1
1 1
2 1
1 1
2 Libur
1
1
2
Tgl. merah 2
Libur
1 1
2 Libur 1
Rabu
26 Mei 2010
41
Kamis
27 Mei 2010
42
Jumat
28 Mei 2010
2
Sabtu
29 Mei 2010
40
Minggu
30 Mei 2010
2
Senin
31 Mei 2010
42
1
Tgl. merah 1
Libur
2
Jumlah
1
7
15
Sumber : PT. Sumber Alam Semesta Berdasarkan data pada Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa dari 24 (dua puluh empat) kali karyawan yang absen bekerja, 15 (lima belas) kali diantaranya tanpa keterangan. Ini mengindikasikan kurangnya disiplin kerja karyawan sehingga perlu pembinaan agar tidak berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan yang lain. 2) Sering rusaknya mesin dan peralatan kerja mengakibatkan proses produksi menjadi terganggu dan target penjualan menjadi tidak tercapai. Sering rusaknya mesin dan peralatan kerja disebabkan karena kurang disiplinnya mekanik dalam pemeliharaan mesin dan peralatan sebelum dan sesudah proses produksi berlangsung. Kondisi ini dapat dilihat pada Tabel 1.2 Tabel 1.2 Target dan Realisasi Penjualan Bulan Mei 2010 PT. Sumber Alam Semesta Produk
Target (Rp)
Penjualan (Rp)
Pencapaian (%)
Cup 240 ml
52,000,000.00
35,715,000.00
68,68
Botol 330 ml
157,950,000.00
113,125,000.00
71,62
Botol 600 ml
27,300,000.00
18,125,000.00
66,39
Botol 1500 ml
32,500,000.00
20,800,000.00
64,00
5
Galon 19 lt
31,200,000.00
20,580,000.00
Rata-rata
65,96
67,33
Sumber : PT. Sumber Alam Semesta Berdasarkan data pada Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa rata-rata pencapaian penjualan 67,33 persen dari target yang telah ditetapkan perusahaan. 3) Berdasarkan observasi yang dilakukan di beberapa unit, terlihat sering terjadi koordinasi dan komunikasi yang kurang. Selain itu antar individu/karyawan terlihat saling tidak mendukung dalam penyelesaian tugas, sehingga pekerjaan yang semestinya cepat terselesaikan menjadi terlambat penyelesaiannya, padahal pekerjaan itu semestinya dapat diselesaikan tepat waktu. Kejadian dan keadaan di atas sangat mempengaruhi produktivitas perusahaan secara keseluruhan. Untuk mengatasi masalah tersebut, PT. Sumber Alam Semesta harus lebih meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Menurut Hasibuan (2005) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan.
Martoyo
(2007)
menyatakan
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi prestasi kerja karyawan ataupun produktivitas kerja karyawan antara lain, motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, aspek-aspek ekonomis, aspek-aspek teknis, dan perilaku-perilaku lainnya. Steers (1984) dalam Sutrisno (2007) mengemukakan bahwa prestasi kerja individu merupakan gabungan dari tiga faktor yaitu; (1) kemampuan, perangai, dan minat seorang pekerja; (2) kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peranan
seorang pekerja; (3) tingkat motivasi kerja. Seseorang yang mempunyai kemampuan yang sangat rendah walau mempunyai motivasi yang tinggi, akan menghasilkan prestasi yang lebih rendah dibandingkan dengan orang yang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dengan tingkat motivasi yang sama. Sebaliknya seseorang yang mempunyai kemampuan yang tinggi tetapi dengan motivasi yang lebih rendah akan menghasilkan prestasi yang lebih rendah dibandingkan seseorang yang mempunyai kemampuan yang sama tetapi dengan motivasi yang lebih tinggi. Ini berkaitan dengan kemampuan dan motivasi kerja untuk kondisi di PT. Sumber Alam Semesta saat ini. Faktor kepuasan kerja karyawan juga sangat perlu mendapatkan perhatian karena kepuasan ini timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu karyawan terpenuhi. Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan timbul sikap atau tingkah laku negatif dan pada gilirannya akan dapat menimbulkan frustasi, sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja dengan baik, penuh semangat, aktif dan dapat berprestasi lebih baik dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Dalam hal ini hanya karyawan yang puas yang akan dapat memuaskan konsumen atau pelanggan. Dengan pemberian motivasi yang tepat diharapkan setiap karyawan akan terdorong untuk meningkatkan prestasi
7
kerjanya. Demikian pula halnya dengan karyawan, pimpinan perusahaan harus senantiasa menimbulkan dorongan kerja atau motivasi yang tinggi kepada karyawan agar dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Berdasarkan uraian di atas maka prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta menarik untuk diteliti lebih jauh, terutama dikaitkan dengan motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kemampuan kerja karyawan.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahannya sebagai berikut. 1) Apakah ada pengaruh signifikan secara simultan dari motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta? 2) Apakah ada pengaruh positif dan signifikan secara parsial dari masingmasing variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta? 3) Variabel manakah di antara variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja yang berpengaruh dominan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh signifikan secara simultan dari variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja terhadap
prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta. 2) Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh positif dan signifikan secara parsial dari variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta. 3) Untuk mengetahui variabel manakah diantara motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja yang berpengaruh dominan terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta.
1.4 Manfaat Penelitian Melihat latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, manfaat penelitian dapat dirinci sebagai berikut. 1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam upaya untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta sehingga nantinya mendapatkan kinerja organisasi secara optimal. 2) Bagi
penyelesaian
operasional
dan
kebijakan
perusahaan
dapat
memberikan masukan dan saran pemikiran pihak manajemen sumber daya manusia
dalam
mengambil
keputusan
dan
kebijaksanaan
yang
berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan berkaitan dengan motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja karyawan.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Prestasi Kerja 2.1.1 Pengertian Prestasi Kerja Hal utama yang dituntut oleh perusahaan dari karyawannya adalah prestasi kerja mereka yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Namun karyawan tidak bisa diperlakukan seenaknya seperti menggunakan faktorfaktor produksi lainnya (mesin, modal, dan bahan baku). Karyawan juga harus selalu diikutsertakan dalam setiap kegiatan dan memberikan peran aktif untuk menggunakan alat-alat yang ada. Karena tanpa peran aktif karyawan, alat-alat canggih yang dimiliki tidak ada artinya bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya. Menurut Hasibuan (2005) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Bernardin
dan Russel (1993) dalam Sutrisno (2007) memberikan definisi tentang prestasi kerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-funsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kuru waktu tertentu. Byars dan Rue (1984) dalam Sutrisno (2007) mengartikan prestasi sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang mencakup pada pekerjaannya. Pengertian tersebut menunjukkan pada bobot kemampuan individu di dalam memenuhi ketentuanketentuan yang ada di dalam pekerjaannya. Sedangkan prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh kemampuan karakteristik pribadi serta persepsi terhadap peranannnya dalam pekerjaan itu. Jadi prestasi kerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan, dan persepsi tugas. Dari batasan tersebut jelaslah bahwa yang dimaksudkan dengan prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Setiap pencapaian prestasi diikuti perolehan yang mempunyai nilai bagi karyawan yang bersangkutan, baik berupa upah, promosi, teguran atau pekerjaan yang lebih baik. Hal ini tentunya memiliki nilai yang berbeda bagi orang yang berbeda. Masalahnya adalah bagaimana atasan menghargai prestasi kerja para karyawan sehingga dapat memotivasi. Hal ini tidak kalah pentingnya terkait dengan prestasi kerja yaitu siapa yang menilai, sebab hasil panilaian yang tidak benar atau kesalahan dalam menilai akan menimbulkan masalah serius dan dampaknya bukan memotivasi tapi justru akan menurunkan prestasi kerja karyawan. 2.1.2
Penilaian Prestasi Kerja
11
Asnawi (1999) mengemukakan bahwa di dalam proses penilaian prestasi kerja, terdapat berbagai macam teknik penilaian yang dapat digunakan, baik yang objektif maupun yang subjektif. Penilaian yang objektif akan mendasarkan pada data yang masuk secara otentik, baik yang menyangkut perilaku kerja, kepribadian, maupun data mengenai produksi. Sedangkan penilaian yang subjektif sangat tergantung pada judgment pihak penilai. Oleh karena itu, terutama untuk hasil penilaian yang subjektif, hasil tersebut perlu untuk dianalisis dengan lebih teliti, sebab ia dapat berakhir dengan relatif ataupun absolut. Hal ini harus diperhatikan
menimbang
banyaknya
penyimpangan
perilaku
(behavioral
barriers), baik yang bersifat penyimpangan interpersonal maupun penyimpangan politis. Menurut Panggabean (2002) penilaian prestasi merupakan sebuah proses formal untuk melakukan peninjauan kembali dan evaluasi prestasi kerja secara periodik. Proses penilaian prestasi ditujukan untuk memahami prestasi kerja seseorang. Tujuan ini memerlukan suatu proses, yaitu serangkaian kegiatan yang saling berkaitan. Kegiatan-kegiatan itu terdiridari identifikasi, observasi, pengukuran, dan pengembangan hasil kerja karyawan dalam sebuah organisasi. Menurut
Murphy
dan
Cleveland
dalam
Panggabean
(2002)
mengemukakan penilaian prestasi kerja adalah untuk memperoleh informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kegiatan manajemen sumber daya manusia yang lain, seperti perencanaan dan pengembangan karier, program-program kompensasi, promosi, demosi, pensiun, dan pemberhentian karyawan atau pemecatan. Martoyo (2007) menyatakan penilaian prestasi kerja karyawan pada dasarnya merupakan penilaian yang
sistematik terhadap penampilan kerja karyawan itu sendiri dan terhadap taraf potensi karyawan dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan perusahaan. Sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah kecakapan dan kemampuan pelaksanaan tugas yang diberikan, penampilan dalam pelaksanaan tugas, cara membuat laporan atas pelaksanaan tugas, ketegaran jasmani dan rohani selama bekerja.
2.1.3
Indikator Prestasi Kerja Menurut Flippo (1986) dalam Sariyathi (2003) indikator pengukuran
prestasi kerja dapat dilakukan melalui penilaian; (1) kualitas kerja, yaitu berkaitan dengan ketepatan, ketrampilan, ketelitian dan kerapian pelakanaan pekerjaan; (2) kuantitas kerja, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan tugas reguler dan tambahan; (3) ketangguhan, yaitu berkaitan dengan ketaatan mengikuti perintah, kebiasaan mengikuti peraturan, keselamatan, inisiatif, dan ketepatan waktu kehadiran; (4) sikap, yaitu menunjukkan seberapa jauh tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan serta bagaimana tingkat kerjasama dengan teman atau atasan dalam menyelesaikan pekerjaan. Menurut Dharma (1985) dalam Sariyathi (2003) pengukuran prestasi kerja mempertimbangkan; (1) kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan; (2) kualitas, yaitu mutu yang dihasilkan; (3) ketepatan waktu, yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah direncanakan. Menurut Sutrisno (2007) Pengukuran prestasi kerja diarahkan pada enam aspek yang merupakan bidang prestasi kunci bagi perusahaan yang bersangkutan. Bidang prestasi kunci tersebut adalah; (1) hasil kerja, yaitu tingkat kuantitas
13
maupun kualitas yang telah dihasilkan; (2) pengetahuan pekerjaan, yaitu tingkat pegetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja; (3) inisiatif, yaitu tingkat inisiatif selama melaksanakan tugas pekerjaan khususnya dalam hal penanganan masalahmasalah yang timbul; (4) kecekatan mental, yaitu tingkat kemampuan dan kecepatan dalam menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja serta situasi kerja yang ada; (5) sikap, yaitu tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam melaksanakan tugas pekerjaan; (6) disiplin waktu dan absensi, yaitu tingkat ketepatan waktu dan tingkat kehadiran. Dalam penelitian ini, indikator prestasi kerja yang akan diteliti adalah; (1) kualitas pekerjaan; (2) kuantitas pekerjaan; (3) ketepatan waktu. 2.1.4
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Menurut Martoyo (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja
karyawan atau produktivitas kerja karyawan adalah motivasi, kepuasan kerja, tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, aspek-aspek ekonomi, aspek-aspek teknis dan prilaku-perilaku karyawan. Menurut Hasibuan (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan. Steers (1985) dalam Sariyathi (2003) mengemukakan ada tiga faktor penting yang mempengaruhi prestasi kerja yaitu; (1) kemampuan, kepribadian dan minat kerja; (2) kejelasan dan penerimaan atas penjelasan peran seorang pekerja; (3) tingkat motivasi pekerjaan. Penelitian Neal dan Griffin (1999), yang berjudul Developing a Model Individual Performance for Human Resource Management, menunjukkan bahwa
prestasi kerja dipengaruhi oleh pengetahuan dan ketrampilan, motivasi dan kemampuan beradaptasi dengan teknologi. Pengetahuan dan ketrampilan mempunyai pengaruh lebih kuat terhadap kinerja konstektual dan teknologi mempunyai hubungan yang lebih kuat terhadap kinerja tugas daripada kinerja konstektual. Hasibuan (1994) dalam Aminullah (2010) menyatakan bahwa prestasi kerja seorang pegawai merupakan gabungan dari tiga faktor penting yaitu (1) kemampuan dan minat seseorang pekerja, (2) kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran, (3) serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor tersebut maka semakin besar prestasi kerja pegawai. Penelitian mengenai prestasi kerja yang dilakukan Ida, Alhabsji, dan Musadieq (2008) menyimpulkan bahwa faktor motivasi kerja, kemampuan kerja, gaya kepemimpinan situasional dan disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. Penelitian yang dilakukan Rokhimah (2007) menyimpulkan bahwa; (1) terdapat pengaruh yang signifikan dari motivasi dan kemampuan karyawan terhadap prestasi kerja karyawan; (2) terdapat pengaruh yang positif antara motivasi kerja terhadap prestasi kerja; (3) terdapat pengaruh yang positif antara kemampuan kerja terhadap prestasi kerja. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi kerja tersebut dan berdasarkan pengamatan di perusahaan, maka faktor motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kemampuan kerja yang lebih dominan mempengaruhi prestasi kerja karyawan PT. Sumber Alam Semesta, sehingga dalam penelitian ini akan dibahas ketiga faktor tersebut.
15
2.2 Motivasi Kerja 2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja Menurut Robbins (2002) motivasi adalah kegiatan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuantujuan organisasi, yang dikordinasikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual. Hasibuan (2005) mengemukakan bahwa motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Perusahaan bukan saja mengharapkan karyawan mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan jika mereka tidak mau bekerja giat. Menurut Mitchell (1982) dalam Winardi (2001) motivasi mewakili prosesproses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya diarahkannya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan kearah tujuan tertentu. Menurut Gray (1984) dalam Winardi (2001) motivasi merupakan sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan prestasi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Berdasarkan beberapa pengertian tentang motivasi di atas bahwa setiap tindakan pimpinan dalam organisasi menstimulasi suatu reaksi pada karyawannya,
maka ia tidak punya pilihan apakah ia memotivasi mereka atau tidak. Persoalan pokok adalah bagaimana ia melakukan, apakah tindakan-tindakannya bersifat efektif sehingga pihak karyawan bekerja secara menguntungkan bagi organisasi atau karyawan bekerja tidak efektif sehingga mengganggu kelancaran organisasi tersebut. Istilah motivasi memiliki pengertian yang beragam baik yang berhubungan dengan
perilaku
individu
maupun
perilaku
organisasi. Namun
apapun
pengertiannya, motivasi merupakan unsur penting dalam diri manusia yang berperan mewujudkan keberhasilan dalam usaha atau pekerjaan manusia. Ridig (1998), Soegiri (2004) dalam Antoni (2006) mengemukakan bahwa pemberian dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh manajemen. Hubungan motivasi, gairah kerja dan hasil optimal mempunyai bentuk linier dalam arti dengan pemberian motivasi yang baik, maka gairah kerja karyawan akan meningkat dan hasil kerja akan optimal sesuai standar yang ditetapkan perusahaan. Akintoye (2000) dalam penelitiannya menegaskan bahwa uang masih tetap menjadi strategi motivasi yang paling signifikan. Sebelumnya Taylor (1911) dalam Akintoye (2000) mendeskripsikan uang sebagai faktor yang paling penting dalam memotivasi para pekerja industri untuk meraih produktivitas yang lebih besar. Taylor juga menganjurkan adanya pembuatan sistem upah insentif sebagai alat memotivasi pekerja untuk lebih berprestasi, berkomitmen, dan memberikan kepuasan yang tinggi. Uang memegang kekuatan pendukung yang signifikan yang sama besarnya dengan uang sebagai simbul tujuan yang tak dapat dilihat seperti keamanan, kekuatan, harga diri, dan prestasi serta kesuksesan.
Katz dalam Sinclair, at al (2005) menunjukkan kekuatan pendukung uang
17
melalui proses pemilihan pekerjaan. Beliau menjelaskan bahwa uang memiliki kekuatan untuk menarik, menguasai, dan memotivasi seseorang untuk berprestasi tinggi. Sebagai contoh jika seseorang pustakawan atau pemberi informasi memiliki pekerjaan lain yang ditawarkan dimana memiliki karakteristik pekerjaan yang hampir sama dengan pekerjaannya saat ini, tetapi memiliki lebih bonus finansial, maka pekerja tersebut kemungkinan besar akan lebih termotivasi untuk menerima tawaran pekerjaan baru tersebut. Surahman (2008) yang meneliti hubungan antara persepsi terhadap gaji dan komitmen organisasi dengan motivasi berprestasi, menyimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap gaji dengan motivasi berprestasi, semakin tinggi persepsi terhadap gaji maka semakin tinggi motivasi berprestasinya dan juga sebaliknya. 2.2.2
Teori Motivasi Menurut Mangkunegara (2005) teori motivasi dipahami agar pimpinan
mampu mengidentifikasi apa yang memotivasi karyawan bekerja, hubungan perilaku kerja dengan motivasi dan mengapa karyawan berprestasi tinggi. Teoriteori motivasi dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu (1) teori motivasi dengan pendekatan isi (content theory), (2) teori motivasi dengan pendekatan proses (process theory), (3) teori motivasi dengan pendekatan penguat (reinforcemen theory). Teori motivasi dengan pendekatan isi lebih banyak menekankan pada faktor apa yang membuat karyawan melakukan suatu tindakan tertentu. Contohnya teori motivasi Maslow. Teori motivasi pendekatan proses tidak hanya
menekankan pada faktor apa yang membuat karyawan bertindak, tetapi juga bagaimana karyawan tersebut termotivasi. Contohnya teori motivasi berprestasi dari McClelland. Teori motivasi dengan pendekatan penguat, lebih menekankan suatu tindakan dilakukan atau yang dapat mengurangi suatu tindakan. Contohnya teori motivasi dari Skinner. Kebutuhan merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Kita sebagai pemimpin tidak mungkin memahami perilaku pegawai tanpa mengerti kebutuhannya. Maslow dalam Prasetya (2009) mengemukakan bahwa hirarkhi kebutuhan manusia adalah sebagai berikut. 1) Kebutuhan
fisikologis,
yaitu
kebutuhan
untuk
makan,
minum,
perlindungan fisik, bernafas, seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang paling dasar. 2) Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. 3) Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berafiliasi, berinteraksi, serta rasa dicintai dan mencintai. 4) Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain. 5) Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi, mengemukakan ide-ide, memberikan penilaian, kritik dan berprestasi. Teori motivasi berprestasi oleh McClelland (1961) dalam Brantas (2009) mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan, sebagai berikut.
19
1) Need for Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik daripada sebelumnya, selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih tinggi. 2) Need for Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berhubungan sosial, yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain atau berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. 3) Need for Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk memiliki pengaruh orang lain. 2.2.3 Indikator Motivasi Kerja Sejalan dengan teori dan pendapat para ahli yang dikemukakan diatas, maka dalam penulisan tesis hanya diambil teori motivasi yang dianggap relevan dengan penelitian, yaitu teori motivasi dari McClelland’s. Dalam teorinya yang dikutip dalam Brantas (2009), yaitu McClelland’s Achievement Motivation Theory (teori motivasi prestasi McClelland’s) ada tiga faktor atau dimensi dari motivasi, yaitu motif, harapan, dana insentif. Motif (Motif) adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang. Setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dorongan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu tersebut dapat diakibatkan oleh hasil proses pemikiran dari dalam diri pegawai maupun dari luar
dirinya. Alasan-alasan yang mendorong manusia untuk melakukan sesuatu dikarenakan mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Hasibuan (2000) dalam Brantas (2009) mengemukakan dalam memotivasi karyawan, pimpinan hendaknya menyediakan peralatan menciptakan suasana pekerjaan yang baik,
dan
memberikan
kesempatan
untuk
promosi.
Dengan
demikian,
kemungkinan untuk mencapa kebutuhan akan prestasi, afiliasi dan kekuatan yang diinginkannya, yang merupakan daya penggerak untuk memotivasi karyawan dan menggerakkan semua potensi yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan dengan tempat dan suasana di lingkungan ia bekerja, dapat diukur dengan indikator-indikator yaitu; (1) upah yang adil dan layak; (2) kesempatan untuk maju; (3) pengakuan sebagai individu; (4) keamanan bekerja; (5) tempat kerja yang baik; (6) penerimaan oleh kelompok; (7) perlakuan yang wajar; (8) pengakuan atas prestasi. Harapan (Expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. Secara umum harapan dapat diartikan sebagai suatu tindakan tertentu akan diikuti oleh hasil atau tindakan berikutnya. Dalam konsep ini harapan tersebut dapat dinilai nol (harapan sama sekali tidak ada). Tetapi dapat pula satu, bila sangat yakin bahwa hasilnya positif ada. Secara sederhana, teori ini menyatakan bahwa motivasi seseorang dalam organisasi tergantung pada harapannya. Seseorang akan mempunyai motivasi tinggi untuk berprestasi tinggi dalam organisasi, jika ia berkeyakinan bahwa dari prestasinya itu ia dapat mengharapkan imbalan yang lebih besar. Sebaliknya sesorang tidak
21
mempunyai harapan bahwa prestasinya akan dihargai lebih tinggi tidak akan pula berusaha meningkatkan prestasinya. Hersey (1982) dalam Brantas (2009) mengemukakan indikator-indikator tentang harapan para karyawan sebagai berikut;
(1)
kondisi
kerja
yang
baik;
(2)
perasaan
ikut
terlibat;
(3) pendisiplinan yang bijaksana; (4) penghargaan penuh atas penyelesaian pekerjaan; (5) loyalitas pimpinan terhadap karyawan; (6) pemahaman yang simpatik atas persoalan pribadi; (7) jaminan pekerjaan. Insentif (Incentive) yaitu memotivasi (merangsang) bahwa dengan memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan demikian semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. Perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan ikut membangun, memelihara dan memperkuat harapan-harapan pegawai agar dalam diri pegawai timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi dalam organisasi. Ada beberapa indikaror tentang imbalan yang berasal dari pekerjaan (ekstrinsik) yang dikemukakan oleh Gibson (1996) dalam Brantas (2009) adalah; (1) gaji dan upah; (2) tunjangan; (3) promosi. Indikator motivasi kerja dalam penelitian ini adalah; (1) gaji yang diterima; (2) pengakuan sebagai individu; (3) penerimaan oleh kelompok; (4) kondisi kerja; (5) pendisiplinan yang bijaksana; (6) loyalitas pimpinan; (7) tunjangan yang diterima; (8) promosi yang diperoleh.
2.3 Kepuasan Kerja
2.3.1
Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Robbins (2002) kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap
pekerjaannya. Seseorang yang tingkat kepuasan kerjanya tinggi akan memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak puas terhadap pekerjaannya akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaannya. Menurut Martoyo (2007) kepuasan kerja dimaksudkan keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Menurut Handoko (2001) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kepuasan psikologis dan akhirnya akan timbul sikap atau tingkah laku negatif dan pada gilirannya akan dapat menimbulkan frustasi, sebaliknya karyawan yang terpuaskan akan dapat bekerja dengan baik, penuh semangat, aktif dan dapat berprestasi lebih baik dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Pendapat tersebut juga didukung oleh Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001) kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada gilirannya menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, memiliki semangat kerja rendah, cepet lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen, dan melakukan kesibukan yang tidak ada
23
hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya catatan kehadiran dan berprestasi kerja labih baik dari karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun perusahaan. Apabila organisasi memperhatikan dan dapat memberikan kebutuhan segala kebutuhan karyawan, maka dalam diri karyawan yang bersangkutan akan mempunyai perasaan senang dan gembira lahir batin dalam menghadapi pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan karyawan, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan kerja karyawan tersebut, dimana semua ini akan mendorong prestasi kerja karyawan yang maksimal. Koesmono (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja adalah dipenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhannya melalui kegiatan kerja atau bekerja. Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996) dalam Sylvana (2002) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan bagian dari proses motivasi. Kepuasan anggota organisasi dapat dihubungkan dengan kinerja dan hasil kerja mereka serta imbalan dan hukuman yang mereka terima. Oleh Karena itu, tingkat kepuasan kerja dalam organisasi dapat ditunjukkan dengan hasil seperti sikap anggota organisasi, pergantian pekerjaan anggota organisasi, kemangkiran atau
absensi, keterlambatan, dan keluhann yang biasa terjadi dalam suatu organisasi. Hermansah (2010) menyatakan Seorang pegawai akan mendapatkan kepuasan kerja jika memersepsikan bahwa imbalan yang diterimanya baik berupa gaji, insentif, tunjangan dan penghargaan lainnya yang tidak berbentuk materi atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukannya nilainya lebih tinggi daripada pengorbanannya berupa tenaga dan ongkos yang telah dikeluarkannya untuk melaksanakan pekerjaan itu. Pegawai memerlukan suatu penghargaan pada saat hasil kerjanya telah memenuhi atau bahkan melebihi standar yang telah ditentukan oleh perusahaan. Bentuk penghargaan yang paling baik adalah membuat pegawai mengetahui kalau dirinya dihargai oleh perusahaan, bukan hanya oleh sekelompok kecil orang. Perusahaan harus memberikan penghargaan kepada pegawai karena pegawai sebagai bagian dari modal, dan sangat disayangkan kalau modal yang paling berharga dilepas hanya karena personal tersebut tidak dihargai. Anthony (2010) mengemukakan dua pemikiran yang berbeda menjelaskan hubungan antara prestasi dan tingkat keluar masuk karyawan. Satu pemikiran menyarankan bahwa pegawai-pegawai yang berprestasi kerja tinggi yang diberi penghargaan untuk produktivitas kerja yang tinggi, berkeinginan untuk tetap tinggal di perusahaan tersebut yang menghargai prestasi dan kemauan mereka. Akibatnya akan tidak sama daripada pegawai-pegawai yang berprestasi kerja rendah yang secara sukarela meninggalkan perusahaan. Pemikiran yang lain menyarankan bahwa pegawai-pegawai yang berprestasi kerja tinggi, yang lebih berkeinginan
terhadap
perusahaan-perusahaan
eksternal
sebagai
hasil
produktivitas kerja mereka yang tinggi, akan lebih memiliki kesempatan-
25
kesempatan kerja diluar, akan lebih sama dengan pegawai-pegawai yang berprestasi kerja rendah untuk meninggalkan perusahaan.
2.3.2
Teori Kepuasan Kerja Untuk membahas kepuasan kerja, beberapa teori telah diajukan untuk
menyatakan mengapa seseorang menyenangi pekerjaannya, sehingga dapat berprestasi dengan baik, yang akan bermamfaat untuk kedua belah pihak baik untuk karyawan itu sendiri maupun terhadap perusahaan. Menurut Wexley dan Yukl (1977) dalam As’ad (2004) teori kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu, discrpancy theory, equity theory, two factor theory. Discrepancy theory pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter (1961) dalam As’ad (2004) mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how much of something there should be and how much there “is now”). Locke (1969) dalam As’ad (2004) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung kepada discrepancy antara should be dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya yang telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan. Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi. Apabila apa yang didapat ternyata lebih besar daripada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positip. Sebaliknya makin jauh
kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan. Equity theory dikembangkan oleh Adams (1963) dalam As’ad (2004). Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan keadilan (equity) atau tidak puas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Two Factor Theory pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (1959) dalam As’ad (2004). Berdasarkan atas hasil penelitian beliau, membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers atau motivator dan kelompok dissatisfiers atau hygiene factors. Satisfiers adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, kemajuan-kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan pribadi. Dikatakannya bahwa hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidak puasan. Dissatisfiers adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidak puasan, yang terdiri dari gaji, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, kebijakan perusahaan, kualitas supervisi, hubungan antar pribadi, jaminan sosial. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan menimbulkan kepuasan karena ini merupakan sumber kepuasan kerja.
27
2.3.3
Indikator Kepuasan Kerja Banyak indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan.
Indikator-indikator itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan tergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Menurut Gilmer (1996) dalam Prasetyo (1997) indikator-indikator yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah kesempatan untuk maju, keamanan kerja, gaji, perusahaan dan manajemen, pengawasan, faktor instrinsik dari pekerjaan, kondisi kerja, aspek sosial dalam pekerjaan, komunikasi, dan fasilitas yang diberikan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (1978) dalam Sutrisno (2007) menemukan bahwa hal-hal yang menyebabkan rasa puas adalah prestasi, penghargaan, kenaikan jabatan, dan pujian. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidak puasan adalah kebijakan perusahaan, supervisor, kondisi kerja dan gaji. Menurut
Blum
(1956)
dalam
As’ad
(2004)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah : (1) faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan; (2) faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan; (3) faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketenteraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Pendapat lain dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (1950) dalam As’ad (2004) faktor yang menimbulkan kepuasan
kerja karyawan adalah kedudukan, pangkat, umur, jaminan finansial dan jaminan sosial, mutu pengawasan. Berdasarkan indikator yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut di atas akan dapat dipahami sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena setiap individu akan memiliki kepuasan yang berbeda-beda sesuai sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Oleh karenanya sumber kepuasan karyawan secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan. Meskipun untuk batasan kepuasan kerja ini belum ada keseragaman tetapi yang jelas
dapat
dikatakan bahwa tidak ada prinsip-prinsip ketetapan kepuasan kerja yang mengikat dari padanya. Dalam penelitian ini kepuasan kerja karyawan diukur berdasarkan indikator-indikator; (1) kesempatan untuk maju; (2) keamanan bekerja; (3) penghargaan atas pencapaian prestasi; (4) fasilitas yang diterima.
2.4 Kemampuan Kerja 2.4.1
Pengertian Kemampuan Kerja Pengertian mampu menurut Wojowasito (1995) adalah kesanggupan atau
kecakapan, sedangkan kemampuan berarti seseorang yang memiliki kecakapan atau kesanggupan untuk menjalankan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Menurut Robbins (2002)
29
dalam Pertiwi (2008) kemampuan (ability) merupakan suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk kegiatan mental. Misalnya tes IQ, dirancang untuk menentukan kemampuan intelektual umum seseorang. Tujuh dimensi yang membentuk kemampuan intelektual adalah kemahiran berhitung, pemahaman ferbal, kecakapan perseptual, penalaran induktif, visualisasi ruang dan ingatan (memori). Pekerjaan berbeda-beda dalam tuntutannya bagi pemangku pekerjaan itu untuk menggunakan kemampuan intelektual mereka makin banyak tuntutan pemrosesan informasi dalalam suatu pekerjaan, makin banyak kecerdasan umum dan kemampuan verbal diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu dengan sukses. Kemampuan intelektual memainkan peran yang lebih besar dalam pekerjaan-pekerjaan rumit yang menuntut persyaratan pemrosesan informasi. Kemampuan fisik yang khusus memiliki makna penting untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kurang menuntut keterampilan dan yang lebih terbakukan dengan sukses. Misalnya pekerjaan yang keberhasilannya menuntut stamina, kecekatan tangan, kekuatan tungkai, atau bakat-bakat serupa menuntut menejemen untuk mengenali kapabilitas fisik seorang karyawan. Terdapat sembilan kemampuan fisik dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas jasmani, yaitu kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis , kekuatan, keluwesan eksten, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina. Individu-individu berbeda dalam hal sejauh mana mempunyai tiap-tiap
kemampuan tersebut. Skor yang tinggi pada satu kemampuan bukanlah jaminan skor yang tinggi pada kemampuan yang lain. Kemampuan intelektual atau fisik khusus yang diperlukan untuk kinerja yang memadai pada suatu pekerjaan, tergantung pada persyaratan yang diminta dari pekerjaan itu. Menurut Zainun (1994) dalam Sariyathi (2003) bahwa kemampuan (ability)
dimaksudkan
sebagai
kesanggupan
(capasity)
karyawan
untuk
melaksanakan pekerjaannya. Kemampuan mengandung berbagai unsur seperti keterampilan manual dan intelektual, bahkan sampai kepada sifat-sifat pribadi yang dimiliki. Unsur-unsur ini juga mencerminkan pendidikan, latihan dan pengalaman yang dituntut sesuai rincian kerja. Kemampuan sesungguhnya merupakan suatu unsur pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk memungkinkan para karyawan bekerja dengan cara tertentu. Menurut Gitosudarmo dan Sudita (2008) pencapaian prestasi berkaitan dengan kemampuan menyelesaikan tujuan yang menantang (challenging goal). Sebagian orang menyenangi tujuan-tujuan yang menantang (tujuan yang cukup berat tetapi masih mungkin dicapai), dan sebagian lagi menyenangi tujuan yang moderat maupun rendah. Kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ini berarti bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan selalu masih tersedia suatu tingkatan kemampuan yang belum dipergunakan oleh seseorang. 2.4.2
Indikator Kemampuan Kerja Menurut Sutermeister (1976) dalam Sariyathi (2003) kemampuan adalah
faktor penting dalam meningkatkan produktifitas kerja, kemampuan berhubungan
31
dengan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) yang dimilik seseorang. Pengetahuan diukur dengan indikator-indikator, yaitu; (1) tingkat pendidikan formal yang dimilikinya; (2) pelatihan teknis yang pernah diikutinya; (3) kemampuan menguasai pekerjaan. Keterampilan diukur dengan indikatorindikator, yaitu : (1) petunjuk teknis pekerjaan; (2) ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan. Pendidikan diartikan sebagai proses persiapan individu–individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau lebih tinggi didalam organisasi, biasanya berkaitan dengan peningkatan kemampuan intelektual atau emosional yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih baik. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang diprogram untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengalaman, pengetahuan, atau pembahasan sikap individu. John Soeprihanto (1994) dalam Aminullah (2010) mengemukakan bahwa latihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan. Sedangkan pendidikan merupakan kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umumnya. Pelatihan bukanlah kegiatan yang berdiri sendiri. Pelatihan berfungsi untuk mengisi kekurangan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mampu malakukan pekerjaan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dalam penelitian ini, kemampuan kerja diukur dengan indikator-indikator; (1) tingkat pendidikan formal yang dimiliki; (2) pelatihan teknis yang pernah
diikuti; (3) kemampuan menguasai pekerjaan; (4) petunjuk teknis pekerjaan; (5) ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan. BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konseptual Dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan didukung oleh teknologi tinggi diharapkan akan diperoleh prestasi kerja karyawan yang optimal. Pimpinan perusahaan mempunyai tugas untuk mengupayakan agar karyawan mampu dan mau memberikan prestasi semaksimal mungkin. Untuk itu pimpinan perusahaan harus benar-benar memberikan perhatian terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi kerja. Dari hasil observasi ada beberapa faktor yang diperkirakan berkaitan dengan prestasi kerja karyawan di PT. Sumber Alam Semesta. Faktor-faktor tersebut adalah faktor motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja karyawan. Motivasi adalah dorongan dari dalam maupun dari luar diri manusia untuk menggerakkan dan mendorong sikap dan tingkah laku dalam bekerja. Dengan demikian dengan semakin tinggi motivasi seseorang, akan semakin kuat dorongan yang timbul untuk bekerja lebih giat sehingga dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Dalam penelitian ini motivasi kerja diukur dengan indikator gaji yang diterima, pengakuan sebagai individu, penerimaan oleh kelompok, kondisi kerja, pendisiplinan yang bijaksana, loyalitas pimpinan, tunjangan yang diterima, dan promosi yang diperoleh.
33
Kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenagkan karyawan yang berhubungan dengan pekerjaannya. Semakin tinggi tingkat kepuasan kerja maka semakin senang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya yang pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi kerjanya. Dalam penelitian ini kepuasan kerja karyawawan diukur berdasarkan indikator-indikator kesempatan untuk maju, keamanan bekerja, penghargaan atas pencapaian prestasi, fasilitas yang diterima. Kemampuan dipengaruhi oleh proses belajar. Salah satu cara untuk mengetahui tinggi rendahnya prestasi kerja karyawan dapat diukur dari sejauh mana pengetahuan karyawan terhadap pekerjaan yang ditangani. Menurut Sutermeister (1976) dalam Sariyathi (2003) kemampuan adalah faktor penting dalam meningkatkan produktifitas kerja, kemampuan berhubungan dengan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill) yang dimilik seseorang. Demikian pula di PT. Sumber Alam Semesta , karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas serta mengambil keputusan yang tepat, sangat diperlukan pengetahuan dan keterampilan sehingga karyawan dapat mencapai prestasi yang maksimal. Dalam penelitian ini kemampuan kerja diukur dengan indikator tingkat pendidikan formal yang dimiliki, pelatihan teknis yang pernah diikuti, kemampuan menguasai pekerjaan, petunjuk teknis pekerjaan, ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan. Berdasarkan uraian dan jumlah variabel yang terindikasi, maka dapat dibuat model pengaruh motivasi kerja (X1), kepuasan kerja (X2), dan kemampuan kerja (X3) terhadap prestasi kerja karyawan (Y) pada PT. Sumber Alam Semesta
MOTIVASI (X 1) Gaji UASAN X KERJA (Xyang ) diterima 1.1 2 X Pengakuan sebagai individu Kesempatan untuk maju MPUAN (X 1.2 3) X1.3 bekerja Penerimaan oleh kelompok Keamanan Pendidikan formal yang dimiliki X Kondisi kerja Penghargaan atas pencapaian prestasi Pelatihan teknis yang pernah diikuti 1.4 X Pendisiplinan yang bijaksana Fasilitas yang diterima Kemampuan menguasai pekerjaan 1.5 X1.6 Loyalitas etunjuk teknis pekerjaanpimpinan X1.7 Tunjangan yang diterima Ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan X1.8 Promosi yang diperoleh seperti Gambar
PRESTASI KERJA (Y) Y1.1 Kualitas pekerjaan Y1.2 Kuantitas pekerjaan Y1.3 Ketepatan waktu kerja
3.1
Catatan : Pengaruh secara simultan Pengaruh secara parsial
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Pemikiran Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, dan
35
Kemampuan Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Sumber Alam Semesta. 3.2 Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian dan kajian pustaka yang telah diuraikan diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut 1) Ada pengaruh signifikan secara simultan dari variabel motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kemampuan kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta. 2) Ada pengaruh positif dan signifikan secara parsial dari masing-masing variabel motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kemampuan kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis dan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji hubungan kausalitas antara motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kemampuan kerja terhadap prestasi kerja karyawan. Berdasarkan
karakteristik
masalah
yang
diteliti,
penelitian
ini
dapat
diklasifikasikan ke dalam penelitian kausal. Menurut Indriantoro dan Supomo (2009) penelitian kausal merupakan penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih. Lokasi penelitian ini pada PT. Sumber Alam Semesta yang beralamat di Jalan Sudamala Sedit Bebalang, Bangli, Bali. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juni 2010 dan diharapkan selesai pada bulan Juli 2010. Penelitian ini dibatasi pada variabel motivasi kerja, kepuasan kerja, kemampuan kerja dan prestasi kerja karyawan. Motivasi kerja diukur dengan indikator-indikator, gaji yang diterima, pengakuan sebagai individu, penerimaan oleh kelompok, kondisi kerja, pendisiplin yang bijaksana, loyalitas pimpinan, tunjangan yang diterima, promosi yang diperoleh. Kepuasan kerja diukur dengan indikator-indikator, kesempatan untuk maju, keamanan bekerja, penghargaan atas pencapaian prestasi, serta fasilitas. Kemampuan kerja diukur dengan indikatorindikator, pendidikan formal yang dimiliki, pelatihan teknis yang pernah diikuti, kemampuan menguasai pekerjaan, petunjuk teknis pekerjaan, ketelitian dalam
37
menyelesaikan pekerjaan.
4.2 Variabel Penelitian 4.2.1
Identifikasi Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan secara garis
besar sebagai berikut. 1) Dependen variabel atau variabel terikat adalah prestasi kerja. Indikatorindikatornya : Kualitas pekerjaan (Y1.1), kuantitas pekerjaan (Y1.2), dan ketepatan waktu (Y1.3). 2) Independen variabel atau variabel bebas (Xi) sebagai berikut. (1) Motivasi kerja (X1) indikator-indikatornya: Gaji yang diterima (X1.1), pengakuan sebagai individu (X1.2), penerimaan oleh kelompok (X1.3). kondisi kerja (X1.4), pendisiplinan yang bijaksana (X1.5), loyalitas pimpinan(X1.6). tunjangan yang diterima (X1.7)
dan promosi yang
diperoleh (X1.8). (2) Kepuasan kerja (X2) indikator-indikatornya: Kesempatan untuk maju (X2.1), keamanan bekerja (X2.2), penghargaan atas pencapaian prestasi (X2.3), dan fasilitas yang diterima (X2.4). (3) Kemampuan kerja (X3) indikator-indikatornya: Tingkat pendidikan formal yang dimiliki (X3.1), pelatihan teknis yang pernah diikuti (X3.2), kemampuan menguasai pekerjaan (X3.3), petunjuk teknis pekerjaan(X3.4),
dan ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan (X3.5).
4.2.2
Definisi Operasional Definisi operasional variabel dalam penelitian ini diuraikan sebagai
berikut. 1) Prestasi Kerja (Yi) Prestasi kerja adalah adalah hasil kerja yang dicapai karyawan PT. Sumber Alam Semesta dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Variabel prestasi kerja diukur dengan indikator sebagai berikut. (1) Y1.1
=
Kualitas pekerjaan yaitu mutu yang dihasilkan,
dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap mutu hasil dari pekerjaan yang dibebankan sesuai standar perusahaan. (2) Y1.2
=
Kuantitas pekerjaan adalah jumlah pekerjaan yang harus
diselesaikan, dalam hal ini kuantitas hasil kerja diukur berdasarkan penilaian responden tentang jumlah penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. (3) Y1.3
=
Ketepatan waktu kerja adalah ketepatan dari waktu yang
disediakan dalam melaksanakan tugasnya, dalam penelitian ini diukur dari penilaian responden tentang tingkat ketepatan waktu
39
dalam melaksanakan tugas-tugas yang ditargetkan perusahaan. 2) Motivasi kerja (X1) Motivasi kerja (X1) adalah adalah dorongan dari dalam maupun dari luar diri manusia untuk menggerakkan dan mendorong sikap dan tingkah laku dalam bekerja. Variabel motivasi kerja diukur dengan indikator sebagai berikut. 1) X1.1
=
Gaji yang diterima adalah balas jasa yang diterima
karyawan dalam bentuk uang berdasarkan waktu tertentu, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap kesesuain gaji yang diterima dengan pekerjaan yang dilakukan. 2) X1.2
=
Pengakuan sebagai individu adalah diakuinya karyawan
sebagai perseorangan atau pribadi dalam bekerja, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap pengakuan sebagai karyawan yang layak dihormati dan dihargai. 3) X1.3
=
Penerimaan oleh kelompok adalah diterimanya
karyawan berada dalam kelompok kerjanya, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap penerimaan karyawan lain atau kelompok dalam bekerja. 4) X1.4
=
Kondisi kerja adalah kondisi dalam melakukan
pekerjan, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap kondisi lingkungan kerja diperusahaan. 5) X1.5
=
Pendisiplinan yang bijaksana adalah pendisiplinan
karyawan secara bijaksana dalam melakukan pekerjaan, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap
kedisiplinan dalam melaksanakan pekerjaan. 6) X1.6
Loyalitas pimpinan adalah loyalitas pimpinan
=
dalam bekerja, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap loyalitas yang diberikan pimpinan terhadap perusahaan. 7) X1.7
Tunjangan
=
yang
diterima
adalah
tambahan
pendapatan diluar gaji yang diterima dalam bekerja, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap jumlah
tunjangan
yang
diterima
sesuai
dengan
beban
pekerjaannya. 8) X1.8
=
Promosi yang diperoleh adalah kenaikan pangkat
yang didapatkan dalam bekerja, dalam penelitian ini diukur berdasarkan
penilaian
responden
terhadap
promosi
yang
didapatkan telah sesuai dengan prestasi kerja yang dilakukan. 3)
Kepuasan Kerja (X2) Kepuasan Kerja merupakan keadaan emosional seorang karyawan yang menyenangkan atau tidak menyenagkan dalam menanggapi pekerjaannya di bidang masing-masing. Variabel kepuasan kerja diukur dengan indikator sebagai berikut. 1) X2.1
=
Kesempatan untuk maju adalah peluang untuk maju
dalam bekerja, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap kesempatan yang diberikan untuk maju dalam berkarir di perusahaan.
41
2) X2.2
Keamanan bekerja adalah keadaan aman dalam
=
bekerja, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap perasaan aman dalam melakukan pekerjaan di perusahaan. 3) X2.3
Penghargaan
=
atas
pencapaian
prestasi
adalah
penghargaan atas prestasi yang dilakukan, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap perhatian dan penghargaan dalam pencapaian prestasi. 4) X2.4
Fasilitas
=
yang
diterima
adalah
sarana
yang
didapatkan untuk kelancaran pekerjaan, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap kesesuaian fasilitas yang diterima dengan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya. 4)
Kemampuan kerja (X3) Kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Variabel kemampuan diukur dengan indikator sebagai berikut. 1) X3.1
=
Pendidikan formal yang dimiliki adalah segenap
bentuk pendidikan yang didapatkan secara terorganisasi dan berjenjang baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap kesesuain pendidikan formal dengan tugastugas yang dilaksanakan.
2) X3.2
=
Pelatihan teknis adalah pelatihan secara teknik
dalam melaksanakan pekerjaan yang pernah diikuti, diukur berdasarkan penilaian responden terhadap pengaruh pelatihan teknis yang diikuti dengan penyelesaian tugas yang dilaksanakan. 3) X3.3
=
Kemampuan
menguasai
pekerjaan
adalah
kecakapan karyawan dalam bekerja, dalam penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap kemampuan atau penguasaan pekerjaan. 4) X3.4
=
bimbingan
Petunjuk teknis pekerjaan adalah tuntunan atau bagaimana
pekerjaan
harus
dilakukan,
dalam
penelitian ini diukur berdasarkan penilaian responden terhadap pentingnya
mengikuti
petunjuk
teknis
dalam
melakukan
pekerjaan. 5) X3.5
=
Ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan adalah
ketelitian karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, dalam penelitian inidiukur berdasarkan penilaian responden terhadap ketelitian dalam menyelesaikan pekerjaan.
4.3 Metode Pengumpulan Data 4.3.1
Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu data
kuantitatif dan kualitatif. 1) Data kuantitatif adalah jenis data yang dinyatakan dalam bentuk angka-
43
angka atau jumlah dengan satuan ukur yang dapat dihitung secara sistematis. Dalam penelitian ini yang termasuk data kuantitatif adalah skor jawaban responden. 2) Data kualitatif adalah jenis data yang tidak dalam bentuk angka, seperti struktur organisasi, uraian tugas, dan unit kerja. 4.3.2
Populasi dan Responden Penelitian Menurut Sugiyono (2008) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Sumarsono (2005) populasi juga berarti kumpulan atau agragasi dari seluruh elemen atau individu-individu yang merupakan sumber informasi dalam suatu riset. Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai tetap PT. Sumber Alam Semesta yang berjumlah 42 orang. Dalam penelitian ini seluruh populasi digunakan sebagai responden atau menggunakan metode sensus. 4.3.3
Cara Pengumpulan Data Metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut. 1) Observasi Pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan langsung serta mencatat fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Contoh mengamati perilaku para karyawan tentang kondisi karyawan dalam memakai peralatan yang ada, hubungan dan kerjasama antar karyawan serta antar kelompok kerja.
2) Kuesioner Pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan yang disebarkan kepada responden di PT. Sumber Alam Semesta. Daftar pertanyaan tersebut memuat indikator yang berkaitan dengan variabel-variabel motivasi kerja, kepuasan
kerja
dan
kemampuan
kerja
yang
diindikasikan
dapat
mempengaruhi prestasi kerja karyawan PT. Sumber Alam Semesta, sehingga dari jawaban terhadap pertanyaan tersebut diperoleh jawaban responden mengenai variabel-variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan dalam organisasi PT. Sumber Alam Semesta.
3) Wawancara Pengumpulan data dengan cara melakukan Tanya jawab langsung dengan beberapa responden untuk memperoleh data yang lebih akurat dan lengkap, karena menyangkut penjelasan lebih lanjut dari kuesioner yang telah diberikan.
4.4 Instrumen Penelitian 4.4.1
Skala Pengukuran Pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini diukur
dengan skala linkert dengan sekala penilaian (skor) 1 sampai dengan 4, dengan variasi jawaban untuk masing-masing item pertanyaan sebagai berikut: Kategori
Skor
45
4.4.2
Sangat Setuju
4
Setuju
3
Tidak Setuju
2
Sangat Tidak setuju
1
Uji Validitas Menurut Sugiyono (2003) suatu kuesioner dinyatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Biasanya syarat minimum suatu kuesioner untuk memenuhi validitas adalah jika r bernilai minimal 0,3.
4.4.3
Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dapat dipercaya atau diandalkan. Sugiyono (2003) berpendapat bahwa instrumen dikatakan reliabel apabila instrument tersebut digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama mampu menghasilkan data yang sama. Menurut Nunnaly dalam Ghozali (2001) pengujian realibilitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik statistik cronbach’s alpha. Instrmen dikatakan reliabel apabila memiliki nilai alpha lebih besar dari 0,60.
4.5 Analisis Deskriptif Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan kondisi motivasi
kerja, kepuasan kerja, dan kemampuan kerja serta prestasi kerja karyawan pada PT. Sumber Alam Semesta. Pada teknik analisis ini seluruh variabel-variabel yang akan diteliti dideskripsikan dengan menggunakan nilai rata-rata dan persentase dari skor jawaban responden.
4.6 Analisis Statistik Regresi Linier Berganda Untuk menguji hipotesis dan menyatakan kejelasan tentang kekuatan variabel penentu terhadap prestasi kerja karyawan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda, yaitu dengan model (Sugiyono, 2003). Y = a + b1 X1 + b2 X2 +b3 X3 + ei
Dimana : Y
= variabel prestasi kerja karyawan (nilai Y prediksi)
a
= Intercept atau nilai rata-rata Y prediksi jika X = 0
b1, b2, b3
= Koefisien Regresi semua variabel bebas
X1
= Motivasi kerja
X2
= Kepuasan kerja
X3
= Kemampuan kerja
ei
= Komponen residual atau error term
4.7 Uji Asumsi Klasik
47
Sebelum penggunaan analisis regresi linier berganda untuk analisis datanya, perlu menghindari penyimpangan asumsi klasik supaya tidak timbul masalah dalam penggunaan analisis regresi linier berganda. Penelitian ini akan mempergunakan 3 uji asumsi klasik yang dianggap penting, yaitu data berdistribusi normal, tidak terjadi heteroskedastisitas dan tidak terdapat multikolinearitas antara variabel. Ketiga asumsi klasik tersebut adalah sebagai berikut. 1) Uji Normalitas Menurut Ghozali (2001) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Menurut Santoso (2004) kenormalan suatu data dapat dilihat dan diamati dari kurva p-plot, yaitu jika data menyebar di sekitar garis diagonal maka data dapat dikategorikan berdistribusi normal. Apabila p-plot menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka distribusi data dikatakan berdistribusi normal. 2) Uji Heteroskedastisitas Heterokedastisitas menunjukkan bahwa variasi (varians) dari residual variabel tidak sama untuk semua pengamatan. Menurut Ghozali (2001) model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas. Uji ini dapat dianalisis melalui uji glejser dengan cara meregresikan nilai absolut residual dari variabel terikat dengan semua variabel bebas. Jika tingkat signifikansi berada diatas 0,05 maka model regresi ini bebas dari masalah heterokedastisitas.
3) Uji Multikolinearitas Menurut Ghozali (2001) multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna diantara beberapa atau semua variabel bebas (independen) yang menjelaskan dari model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Indikator untuk tidak terjadinya multikolinearitas dapat diketahui dari besarnya nilai VIP (variance inflation factor) yaitu kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 10 persen.
4.8
Uji Signifikasi Koefisien Secara Bersama-sama dan Uji Signifikasi Koefisien Regresi Secara Parsial
1) Uji Signifikasi Koefisien Secara Bersama-sama Untuk melihat signifikan tidaknya pengaruh variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel terikat dilakukan dengan Uji F (F test). Adapun langkah-langkah pengujiannya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. (1) Merumuskan hipotesis Ho : βi = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara bersamasama/ serentak dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hi : βi ≠ 0 artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama/ serentak dari seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat. (2) Menentukan F tabel, dengan tingkat signifikansi (level of significance) yang digunakan α = 0,05 dengan derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n-k) dan (k-l) dimana n adalah jumlah observasi, k adalah jumlah variabel.
49
f ? ( n-k) (k-1) Daerah Penolakan Ho
Daerah Penerimaan Ho
(3) Nilai
F
rasio
dihitung dengan rumus :
Fhitung
R 2 /(k - l) 2 = (1 - R )/(n - k)
Yang mana : R2
= koefisien determinan
n
= banyakya sampel/jumlah observasi
k
= jumlah variabel (4) Membandingkan Fhitung dengan Ftabel a) Jika Thitung < Ftabel maka Ho diterima, artinya variabelvariabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh yang tidak bermakna terhadap variabel terikat. b) Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak, artinya variabelvariabel bebas secara simultan mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap variabel terikat. Daerah pengujiannya terlihat pada Gambar 4.1
0 Gambar 4.1 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Pengujian Secara Simultan Dengan Uji F
2) Uji Signifikasi Koefisien Regresi Secara Parsial Untuk mengetahui signifikan tidaknya pengaruh masing-masing variabel secara individual terhadap variabel terikat atau pengujian hipotesis mengenai koefisien regresi parsial dilakukan dengan Uji t (t test) Langkah-langkah pengujian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. 1) Merumuskan hipotesis Ho : β1 = 0, artinya tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan secara parsial dari variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja terhadap variabel prestasi kerja karyawan. Ho : β1 > 0, artinya terdapat pengaruh positif dan signifikan secara parsial dari variabel motivasi kerja, kepuasan kerja dan kemampuan kerja terhadap variabel prestasi kerja karyawan. 2) Menentukan nilai t statistik tingkat signifikan α = 0.05 dengan derajat kebebasan (degree of freedom) df = (n-k-l) dimana n adalah jumlah observasi, k adalah jumlah variabel. 3) Menghitung nilai t dengan rumus.
thitung =
Koefisien regresi ( β 1 ) S tan dar deviasi (Sβ j )
4) Membandingkan thitung dengan ttabel a. Jika thitung < ttabel, maka Ho diterima artinya variabel bebas yang diuji secara individu mempunyai pengaruh yang tidak bermakna terhadap variabel terikat.
51
0
Daerah Penerimaan Ho
f ? ( n-k) (k-1)
Daerah Penolakan Ho
b. Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak, artinya variabel bebas yang diuji secara individual mempunyai pengaruh yang bermakna (signifikan) terhadap variabel terikat. Daerah pengujiannya terlihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Daerah Penerimaan dan Penolakan Ho Pada Pengujian Secara Simultan Dengan Uji t 4.9 Variabel Bebas Yang Berpengaruh Dominan Terhadap Variabel Terikat Menurut Nurosis (1993) dalam Riduwan (2004) untuk melihat variabel bebas yang berpengaruh dominan terhadap variabel terikatnya digunakan koefisien regresi yang distandarisasi (beta standardize). Dengan membuat rangking nilai standardized of coefficients beta dari variabel bebas yang signifikansi t dari Xi < signifikan α = 0,05. variabel dengan nilai beta sebesar (rangking 1) adalah variabel yang dominan pengaruhnya terhadap variabel terikat. Semua perhitungan data tersebut di atas akan dibantu dengan mempergunakan program SPSS (Stastistival Produck and Service Solutions) 13.0 for windows.