BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena dapat memberikan kesempatan kerja yang luas dan nilai tambah terbesar sehingga mampu menyelesaikan suatu masalah yaitu mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran (Chairul et al., 2013). Perkembangan pembangunan Daerah Bali merupakan salah satu bagian dari pembangunan nasional yang meliputi berbagai aspek kehidupan baik fisik maupun mental yang bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat serta memperkuat kepribadian dan jati diri masyarakat Bali lokal, regional maupun nasional. Ardi (2005) menyatakan pembangunan ekonomi merupakan suatu proses guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat, oleh karena itu pelaksanaan pembangunan harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila ke lima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang sekaligus untuk mencegah adanya jurang antara si kaya dan si miskin. Farok (2012) mengemukakan pembangunan sebagaimana dikonsepkan oleh para ahli ekonomi telah menciptakan perubahan penting dalam kehidupan suatu
bangsa.
Pembangunan
telah
mengantarkan
negara-negara
sedang
berkembang memasuki tahapan modernisasi sebagai titik lompatan menuju kehidupan yang maju dan sejahtera. Priyonggo (2008) menyatakan hakekatnya pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
1
dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi (Euis Soliha, 2008), maka untuk mencapai hal tersebut pemerintah dalam melaksanakan pembangunan akan semakin mengandalkan pada aktivitas dan peran aktif masyarakat itu sendiri agar terwujud masyarakat yang sejahtera. Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat, sehingga pendapatan dapat mencerminkan kemajuan ekonomi suatu masyarakat (Lincolin Arsyad, 1999:25). Pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di Indonesia sudah berkembang pesat, salah satunya pertumbuhan yang terjadi di sektor industri. Sektor industri di Indonesia sangat dipegaruhi oleh skala usaha atau skala produksi dari suatu perusahaan dalam industri tersebut, dan biasanya semakin besar skala usaha atau skala produksinya cenderung akan menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi atau input yang tinggi sehingga perusahaan akan berkembang lebih pesat (Railia, 2010). Marius (2006) menyatakan perkembangan ekonomi khususnya sektor industri adalah salah satu kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti tingkat hidup yang lebih maju maupun taraf hidup yang lebih bermutu, sehinga diusahakan jika semakin besar kegiatan ekonomi khususnya sektor industri maka semakin luas lapangan kerja produktif bagi masyarakat. Irwan (2010) perkembangan yang terjadi di sektor industri sekarang ini mulai menjadikan sektor industri sebagai sektor yang sangat diminati dan bisa
2
berkembang dengan pesat apalagi dengan didukung oleh teknologi tepat guna yang juga terus mengalami perkembangan. Jeffry
(2009)
perkembangan
sektor
industri
merupakan
harapan
pemerintah suatu wilayah, akan tetapi tidak dengan mengurangi kontribusi dari sektor-sektor ekonomi lainnya. Pemerintah berharap semua sektor bisa berkembang secara seimbang dan teknis mengalami perkembangan. Peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk meningkatkan sektor industri, peran pemerintah diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Bali merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memilki sektor industri yang berkembang pesat, akan tetapi perkembangan sektor industri di bidang migas tidak terlalu baik ini disebabkan karena Provinsi Bali tidak memiliki sumber daya mineral yang banyak, sehingga pembangunan sektor industri di Bali diarahkan di bidang non migas (Mantra, 2008). Agus (2013) menyatakan pembangunan sektor industri di bidang non migas di Bali diarahkan pada pembangunan-pembangunan industri rumah tangga kecil dan UMKM dimana salah satunya adalah industri kriya kayu, Perkembangan industri kriya kayu di Bali sangat pesat dikarenakan sektor industri kriya kayu melengkapi industri kayu dalam menambah nilai produk yang dihasilkan sektor industri ini. Produk kriya kayu Bali merupakan salah satu hasil budaya yang diproduksi oleh para kriyawan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik sebagai pemenuhan kebutuhan jasmani maupun rohani dan sesuai dengan perubahan sosial ekonomi budaya zamannya (Gerya, 2014). Kabupaten Badung
3
merupakan pusat pengembang produk kriya kayu tradisional Bali yang dikemas bentuknya sesuai dengan tuntutan sosial ekonomi budaya masyarakatnya. Realitasnya produk kriya kayu tradisional dikembangkan sesuai dengan selera konsumen yang eksistensinya dapat laku dipasarkan dan produk kriya kayu kreasi baru yang dipasarkan menunjukkan eksistensinya belum dapat diterima oleh masyarakat sebagai pengguna produk. Produk kriya kayu di Kabupaten Badung, yang hasilnya sebagian besar merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk produk kriya kayu tradisional, berupa bentuk Sanggah, Pelangkiran, Pintu Bali, Pintu Gebyok, Hiasan Dinding Primitif, Hiasan Dinding Tradisional, dan Hiasan Dinding Kreasi Baru. Produk yang
bersumber
pada
unsur-unsur
kreativitas
murni
kriyawanya
yang
menghasilkan berupa produk kriya kayu kreasi baru dengan mengangkat tema yaitu tema topeng, ayam, primitif, kuda dan penari. Perkembangan sektor industri kriya kayu dan industri lainnya di Provinsi Bali tidak terlepas dari peran masing-masing Kabupaten atau Kota. Salah satunya Kabupaten Badung yang merupakan salah satu Kota besar yang terkenal dengan berbagai industri rumahannya di Bali. Kabupaten Badung yang merupakan salah satu Kota seni dan pariwisata di Bali memiliki laju pertumbuhan rata-rata PDRB tahun 2008-2013 dari sektor industri masih lebih rendah dibandingkan dua sektor lainnya.
4
Dimana hal tersebut terlihat dari data PDRB Kabupaten Badung atas dasar harga konstan tahun 2003 menurut lapangan usaha pada tahun 2008-2013 pada Tabel 1.l Tabel 1.1
Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Badung Atas Dasar Harga Konstan 2003 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2008 – 2013 (Persen)
No.
Lapangan Usaha
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1. 2.
[1] Pertanian Pertambangan dan Penggalian
[2] 3,87 0,32
[3] 5,47 0,28
[4] 2,80 0,29
[5] 2,06 0,25
[6] 6,81 5,38
[7] 5,52 6,23
Ratarata [8] 4,42 2,12
3. 4.
Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih
4,70 7,21
4,61 8,05
9,67 3,84
7,71 8,19
7,74 8,78
8,46 8,11
7,14 7,36
5. 6.
Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi
6,97 6,73
6,73 5,23
4,28 9,92
5,61 9,99
3,88 7,35
4,79 8,25
5,37 7,91
5,53
5,92
4,87
4,83
6,87
5,17
5,53
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB
4,84
5,15
3,67
4,01
4,10
5,11
4,48
8,47 6,40
9,53 5,66
2,85 4,68
4,29 5,21
4,71 6,18
4,24 6,20
5,68 5,56
7. 8. 9.
Sumber : BPS Provinsi Bali, 2014
Tabel 1.1 menunjukkan, bahwa laju pertumbuhan dari sektor industri pada tahun 2009 sempat mengalami penurunan menjadi 4,61 persen dari tahun 2008 sebesar 0,09 persen, kemudian tahun 2010 mengalami peningkatan yang tinggi yaitu 5,06 persen menjadi 9,67 persen, ini dikarenakan dampak dari sektor tersier yaitu perdagangan, hotel dan restoran dalam perdagangan besar dan eceran yang meningkat pertumbuhannya pada tahun 2010, dan pada tahun 2011 sektor industri mengalami penurunan lagi sebesar 1,96 persen menjadi 7,71 persen, laju pertumbuhan dari sektor industri kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 7,74 persen dan pada tahun 2013 sektor industri mengalami peningkatan menjadi 8,46 persen dari tahun sebelumnya. Tabel 1.1 juga menunjukan meskipun PDRB
5
rata-rata sektor industri menempati urutan ketiga dari kesembilan sektor yang ada, tetapi PDRB rata-rata sektor industri masih lebih tinggi dari rata-rata seluruh sektor yang ada pada tahun 2008 sampai 2013. Rekapitulasi industri rumah tangga, kecil dan menengah yang ada di Provinsi Bali berdasarkan Kabupaten pada tahun 2013, ditunjukkan dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2
Rekapitulasi Industri Rumah Tangga, Kecil dan Menengah di Provinsi Bali Berdasarkan Kabupaten Tahun 2013
Jumlah Usaha Tenaga Kerja Nilai Investasi (Unit) (orang) (Rp.000) 1. Badung 2.561 27.735 385.578.183 2. Buleleng 557 3.685 7.168.275 3. Bangli 275 2.675 2.275.017 4. Denpasar 508 8.477 275.203.628 5. Badung 1.335 8.655 4.4934.935 6. Jembrana 873 12.232 393.558.508 7. Karangasem 426 3.726 1.539.284.358 8. Klungkung 398 4.156 7.886.713 9. Tabanan 473 6.368 59.206.528 Total 8.406 77.829 2.687.105.140 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, 2014 No.
Kabupaten
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 Kabupaten Badung memiliki jumlah unit usaha di sektor industri rumah tangga, kecil dan menengah yang terbanyak di Provinsi Bali yaitu sebanyak 2.561 unit usaha, dengan jumlah tenaga kerja terbesar yaitu 27.735 orang. Perkembangan industri rumah tangga, kecil dan menengah di Kabupaten Badung menjadikan Kabupaten Badung sebagai Kabupaten atau kota yang paling banyak memiliki unit usaha di sektor industri rumah tangga, kecil dan menengah salah satunya adalah industri kriya kayu. Perkembangan industri di Kabupaten Badung menjadikan Kabupaten Badung sebagai Kabupaten atau Kota yang paling banyak memiliki unit usaha kriya kayu. 6
Jumlah unit usaha, tenaga kerja, dan investasi industri kriya kayu menurut Kabupaten atau Kota di Provinsi Bali pada tahun 2012 terlihat dalam Tabel 1.3. Tabel 1.3.
Rekapitulasi Industri kriya kayu per Kabupaten di Provinsi Bali Berdasarkan Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, Nilai Investasi Tahun 2012 Jumlah Tenaga Kerja Nilai Investasi No. Kabupaten Unit Usaha (Orang) (Rp.000) 1. Jembrana 26 58 80.605 2. Buleleng 17 85 144.514 3. Tabanan 27 641 3.820.867 4. Badung 409 8.562 6.048.272 5. Badung 29 59 2.744.318 6. Klungkung 16 239 305.664 7. Karangasem 25 246 126.150 8. Bangli 4 37 62.117 9. Denpasar 145 64.180 321.933.320 Total 798 14.603 331.444.960 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali, 2014 Tabel 1.3 menunjukan rekapitulasi industri kriya kayu per Kabupaten di Provinsi Bali Tahun 2012. Jumlah unit usaha kriya kayu di Kabupaten Badung sebanyak 409 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 8.562 orang serta nilai investasi sebesar Rp.6.048.272,- dan selanjutnya pada tahun 2013 untuk Kabupaten Badung industri kriya kayu terus mengalami pertumbuhan jumlah unit usaha. Jumlah unit usaha, tenaga kerja, investasi industri kriya kayu berdasarkan kecamatan di Kabupaten Badung dari tahun 2008 sampai 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.4.
7
Tabel 1.4. No
Jumlah Industri Kriya Kayu di Kabupaten Badung tahun 20082013 Tahun
Jumlah Industri Kriya Kayu (Unit)
1 2008 242 2 2009 340 3 2010 463 4 2011 509 5 2012 409 6 2013 539 Sumber : Disperindag Provinsi Bali, 2014
Perkembangan Persentase (%) 0,40 0,36 0,09 -0,19 0,31
Tabel 1.4 menunjukkan bahwa perkembangan jumlah unit usaha kriya kayu di Kabupaten Badung pada tahun 2008 sampai tahun 2013. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2009 dimana jumlah industri kriya kayu di Kabupaten Badung mengalami pertambahan sebanyak 98 unit industri. Tabel 1.4 menunjukkan pada tahun 2013 jumlah industri kriya kayu mengalami peningkatan menjadi 539 industri usaha dari jumlah industri usaha kriya kayu pada tahun 2012 yang berjumlah 409. Jumlah industri kriya kayu se-Kecamatan yang di Kabupaten Badung tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.5. Tabel 1.5 Jumlah Industri Kriya kayu Se-Kabupaten Badung Tahun 2013 No
Kecamatan
Jumlah (Unit)
1 2 3 4 5 6
Kuta Selatan Kuta Kuta Utara Mengwi Abiansemal Petang Jumlah Sumber : Disperindag Provinsi Bali, 2014
16 25 84 405 6 3 539
Perkembangan Persentase (%) 2,9 4,6 15,5 75,1 1,1 0,6 100
Menggambarkan yang sebenarnya industri kriya kayu telah menyebar sekecamatan di Kabupaten Badung. Data pada Tabel 1.5 Menunjukkan bahwa 8
Kecamatan Mengwi memiliki jumlah industri kriya kayu yang lebih banyak dibandingkan dengan kecamatan yang lain. Jumlah industri kriya kayu di Kecamatan Mengwi pada tahun 2013 sebanyak 405 industri dari 539 industri kriya kayu yang berada di Kabupaten Badung. Kecamatan Kuta Utara berada diperingkat ke dua dengan jumlah industri sebanyak 84 industri dari 539 industri kriya kayu di Kabupaten Badung. Kecamatan Petang memiliki jumlah industri paling sedikit yakni sebanyak 3 industri dari 539 industri kriya kayu di Kabupaten Badung. Michel (2003) meningkatnya jumlah penduduk harus diikuti dengan pertambahan jumlah tenaga kerja, maka salah satu kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor industri, dimana sampai sekarang masih dapat bertahan bahkan cenderung semakin mengalami peningkatan, seperti yang kita ketahui bahwa produk yang dihasilkan oleh industri ini adalah dimana pakaian merupakan kebutuhan pokok masyarakat jadi dengan bertambahnya penduduk diharapkan juga produksi dari industri pakian jadi ini ikut meningkat (Chairul et al., 2013). Perkembangan nilai produksi kriya kayu tergantung dari pada faktor-faktor yang digunakan dalam proses produksi. Dimana nilai produksi sangat dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang diserap dan modal yang digunakan oleh perusahaan itu sendiri. Tabel 1.6 menyajikan jumlah nilai produksi industri kriya kayu di Kabupaten Badung tahun 2008-2013.
9
Tabel 1.6 No
Nilai Produksi Industri Kriya kayu di Kabupaten Badung Tahun 2008-2013 Tahun
Nilai Produksi (Rp.000) 1 2008 315.671.251 2 2009 357.969.208 3 2010 379.897.512 4 2011 450.374.257 5 2012 499.837.157 6 2013 545.758.246 Total 2.549.507.631 Sumber: Disperindag Provinsi Bali, 2014
Perkembangan Persentase (%) 13,4 6,12 18,5 10,9 9,18 58.1
Tabel 1.6 menunjukkan perkembangan nilai produksi industri kriya kayu di Kabupaten Badung dari tahun 2008 sampai tahun 2013. Peningkatan nilai produksi kriya kayu tertinggi terjadi pada tahun 2011 dimana nilai produksi meningkat sebesar Rp. 450.374.257 atau 18,5 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 6,12 persen atau sebesar Rp. 379.897.512. Tenaga kerja adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan ekonomi suatu Daerah, karena disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan, tenaga kerja yang berproduktivitas tinggi akan memberikan keuntungan bagi perusahaan karena produksi akan meningkat seiring dengan meningkatnya produktivitas pekerja, secara otomatis akan meningkatkan permintaan input, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan yang diterima masyarakat (Dimas dan Nenik, 2009). Setelah meningkatnya penyerapan tenaga kerja maka diharapkan terjadi peningkatan produksi yang kemudian akan mempengaruhi pertumbuhan PDRB di Kabupaten Badung.
10
Kenaikan produksi yang dilakukan di industri akan menambah penggunaan tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 1.7. Tabel 1.7 No
Jumlah Tenaga Kerja Industri Kriya kayu di Kabupaten Badung Tahun 2008-2013 Tahun
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) 1 2008 6.912 2 2009 7.534 3 2010 7.902 4 2011 8.221 5 2012 8.317 6 2013 8.562 Sumber : Disperindag Provinsi Bali, 2014
Perkembangan Persentase (%) 0,09 0,05 0,04 0,01 0,03
Tabel 1.7 dapat dilihat bahwa jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri kriya kayu di Kabupaten Badung terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. Peningkatan tenaga kerja tertinggi terjadi pada tahun 2010 dimana pada tahun ini jumlah tenaga kerja mengalami peningkatan sebanyak 368 pekerja menjadi 7.902 pekerja. Basri et al. (2002) menyatakan faktor modal dapat meningkatkan produksi dengan jalan meningkatkan kapasitas produksi. Modal merupakan hal yang sangat penting dalam proses produksi (Sukirno, 2000:368). Modal mempunyai peranan yang penting karena dapat meningkatkan produksi yang dihasilkan. Jumlah modal industri kriya kayu di Kabupaten Badung pada tahun 2008-2013 dapat dilihat pada Tabel 1.9.
11
Tabel 1.8 No
Nilai investasi Industri Kriya kayu di Kabupaten Badung Tahun 2008-2013 Tahun
Nilai Investasi (Rp.000)
1 2008 44.693.471 2 2009 48.943.876 3 2010 52.357.466 4 2011 66.975.387 5 2012 70.628.524 6 2013 75.728.632 Sumber : Disperindag Kabupaten Badung, 2014
Perkembangan Persentase(%) 0,09 0,07 0,27 0,05 0,07
Tabel 1.8 dapat dilihat bahwa jumlah investasi industri kriya kayu di Kabupaten Badung selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2011 dimana jumlah investasi mengalami peningkatan sebesar Rp. 14.617.921 dari tahun sebelumnya, menjadi Rp. 66.975.387. Di dalam perencanaan pembangunan ekonomi dalam bidang industri, untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah memerlukan data-data statistik sebagai dasar penentuan strategi, pengambilan keputusan dan evaluasi hasil-hasil produksi yang telah dicapai (Ardi, 2005). Salah satu cara yang digunakan adalah dengan memperhitungkan laju pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). PDRB adalah total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah (regional) tertentu dalam waktu tertentu biasanya dalam satu wilayah (khususnya Kabupaten Badung). Besar kecilnya angka PDRB suatu daerah dipengaruhi oleh tersedianya potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan faktor-faktor produksi yang berhasil dimanfaatkan (Irwan, 2010). Sehingga dengan adanya berbagai keterbatasan dalam mengelola dan memanfaatkan faktorfaktor tersebut, menyebabkan besaran PDRB antara wilayah satu dengan lainnya 12
sangat bervariasi. Seperti halnya dengan PDRB Kabupaten Badung sebagai wilayah studi ini faktor tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam kegiatan produksi. Peranan tenaga kerja akan semakin besar di dalam industri kecil yang bersifat umum, dimana ketelitian keterampilan dari pada karyawan yang menangani proses produksi mempunyai akibat langsung terhadap produksi yang dihasilkan (Ashyari 2005:55). Perkembangan industri kriya kayu di Kabupaten Badung menghadapi banyak kendala yang hampir sama dengan yang dialami industri rumah tangga, kecil dan menengah lainnya dimana masalah utamanya adalah dalam kurangnya dari segi permodalan. Bagi beberapa usaha industri kriya kayu yang masih berbasis usaha mikro dan kecil di Kabupaten Badung yang membuat adanya perbedaan yang signifikan dari permodalan dengan usaha industri kriya kayu yang mempunyai modal kuat, selain itu persaingan usaha yang sangat ketat mengingat Kabupaten Badung sebagai sentra industri usaha, serta penggunaan tenaga kerja dan jam kerja yang terbatas dan belum optimal sangat berpengaruh terhadap kapasitas produksi. Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja usaha kriya kayu ini untuk mengetahui skala ekonomis serta bagaimana sifat produksi pada industri kriya kayu di Kabupaten Badung. Berdasarkan
latar belakang yang telah
diuraikan,
maka dapat
dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut. 1) Apakah tenaga kerja dan modal secara simultan dan parsial berpengaruh terhadap produksi kriya kayu di Kabupaten Badung?
13
2) Bagaimana skala ekonomis industri kriya kayu di Kabupaten Badung? 3) Apakah sifat produksi industri kriya kayu di Kabupaten Badung bersifat padat modal atau padat karya? 1.2
Tujuan penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang ada, maka yang menjadi tujuan
dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis pengaruh tenaga kerja dan modal terhadap industri kriya kayu di Kabupaten Badung. 2) Untuk menganalisis skala ekonomis kriya kayu di Kabupaten Badung. 3) Untuk menganalisis produksi industri kriya kayu di Kabupaten Badung bersifat padat modal atau padat karya. 1.3
Kegunaan penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai pengaplikasian teori yang telah didapatkan selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi terutama mengenai skala ekonomis dan pendapatan pengusaha industri kriya kayu di Kabupaten Badung akibat adanya tenaga kerja dan modal usaha yang berbeda antar pengusaha kriya kayu. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada pengusaha industri kriya kayu di Kabupaten Badung mengenai beberapa 14
faktor yang mendasari besar kecilnya jumlah pendapatan yang diterima pengusaha industri kriya kayu sehingga diharapkan pemerintah maupun pihak yang terkait dapat mengambil kebijakan yang mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat. 1.4
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai
berikut. Bab I
Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, tujuan dan kegunaan laporan, metode penulisan, serta sistematika penyajian.
Bab II
Kajian Pustaka Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan yang dibahas dalam laporan ini yaitu mengenai konsep produksi, siklus kehidupan produk, skala ekonomi, konsep industri.
Bab III Metode Penelitian Bab ini menguraikan mengenai objek penelitian, jenis data, metode penelitian serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV Pembahasan Bab ini menguraikan gambaran umum daerah penelitian dan pembahasan mengenai permasalahan dalam penelitian.
15
Bab V Simpulan dan Saran Bab ini membahas mengenai simpulan yang diperoleh dari penyusunan laporan dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan simpulan yang diperoleh.
16