BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia, Melalui Kementrian Pendidikan nasional sudah mencanangkan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SDPerguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, Pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah mengubah seseorang.1 Munculnya gagasan pendidikan karakter di Indonesia bisa dimaklumi, sebab, Pada dasawara terakhir ini, kompleksitas permasalahan seputar moralitas bangsa Indonesia sudah cukup memprihatinkan, misalnya pencurian, perampokan, tawuran antar pelajar, kebiasaan menyontek saat ujian, seks bebas, pemerkosaan dan berbagai kekerasan terhadap anak dan remaja. Kondisi krisis dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkannya dibangku sekolah ternyata tidak
berdampak
terhadap
perubahan
perilaku
manusia
indonesia.
Demoralisasi terjadi karena proses pembelajaran cenderung mengajarkan pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teks dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang kontradiktif.2
1
Ardian Husain, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, (Jakarta; Cakrawala Publishing, 2010), hlm. 24 2 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta; Kencana, 2011),Cet. II, hlm. 2
Dengan melihat berbagai persoalan diatas, seolah – olah pendidikan di Indonesia telah gagal. Tujuan dari pendidikan adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.3 Suatu konsep Pendidikan yang lebih menekankan pada pembentukan sikap perlu di upayakan dan diimplementasikan kembali dalam lembaga forman maupun nonformal, misalnya Pendidikan Akhlak. Perlu adanya penekanan terhadap penerapan pendidikan akhlak terutama pada apara remaja, dimana mereka statusnya sebagai penerus bangsa yang akan membawa dan menentukan nasib negara kita. Melalui uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat makalah dengan menggangkat judul “ IMPLEMENTASI KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK PADA REMAJA DI ERA GLOBAL ” B. Rumusan Masalah Berdasarkan Uraian diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana konsep Pendidikan Akhlak? 2. Bagaimana karakteristik dan persoalan yang ada pada remaja? 3. Bagaimana Implementasi Pendidikan Akhlak pada remaja? C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan dalam makalah ini adalah : 3
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasinya,(Bandung; Alfabeta, 2012), hlm viii
1. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Akhlak. 2. Untuk mengetahui karakteristik dan persoalan yang ada pada remaja 3. Untuk mengetahui cara implementasi Pendidikan Akhlak pada Remaja. 4. Untuk memenuhi tugas akhir semester pada mata kuliyah Akhlak.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Akhlak. 1. Pengertian Pendidikan Akhlak Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya
pengendalian
untuk
diri,
memiliki
kepribadian,
kekuatan kecerdasan,
spiritual akhlak
keagamaan, mulia,
serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Konferensi Internasional Pendidikan Islam pertama (First Wor;d Conference on Moslem Education) yang diselenggarakan di Universitas King Abdul Aziz, menyepakati bahwa ada tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan, yaitu ta‟lim, tarbiyah dan ta‟dib.4 Istilah tarbiyah menurut para pendukungnya berakar pada tiga kata. Pertama, kata raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata rabiya yarba berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Kata al-Rabb, juga berasal dari kata tarbiyah dan berarti mengantarkan
4
Bambang Q-anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an (Bandung; Refika Offset, 2008) Hlm, 23-24
sesuatu kepada kesempurnaannya secara bertahap atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur-angsur. Sedangkan kata ta‟dib seperti yang ditawarkan al-Attas ialah pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan pengertian ini mencakup pengertian „ilm dan „amal.5 Dengan demikian pendidikan berarti, segala usaha orang dewasa baik sadar dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan menuju terciptanya kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya definisi akhlak. Kata “akhlak” berasal dari bahasa Arab. Kata pokok (dasar) akhlak adalah khalaqa, khaliqun dan makhluqun dengan kata sifatnya akhlaqun.6 Sedangkan pengertian akhlak menurut para ahli : 1. Ibnu Miskawih Ibnu Miskawih sebagai ilmuwan muslim yang sangat terkemuka sebagai pakar akhlak dalam kitabnya Tahdzibul Akhlak mengatakan bahwa akhlak adalah “sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran 5 6
Ibid, hlm, 24 Asren Nasution, Membangun Karakter Bangsa, (Jakarta; Prenata Media Group, 2013), hlm, 30
dan pertimbangan lagi”.7 Menurut konsep beliau akhlak adalah suatu konsep mental yang dimiliki oleh seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Sikap jiwa yang dimiliki oleh seseorang ini bisa bersumber dari watak naluri dan ada pula yang berasal dari kebiasaan atau latihan. 2. Imam Al Ghazali Menurut Imam Al Ghazali sebagai salah satu ulama besar yang bergelar hujjatul islam akhlak tidak hanya sebatas sikaf keutamaan yang bersifat pribadi, tetapi mencakup sejumlah sifat keutamaan akal, amal, perorangan dan masyarakat. Menurut beliau akhlak adalah suatu sikap yang tertanam dan mengakar dalam jiwa seseorang yang dapat melahirkan berbagai perbuatan tanpa harus mempertimbangkan terlebih dahulu.8 Jika sikap tersebut melahirkan perbuatan baik menurut akal dan hukum agama, maka disebut sebagai akhlak yang baik. Dan jika yang melahirkan perbuatan tercela, disebut sebagai akhlak yang buruk. Akhlak hanya memuat dua hal tersebut, yaitu baik dan buruk. Dengan demikian dari definisi pendidikan dan akhlak di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada 7 8
Ibid, hlm, 31 Ibid
Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara kontinue dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Telaah lebih dalam lagi terhadap konsep akhlak yang telah dirumuskan dirumuskan oleh tokoh pendidikan islam masa lalu seperti Ibnu Maskawih, Al-Qabisi, Ibn Sina, Al Gazali, dan Al Zarnuzi, menunjukkan
bahwa
tujuan
puncak
pendidikan
akhlak
adalah
terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik.9
B. Karakteristik Remaja. Rentangan Usia Remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21 tahun. Menurut Santrock (2002), ciri utama remaja meliputitahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria.10
Pertumbuhan fisik yang pesat,
kesadaran diri yang tinggi, dan selalu tertarik untuk mencoba sesuatu yang baru. Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. Banyak yang bilang kalau Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila individu berhasil dalam masa ini maka 9
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2011), hlm, 10 10 Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, (yogjakarta;Tiara Wacana. 2005), hlm, 7
akan diperoleh suatu kondisi yang disebut identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada psikis dan fisiknya. Dalam perkembangannya, remaja memiliki fase negatif. Fase ini ditandai dengan sifat-sifat negatif, antara lain :11 a. Sifat – sifat negatif pada anak perempuan. H. Hetzer yang menyelidiki sifat – sifat negatif pada anak perempuan mengemukakan : Tak tenang Kurang Suka bekerja Suasana hati tak baik, murung. Asosial : (1) menarik diri dari masyarakat, (2) agresif terhadap masyarakat b. Sifat-sifat negatif pada anak laki – laki. H. Hetzer yang menyelidiki sifat – sifat negatif pada anak laki - laki mengemukakan : Kurang suka bergerak Lekas lelah Kebutuhan untuk tidur besar. Suasana hati tak tetap.
11
Kartini kartono, Psikologi Agama, (Bandung; Mandar Maju, 2007) hlm, 162
Pessimistik Menurut Zakiah Darajat masa remaja adalah masa yang sangat peka terhadap agama dan akhlak. Karena mereka selalu berkeinginan mendapatkan kesempatan, berpetualang, telah mulai datang orang yang benar dan masak interligensinya.12 Dan pada masa remaja ini mereka cenderung membentuk prinsip moral yang otonomi. Prinsip yang berlaku bagi mereka sendiri walaupun tak sesuai dengan prinsip kelompok maupun atasan.13 Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:14 1. Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan. 2. Ketidakstabilan emosi. 3. Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup. 4. Adanya sikap menentang dan menantang orang tua. 5. Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua. 6. Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya. 7. Senang bereksperimentasi. 8. Senang bereksplorasi. 9. Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
12 13
14
Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, hlm, 139 Iibid, hlm 142
http://netsains.net/2009/04/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/
10. Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok. C. Permasalahan Remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja.15 Permasalahan Fisik dan Kesehatan Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice &
15
Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, hlm 146
Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al). Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan berskplorasi. Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
Cinta dan Hubungan Heteroseksual
Permasalahan Seksual
Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua
Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol
dan narkoba
(Rey, 2002). Tiga
jenis
pengaruh
yang
memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja: Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa. Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman. Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan
dengan
organ-organ
reproduksinya,
pelecehan
seksual,
homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991). Permasalahan Dengan Orang Tua.16 Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah : pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.
16
Panut Panuju dan Ida Umami, Psikologi Remaja, hlm, 148
Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obatobatan terlarang maupun kenakalan remaja. Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja. Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
D. Implementasi Pendidikan Akhlak pada Remaja. Untuk membantu remaja dalam melalui masa kritis serta mmasa kegoncangan yang sangat menentukan keadaan masa depannya diperlukan tindakan- tindakan dari semua pihak. Perlu adanya penguatan pendidikan akhlak pada diri anak. Karena melihat berbagai persoalan krisis moralitas
yang melanda diri para remaja. Secara umum, Ratna Megawati menengarai perlunya penerapan metode 4M dalam pendidikan akhlak (Karakter), yaitu mengetahui, mencintai, menginginkan, dan mengerjakan (Knowing the good,Loving the good, desiring the good, and acting the good) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan.17 Strategi pelaksanaan pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu: (1) pembelajaran (teaching), (2) keteladanan (modeling), (3) penguatan (reinforcing), dan (4) pembiasaan (habituating). Efektivitas
pendidikan
akhlak
sangat
ditentukan
oleh
adanya
pembelajaran (teaching), keteladanan (modeling), penguatan (reinforcing), dan pembiasaan (habituating) yang dilakukan secara serentak dan berkelanjutan. Pendekatan yang strategis terhadap pelaksanaan ini melibakan tiga komponen yang saling terkait satu sama lain, yaitu: (1) sekolah (kampus), (2) keluarga, dan(3) masyarakat. 1. Ketika komponen sekolah sepenuhnya akan menerapkan dan melaksanakan nilai-nilai (Akhlak) tertentu (prioritas), maka setiap nilai yang akan ditanamkan atau dipraktikkan tersebut harus senantiasa disampaikan oleh para guru melalui pembelajaran langsung (sebagai mata pelajaan) atau mengintegraskannya ke dalam setiap mata pelajaran.
17
Bambang Q-anees dan Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran, Hlm, 107
2. Nilai-nilai prioritas tersebut selanjutnya harus juga dimodelkan (diteladankan) secara teratur dan berkesinambungan oleh semua warga sekolah (kampus), sejak dari petugas parkir, petugas kebersihan, petugas keamanan, karyawan administrasi, guru, dan pimpinan sekolah. Pembiasaan keteladanan ini adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari – hari yang tidak diprogramkan karena dilakukan tanpa mengenal batasan ruang dan waktu. Keteladanan ini perilaku dari semua komponen yang ada disekitar anak, sehingga diharapkan sikap tersebut menjadi panutan bagi para remaja.18 3. Selanjutnya, nilai-nilai itu harus diperkuat oleh penataan lingkungan dan kegiataan-kegiatan di lingkungan sekolah (kampus). Penataan lingkungan di sini antara lain dengan menempatkan banner (spandukspanduk)
yang
mengarah
dan
memberikan
dukungan
bagi
terbentuknya suasana kehidupan sekolah (kampus) yang berakhlak terpuji. Penguatan dapat pula dilakukan dengan melibatkan komponen keluarga
dan
masyarakat.
Komponen
keluarga
meliputi
pengembangan dan pembentukan akhlak di rumah. Pihak sekolah (kampus) dapat melibatkan para orang tua untuk lebih peduli terhadap perilaku para anak-anak mereka. Sedangkan komponen masyarakat atau komunitas secara umum adalah sebagai wahana praktik atau
18
Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter, (Yogjakarta;pedagigia,2012) Hlm, 140
sebagai alat kontrol bagi perilaku siswa dalam mengembangkan dan membentuk akhlak mereka. Pihak sekolah (kampus) dapat melakukan komunikasi dan interaksi dengan keluarga dan masyarakat ini dari waktu ke waktu secara periodik. 4. Pembiasaan (habituation) dapat dilakukan di sekolah dengan berbagai cara dan menyangkut banyak hal seperti disiplin waktu, etika berpakaian, etika pergaulan, perlakuan siswa terhadap karyawan, guru, dan pimpinan, dan sebaliknya. Pembiasaan yang dilakukan oleh pimpinan, guru, siswa, dan karyawan, dalam disiplin suatu lembaga pendidikan merupakan
langkah
yang sangat
strategis
dalam
diimplementasikan
dalam
membentuk akhlak secara bersama. Selain
strategi
diatas
yang
harus
menanamkan akhlak pada diri seorang remaja, perlu didukung dengan beberapa cara yang lain, misalnya saja selalu memberikan (1) Arahan tapi tidak menggurui mereka, melainkan menganggap mereka sebagai sahabat. (2) memberi dorongan (3) mengingatkan. Semua itu harus dilakuan secara kontinue dan didukuing oleh semua pihak.19
19
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Hlm, 115
BAB III PENUTUP
A. Simpulan pendidikan akhlak adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara kontinue dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Konsep akhlak yang telah dirumuskan oleh tokoh pendidikan islam masa lalu seperti Ibnu Maskawih, Al-Qabisi, Ibn Sina, Al Gazali, dan Al Zarnuzi, menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik. Nemun melihat berbagai persoalan yang muncul pada para remaja terlebih lagi masalah krisis moralitas, seakan – akan pendidikan akhlak tidak mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Remaja adalah mereka yang berada direntan usia 12 tahun sampai 21 tahun. Dan memiliki sifat – sifat Kecanggungan dalam pergaulan, Ketidakstabilan emosi, Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup, Adanya sikap menentang dan menantang orang tua, Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua dan Kegelisahan.
Berbagai sifat – sifat diatas lah yang menyebabkan berbagai persoalan muncul dalam diri para remaja, misalnya permasalahan fisik, obat – obatan, tawuran, menyontek, geng – gengan dengan teman sebagaya, suka memeberontak dan lain – lain. Untuk itulah perlu kerjasama antar semua pihak untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada pada diri remaja. perlunya penerapan metode 4M dalam
pendidikan
akhlak
(Karakter),
yaitu
mengetahui,
mencintai,
menginginkan, dan mengerjakan (Knowing the good,Loving the good, desiring the good, and acting the good) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Majid dan Dian Andayani,2011, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung; Remaja Rosdakarya. Ardian Husain,2012, Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, Jakarta; Cakrawala Publishing, 2010 Asren Nasution, 2013, Membangun Karakter Bangsa, Jakarta; Prenata Media Group. Bambang Q-anees dan Adang Hambali,2008, Pendidikan Karakter Berbasis AlQur’an Bandung; Refika Offset. Heri
Gunawan,
2012,
Pendidikan
Karakter
Konsep
dan
Implementasinya,Bandung; Alfabeta. http://netsains.net/2009/04/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/ Kartini kartono, 2007, Psikologi Agama, Bandung; Mandar Maju. Novan Ardy Wiyani,2012,
Manajemen Pendidikan Karakter, Yogjakarta;
pedagigia. Panut Panuju dan Ida Umami,2005, Psikologi Remaja, yogjakarta;Tiara Wacana. Zubaedi,2011, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasi dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta; Kencana, 2011
SURAT PERNYATAAN
Degan Penuh kejujuran dan tanggung jawab, saya Nur Sholeh, NIM 123911851, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa makalah ini : 1. Seluruhnya merupakan karya saya sendiri. 2. Tidak berisi material yang pernah dibuat orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam buku – buku rujukan.
Jepara, 28 Juni 2013 Penulis
Nur Sholeh