BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan menjadi semakin serius pada dekade terakhir ini. Hal tersebut diawali dengan makin kompleksnya pembangunan industri dan sektor lainnya sehingga menimbulkan dampak yang lebih luas dan bervariasi. Disisi lain kesadaran masyarakat semakin tinggi akan pentingnya perlindungan terhadap lingkungan yang diimbangi dengan pengenalan berbagai perangkat pengendalian lingkungan dan peraturan mengenai lingkungan oleh pemerintah. Dengan dialaminya krisis lingkungan dan energi, serta didorong oleh meningkatnya tuntutan peraturan dunia terhadap pertanggungjawaban yang lebih besar, sehingga kebutuhan dunia akan ketertiban dan keakuratan dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang bijaksana menimbulkan keinginan dalam membangun standar pengelolaan lingkungan atau yang sekarang tenar disebut Standar Manajemen Lingkungan (SML). Pengelolaan kawasan konservasi dalam hal ini adalah Taman Nasional saat ini sangat memprihatinkan, karena dibenturkan dengan masalah yang kompleks. Wiratno (2004), menyebutkan bahwa permasalahan tersebut meliputi : Pertama, sumberdaya manusia mulai dari kapasitas kepemimpinan, manajerial, penguasaan lapangan, lemahnya data dan informasi mutahir, rendahnya kekompakan dan tim kerja, kurangnya mitra yang membantu, pendanaan baik rutin maupun keproyekan, dan sebagainya. Kedua, persoalan organisasi yang disebabkan oleh faktor struktural dan kultural. Perkembangan otonomi yang tidak didesain 1
menyebabkan keguncangan dan turbulensi di daerah, sehingga peran, tanggung jawab, dan kewenangan pengelolan kawasan konservasi (Taman Nasional) oleh pemerintah dipertanyakan, digugat, dan di beberapa daerah, diabaikan. Hal ini berkaitan dengan implementasi sistem manajemen lingkungan di taman nasional yang memiliki fungsi spesifik. Kawasan konservasi yang mendapatkan penghargaan ISO 14001:2004 adalah kawasan konservasi yang telah berhasil menerapkan sistem manajemen lingkungan berdasarkan prinsip PDCA (Plan, Do, Check, Act) dalam setiap program yang direalisasikan. Dalam UU No. 5 tahun 1990 taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional dengan karakter ekosistemnya masing-masing seperti Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dengan jajaran pegunungan Bromo dan Semeru, Taman Nasional Komodo dengan habitat asli Komodo, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dengan potensi karbonnya dan masih banyak taman nasional lainnya dengan potensi yang luar biasa saat ini menjelma menjadi kawasan wisata alam dalam rangka menuju pembangunan berkelanjutan. Hadirnya wisata alam sebagai konsep baru yang berusaha mengakomodir berbagai kepentingan dan meminimalisisr ketergantungan masyarakat sekitar taman nasional dalam pemanfaatan hutan secara langsung. Harapan terbesarnya adalah wisata alam bisa menjadi win-win solution dalam pengelolaan kawasan konservasi terutama pengelolaan taman nasional. Dari sisi sosial taman nasional bisa menjadi wadah untuk melestarikan budaya masyarakat
2
lokal (kearifan lokal) dan yang tidak kalah penting adalah taman nasional dapat menjelma menjadi pasar dengan keindahan alam dan keanekaragaman hayati sebagai jajanan yang disuguhkan, sehingga dari segi ekonomi dapat menambah pendapatan masyarakat lokal dan menyumbang devisa bagi Negara. Dengan demikian ketergantungan masyarakat lokal pada Taman Nasional dari segi pemanfaatn hutan secara langsung akan teralihkan dengan adanya wisata alam. Dari aspek ekonomi, wisata alam berdampak positif, seperti yang dikutip dari Kusworo (2000) dalam Garjitowati (2009), “Banyak studi menunjukkan bahwa pariwisata di seluruh dunia memainkan peranan yang sangat penting dalam meningkatkan pendapatan pemerintah dan memiliki dampak ekonomi yang posisif di beberapa negara”. Namun demikian, dari aspek ekologis (fisik dan biotis) peluang ini perlu diwaspadai dengan pengelolaan preventif. Menurut Fandeli (2001), meskipun kegiatan wisata alam pada dasarnya merupakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya/lingkungan alam yang bersifat non konsumtif dan non ekstraktif, tetapi tetap saja tidak lepas dari kemungkinan terjadinya degradasi lingkungan karena munculnya dampak negatif yang tidak segera terdeteksi dan terkendali. Berbagai perangkat pengelolaan lingkungan telah dipersiapkan untuk mengimbangi globalisasi dan dampaknya seperti halnya program ekolabel, "Environmental Management System/SML" dan sebagainya. Untuk itu perlu dipahami secara baik, bagaimana perkembangan di bidang lingkungan baik peraturan ataupun perangkat internasional yang terkait agar dapat mengantisipasi
3
globalisasi, terutama bagi para pengambil keputusan dan penggerak roda industri, termasuk industri pariwisata. ISO (the International Organitation for Standardization) merupakan sebuah organisasi non pemerintah (Non Goverment Organization) yang bermarkas di Genewa, Swiss yang mengatur standar dunia untuk meningkatkan perdagangan internasional yang berkaitan dengan barang dan jasa. ISO dapat juga disimpulkan sebagai koordinasi standar kerja internasional, publikasi standar, harmonisasi internasional dan promosi pemakai standar internasional. Menurut Anonim (2004), ISO bukan merupakan akronim (kependekan), tetapi sebuah kata yang berasal dari bahasa latin (Yunani) yang artinya “sama”. Dalam penggunaannya di seluruh dunia akan seragam yaitu ISO, bukan IOS dalam bahasa Inggris, OIN dalam bahasa Prancis dan OSI dalam bahasa Indonesia. ISO 14000 adalah standar internasional mengenai manajemen lingkungan yang dikeluarkan oleh ISO dan penerapannya bersifat sukarela, dan ISO 14001 merupakan salah satu seri dari ISO 14000 yang fokus pada sistem manajemen lingkungan (SML). SML adalah bagian dari keseluruhan sistem manajemen yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, dan sumber daya untuk mengembangkan, mengimplementasikan, mencapai, mengevaluasi, dan memelihara kebijakan lingkungan (SNI, 2005c). Ada 3 komponen besar dalam ISO 14001 yaitu program lingkungan tertulis; pendidikan dan pelatihan; dan pengetahuan mengenai peraturan perundang-undangan lokal dan nasional.
4
1.2 Permasalahan Potensi alam tinggi, letak yang strategis, aksesibilitas yang mudah menjadikan TNBTS sebagai salah satu Taman Nasional yang paling banyak dikunjungi. Sehingga berpotensi menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap kelangsungan ekosistem yang ada. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut TNBTS menerapkan sistem manajemen lingkungan (SML) yang sesuai dengan persyaratan ISO 14001:2004. Dalam BBTN BTS (2010), TNBTS telah menerapkan sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2004 dan tersertifikasi pada tahun 2011 oleh TUV NORD INDONESIA dalam hal pengelolaan kawasan wisata Bromo. Namun dalam perjalanannya untuk mempertahankan status tersebut sangat berat karena untuk merubah mindset atau pola pikir di kalangan pegawai kita sangat berat sedangkan setiap 6 bulan sekali akan diaudit lagi yang akan sangat menentukan apakah statusnya dapat diperpanjang atau dicabut. Menurut BBTN BTS (2010), ada beberapa hal yang harus dibenahi oleh TNBTS di antaranya : aturan yang terbaru mengenai sistem manajemen lingkungan itu sendiri, rambu-rambu yang berisikan tentang himbauan, larangan, dan petunjuk yang harus ada di lingkungan kantor dan lapangan, sarana dan prasarana kebersihan yang harus lengkap dan baik seperti misal : tempat sampah yang sudah ada keterangannya mengenai tempat sampah basah dan kering, alat pemadam ringan. Kendala terbesar adalah lingkungan kerja yang luas sehingga dalam koordinasi terhambat oleh jarak dan waktu.
5
1.3 Rumusan Masalah Potensi alam, letak yang strategis, aksesibilitas yang mudah menjadikan TNBTS sebagai salah satu taman nasional yang paling banyak dikunjungi, sehingga berpotensi menimbulkan dampak negatif yang besar terhadap kelangsungan ekosistem yang ada. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut TNBTS menerapkan SML yang sesuai dengan persyaratan ISO 14001:2004. Dari uraian di atas, terdapat rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana sistem manajemen yang diterapkan oleh pihak TNBTS dalam pengelolaan wisata alam? 2. Bagaimana proses implementasi ISO 14001:2004 dalam pengelolaan wisata alam di TNBTS? 3. Berapa tingkat dan persentase pemenuhan sistem manajemen lingkungan yang diterapkan oleh TNBTS terhadap standar sistem manajemen lingkungan (ISO 14001:2004)? 4. Bagaimana strategi pengelolaan wisata alam di TNBTS berdasarkan implementasi SML?
1.4 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui sistem manajemen lingkungan dalam pengelolaan wisata alam yang dilaksanakan TNBTS. 2. Mengetahui model proses implementasi ISO 14001:2004 di TNBTS.
6
3. Mengevaluasi tingkat dan persentase pemenuhan SML dalam pengelolaan wisata alam terhadap persyaratan ISO 14001:2004. 4. Mengevaluasi
strategi
pengelolaan
wisata
alam
TNBTS
berdasarkan
implementasi SML.
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan standar dan pembangunan di bidang kehutanan. Memberikan masukan dalam pengelolaan wisata alam di taman nasional pada umumnya khususnya BBTN BTS dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
7