BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri pertelevisan di Indonesia sudah berkembang dengan sangat pesat, ditandai dengan banyaknya bermunculan stasiun-stasiun televisi. Menurut Peter Herford, Wakil Presiden stasiun TV CBS News sebagaimana yang dikutip Morrisan dalam bukunya yang berjudul Jurnalitik Televisi Muktahir (2008), kini setiap stasiun televisi dapat menayangkan berbagai program hiburan seperti film, musik, kuis, reality show, dsb. Semakin beragamnya program acara sekarang ini semakin memudahkan pemirsa untuk memilih program acara yang diinginkan sehingga pemirsa lebih selektif dalam memilih program acara yang disukai dan dibutuhkan. Sebagai media massa elektronik dan bertumpu kepada teknologi modern maka televisi menjadi media dengan proses produksi yang mahal. Untuk menutupi biaya produksi itu stasiun televisi memerlukan dana dari pemasang iklan. Padahal pemasang iklan hanya akan mengiklankan produknya di stasiun televisi yang kredibel dan mempunyai program acara yang baik yang salah satunya ditentukan oleh rating. Tidak heran jika, kini masing-masing stasiun televisi saling berlomba untuk membuat program acara televisi yang menarik sehingga mendapat nilai rating yang baik pula. Praktik penyiaran televisi di Indonesia mengandalkan sitem rating sebagai pertimbangan untuk menentukan nasib program-program acara, apakah terus 1
ditayangkan atau dihentikan penayangannya. Bagi televisi, “kualitas” program diukur dari angka rating dan share yang pada akhirnya memengaruhi perolehan iklan. Televisi cenderung berkiblat pada rating dan share yang menentukan layak tidaknya suatu program acara. Rating menjadi faktor utama yang menentukan definisi selera audiens, mutu acara, serta menentukan keputusan dan strategi televisi. Baik-buruk atau nilai-nilai kepatutan menjadi nomor sekian dari hal-hal yang harus diperhatikan di luar pertimbangan rating. Menurut Morrisan (2005) , rating merupakan hal yang sangat penting bagi pemasang iklan karena mereka akan selalu mencari stasiun televisi dengan program yang memilik nilai rating yang tinggi. Salah satu format program yang memiliki nilai rating yang tinggi adalah program reality show. Dari sekian banyak program yang ditayangkan, di antaranya adalah program reality show. Hampir seluruh stasiun televisi swasta menayangkan program reality show unuk mengejar nilai rating dan share yang tinggi. Stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia pun berlomba-lomba untuk menayangkan tayangan reality show, entah itu diproduksi sendiri atau membelinya dari rumah-rumah produksi. Tema-tema yang bisa diangkat mulai dari tema kehidupan asmara anak muda, kehidupan selebriti, sulap, kemiskinan, sampai pada tema humor. Contohnya “Ups Salah” di TRANS 7, “Jika Aku Menjadi” di TRANS TV, “Tolong” , “Bedah Rumah” di RCTI, dan “Uya emang Kuya” di SCTV, dll.
2
Menurut Morissan reality show adalah
program yang mencoba
menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya. Dengan kata lain program ini mencoba menyajikan suatu keadaan yang nyata dengan cara yang sealamiah mungkin tanpa direkayasa (Morissan, 2005 : 106) Akan tetapi nilai realitas dari program reality show masih dipertanyakan. Secara kasar reality show bukan lagi sebuah realita, melainkan produk hasil rekayasa dari pihak stasiun televis yang memproduksinya. Seperti apa yang pernah di muat dalamTabloid Bintang pada edisi cetak Juni 2004, tabloid ini mebahas acara reality show termehek-mehek yang di tayangkan di Trans TV ialah rekayasa. Tayangan reality show sendiri pertama kali diproduksi oleh stasiun televisi Amerika Serikat yang kemudian diadaptasi dalam berbagai tema oleh berbagai stasiun-stasiun televisi dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Tayangan reality show memiliki ciri khas yang berbeda dari jenis tayangan-tayangan lain yaitu dibintangi oleh orang-orang yang bukan aktor dan aktris, tetapi walaupun demikian program acara tersebut masih diatur oleh skenario yang ditulis oleh produser (Vivian, 2005, p.203) Salah satu program televisi yang menarik dan memiliki nilai rating yang tinggi ialah tayangan program reality show “Uya Emang Kuya”. Uya Emang Kuya adalah sebuah konsep tentang trik, intrik, dan komedi sebuah atraksi sulap. Di antaranya adalah street magic, yang menggambarkan suatu trik sulap on the spot atau langsung kepada audience. (http://www.sctv.co.id/sctv-reality/uya-emangkuya_22246.html) 3
Acara yang dipandu oleh artis komedi Uya Kuya ini menghadirkan hiburan berupa trik sulap yang dirangkai dengan acara hipnotis. Dalam setiap episodenya, Uya memilih beberapa orang untuk dihipnotis dan ditanyakan beberapa hal pribadi mengenai profil orang tersebut. Lokasi syuting acara ”Uya Emang Kuya” banyak mengambil tempat di pusat perbelanjaan ataupun ditempat keramaian sehingga lebih menunjukkan bahwa acara yang dipandunya tersebut memang nyata. Acara ini sempat ditayangkan SCTV setiap hari Senin sampai dengan Kamis pukul 15.00 WIB. Orang-orang yang dipilih oleh Uya untuk dijadikan target hipnotis biasanya adalah pasangan muda-mudi yang sedang lalu lalang di sebuah mall. Sebelum melakukan aksinya, Uya terlebih dahulu menanyakan ke sang calon korban apakah calon korban mau dihipnotis untuk menyampaikan unek-unek ke pasangannya. Jika bersedia, maka Uya langsung memulai aksinya dengan berbicara ke korban, diawali dengan kalimat “jika melihat api kamu harus?” dan di jawab oleh audiens yang kebetulan ada menonton langsung dengan kata “tidur”. Seketika juga setelah Uya membacakan kalimat tersebut dan setelah korban melihat api, korban pun langsung tertidur dan aksi hipnotis Uya pun dimulai dengan menanyakan pertanyaan ke korban mulai dari hal yang sangat umum dan sampai ke hal yang sifatnya sangat pribadi. Fungsi hiburan dalam sebuah media elektornik menduduki posisi yang paling tinggi dibanding dengan fungsi-fungsi lain.(Nurudin, 2003, 66). Dalam pandangan masyarakat secara umum acara “Uya Emang Kuya” memang menampilkan hiburan yang sangat seru, penonton dibuat tertawa bahkan sampai 4
bertepuk tangan menyaksikan Uya membongkar kehidupan pribadi dari seseorang. Tidak jarang tingkah laku dan jawaban dari korban menimbulkan gelak tawa bagi audience. Kepintaran host Uya Kuya dalam menggali pertanyaan dan keluguan korban yang terhipnotis dalam menjawab pertanyaan merupakan kekuatan hiburan utama di program ini. Terlepas dari realitas kebenaran dari aksi hipnotis yang ada di program ini, “Uya Emang Kuya” diminati oleh audience, hal ini terbukti dengan hasil rating program yang sangat tinggi dan sempat mempunyai 2 kali jam tayang dalam 1 hari pada tahun 2011. Program ini juga memenangkan penghargaan bergengsi di Panasonic Global Awards 2012 sebagai tayangan reality show terfavorit. Selain banyak diminati, program “Uya Emang Kuya” ternyata banyak menuai pro dan kontra di masyarkat. MUI bahkan sempat member label “haram” pada program ini. Program ini dianggap tidak layak siar karena acara hipnotis “Uya Emang Kuya” di stasiun SCTV dianggap tidak mendidik. Acara tersebut secara terang-terangan membuka aib atau rahasia orang dan membeberkannya di khalayak umum di mana seharusnya tidak sepantasnya hal seperti itu dibeberkan di khalayak umum. Dengan cara menghipnotis korban supaya tidak sadar, kemudian di beri pertanyaan yang dapat memancing korban membuka aibnya, yang tidak selayaknya dibuka di depan umum, karena hal tersebut bukanlah merupakan konsumsi publik dan bertentangan dengan peraturan Komisi Penyiaran Indonesia BAB VI pasal 9 tentang penghormatan terhadap hak privasi dan pribadi bahwa lembaga penyiaran wajib memperhatikan dan menghormati hak privasi dan pribadi dari narasumber. 5
Menanggapi banyaknya keluhan dari masyarkat terhadap program “Uya Emang Kuya” pihak KPI sempat memberikan teguran kepada program ini. Berdasarkan Pasal 27 ayat (4) P3 KPI menyatakan : Lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan wawancara dengan narasumber yang sedang tidak dalam kesadaran penuh dan/atau dalam situasi tertekan dan/atau tidak bebas. (http://www.kpi.go.id/component/content/article/14-dalam-negeri-umum/30579program-quya-emang-kuyaq-dievaluasi-secara-menyeluruh).
Program “Uya Emang Kuya” siarannya sempat dihentikan sementara oleh KPI pada tanggal 22 Maret 2012. Pada tanggal 9 Maret 2012 mulai pukul 14.57 WIB “Uya Emang Kuya” menayangkan adegan sorang ibu yang dalam keadaan dihipnotis. Ibu tersebut menyatakan bahwa anak sulungnya adalah bukan anak kandungnya. Pada adegan tersebut ditayangkan juga adegan ekspresi anak yang menangis dan terpukul atas pernyataan sang ibu. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas perlindungan anak dan remaja serta hak privacy khususnya konflik dalam keluarga yang disiarkan oleh lembaga penyiaran. Untuk itu, KPI Pusat memutuskan memberikan sanksi administratif penghentian sementara pada program selama 3 (tiga) hari di setiap penayangan hari jumat. Pelaksanaan sanksi tersebut wajib dilaksanakan pada tanggal 30 Maret 2012,
6
April
2012,
dan
13
April
2012.
(http://www.kpi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=30472:penghe ntian-sementara-program-siaran-quya-emang-kuyaq-sctv&catid=12:umum)
Walaupun sudah mendapat teguran dan sempat diberhentikan sementara, format program “Uya Emang Kuya” tidak berubah sama sekali. “Uya Emang 6
Kuya” masih sempat dipertahankan oleh SCTV karena nilai ratting nya yang tinggi walaupun tayangan tersebut hanya mengutamakan kepentingan hiburan semata dan tidak ada unsur mendidik sama sekali. Isi program tayangan “Uya Emang Kuya” yang mengumbar aib di depan umum menuai kontroversi tersendiri di masyarakat. Kontroversi di masyarakat sebenarnya didasari oleh kebudayaan timur atau kebudayaan kolektivis yang ada di Indonesia. Budaya mempengaruhi persepsi atas pesan yang disampaikan oleh komunikator. Seperti apa yang dikemukakan Samovar dalam bukunya Komunitas Lintas Budaya, bahwa budaya adalah elemen subjektif dan objektif yang dibuat manusia di masa lalu dan mempengaruhi perilaku dan pikiran seseorang dalam melihat dunia saat ini. mengacu pada Samovar, perilaku masyarakat Indonesia sampai saat ini masih lekat dengan budaya kolektif yang timbul dari pengalaman masyarkat pada masa lalu. Budaya kolektivis yang sudah ada di Indonesia sejak dahulu membuat masyarakat Indonesia memandang content dari program “Uya Emang Kuya” yang membuka aib kehidupan pribadi seseorang didepan umum cenderung merupakan hal yang tabu dan tidak sepantasnya dilakukan. Budaya kolektifis berbeda dengan budaya individualis. Budaya individualis cenderung lebih memikirkan tujuan diri sendiri daripada tujuan kelompok, sedangkan budaya kolektivis cenderung berpikir sebagai bagian dari komunitas. Timbulnya pro dan kontra bisa jadi di sebabkan karena ada masyarakat yang menganggap korban hipnotis masih merupakan bagian dari kelompok mereka, dan tidak selayaknya di perlakukan seperti itu. 7
Fenomena yang terjadi pada program “Uya Emang Kuya” menimbulkan pertanyaan tersendiri. Jika dikaitkan dengan kebudayaan masyarkat yang kolektivis di Indonesia, secara logika program ini seharusnya tidak mendapat tanggapan yang baik di masyarkat. Jika tidak mendapat tanggapan yang baik di masyarakat, sudah pasti rating program ini tidak mendapat rating yang bagus pula. Akan tetapi fenomena yang terjadi pada prgoram ini seolah-olah mematahkan tanggapan tentang bagiamana masyarakat kolektivis itu sendiri. Rating acara ini sangat baik, apakah seiring dengan berkembanganya zaman, kini media atau teknologi dapat mengubah persepsi seseorang yang telah terbentuk lama di budayanya sejak dahulu, dalam hal ini ialah pengungkapan diri di depan publik. Yang tadinya masyarakat menganggap hal ini tabu kini menjadi hal yang sudah lumrah dan sudah biasa saja. Atau masyarakat hanya melihat acara ini dari sisi hiburannya saja tanpa mempermaslahkan isi atau content yang disajikan dalam program ini. Berdasarkan pada fenomena yang terjadi bahwa program reality show “Uya Emang Kuya” mendapat nilai rating yang tinggi walaupun isi tayangannya bertentangan dengan kebudayaan kolektivis di masyarkat karena content “Uya Emang Kuya” membuka aib seseorang di depan umum, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Persepsi Khalayak Terhadap Program Reality Show Uya Emang Kuya”.
8
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan, maka peneliti telah merumuskan masalah yang akan diteliti yaitu : Bagaimana persepsi khalayak terhadap program reality show “Uya Emang Kuya”?
1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui persepsi khalayak tentang pengungkapan diri sesorang di muka umum pada program reality show “Uya Emang Kuya” yang tayang di SCTV dan menjadi acara reality show terfavorit versi Panasonic Award 2012.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan dan manfaat bagi perkembangan studi Ilmu Komunikasi khususnya, ilmu jurnalistik dan ilmu komunikasi massa, dan sebagai bahan acuan bagi studi – studi bidang terkait pada umumnya.
1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis, Penelitian ini juga diharpakan nantinya bisa membuat masyarakat yang berperan sebagai pemirsa atau penikmat media dapat berfikir kritis dan menyeleksi jenis hiburan yang ada di media.
9