BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat memiliki kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh sebab itu kebudayaan dan masyarakat memiliki kaitan yang amat erat. Masyarakat merupakan orang-orang yang hidup bersama yang mengasilkan kebudayaan. Hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat selalu berusaha untuk menghasilkan karya sendiri yang memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Koentjaraningrat (1945:5) menyatakan bahwa kebudayaan dapat diklasifikasikan dalam tiga wujud, yaitu : 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasangagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kmpleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Wujud pertama adalah wujud idiil dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tidak dapat diraba. Kebudayaan idiil ini dapat kita sebut adat tata kelakuan atau adat istiadat. Wujud idiil ini berada dalam alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Adapun fungsi dari wujud
1
2
idiil ini adalah sebagai pengatur, pengendali, dan pemberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Secara lebih khusus mengenai fungsi wujud idil Koentjaraningrat (1994:6) menyatakan : “dalam fungsi ini secara lebih khusus lagi terdiri tiga lapisan yaitu, lapisan pertama dan yang paling abstrak adalah sistem nilai budaya, lapisan kedua adalah sistem norma-norma dimana pada lapisan ini terlihat lebih konkret, lapisan ketiga adalah tingkat hukum, dan lapisan keempat adalah tingkat aturan khusus”. Tingkat nilai budaya ini merupakan tingkatan yang paling abstrak, karena nilai budaya merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan sesuatu yang mengkonsepsikan sesuatu yang dianggap bernilai dari kehidupan masyarakat. Oleh sebagian masyarakat, sistem nilai budaya ini dianggap sebagai peraturan yang bernilai tinggi. Menurut Koentjaraningrat (1994:25) menyatakan bahwa: “sistem-sistem tata kelakuan manusia lain tingkatannya lebih konkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma, semuanya juga berpedoman kepada sistem nilai budaya itu”. Wujud kedua dari kebudayaan sering disebut sebagai sistem sosial, yaitu mengenai kelakuan dari manusia itu sendiri yang dimana wujudnya bersifat konkret. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul antara yang satu dengan yang lain. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Disebut demikian karena merupakan seluruh total dari hasil fisik dalam beraktivitas, dalam melakukan perbuatan,dan karya semua manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu wujudnya bersifat konkret karena dapat diraba dan dilihat.
3
Berdasarkan penjelasan di atas, maka nilai-nilai budaya pada pelaksanaan tradisi upacara Tolak Bala pada masyarakat Desa Nagrak ini sangat berhubungan dengan wujud budaya yang berupa ide dan dianggap bernilai dalam kehidupan masyarakat di desa tersebut. Upacara tolak bala ini, mendeskripsikan bahwa manusia hidup tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan alam. Pada umumnya masyarakat Desa Nagrak bermata pencaharian sebagai petani. Mereka selalu mengiginkan keselamatan hidup, ketenangan batin, dan hasil bumi yang melimpah. Maka dari itu, mereka mempercayai
dengan melaksanakan upacara tolak bala
tersebut mereka dapat terhindar dari malapetaka. Ini merupakan tradisi atau adat warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan dan secara turun temurun dilaksanakan oleh generasi penerusnya. Bertitik tolak dari pemahaman-pemahaman di atas, penulis mencoba mengangkat permasalahan tersebut kedalam suatu studi penelitian yang terangkum dalam judul “KAJIAN TENTANG NILAI-NILAI BUDAYA PELAKSANAAN TRADISI
UPACARA TOLAK BALA DI DESA
NAGRAK KABUPATEN SUMEDANG” ( Studi Deskriptif Tentang Upacara Tolak Bala di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang). B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu masalah pokok yaitu: “Mengapa nilai-nilai budaya upacara tolak bala masih dipertahankan oleh masyarakat Desa Nagrak Kabupaten Sumedang?”
4
Untuk memudahkan pembahasan hasil penelitian maka masalah pokok tersebut peneliti jabarkan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana asal mula diselenggarakannya upacara tolak bala oleh masyarakat Desa Nagrak Kabupaten Sumedang?
2.
Bagaimana pelaksanaan upacara tolak bala di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang?
3.
Apakah makna dan tujuan diselenggarakannya upacara tolak bala bagi masyarakat di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang?
4.
Faktor apa saja yang menyebabkan masih dilakukannya tradisi upacara tolak bala oleh masyarakat di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang?
5.
Bagaimana pandangan islam mengenai tradisi tolak bala di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Tujuan secara umum dari penelitian ini adalah untuk menggali nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara tolak bala di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang.
5
2.
Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan: a.
Asal mula diselenggarakannya upacara tolak bala oleh masyarakat Desa Nagrak Kabupaten Sumedang.
b.
Pelaksanaan dari upacara tolak bala di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang.
c.
Makna dan tujuan diselenggarakannya upacara tolak bala bagi masyarakat di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang.
d.
Faktor -faktor yang menyebabkan masih dilakukannya tradisi upacara tolak bala oleh masyarakat di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang.
e.
Pandangan islam mengenai tradisi tolak bala di Desa Nagrak Kabupaten Sumedang
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis tentang upacara tolak bala, terutama untuk mengetahui nilai-nilai budaya yang ada pada tradisi upacara tolak bala tersebut serta diharapkan dapat berikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian dalam dunia pendidikan khususnya yang berkaitan dengan jurusan atau bidang studi Pkn.
6
2. Secara Praktis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi masyarakat sunda. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai pedoman bagi masyarakat, khususnya masyarakat sunda dalam menyikapi pelaksanaan adat istiadat daerah yang nantinya dapat benarbenar memberikan arah pada pembangunan sikap mental manusia agar berfikir rasional serta dapat melihat nilai-nilai yang tidak berlawanan dengan kaidah agama islam.
E. Definisi Operasional Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kebudayaan merupakan keseluruhan total dari apa yang pernah di hasilkan oleh umat manusia. 2. Nilai-nilai budaya merupakan nilai yang terkandung dalam setiap adat istiadat yang dihasilkan oleh ide-ide atau gagasan-gagasan sebagai wujud idiil dari kebudayaan dengan konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran masyarakat. Nilai-nilai budaya ini telah melekat sehingga sukar untuk digantikan dengan nilai budaya lain. 3. Upacara Tolak Bala merupakan acara tahunan yang dilakukan dan dipercayai masyarakatnya untuk menghindari musibah, dan juga agar hasil bumi yang diperoleh masyarakat melimpah.
7
4. Masyarakat adat adalah kesatuan manusia yang teratur, menetap di suatu daerah
tertentu,
mempunyai
penguasa-penguasa
dan
mempunyai
kekayaan yang berwujud ataupun tidak berwujud, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya. F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Rumusan
permasalahan
yang akan diteliti memerlukan
pengamatan dan penelitian secara mendalam, oleh karena itu, pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan kualitatif. Nasution (1996 : 5), mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai berikut : “Pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Dengan demikian salah satu sifat pendekatan kualitatif adalah dengan diskriptif, artinya dalam penelitian ini diusahakan mengumpulkan data deskriptif yang banyak dalam bentuk laporan dan uraian, penelitian ini juga tidak menggunakan angka-angka dan statistik, walau tidak menolak data kuantitatif”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sesuai dengan dengan masalah yang diteliti yaitu tentang fenomena-fenomena sosial upacara tradisi tersebut. Selain itu peneliti juga menggunakan metode
8
observasi, wawancara, studi literature angket dan studi dokumentasi untuk mempermudah perolehan data yang diperlukan.
2. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalah berdasarkan faktafakta dan kenyataan-kenyataan yang ada pada saat sekarang dan memusatkan pada masalah sosial aktual yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nazir (1998 : 63) yang menyatakan bahwa : “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau sesuatu pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi akurat mengenai faktafakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang terjadi”. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2008 : 224) adalah : “Langkah yang paling strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan”. Adapun teknik pengumpulan data yang akan peneliti lakukan adalah : a. Wawancara Esterberg (Sugiyono, 2008 : 45) mendefinisikan interview sebagai berikut : “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”.
9
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dibutuhkan untuk menguatkan data yang diperlukan tentang pemahaman masyarakat mengenai nilai-nilai budaya yang terkandung dalam pelaksanaan upacara tersebut, sebab-sebab masyarakat masih mempertahankan tradisi tersebut, serta tujuan dlaksanakannya upacara tersebut. Pihak yang diwawancara adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, sespuh desa, sebagian masyarakat, serta aparat Kecamatan/Desa,. b. Fieldnote atau catatan penelitian digunakan untuk mendapatkan data yang penting berkaitan dengan penelitian. Catatan tersebut sangat diperlukan untuk mereduksi data dari lapangan dalam pengolahan dan analisis data. c. Observasi, yaitu pengamatan secara langsung peneliti terhadap objek penelitian untuk mendapatkan gambaran secara langsung. d. Studi Literatur, yaitu mempelajari buku-buku sumber untuk mendapatkan data atau informasi teoritis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. e. Dokumentasi, menganalisis elektronik.
yaitu
pengumpulan
data
dengan
menghimpun
dan
dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun
10
G. Lokasi dan Subjek penelitian 1. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian adalah di Desa Nagrak Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang. 2. Subjek Penelitian Menurut Nasution (1996 : 12) dijelaskan bahwa : “Subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi, dipilih secara purposive dan pertalian dengan purpose atau tujuan tertentu”. Penelitian yang dilakukan peneliti menggunakan teknik purposive sampel yaitu menentukan orang yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian dengan berdasarkan pada kriteria sebagai berikut : 1) informatif, 2) komunikatif, dan 3) refresentatif. Berdasarkan hal tersebut, maka yang dijadikan subjek penelitian ini yaitu : a.
Masyarakat yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sesepuh desa.
b.
Aparat Kecamatan/Desa yang terdiri Camat Buah Dua dan Kepala Desa Nagrak
Hal ini merujuk pada pendapat S. Nasution (1996 : 10) bahwa : “Data atau informasi dari satu pihak harus di check kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga, dan seterusnya dengan menggunakan metode yang berbeda-beda. Tujuannya ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data”.