BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setelah satu setengah dekade pelaksanaan desentralisasi daerah, Kota Surakarta atau kerap disebut dengan Kota Solo, salah satu kota yang berada di Provinsi Jawa Tengah telah mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Pemkot Surakarta memang sedang gencar melakukan penataan perkotaan. Pembangunan dan penataan dengan berbagai inovasi kebijakan dilakukan diseluruh bidang kegiatan. Baik dibidang industri, jasa, pemukiman, pariwisata, pendidikan, perdagangan, maupun transportasi. Desentralisasi dinilai menunjukkan hasil yang positif terhadap peningkatan jumlah investor yang ditandai dengan pesatnya pembangunan gedung perkantoran, perniagaan dan hotel serta perbaikan kualitas pelayanan publik (Widaningrum, 2007a). Hal ini dibuktikan dengan diraihnya penghargaan sebagai kota dengan tata ruang terbaik ke-2 di Indonesia dan Piagam “Citra Bhakti Abdi Negara” untuk kinerja kota dalam penyediaan sarana pelayanan publik, kebijakan deregulasi, penegakan disiplin dan pengembangan manajemen pelayanan oleh Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009. Selain itu, pada tahun 2010 kota Surakarta juga mendapatkan penghargaan sebagai inkubator bisnis dan teknologi dari Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia (AIBI). Bahkan kota dengan slogan The Spirit of Java ini telah memposisikan diri sebagai kota meeting, incentive, convention dan exhibition (MICE) terlihat dengan banyaknya berbagai kegiatan baik berskala nasional hingga internasional yang digelar di kota ini.
1
2
Seiring dengan perkembangan dan perubahan wilayah perkotaan tersebut, peningkatan kepadatan pemukiman, aktivitas kendaraan, peningkatan jumlah penduduk, komuter, serta pendatang yang sekedar berkunjung tidak terhindarkan. Jumlah kendaraan di Kota Surakarta kini terbilang tinggi. Dari jumlah penduduk sebanyak 557. 251 jiwa, jumlah obyek kendaraan bermotor sebanyak 360.505 unit atau rasio kepemilikan jumlah obyek kendaraan bermotor mencapai 0,65 unit/ jiwa (UP3AD Kota Surakarta, 2013). Jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar sudah nyaris sama dengan jumlah penduduk. Jumlah tersebut belum ditambahkan dengan kendaraan pendatang yang belum terdaftar serta kendaraan komuter maupun orang-orang yang sekadar berkunjung. Berdasarkan informasi yang disampaikan Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) kota Surakarta, Yosca Herman Soedrajad, jumlah kendaraan dapat mencapai tiga kali lipat dari jumlah yang terdaftar pada pagi hingga sore hari (Tempo.co, 30 Mei 2014). Yosca Herman Soedrajad bahkan menyatakan bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor tidak bisa dikendalikan, di mana pada tahun 2014 pertumbuhan jumlah kendaraan mencapai 30 persen (Tempo.co, 30 Mei 2014). Tingginya jumlah kendaraan yang beraktivitas di kota ini pun tergambar dari hasil traffic counting yang dilakukan oleh Dishukominfo Kota Surakarta. Berikut catatan jumlah trafik kendaraan tertinggi setiap tahun yang menunjukkan bahwa jumlah kendaraan yang beraktivitas di Kota Surakarta semakin tidak terkendali jumlahnya:
3
Tabel 1. Jumlah Trafik Kendaraan di Kota Surakarta Tahun 2010-2015 Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Total trafik 5.422.164 6.235.062 6.946.308 7.003.212 7.666.194 kendaraan Persentase 14,99% 11,41% 0,81% 9,46% kenaikan (Sumber data: Dishubkominfo Kota Surakarta, 2015)
7.822.576 2,03%
Grafik 1. Peningkatan Jumlah Trafik Kendaraan Tahun 2010-2015 Pertumbuhan Trafik Kendaraan Tahun 2010-2015 Tahun
Jumlah Trafik Kendaraan 7822576
7666194 6946308
7003212
6235062 5422164
2010
2011
2012
2013
2014
2015
(Sumber data: Dishubkominfo Kota Surakarta, 2015) Dilihat dari tabel 1 dan grafik 1 di atas, terlihat bahwa trafik kendaraan di kota ini sudah sangat padat di mana jumlah trafik kendaraan setiap tahunnya juga selalu mengalami peningkatan. Besarnya trafik kendaraan tersebut berdampak langsung pada sistem jaringan jalan dan lalu lintas, seperti kemacetan dan kebutuhan ruang parkir. Terlebih, Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta pun gencar menambah public space dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Permasalahan kembali muncul ketika ruang publik yang dibangun oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta berubah menjadi tempat parkir liar. Rye (2011) menyebut persoalan parkir kerap muncul terutama pada negara-negara berkembang. Tak heran, persoalan ini dihadapi hampir setiap kota/kabutapen di tanah air, termasuk
4
di kota Surakarta. Padahal untuk melakukan parkir tentu sudah terdapat peraturan yang mengatur berkaitan dengan lokasi mana saja yang boleh dipergunakan untuk memarkir kendaraan. Bagaimana pun parkir ditempat terlarang akan mengganggu keindahan, kenyamanan dan kelancaran lalu lintas. Selain itu, parkir memang seolah telah menjadi lahan bisnis dan lahan mencari nafkah bagi masyarakat setempat sehingga berbagai permasalahan parkir selalu muncul seperti parkir liar, juru parkir liar, jual beli lahan parkir ilegal, dan tarif parkir yang tidak sesuai ketentuan seakan tidak pernah selesai (Joglosemar, 2012; Solopos.com, 2013; Solopos, 2014). Padahal, dengan adanya perubahan dan perkembangan kota yang begitu pesat serta untuk dapat memenuhi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) kota Surakarta 2011-2031 di mana pemanfaatan ruang di kota Surakarta diarahkan untuk mengembangkan potensi kota sebagai kota yang berbasis budaya dan didukung sektor perdagangan, jasa, pariwisata dan industri maka penataan parkir harus dilakukan seefektif mungkin. Di lain pihak, Pemkot Surakarta terus mengupayakan berbagai solusi pengendalian parkir untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Rangkaian undang-undang telah beberapa kali dibuat, dimulai dengan adanya Perda No. 22 Tahun 2009 Tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mentargetkan jalan protokol utama yakni jalan Slamet Riyadi bebas parkir. Pada tahun 2011, Pemkot Surakarta mengeluarkan Perda No. 9 Tahun 2011 Tentang Retribusi Daerah untuk mengatur tarif parkir di tepi jalan umum menjadi tarif parkir per zona. Kemudian, pada tahun 2013, Pemkot Surakarta mengeluarkan Perda baru sebagai penyempurnaan peraturan-peraturan sebelumnya yang sudah tidak relevan lagi
5
dan mengeliminir perlawanan pelanggar peraturan parkir, yakni Perda Kota Surakarta No. 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan. Di dalam Perda baru tersebut tertulis sebuah kebijakan baru yakni mengenai penggembokan roda sebagai sebuah terobosan baru pengendalian parkir di kota dengan karakteristik berwilayah kecil serta masih kental dengan budaya lokal ini. Kebijakan ini memberikan kewenangan kepada Dishubkominfo kota Surakarta yang awalnya tidak memiliki kewenangan untuk menindak para pelanggar parkir untuk melakukan penindakan dengan harapan angka pelanggaran parkir dapat ditekan. Pengendalian parkir dengan penggembokan roda merupakan salah satu kebijakan yang dirasa inovatif untuk memberikan efek jera bagi pelanggarnya. Terlebih terobosan serta inovasi dalam pelayanan publik memang merupakan hal utama untuk menggaransi kebaikan bagi masyarakatnya (Widaningrum et al, 2005). Seperti halnya kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda yang pada hakikatnya diberlakukan untuk meningkatkan pelayanan publik berupa kelancaran lalu lintas dan penyediaan ruang publik yang nyaman bagi masyarakat. Namun, dalam pelaksanaan kebijakan yang tergolong baru dan belum dilaksanakan di kota lain sekitar Surakarta tersebut ternyata memunculkan dinamika dalam pelaksanaannya (Widaningrum, 2007b) seperti aksi protes warga (Takwad et al, 2013). Pro dan kontra dalam penerapan kebijakan baru di tengahtengah masyarakat merupakan keniscayaan yang sulit dihindarkan. Terlebih kebijakan ini langsung berbenturan dengan kepentingan publik dari kalangan atas hingga bawah. Tindakan pemerintah setempat semacam ini pun pernah dilakukan oleh Walikota Enrique Penalosa di Kota Bogota, Kolombia di mana ia berusaha
6
menegakkan peraturan parkir dengan kemauan politik yang kuat. Walaupun mendapatkan perlawanan khususnya semisal dari pemilik toko, ia tetap tak bergeming dan terus memberantas parkir pada fasilitas pejalan kaki dalam kurun waktu satu tahun (Rye, 2011: 36-37). Hasilnya kini ia menjadikan Kota Bogota yang lebih menarik dan layak huni. Berdasarkan informasi yang disampaikan Kepala Sub Bagian (Kasubag) Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perparkiran Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kota Surakarta Henry Setya Negara, di Kota Surakarta sendiri terdapat beberapa lokasi di mana pada lokasilokasi ini kerap ditemukan pelanggaran berkenaan dengan pelanggaran terhadap kawasan larangan parkir salah satunya yakni city walk Slamet Riyadi (Setiadi, 2013; Wawancara, 3 Agustus 2015). Di mana sebelum diberlakukan sanksi penggembokan, setiap bulan ada 1.000-an pelanggaran parkir di city walk (Takwad et al, 2013). Dari pengamatan langsung yang penulis lakukan sebelum kebijakan diberlakukan memang salah satu titik yang kerap terjadi praktik parkir sembarangan ini berada pada kawasan city walk Slamet Riyadi. Padahal city walk merupakan daerah terlarang untuk parkir kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat. Lebih dari itu, city walk merupakan etalase kota di mana salah satu tujuan pembangunannya adalah untuk meningkatkan APBD dengan menarik investor dan wisatawan (Responsiyadi, 2007). Sebagaimana informasi yang termuat dalam situs Dishubkominfo Pemkot Surakarta, kawasan city walk ini berada di sisi selatan sepanjang jalan Slamet Riyadi mulai dari Purwosari sampai Benteng Vastenburg dan pasar Gede. Kawasan Slamet Riyadi adalah salah satu aset yang dibanggakan oleh masyarakat
7
Surakarta. Kawasan tersebut merupakan suatu kawasan yang memiliki unsur budaya yang melekat pada jati diri Kota Surakarta karena banyak warisan bangunan yang bernilai sejarah semisal kawasan Loji Gandrung, Sriwedari, Museum Radya Pustaka, Museum Batik Kuno Danarhadi, Kawasan Ngarsopuran Mangkunegaran, Kampung batik Kauman, Gladhag, Alun-Alun Utara, Masjid Agung Solo, kawasan keraton Kasunanan, benteng Vastenburg. Namun, tidak hanya bangunan bersejarah, area pertokoan dan pusat belanja juga banyak terdapat di sepanjang city walk Slamet Riyadi ini seperti Solo Grand Mall, Pusat Grosir Solo dan lain-lain (dishubkominfo.surakarta.go.id, 30 Mei 2015). City walk juga dibangun untuk ruang publik sebagai interaksi warga masyarakat dan wisatawan dengan konsep “Solo Tempo Doeloe”. City walk ini dibagi menjadi tujuh (7) segmen, yang masing-masing segmen dilengkapi fasilitas publik seperti stadion, pusat perbelanjaan, taman rekreasi, pasar tradisional, wisata kuliner dan seating group untuk beristirahat. Segmen pertama dimulai dari Purwosari-Brengosan dengan fasilitas publik berupa pusat perbelanjaan dan kuliner. Segmen kedua, Brengosan-Gendengan, dilengkapi dengan wisata kuliner. Selanjutnya, pada segmen Gendengan-Stadion terdapat pusat perbelanjaan SGM (Solo Grand Mall). Sementara di segmen keempat, Stadion-Ngapeman, yang tergabung dengan fasilitas berupa stadion R. Maladi Sriwedari dan THR Sriwedari (Taman Hiburan Rakyat). Selain itu, ada Museum Radya Pustaka di segmen keempat city walk ini. Di segmen kelima, Ngapeman-Yos Sudarso, terdapat wisata belanja dan budaya. Pada segmen keenam, Yos Sudarso-Gladag terdapat pusat belanja PGS (Pusat Grosir Solo) dan kuliner pada malam hari, yakni Gladag Langen Bogan (Galabo). Sementara pada segmen terakhir, yakni segmen ketujuh
8
dimulai dari Gladag-Pasar Gedhe yang merupakan pasar tradisional dengan bangunan tempo dulu. Difabel atau penyandang cacat pun dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman di city walk ini (Putri, 2012; Ricky, 2015). Karena itu, city walk merupakan perwajahan kota yang harmonis antara budaya dan lingkungan (eco-cultural) serta sebagai wujud sistem jaringan pedestrian, jalur sepeda dan pejalan kaki sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surakarta Tahun 2011-2031. Melalui city walk sebagai etalase kota ini, dapat dilihat pula apakah kota ini sudah teratur atau semrawut. Sedangkan jalan Slamet Riyadi sendiri merupakan jalan protokol di kawasan strategis kota. Tak dapat dimungkiri, arus lalu lintas di jalan Slamet Riyadi selalu padat. Mulai dari rumah dinas Walikota Surakarta, institusi ekonomi semisal mall, bank, pertokoan maupun perkantoran berjejer dan bermukim di sepanjang jalan ini. Pemkot Surakarta sendiri sudah berusaha mengatur kawasan ini agar tertib dan teratur dengan menyediakan lahan yang dapat dijadikan tempat parkir sesuai dengan zona yang telah ditentukan. Namun, banyak kalangan masyarakat yang tidak mengindahkan aturan yang ada dan tetap memilih memarkir kendaraannya di kawasan yang seharusnya terlarang untuk parkir yakni di city walk yang berada di koridor sebelah kanan jalan Slamet Riyadi. Padahal seperti diungkapkan pakar perparkiran Tom Rye, parkir liar di kawasan seperti city walk akan menghalangi akses kaum difabel, membuat jalan sulit diakses bagi orang tua yang membawa anaknya di kereta dorong, dan menyulitkan pejalan kaki secara umum. Hal ini jelas semakin membuat
9
lingkungan kota kurang menarik dan mengganggu kenyamanan masyarakat (Rye, 2011: 2). Penelitian ini merupakan studi implementasi dengan fokus evaluasi terhadap implementasi program penggembokan roda di kawasan city walk kota Surakarta. Evaluasi terhadap implementasi ini seringkali disebut sebagai monitoring evaluasi (M & E) (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012: 113) karena dilakukan pada waktu kebijakan sedang berjalan. Menyitir Kusumasari (2015) bahwa implementasi merupakan proses dinamis yang akan terus berjalan selama berlakunya suatu kebijakan. Maka di dalam implementasi tersebut perlu dilakukan evaluasi agar perbaikan berani dilakukan untuk pelaksanaan kebijakan yang akan datang. Dalam mengkaji proses implementasi di sini tidak hanya melihat proses tersebut secara top-down tetapi juga bottom-up sehingga diharapkan semua kejadian
yang
relevan
dalam
proses
implementasi
dapat
diungkap,
didokumentasikan, serta dianalisis penyebabnya. Program penggembokan roda ini sudah mulai diberlakukan sejak 2013 namun hingga saat ini belum pernah dilakukan evaluasi secara komprehensif berkenaan dengan implementasi kebijakan tersebut. Seperti dikatakan William N. Dunn bahwa evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan (Dunn, 2003: 608) sehingga sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan selanjutnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini untuk mendapatkan suatu gambaran informasi yang valid dan riil berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan ini.
10
B. Perumusan Masalah Berdasarkan fenomena yang hendak diteliti, maka masalah utama yang hendak dijawab dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana “penggembokan roda” diimplementasikan untuk menekan angka pelanggaran parkir di city walk kota Surakarta? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi kebijakan penggembokan roda di city walk kota Surakarta? C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui proses implementasi kebijakan penggembokan roda dalam rangka menekan angka pelanggaran parkir di kawasan city walk kota Surakarta. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penggembokan roda. D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literatur dan pengetahuan khususnya berkenaan dengan studi implementasi kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda di wilayah urban. Selain itu, hasil penelitian dapat mendorong adanya knowledge sharing serta pembelajaran bersama antara stakeholder
(pemangku
kepentingan)
dan
pelaksanaan
kebijakan
serta
menghasilkan suatu masukan berupa informasi yang valid dan terpercaya bagi Pemerintah Kota Surakarta untuk mengingkatkan performa pelaksanaan kebijakan tersebut.
11
E. Rasionalisasi Penelitian Evaluasi program ataupun kebijakan telah menjadi budaya yang mengakar dalam setiap aktivitas program dan pembuatan keputusan di negara-negara maju (Blomquist, 2006). M & E senantiasa digunakan baik oleh pemerintah, NGO (Non governmental Organization) maupun lembaga donor karena berguna untuk melihat perkembangan, menunjukkan hasil, dan melakukan upaya untuk memperbaiki suatu program, proyek, ataupun kebijakan. Adapun penelitian M & E mengenai kebijakan gembok roda dalam rangka pengendalian parkir di wilayah urban belum pernah dipublikasikan. Namun, terdapat penelitian sejenis yang bisa menjadi rujukan penelitian mengenai M & E ini. Corn et al (2012) meneliti mengenai evaluasi kolaboratif pada pelaksanaan program baru yang dianggap inovatif bagi institusi pendidikan di Nort Carolina. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Orsini et al (2012) dan Ondieki et al (2013) di mana keduanya memaparkan pentingnya penelitian evaluasi kolaboratif antara pemerintah dengan lembaga independen lain. Penelitian evaluasi kolaboratif dapat meningkatkan akuntabilitas penelitian evaluasi, melihat sebuah program lebih komprehensif, dan dapat memadukan pengalaman yang berbeda dari pihak-pihak yang terlibat dalam program (Corn et al, 2012: 536-537; Orsini et al, 2012: 530). Sehingga penelitian M & E penting pula dilakukan oleh lembaga ataupun individu di luar pemerintah. Berdasarkan hasil penelusuran yang penulis lakukan, kebanyakan kajian M & E di negara berkembang merupakan evaluasi terhadap program-program pembangunan seperti kajian yang dilakukan oleh Stufflebeam (1994), Elkins (2006), Clements (2007), Kinda (2012), Marwatahadi (2005), Yulianto (2014). Sedangkan penelitian mengenai evaluasi terhadap kebijakan pemerintah yang
12
penulis temukan lebih banyak dilakukan di negara maju. Diantaranya yang dapat digunakan sebagai rujukan diantaranya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rinne (2012) mengenai evaluasi terhadap kebijakan imigrasi di Jerman. Selain itu dari berbagai lacakan yang penulis lakukan, memang sangat jarang peneliti yang melihat mengenai keefektifan kebijakan pengendalian parkir yang dilakukan pemerintah. Khususnya sangat jarang peneliti yang berfokus melakukan kajian pada efektivitas kebijakan dalam rangka mengatasi persoalan parkir di perkotaan. Adapun penelitian terdahulu yang berkenaan dengan parkir di negara berkembang semisal dilakukan oleh Cope dan Allred (1990), Spiliopoulou dan Antoniou (2012), Osoba (2012), Aderamo dan Salau (2013), Cicellia (2013), dan Najib (2014) hanya berkisar menelisik mengenai problem parkir. Sedangkan beberapa lainnya membahas mengenai manajemen parkir seperti penelitian yang dilakukan oleh Kerley (2007), Kolhar (2012) dan Litman (2015). Sedangkan penelitian M & E mengenai keefektifan kebijakan parkir sangat jarang dilakukan meskipun pengendalian sistem transportasi saat ini sedang mendapatkan perhatian besar dan kebijakan ini telah dilakukan di beberapa tempat dan kota di Amerika dan Eropa, misalnya di Los Angeles, Duke University, Bogota, dan lain sebagainya. Berbeda dengan negara-negara tersebut, karakteristik parkir di negara-negara berkembang memang kerap menjadi kendala dan persoalan. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian monitoring dan evaluasi
kebijakan
pengendalian
parkir
khususnya
mengenai
kebijakan
pengendalian parkir dengan penggembokan roda secara lebih mendalam. Penelitian ini akan melihat lebih dalam mengenai proses pengimplementasian kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda dalam rangka
13
penertiban perparkiran dan mengatasi parkir liar di Kota Surakarta sebagai wilayah urban, serta melihat faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas dalam pelaksanaannya. Penelitian ini dapat mengisi masih sedikitnya literatur mengenai pilihan kebijakan pengendalian parkir yang diambil pemerintah di Indonesia. Hal ini mengingat parkir di seluruh perkotaan di Indonesia telah menjadi sumber konflik dan inefisiensi sehingga memerlukan tindakan segera dan tepat. Kebijakan pengendalian parkir yang tepat akan menghasilkan perbaikan yang luas dan signifikan. Implikasinya dapat merubah tren mobilisasi warga, perkembangan lalu lintas, transportasi, tata ruang perkotaan, ruang publik, pendapatan pemerintah, hingga isu sosial dan lingkungan (Asian Development Bank, 2011). Karena itu, monitoring dan evaluasi yang komprehensif terhadap kebijakan pengendalian parkir dapat menjadi alat untuk mencegah banyak permasalahan perkotaan menjadi lebih besar. Laporan hasil penelitian ini akan membantu menyediakan informasi dan pemahaman apakah pilihan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda merupakan pilihan kebijakan yang relevan untuk diterapkan serta memberikan informasi mengenai faktor yang mendukung dan menghambat efektivitas implementasi kebijakan tersebut. E. Keaslian dan Kekhususan Penelitian Kekhususan yang membedakan studi ini dengan studi-studi lainnya adalah pendekatannya
dalam
melakukan
analisis
penelitian
ini
menggunakan
Stufflebeam’s CIPP (context, input, process dan product) model sekaligus pendekatan bottom-up untuk melihat proses implementasi secara lebih menyeluruh. Dengan menggunakan model CIPP diharapkan akan dihasilkan
14
analisis yang lebih komprehensif dengan mendalami konteks kebijakan, input, proses hingga produk serta informasi yang mudah dipahami dari pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda ini (Zhang et al, 2011). Selain itu dapat diketahui pula secara lebih akurat, sebenarnya apa yang terjadi dalam proses implementasi serta apa yang menyebabkan kebijakan tersebut efektif dengan melihat pelaksanaan kebijakan secara bottom-up dengan menitikberatkan fokus pada pandangan street level bureaucrat (birokrat garda depan) dan target group (kelompok sasaran kebijakan) (Elmore, 1978, 1985). Penggunaan model CIPP yang dikembangkan Stufflebeam telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian lain di dunia. CIPP model telah eksis selama puluhan tahun dan masih banyak diterapkan pada penelitian evaluasi kekinian baik untuk mengevaluasi program maupun kebijakan (Stufflebeam dan Coryn, 2014). Stufflebeam sendiri sebagai pengembang model ini masih melakukan perbaruan referensi mengenai CIPP model (lihat misalnya dalam Stufflebeam dan Coryn, 2014). Model CIPP juga digunakan pada lingkup studi yang luas seperti apa yang diungkapkan Stufflebeam (2003) berikut: The model has been employed throughout the U.S. and around the world in short term and long term investigation—both small and large. application have spanned various disciplines and service areas, includig education, housing and community development, transportation safety, and military personnel review systems. Banyak literatur baik dalam bentuk disertasi maupun penelitian lain yang menggunakan model CIPP sebagai landasan atau kerangka pikir sebagai alat analisis karena dinilai model ini dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai suatu kebijakan maupun program, beberapa penelitian tersebut antara lain Yahaya (2001), Zhang et al (2011), Atchariyasuja & Sriborisutsakul (2011),
15
Tokmak et al (2013), Yulianto (2014). Beberapa literatur tersebut dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian ini. Sedangkan keaslian penelitian ini adalah menjadikan pelaksanaan sebuah kebijakan baru sebagai fokus penelitian, sehingga penting untuk dilakukan. Kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda di kota Surakarta yang diatur oleh Perda No. 1 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah maraknya pelanggaran parkir digunakan peneliti dalam melihat sejauh mana pelaksanaannya, khususnya pada kawasan citywalk, dapat mencapai harapan dan keinginan stakeholder. Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi perbaikan untuk pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda maupun kebijakankebijakan serupa. Seperti yang telah jamak diketahui, Daniel Stufflebeam’s CIPP Model memiliki potensi yang memungkinkan administrator, pengambil keputusan, dan instansi pengelola kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda untuk mendapatkan pandangan holistik mengenai konteks, input, proses, dan produk dari kebijakan tersebut dan membantu untuk menyediakan informasi dalam
manajemen pelaksanaan kebijakan serta meningkatkan
performa
pelaksanaan kebijakan terkait lainnya di masa depan (Stufflebeam & Shinkfield, 2007). F. Sistematika Penulisan Tesis Sistematika penulisan tesis ini merupakan uraian alur tesis dari awal sampai dengan akhir berdasarkan urutan yang logis serta menyertakan argumen yang jelas dan valid. Sistematika tesis tersaji sebagai berikut:
16
1. BAB I: PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, rasionalisasi penelitian, keaslian dan kekhususan penelitian serta sistematika penulisan tesis. 2. BAB II: TINJAUAN LITERATUR Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai tinjauan literatur yang menjadi dasar dalam menjawab permasalahan penelitian. Tinjauan literatur tersebut meliputi: penggembokan roda sebagai kebijakan publik, prinsip publicness dalam pelaksanaan kebijakan publik, teori hibrida dalam studi implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan publik, kajian model evaluasi, pengendalian parkir dan gembok roda di Surakarta sebagai kebijakan pengendalian parkir kemudian ditutup dengan alur kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini. 3. BAB III: METODE PENELITIAN Pada bab ini akan membahas secara ringkas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, diantaranya: jenis penelitian, lokasi penelitian, fokus penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, validitas data serta teknik analisis data. Hal ini sangat penting, karena pemilihan metode yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik, yaitu dapat menjawab permasalahan dalam rumusan masalah yang telah ditetapkan. 4. BAB IV: HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan membahas mengenai hasil evaluasi implementasi kebijakan penggembokan roda dalam rangka menekan angka pelanggaran
17
parkir di city walk Kota Surakarta. Dalam melihat implementasi kebijakan ini, penulis akan menggunakan instrumen model evaluasi CIPP yaitu model yang dikembangkan oleh Daniel L. Stufflebeam meliputi empat aspek yakni konteks kebijakan, input, proses, dan produk kebijakan dan juga melihat implementasi kebijakan dengan pendekatan bottom-up. 5. BAB V: REFLEKSI TEORITIK Pada bab ini akan membahas mengenai refleksi teoritik terhadap hasill penelitian yang dilakukan serta memberikan informasi mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penggembokan roda di city walk kota Surakarta. 6. BAB VI: KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan pada babbab sebelumnya, implikasi penelitian serta saran mengenai temuan-temuan penting untuk dijadikan pertimbangan serta saran tindak lanjut terhadap hasil yang diperoleh dari penelitian ini.