BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah Pasar modal Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat dan memegang peranan penting dalam memobilisasi dana investor yang ingin berinvestasi di pasar modal. Salah satu bentuk investasi yang paling diminati dalam pasar modal adalah investasi saham. Saham adalah tanda bukti penyertaan kepemilikan modal/dana pada suatu perusahaan, (Fahmi, 2012:85). Hal ini berarti apabila seseorang/individu memiliki saham berarti dia memiliki hak atas sebagian perusahaan tersebut. Menurut Hermuningsih (2012:80), pada umumnya tujuan dari investasi saham adalah untuk mendapatkan capital gain dan dividen. Capital gain merupakan selisih lebih antara harga beli saham dengan harga jual saham, sedangkan dividen merupakan sebagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham.
Bila
dibandingkan
dengan
investasi
lainnya,
investasi
saham
memungkinkan investor untuk mendapatkan return atau keuntungan yang lebih besar dalam waktu relatif lebih singkat (high return) namun, saham juga memiliki sifat high risk (Marcellyna, 2013). Pada umumnya semakin tinggi tingkat return yang diinginkan investor, maka semakin tinggi pula risiko yang harus ditanggung. Investor yang melakukan investasi saham perlu membuat suatu keputusan investasi yang tepat untuk dapat memperoleh return yang maksimal di masa yang akan datang. Informasi yang lengkap dan akurat sangat diperlukan oleh investor sebagai
1
indikator untuk dapat membuat keputusan investasi yang tepat. Salah satu bentuk informasi yang dapat diperoleh dengan mudah oleh investor adalah informasi mengenai harga saham. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:151), harga saham merupakan nilai sekarang (present value) dari penghasilan-penghasilan yang akan diterima oleh pemodal dimasa yang akan datang. Harga saham menunjukkan prestasi emiten yang bergerak searah dengan kinerja emiten. Apabila prestasi emiten semakin baik, maka keuntungan yang dapat dihasilkan semakin besar, sehingga saham perusahaan tersebut akan diminati oleh investor dan harga saham emiten yang bersangkutan cenderung akan naik. Menurut Nurmalasari (2009), harga saham juga menunjukkan nilai perusahaan. Semakin tinggi harga saham perusahaan maka semakin tinggi pula nilai perusahan tersebut dan begitu sebaliknya. Menurut Anoraga et al (2009:59), market price atau harga pasar merupakan harga pada pasar riil dan yang paling mudah ditentukan karena merupakan harga dari suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung atau jika pasar sudah ditutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price). Pada dasarnya harga saham merupakan nilai saham di pasar yang biasa disebut dengan nilai pasar atau harga pasar. Harga saham berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari prospek perusahaan di masa yang akan datang serta jumlah permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Setiap sekuritas memiliki intensitas transaksi yang berbeda-beda dalam pasar modal. Sebagian sekuritas memiliki frekuensi yang sangat tinggi dan aktif diperdagangkan di pasar modal, namun sebagian sekuritas lainnya memiliki frekuensi yang relatif sedikit dan cenderung bersifat pasif (Tandelilin, 2010:87).
2
Intensitas beli atas saham-saham unggulan dan aktif diperdagangkan dalam pasar modal akan berdampak pada penguatan nilai indeks harga saham. Menurut situs www.idx.co.id, indeks harga saham adalah indikator atau cerminan pergerakan harga saham. Indeks merupakan salah satu pedoman bagi investor untuk melakukan investasi di pasar modal, khususnya saham. Saat ini Bursa Efek Indonesia memiliki 11 jenis indeks harga saham, yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik. Salah satu indeks yang aktif diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia adalah indeks LQ45 yang terdiri dari 45 saham di BEI dengan likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar serta lolos seleksi menurut beberapa kriteria pemilihan (Tandelilin, 2010:87). Indeks LQ-45 memiliki peranan yang cukup besar dalam mendongkrak kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kinerja bursa secara keseluruhan. Adapun selain untuk melegkapi nilai IHSG, indeks LQ-45 juga menyediakan sarana objektif dan terpercaya bagi para analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga saham-saham yang aktif diperdagangkan (Sembiring, 2012). Berikut ditampilkan rata-rata harga saham pada indeks LQ-45 di BEI selama periode 2011-2014
3
Tabel 1.1 Rata-rata Harga Saham pada Perusahaan Indeks LQ-45 di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2014 (dalam rupiah) Tahun Bulan 2011 2012 2013 2014 Januari 597,85 692,16 761,26 597,85 Februari 614,02 692,77 824,74 604,01 Maret 659,05 712,55 836,87 659,05 April 680,63 711,37 857,12 680,63 Mei 682,25 645,69 839,47 682,25 Juni 690,65 674,79 803,99 690,65 Juli 729,84 712,77 771,90 729,84 Agustus 676,25 695,53 701,07 676,25 September 622,64 731,77 712,90 622,63 Oktober 675,57 751,12 754,81 675,57 November 656,41 726,81 704,88 656,41 Desember 673,51 735,04 711,13 673,50 Jumlah 7958,67 8482,37 9280,14 7948,64 Rata-rata Harga Saham 663,22 706,86 773,34 662,39 per tahun Sumber: www.idx.co.id (data diolah) Berdasarkan data pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa rata-rata harga saham mengalami fluktuasi dari tahun 2011 hingga 2014 dimana terjadi peningkatan ratarata harga saham sebanyak Rp 43.64 pada tahun 2012 dan sebanyak Rp 66.48 pada tahun 2013, namun terjadi penurunan rata-rata harga saham pada tahun 2014 dengan selisih sebesar Rp 110.95. Fluktuasi harga saham pada Indeks LQ-45 ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor sehingga perlu dilakukan penelitian kembali untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi harga saham tersebut. Terdapat dua macam analisis yang banyak digunakan dalam penilaian saham, yaitu analisis fundamental dan teknikal, (Tandelilin, 2010:328). Analisis teknikal adalah metode untuk memprediksi pergerakan harga dan tren pasar di masa depan melalui studi grafik historis dengan pertimbangan harga dan volume perdagangan
4
(Sunariyah, 2006:168). Analisis fundamental merupakan pendekatan untuk menganalisis suatu saham dengan berdasarkan pada data-data perusahaan seperti earning, dividen, penjualan, dan lainnya. Menurut Darmadji (2006:189), analisis fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator terkait kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan. Dengan demikian analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada data riil untuk mengevaluasi atau memproyeksikan nilai suatu saham. Analisis fundamental didasarkan atas pemikiran bahwa kondisi perusahaan tidak hanya dipengaruhi faktor internal tetapi juga faktor-faktor eksternal, yaitu kondisi ekonomi dan industri. Salah satu bentuk analisis fundamental yang dapat digunakan adalah top-down approach (pendekatan top-down). Menurut Tandelilin (2010:338), top-down approach adalah pendekatan terhadap berbagai variabel ekonomi yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penilaian saham dan membuat keputusan alokasi investasi. Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengidentifikasi variabelvariabel ekonomi yang mempengaruhi kinerja atau return suatu sekuritas. Pendekatan ini terdiri dari tiga (3) tahapan yaitu dengan mengidentifikasi variabel makro ekonomi, industri, dan fundamental perusahaan. Fluktuasi yang terjadi pada harga saham di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang terjadi pada berbagai variabel makro ekonomi (Tandelilin, 2010: 341). Hal tersebut menjadi dasar pemilihan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan tingkat inflasi sebagai cerminan variabel makro ekonomi dalam penelitian ini.
5
Suku bunga SBI merupakan instrumen keuangan yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) untuk mengontrol peredaran uang di masyarakat dengan menggunakan acuan suku bunga BI (Rismawati: 2010). Suku bunga SBI merupakan tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh BI sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank dan atau lembaga-lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Perubahan tingkat suku bunga dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan investasi, karena secara umum perubahan suku bunga SBI dapat mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit di masyarakat (Amin: 2013). Tingkat suku bunga SBI yang tinggi dapat menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan beralih pada investasi berupa tabungan dan deposito. Harga saham juga dapat dipengaruhi oleh inflasi. Menurut Tandelilin (2010:342), inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan sehingga terjadi penurunan daya beli uang. Tingkat inflasi juga dapat mempengaruhi harga saham. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi yang harus ditanggung perusahaan juga ikut naik dan daya beli masyarakat akan turun. Secara tidak langsung hal ini juga akan mempengaruhi pasar modal dimana investor menjadi tidak tertarik untuk melakukan investasi saham sehingga permintaan saham berkurang. Penurunan permintaan saham ini akan berdampak pula pada penurunan harga saham. Inflasi yang makin tinggi mengakibatkan investor lebih berhati-hati dalam memilih dan melakukan investasi, sehingga investor cenderung menunda untuk berinvestasi
6
hingga keadaan perekonomian kondusif untuk meenghindari risiko-risiko yang mungkin ditimbulkan oleh inflasi yang tinggi. Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti pengaruh suku bunga SBI maupun inflasi terhadap harga saham, namun terdapat inkonsistensi hasil penemuan satu dengan lainnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Alam (2009) menyatakan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Hasil berbeda diperoleh oleh Liauw (2012), Nugraha (2014) dan Aurora (2013) yang menyatakan bahwa suku bunga SBI berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Amperaningrum dan Robby (2011) dan Kewal (2012) menemukan hasil bahwa suku bunga SBI berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Beberapa penelitian mengenai pengaruh inflasi terhadap harga saham, diantaranya Yogaswari (2012) dan Nugraha (2014) menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Hasil yang berbeda didapatkan oleh Mousa (2012) serta Safitri dan Kumar (2014) yang menyatakan bahwa tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Penelitian yang dilakukan oleh Aurora dan Riyadi (2013) serta Nugroho (2008) menyatakan bahwa inflasi berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Faktor selanjutnya yang dapat mempengaruhi harga saham adalah faktor industri. Faktor industri digunakan untuk dapat mengetahui jenis industri apa yang paling menjanjikan ataupun sebaliknya, (Tandelilin, 2010:348). Penelitian ini tidak mempergunakan faktor industri karena obyek penelitian adalah indeks LQ-45 yang merupakan saham-saham unggulan yang tergabung dari berbagai macam industri
7
yang terdaftar di BEI. Saham-saham yang dapat masuk dalam indeks LQ-45 memiliki kriteria tersendiri yaitu saham unggulan yang diukur dari tingkat likuiditas yang tinggi dan kapitalisasi pasar yang besar, bukan dari faktor industrinya. Faktor berikutnya dalam pendekatan top-down yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor fundamental perusahaan yang dapat dilihat melalui rasio keuangan pada laporan keuangan perusahaan. Menurut Wagustini (2010:77-78), rasio keuangan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) bagian, yaitu : rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo, rasio solvabilitas/leverage yang mengukur sampai berapa jauh perusahaan dibiayai oleh dana pinjaman, rasio profitabilitas/rentabilitas
yang
mengukur
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan laba, rasio aktivitas usaha yang mengukur efektif tidaknya perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya, dan rasio penilaian/pasar yang mengukur pengakuan pasar terhadap kondisi keuangan yang dicapai oleh perusahaan. Menurut Wang, et al. (2013), rasio yang sering digunakan dalam mengukur harga saham adalah Earning Per Share (EPS) dan Return On Equity (ROE). Menurut Tandelilin, (2010:365) informasi Earning Per Share (EPS) merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna bagi para investor, karena bisa menggambarkan prospek earning perusahaan di masa depan. Earning Per Share adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki dan dapat dihitung dengan membagi laba per lembar saham dengan jumlah saham yang beredar (Fahmi, 2012:97).
8
Semakin tinggi Earning Per Share (EPS) suatu perusahaan, akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut. Penggunaan EPS pada penelitian ini didasarkan pada kepercayaan investor untuk berinvestasi atas suatu saham. Informasi EPS menujukkan banyaknya earning yang akan diterima investor atas investasinya sehingga akan mempengaruhi kepercayaan investor terhadap perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ratih (2013) dan Sari (2014) menemukan bahwa EPS secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham, hal serupa juga ditemukan oleh Hatta (2012) yang menyatakan bahwa EPS berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham serta merupakan variabel yang dominan dengan hubungan yang kuat terhadap harga saham, namun hasil berbeda ditemukan oleh Menike (2014) dan Haque (2013) bahwa EPS berpengaruh negatif terhadap harga saham. Penelitian ini juga menggunakan rasio profitabilitas yang diproksikan dalam Return On Equity (ROE). Penggunaan rasio profitabilitas dalam penelitian ini didasarkan pada perspektif investor yang ketika berinvestasi mengharapkan pengembalian atas investasi yang dilakukan. Return On Equity (ROE) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para pemegang saham (Mardiyanto, 2009:196). ROE mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba bagi pemilik saham atas modal yang telah diinvestasikan. Menurut Hutami (2012), nilai ROE akan meningkat dengan adanya peningkatan laba bersih sehingga investor tertarik untuk membeli saham tersebut dan harga saham perusahaan tersebut akan mengalami kenaikan. Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (2014) yang berjudul Impact of Dividend
9
policy , Earning per share, Return on Equity, Profit after tax on Stock Prices dan Astutik (2014) menemukan bahwa ROE berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Wang, et al (2013) menemukan bahwa ROE merupakan variabel dengan pengaruh paling signifikan dan berpengaruh langsung terhadap harga saham, namun hasil yang berbeda ditemukan oleh Octavia (2010) yang menemukan bahwa ROE tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham. Menurut Pasaribu (2008), faktor fundamental lain yang biasa digunakan untuk memprediksi harga saham dan return saham adalah rasio leverage yang diproksikan dalam Debt to Equity Ratio (DER). Menurut Husnan (2009:70) DER merupakan salah satu rasio keuangan yang mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan melunasi utang dengan modal yang dimiliki. Penggunaan rasio leverage dalam penelitian ini didasarkan pada penggunaan utang oleh perusahaan baik jangka pendek maupun panjang akan memberi dampak risiko finansial bagi investor jika perusahaan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban atas utang tersebut. Pertimbangan risiko finansial atas utang tersebut akan mempengaruhi investor dalam memilih saham.
Menurut Sudana (2011:153) penggunaan utang yang
semakin besar dibandingkan dengan modal sendiri akan berdampak pada penurunan nilai perusahaan. DER yang tinggi menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar, sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Jika suatu perusahaan menanggung beban utang yang tinggi, yaitu melebihi modal sendiri yang dimiliki, maka harga saham perusahaan akan menurun (Amanda et al, 2012).
10
Penelitian yang dilakukan oleh Pradipta (2012) dengan judul The Influence Of Financial Ratio Towards Stock Price menemukan bahwa DER berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Berbeda dengan Hatta (2012) dan Widaningsih (2013) yang menemukan bahwa DER berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Hasil berbeda juga didapatkan oleh Safitri (2013), Astutik et al. (2014) yang menyatakan bahwa DER berpengaruh tidak signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan fenomena harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 periode 2011-2014 dan adanya research gap pada hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh suku bunga SBI, inflasi, serta fundamental perusahaan (EPS, ROE, dan DER) terhadap harga saham, maka penelitian ini perlu dikaji kembali untuk memperjelas temuan selanjutnya.
1. 2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 2) Apakah inflasi berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 3) Apakah Earning Per Share (EPS) berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 4) Apakah Return on Equity (ROE) berpengaruh signifikan terhadap harga saham?
11
5) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap harga saham? 1. 3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh suku bunga SBI terhadap harga saham 2) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh inflasi terhadap harga saham 3) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Earning Per Share (EPS) terhadap harga saham 4) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Return on Equity (ROE) terhadap harga saham 5) Untuk mengetahui signifikansi pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap harga saham 1. 4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis yaitu sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris pada manajemen keuangan khususnya mengenai pengaruh suku bunga SBI dan tingkat inflasi, serta fundamental perusahaan (EPS, ROE, dan DER), terhadap harga saham.
12
2) Kegunaan Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor dalam pengambilan keputusan, khususnya mengenai pengaruh suku bunga SBI dan tingkat inflasi, serta fundamental perusahaan (EPS, ROE, dan DER), terhadap harga saham pada perusahaan indeks LQ-45 periode 2011-2014
1. 5 Sistematika Penulisan Skripsi ini ditulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini mencakup konsep atau teori yang relevan mengenai Harga Saham, Suku Bunga SBI, Inflasi, Earning Per Share (EPS), Return On Equity (ROE), dan Debt To Equity Ratio (DER) serta perumusan hipotesis penelitian yang didukung dengan penelitian sebelumnya.
BAB III
Metode Penelitian Bab ini menguraikan metode penelitian yang meliputi desain penelitian, ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis data dan sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan.
13
BAB IV
Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini menguraikan gambaran umum Indeks LQ-45 yang termasuk ke dalam sampel, deskripsi data hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.
BAB V
Simpulan dan Saran Bab ini menguraikan kesimpulan dari hasil analisis data dan saran untuk pengembangan bagi penelitian selanjutnya.
14