BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini berisi penjelas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat dari tugas akhir yang dilakukan. Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian. 1.1 Latar Belakang Jumlah populasi penyandang disabilitas di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2012 menunjukkan bahwa jumlah penyandang disabilitas adalah 6 juta jiwa atau 2,45% dari seluruh penduduk Indonesia. Kondisi ini lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2006 sebanyak 3,06 juta jiwa (1,38%) dan tahun 2009 sebanyak 2.13 juta jiwa (0,92%). Data tahun 2012 menyebutkan disabilitas yang paling banyak dialami adalah disabilitas kaki sebesar 20,04% dari total penyandang disabilitas (Susenas, 2012). Data Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial pada tahun 2015 menyatakan bahwa sekitar 74,42% penyandang disabilitas tidak memiliki pekerjaan (http://rehsos.kemsos.go.id, 2015). Indonesia pada saat ini dapat dikatakan telah memiliki cukup banyak instrumen kebijakan sosial yang pada intinya mengatur tentang hak-hak orang dengan disabilitas. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 bab III mengatur persamaan hak dan kesempatan penyandang disabilitas pada segala aspek kehidupan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1998 mengatur tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 mengatur tentang standar rehabilitasi sosial penyandang disabilitas oleh lembaga di bidang kesejahteraan sosial. Bahkan, dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
I-1
ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengusaha harus mempekerjakan sekurangkurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi pekerjaan pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja pada perusahaanya. Tetapi terdapat banyak kendala dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang tersebut. Antara lain, tidak adanya sarana fisik di gedung-gedung bagi penyandang disabilitas untuk melakukan pekerjaan, kurangnya kesadaran masyarakat untuk membantu menciptakan lingkungan yang ramah disabilitas, tidak adanya pemantauan dari pegawai pemerintah terkait dalam melaksanakan peraturan yang mendukung penyandang disabilitas, ketidaksiapan dan kurangnya sanksi terhadap pengusaha dan pemilik usaha yang tidak mau mematuhi peraturan ini (Otto, 2013). Industri garmen adalah salah satu bidang industri yang banyak menyerap tenaga kerja penyandang disabilitas (BWI, 2012). Data tahun 2006, terdapat industri garmen yang jumlahnya mencapai 897 perusahaan di Indonesia. Industri garmen merupakan industri padat karya yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar (Ekawati, 2014). Hal ini dapat membuka peluang lapangan pekerjaan yang sangat banyak. Mengingat perusahaan berkewajiban untuk memenuhi Undang-Undang No. 13 tahun 2003, industri garmen membuka peluang untuk memperkerjakan penyandang disabilitas dalam jumlah yang lebih besar dibanding industri lain. Tentunya dengan syarat penyandang disabilitas dapat memenuhi kualifikasi pekerjaan di industri garmen, salah satunya adalah sewing. Sewing merupakan proses utama dari keseluruhan proses produksi garmen dan terdiri dari beberapa operasi yang memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak. Fasilitas yang digunakan pada proses sewing di industri garmen adalah mesin jahit high speed dimana pengopersiannya menggunakan tenaga listrik. Inti dari pemakaian mesin jahit ini adalah menjaga kecepatan tetap terkendali. Posisi
I-2
telapak kaki pada pedal mesin jahit menentukan kerja mesin jahit yang dijalankan (OCFIT, 2013). Menurut observasi, mesin jahit ini memungkinkan untuk dioperasikan oleh penyandang disabilitas daksa dengan ketentuan kaki dapat menjangkau pedal kontrol dan kedua tangan dapat berfungsi normal. Namun dalam pelaksanaannya terdapat kendala saat mengoperasikan mesin jahit bagi penyandang disabilitas daksa, yaitu tidak terjangkaunya pedal oleh kaki penyandang disabilitas daksa. Penyandang disabilitas menunjukkan variabilitas antropometri dalam beberapa dimensi penting, seperti jangkauan (Bradtmiller, 2000). Mesin jahit memiliki posisi pedal kontrol yang sangat rendah. Hal ini menyulitkan penyadang disabilitas daksa kaki untuk mengoperasikan mesin jahit saat bekerja. Penyandang disabilitas membutuhkan alat bantu dalam melakukan aktivitas. Alat bantu berguna untuk mengoptimalkan hidup penyandang disabilitas. Alat bantu yang dipergunakan penyandang disabilitas dapat meminimalkan hambatan yang dialami sebagai akibat kedisabilitasan agar dapat meningkatkan mobilitas, salah
satunya
dalam
bekerja.
Berdasarkan
pengamatan,
untuk
bisa
mengoperasikan mesin jahit standar yang ada dengan keadaan disabilitas daksa kaki maka diperlukan alat bantu untuk memfasilitasi kondisi tersebut. Salah satu konsep
dasar
desain
alat
bantu
bagi
penyandang
disabilitas
adalah
mengakomodasi kesederhanaan (Dharmadiatmika, Gunadi & Kohdrata, 2012). Konsep kesederhanaan adalah konsep desain yang memberikan kemudahan dalam memahami dan menggunakan alat bantu, khususnya bagi penyandang disabilitas daksa pada pengoperasian mesin jahit. Terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan untuk mengembangkan produk. Proses pengembangan produk secara generik adalah proses yang paling sering digunakan pada situasi di mana pengembangan produk dimulai dengan adanya peluang, kemudian menggunakan teknologi yang tersedia untuk
I-3
memenuhi kebutuhan pengguna produk. Pengguna akan memberikan spesifikasi apa saja yang dibutuhkan dan apa saja yang diperlukan pada produk yang akan dikembangkan. Tahapan pengembangan produk menurut Karl T. Ulrich dan Steven D. Eppinger (2001) adalah yang paling umum, paling detail dan paling mudah dipahami. Oleh sebab itu, pengembangan menurut Ulrich-Eppinger ini banyak diadaptasi oleh praktisi pengembangan. Contoh aplikasi tahapan pengembangan produk oleh Ulrich dan Eppinger (2001) dalam perancangan alat bantu terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Nurzhafarina (2015). Pada penelitian tersebut, dilakukan perancangan alat bantu terapis bagi anak penderita autis berupa kartu belajar dan tempat penyimpanannya. BBRSBD (Balai Besar Rehabilitasi Bina Daksa) Prof. Dr. Soeharso merupakan balai latihan kerja bagi penyandang disabilitas daksa yang dimiliki pemerintah dan berlokasi di Surakarta. Pelatihan kerja yang dilakukan meliputi handycraft, bengkel, furnitur, tata boga, salon, dan menjahit. Penjahitan adalah pelatihan kerja yang paling banyak diikuti di antara pelatihan kerja yang lain. Dengan mempertimbangkan kondisi di atas, maka perlu diusulkan rancangan alat bantu pengoperasian mesin jahit bagi penyandang disabilitas daksa kaki. Perancangan konsep alat bantu ini nantinya akan disesuaikan dengan tahapan yang diusulkan oleh Ulrich dan Eppinger (2001). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana merancang konsep alat bantu kerja pengoperasian mesin jahit bagi penyandang disabilitas daksa kaki dengan metode Generic Product Development menurut Ulrich dan Eppinger (2001).
I-4
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini adalah menghasilkan rancangan alat bantu untuk pengoperasian mesin jahit bagi penyandang disabilitas daksa kaki. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari rancangan alat bantu pengoperasian mesin jahit bagi penyandang disabilitas adalah rancangan dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam pembuatan alat bantu disabilitas. 1.5 Batasan Masalah Agar penelitan ini tidak terlalu luas pembahasannya, maka diperlukan pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Lokasi penelitian di Balai Besar Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof. dr. Soeharso Surakarta dengan pertimbangan kemiripan fasilitas kerja dengan kondisi di dunia industri.
2.
Subjek penelitian adalah penyandang disabilitas daksa peserta pelatihan menjahit yang masih mempunyai tungkai kaki, namun memiliki kemampuan gerak terbatas.
3.
Penyandang disabilitas daksa yang memberikan data berjumlah 7 orang.
4.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-September 2015.
1.6 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian dalam laporan tugas akhir ini mengikuti urutan yang diberikan pada setiap bab untuk mempermudah pembahasannya. Sistematika penulisan laporan penelitian ini sebagai berikut:
I-5
BAB I
PENDAHULUAN Bab pendahuluan menguraikan latar belakang mengenai permasalahan, perumusan masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat yang isngin dicapai, dan batasan masalah yang digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka berisikan landasan teori yang merupakan pinjelasan secara terperinci mengenai teori-teori yang digunakan, sebagai landasan pemecahan masalah, serta memberikan penjelasan secara garis besar metode yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Tinjauan pustaka ini diambil dari buku, jurnal penelitian, sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab metodologi penelitian merupakan gambaran terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian yang digambarkan dalam bentuk flowchart dan tiap tahapnya diberi penjelasan. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab pengumpulan dan pengolahan menguraikan data-data yang diperlukan untuk penyelesaian masalah dan cara pengolahan data yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini menguraikan analisis dan interpretasi hasil pengumpulan dan pengolahan data sesuai permasalahan yang dirumuskan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi
kesimpulan dari permasalahan yang dibahas dengan
memperhatikan tujuan penelitian dan kemudian memberikan saransaran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada.
I-6